Anda di halaman 1dari 4

KESEHATAN SEKSUAL

Kesehatan seksual menunjuk kepada suatu rentang kondisi perilaku seksual dari
yang tidak sehat sampai pada yang sehat. Perilaku seksual yang sehat dapat
disejajarkan dengan perilaku seksual yang normal, yang adekwat, dan yang tidak
mengalami gangguan fungsi; dan sebaliknya perilaku seksual yang tidak sehat dapat
disejajarkan dengan perilaku seksual yang tidak normal, tidak adekwat, dan mengalami
gangguan fungsi (disfungsi seksual). Istilah tersebut diwakili oleh istilah perilaku
seksual yang sehat untuk keadaan perilaku seksual yang positif, dan perilaku seksual
yang tidak sehat untuk perilaku seksual yang negatif.
Kondisi perilaku seksual seseorang dan pasanganya, baik yang sehat maupun yang
tidak sehat mewarnai kualitas hidup yang bersangkutan dan pasangannya; artinya
perilaku seksual yang sehat dapat membuat hidupnya berkualitas dan sebaliknya
perilaku seksual yang tidak sehat dapat membuat hidupnya tidak berkualitas. Hal ini
sejalan dengan pandangan Wimpie Pangkahila (2006:13-14) yang menyatakan bahwa
pada akhirnya disfungsi seksual dapat mengganggu kualitas hidup yang bersangkutan
dan pasangannya. Pendapat ini menggambarkan betapa urgentnya kondisi perilaku
seksual seseorang dalam kehidupannya. Kualitas hidup seseorang seolah tergantung
pada kesehatan perilaku seksualnya. Namun, banyak yang tidak menyadari akan hal
itu. Banyak orang tidak menyadari bahwa kehidupan seksual sangat mempengaruhi
kualitas hidup. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencantumkan bahwa aktivitas
seksual sebagai salah satu aspek dalam menilai kualitas hidup manusia. Berarti kalau
kehidupan seksual terganggu, maka kualitas hidup juga terganggu. Sebaliknya, kalau
kehidupan seksual baik dan menyenangkan, maka kualitas hidup menjadi lebih baik
(Wimpie Pangkahila, 2006:3). Sayangnya orang baru sadar setelah akibat darinya
sudah terlalu jauh, sudah memporak porandakan kebahagiaan yang selama ini telah
dicapai dan yang akan dicapainya.
Rono Sulistyo (1977:103-107) menggolongkan perilaku seksual manusia tidak
memadai ke dalam tiga golongan, yakni: (1) cara-cara yang tidak normal dalam
pemuasan keinginan seks, seperti: sadisme, masochisme, exhibitionisme, scoptophilia,
voyeurisme, dll; (2) partner seksual yang tidak normal, seperti: homoseksualitas,
pedophilia, bestiality, necrophilia, frottage, dll; (3) derajat ketidak normalan daripada
keinginan dan kekuatan dorongan seksual, seperti: anorgasme, dyspareunia, vaginisme,
frigidity, impotency, dll.
Wimpie Pangkahila (2006:3-5) mengemukakan jenis-jenis disfungsi seksual pada
pria, yakni: (1) mengalami gangguan dorongan seksual atau gairah seksual, (2)
mengalami gangguan ereksi, (3) mengalami gangguan ejakulasi, (4) mengalami
disfungsi orgasme, (5) mengalami dyspereunia. Sedangkan jenis-jenis disfungsi
seksual pada wanita, yakni: (1) mengalami gangguan dorongan seksual atau gairah
seksual, (2) mengalami gangguan bangkitan seksual, (3) mengalami gangguan
orgasme, (4) mengalami gangguan yang menimbulkan rasa sakit pada kelamin dan
sekitarnya, dan kekejangan abnormal otot vagina 1/3 bagian luar.
Itulah jenis-jenis perilaku seksual yang tidak memadai atau yang mengalami
gangguan yang sengaja dikemukakan secara garis besar, sebagai gambaran tentang
perilaku seksual yang tidak sehat; yang perlu mendapatkan perhatian dan yang sedang
dikaji dari sudut pandang konseling perkawinan saat ini.
Perilaku seksual tidak sehat pada seseorang, dapat disebabkan oleh banyak faktor,
namun dapat dikelompokkan ke dalam dua faktor besar yakni: faktor fisik dan psikis.
Dalam hal ini, Wimpie Pangkahila (2006:7-9) mengemukakan bahwa pada dasarnya
disfungsi seksual, baik pada pria maupun wanita, dapat disebabkan oleh faktor fisik dan
faktor psikis. Faktor fisik ialah semua penyebab yang berupa gangguan fisik atau
penyakit yang berpengaruh terhadap fungsi seksual. Sedang faktor psikis, ialah semua
penyebab yang secara kejiwaan dapat mengganggu reaksi seksual terhadap
pasangannya sehingga fungsi seksual terganggu.
Faktor psikis dapat mempengaruhi fungsi seksual seseorang, karena faktor psikis
penyebab sehat tidaknya perilaku seksual inilah yang merupakan bidang kajian
konseling perkawinan. Dalam hal faktor psikis yang dapat mengakibatkan disfungsi
seksual, lebih lanjut Wimpie Pangkahila (2006:8) menyatakan bahwa faktor psikis
yang dapat mengakibatkan disfungsi seksual meliputi semua faktor dalam semua
periode kehidupan, yaitu periode anak-anak, remaja, dan dewasa. Faktor psikis tersebut
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor pembinaan.
Faktor predisposisi, misalnya pandangan yang negatif tentang seks, trauma seksual,
pendidikan seks kurang, hubungan keluarga terganggu, masalah gaya hidup, dan tipe
kepribadian. Faktor presipitasi, misalnya akibat psikis karena penyakit atau gangguan
fisik, proses penuaan, ketidak setiaan terhadap pasangan, harapan yang berlebihan,
depresi dan kecemasan, dan kehilangan pasangan atau yang disebut widowers
syndrome.
Faktor pembinaan misalnya karena pengalaman sebelumnya, hilangnya daya tarik
pasangan, komunikasi tidak baik, takut yang berkaitan dengan keintiman, dan
informasi seks yang kurang. Seksualitas manusia mengalami perkembangan. Fundasi
perkembangan seks dan seluruh kepribadian manusia telah ditentukan pada umur lima
tahun pertama.
Perkembangan kepribadian manusia sebagian besar ditentukan oleh perkembangan
seksualitasnya (Sigmund Freud, dalam Sikun Pribadi (1981:184). Pendapat tersebut
memberi gambaran kepada kita bahwa begitu eratnya hubungan antara seks dan
kepribadian. Dalam hubungan ini, Masters & Johnson, dalam Sikun Pribadi (1981:184)
menyatakan bahwa seksualitas adalah dimensi (aspek) dan pernyataan daripada
kepribadian (sexuality is a dimension and expression of personality). Pendapat ini
dapat dimaknai bahwa kesehatan perilaku seksual seseorang
diwarnai oleh kesehatan kepribadiannya. Dengan kata lain, sehat tidaknya perilaku
seksual seseorang tergantung pada sehat tidaknya kepribadian seseorang tersebut.
Pertanyaan yang sering muncul dan ditunggu-tunggu jawabannya adalah apakah
perilaku seksual yang tidak sehat tersebut dapat diatasi apa tidak? Jawabnya adalah
dapat. Perilaku seksual yang tidak sehat dapat diatasi. Bagaimana caranya? Dalam hal
cara mengatasi, Wimpie Pangkahila (2006:14-15) menyatakan bahwa pada dasarnya
cara mengatasi disfungsi seksual, baik pada pria maupun wanita, terdiri dari: (1)
konseling seksual, (2) sex therapy, (3) penggunaan obat, dan (4) penggunaan alat bantu.
Dengan demikian, konseling khususnya konseling seksual sebagai salah satu alternatif
cara dapat ditempuh guna membantu klien-klien yang sedang menderita karena tidak
sehat perilaku seksualnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rono Sulistyo. (1977). Pendidikan Sex. Bandung: Elstar Offset.

Sikun Pribadi dan Subowo. (1981). Menuju Keluarga Bijaksana. Bandung: Yayasan
Sekolah Isteri Bijaksana

Soeharto. (2007). Konseling Perkawinan dan Kesehatan Seksual. (Makalah).


Surakarta: Pusat studi Kesehatan Seksual.

Wimpie Pangkahila. (2006). Seks yang Membahagiakan: Menciptakan Keharmonisan


Suami Isteri. Jakarta: Kompas.

Anda mungkin juga menyukai