Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS KECIL

SINDROMA GERIATRI

Pembimbing :
dr. Tiara Paramitha, Sp.PD

Disusun oleh :
Rahayu Nurmalia G4A015099
Supardi G4A015130

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL


Sindroma Geriatric

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: Februari 2017

Disusun oleh :
Rahayu G4A015099
Supardi G4A015130

Purwokerto, Februari 2017


Pembimbing,

dr. Tiara Paramitha, Sp.PD


I. STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. R
Umur : 80 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Alamat : Pabuaran 02/05 Purwokerto Utara
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggalmasuk RSMS : 25 Januari 2017
Tanggal periksa : 26 Januari 2017
No.CM : 00987163

B. Anamnesis
1. Keluhan utama : Demam
2. Keluhan tambahan : Penurunan kesadaran, sulit untuk makan dan
minum, penurunan berat badan, batuk berdahak
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien baru datang ke IGD RSMS tanggal 25 Januari 2017 pukul
13.31. Pasien masuk dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu dan
sempat penurunan kesadaran sejak 2 hari yang lalu. Saat masuk bangsal
kesadaran pasien mulai membaik. Keluarga pasien mengatakan pasien sulit
untuk makan dan minum. pasien juga mengeluhkan buang air kecil hanya
sedikit dan tidak nyeri. Sehari-harinya pasien merupakan seorang petani
akan tetapi setelah 1 tahun terakhir pasien jarang makan dan minum air.
Badan pasien terasa lemas dan pasien juga mengeluhkan batuk berdahak,
dahak yang keluar dikatakan pasien pernah berwarna merah. Keluarga
pasien juga mengeluhkan akhir-akhir ini pasien terlihat kurus dan penurunan
berat badan. Keluhan mual dan muntah disangkal, keluhan Buang air besar
sulit disangkal. Keluhan keringat malam disangkal.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat asam urat : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat mondok : disangkal
i. Riwayat pengobatan : disangkal
j. Riwayat cuci darah : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat sakit kuning : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
6. Riwayat sosial ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan tidak padat penduduk. Rumah satu
dengan yang lain jauh. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat baik. Di rumah pasien hanya tinggal bersama 1
anaknya saja, anak yang lain merantau ke Jakarta.
b. Occupational
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Pembiayaan rumah sakit
selama dirawat menggunakan BPJS PBI. Pembiayaan kebutuhan
sehari-hari dibantu dari anak-anak yang merantau di jakarta.
c. Drug
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
d. Diet
Pasien mengaku biasa mengkonsumsi makanan asin dan goreng-
gorengan, namun jarang makan sayur dan buah-buahan. Semenjak 1
tahun ini pasien jadi jarang makan dan minum

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,1 oC
4. Berat badan :30 kg
5. Tinggi badan : 150 cm
6. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesosefal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut putih, tidak mudah dicabut dan terdistribusi tidak
merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-),napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), palpasi Jugular Venous
Pressure (JVP)5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
1) Paru
Inspeksi : dinding dada simetris, tidak tampak ketertinggalan
gerak antara kedua hemithoraks, kelainan bentuk
dada (-)
Palpasi : vokal fremitus lobus superior kanan = kiri, vokal
fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+ ronki basah halus -/-
ronki basah kasar -/- wheezing-/-
2) Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial
LMCS dan tidak kuatangkat
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekaksisi (-), pekakalih (-), nyeri ketok
sudut kostovertebrae (-/-)
Palpasi : nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
a. Tanggal 25 Januari 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,9 g/dL 11,2 17,3 L
Leukosit 4270 /uL 3800 10600
Hematokrit 33 % 40 52 L
Eritrosit 3,9 x106/uL 3,8 5,2
Trombosit 242.000 /uL 150000 440000
MCV 85,3 fl 80 100
MCH 27,9 pg 26 34
MCHC 32,7 % 32 36
RDW 12,7 % 11,5 14,5
MPV 9,5 fl 9,4 12,4
Hitung Jenis
Basofil 0,9 % 01 L
Eosinofil 0,0 % 24 L
Batang 0,1 % 35 L
Segmen 60,5 % 50 70 H
Limfosit 14,3 % 25 40 L
Monosit 12,9 % 28 H
Widal
S. Paratyhpi A-H Negatif Negatif
S. Paratyhpi A-O Positif 1/80 Negatif
S. Paratyhpi B-H Negatif Negatif
S. Paratyhpi B-O Negatif Negatif
S. Paratyhpi C-H Negatif Negatif
S. Paratyhpi C-O Negatif Negatif
S. Tyhpi H Negatif Negatif
S. Tyhpi O Positif 1/80 Negatif
Kimia Klinik
SGOT 36 U/L 15-37
SGPT 12 U/L 14-59 L
Ureum 118,8 Mg/dL 14.98-38.52 H
Kreatinin Darah 1,43 Md/dL 0.55-1.02 H
GDS 122 Mg/dL <=200
Natrium 151 Mmol/L 134-140 H
Kalium 4,6 Mmol/L 3.4-4.5 H
Klorida 114 Mmol/L 9,6-108 H

b. Tanggal 26 Januari 2017


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket
Urine Lengkap
Bakteri +1 /lpk Negatif
Bau Khas Khas
Berat Jenis 1.015 1.010-1.030
Bilirubin Negatif Mg/dL Negatif
Epitel 1-2 /lpk Negatif
Eritosit 50 /uL Negatif
Glukosa Normal Mg/dL Negatif
Granul Halus Negatif /lpk Negatif
Granul Kasar Negatif /lpk Negatif
Jamur +2 /lpk Negatif
Kejernihan Keruh Jernih
Keton 15 Mg/dL Negatif
Kristal Negatif /lpk Negatif
Leukosit 10-15 /lpk Negatif
Protein 100 Mg/dL Negatif

c. Tanggal 30 Januari 2017


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket
Pewarnaan ZN BTA-I= Positif-J
1x Negatif
Lekosit=
Positif
Epitel=
Positif
Pewarnaan ZN BTA-I= Positif-J
2x Negatif
Lekosit=
Positif
Epitel=
Positif
D. Diagnosis
Sindroma Geriatri

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
O2 4 Lpm NK
IVFD RL 20 Tpm
INJ Ceftriaxon 2X1Amp
INJ Rantin 2X1Amp
PO Azitromicin 1X500Mg
Nebulizer Fentolin/Flexotide Bila Sesak
2. Nonfarmakologi
Bed rest
Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,
prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.
3. Monitoring
Evaluasi darah lengkap dan urin lengkap
Tanda vital

F. Prognosis
Advitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
II. PEMBAHASAN

A. Definisi
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah.
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatric
mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda
dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi
(Panita, 2011).
Pada pasien yang muda, gangguan pada satu organ akan menimbulkan
berbagai gejala tetapi pada pasien geriatri terdapat hubungan yang rumit.
Gangguan pada lebih dari satu organ bisa saja hanya menimbulkan satu gejala
(Kubo et al., 2005). Istilah geriatri (geros = geriatri, iatreia =
merawat/merumat), pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascher, seorang
dokter Amerika pada tahun 1909. Tetapi ilmu geriatri ini baru dikatakan
berkembang dengan nyata pada tahun 1935 di Inggris oleh seorang dokter
wanita, Marjorie Warren dari West-Middlesex Hospital yang dianggap sebagai
pelopornya (Pranarka, 2011).
Konseptualisasi sindrom geriatri telah berkembang dari waktu ke waktu.
Secara umum, sindrom didefinisikan sebagai sekelompok tanda dan gejala
yang terjadi bersama-sama dan mengkarakteristikkan kelainan tertentu atau
kumpulan gejala dan tanda yang terkait dengan proses morbid, dan
merupakan gambaran bersama suatu penyakit. Dengan demikian, dalam
penggunaan medis saat ini, sindrom mengacu pada pola gejala dan tanda
dengan mendasari pada penyebab tunggal yang mungkin belum diketahui
(Sharon, 2007).
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat
penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik
dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindrom geriatri antara
lain (Blazer, 2009):
1. The O Complex : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders,
impaired homeostasis
2. The Big Three: Intelectual failure, instability, incontinence
3. The 13 I : Immobility, impaction, Instability, iatrogenic, intelectual
Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence,
Immunodeffciency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, Smelling,
Hearing, Impecunity.

B. Epidemiologi
Pada tahun 2000 jumlah orang lanjut usia sebesar 7,28% dan pada tahun
2020 diperkirakan mencapai 11,34%. Dari data USA-Bureau of the Census,
bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga geriatric
terbesar di seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%
(Pranarka, 2011).

C. Klasifikasi
1. Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan
masalah psikologis (Cigolle, 2007).
2. Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor
yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut.
Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang
terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan
masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi
yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan
penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu
atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Cigolle, 2007).
3. Intelectual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungantingkat kesadaran. Demensia tudak hanya masalah
pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan
juga kehilangan pola sentuh, psien menjadi perasa dan terganggunya
aktivitas (Cigolle, 2007).
4. Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar
feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi
lain menyatakan inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
keyidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin (Cigolle, 2007).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta
tidak perlu diobati (Cigolle, 2007).
a. Inkontinensia urin akut reversible
Kondisi ini merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas
pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul,
stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau
obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan
inflamasi pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut (Geddes,
2005).
b. Inkontinensia urin persisen
Inkontinensia jenis ini diklasifikasikan dala berbagai cara meliputi
anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis,
klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis (Geddes, 2005).
c. Inkontinensia urin stress
Definisinya adalah tidak terkendalinnya aliran urin akibat
meningkatnya tekanan intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau
berolehraga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia
dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi
pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan
transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat
tertawa, batu atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau
banyak (Geddes, 2005).
d. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-masalah neurologis
sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini, meliputi stroke,
penyakit parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien
mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini menrupakan penyebab tersering
inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun (Geddes, 2005).
e. Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien
mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung
kemih sudah penuh (Geddes, 2005).
f. Inkontenansia urin fungsional
Inkontinensia jenis ini merupakan keadaan yang mengalami
pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Inkontenansia fungsional merupakan intenkonensia dengan fungsi
saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti
gangguan kognitif berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi
perlunya urinasi (misal demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang
menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toiley untuk
melakukan urinasi (Geddes, 2005).
5. Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap
sebagai bagian dari proses menua. Faktor yang memeperberat depresi adalah
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan
menurun (Maryam, 2008).
6. Impotence (impotensi)
Sebanyak 50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80
tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti: anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormone (Maryam, 2008).
7. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya
hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus,
berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang (Maryam, 2008).
8. Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih,
pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkenaa
infeksi (Maryam, 2008).
9. Inanitation (malnutrisi)
Etiologi malnutrisi yaitu: malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat. Kelemahan
nutrisi panda hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung (Maryam, 2008).
10. Impaction (konstipasi)
Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras, mengejan dnegna keras
saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25 % dari keseluruhan BAB.
Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah: obat-obatan (narkotik
golongan NSAID, antasid aluminium, diuretik, analgeti), kondisi neurologis,
gangguan metabolik, psikologis, penyakit saluran cerna, lain-lain (diet
rendah serat, kurang olahraga, kurnag cairan) (Maryam, 2008).
11. Insomnia (gangguan tidur)
Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan
sulit memetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang lanjut usia di
komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh
tetap terjaga sepnjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19 %
mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut umunya mengalami
gangguan tidur seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan mempertahankan
tidur nyenyak, bangun terlalu pagi. Faktor yang menyebabkan insomnia:
perubahan irama sirkadian, gangguan tidur primer, penyakit fiisik
(hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi, demensia
(Maryam, 2008).
12. Iatrogenic disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik,
sering kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Pemberian oabta pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme dihati sedangkan pada lansia
terjadi penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui
ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik (Maryam, 2008).
13. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai
hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada
pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai 24 %. Gangguan
penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang,
status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan pengliahatn dan
pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas
fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul dan mortalitas (Maryam,
2008).

D. Etiologi
1. Immobility
Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada
keadaan (bed rdden). Berakiabt atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta
pnemonia. Faktor resikonya dapat berupa osteortritis, gangguan penglihatan,
fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot,
vertigo, keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi hipotiroid dan sesak
napas, imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri,
kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan psikologis (Maryam, 2008).
2. Instability
Akibat yang ditimbulkan seperti peristiwa jatuh merupakan masalah
yang juga penting pada lansia terutama lansia wanita (Maryam, 2008).
3. Intelektual impairment
Gangguan intelektual berlangsung progresif disebut demensia. Muncil
secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga tahunan).
Gangguan depresi juga merupakan penyebab kemunduran intelektual yang
cukup sering ditemukan namun seringkali terabaikan.depresi disebabkan
oleh adanya suasana hati atau mood yang bersifat depresif yang berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu yang disertai keluhan-keluhan vegetatif
(berupa gangguan tidur, penurunan minat, perasaan bersalah, merasa tidak
bertenaga, kurang konsentrasi, hilangnya nafsu makan (Maryam, 2008).
4. Incontinence
Inkontinensia adalah penegluaran urin/feses tanpa disadari dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan maslah gangguan
kesehatan atau sosial. Ini bukan kinsekuensi normal dari pertambahan usia.
Penyebanya kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan neurologi
(stroke, trauma medula spinalis, demensia)lainya (imobilisasi, lingkungan).
Dapat akut disaat timbul penyakit atau yang kronik (Maryam, 2008).
5. Isolation
Penyebabnya adalah kehilangan orang/objek yang dicintai, sikap
pasimistik, kecenderungan beradumsi negatif terhadap suatu pengalaman
yang mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, penyakit degeneratif
kronik tanpa dukungan sosial yang adekuat (Maryam, 2008).
6. Impotence (Maryam, 2008).
a. Disfungsi ereksi organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
b. DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan organik,
walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini yang
berpotensi reversible potensial biasanya yang disebabkan oleh
kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat
dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual (Maryam, 2008).
7. Immunodeficiency
Daya tahan tubuh yang menurun pasa lansai merupakan fungsi tubuh
yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tapi dpaat pula karena
berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit akut yang
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang, demikian juga
penggunaaan berbagai obat, gizi yang kurang, penurunan fungsi organ tubuh
dan lain-lain (Maryam, 2008).
8. Infection
Terjdi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit penyakit yang
cukup banyak, menurunnya daya takan/imunitas terhadap infeksi,
menurunya daya komunikasi sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi
biasanya ditandai dengan peningkatan temperatur badan, sering dijumpai
pada usia lanjut (Maryam, 2008).
9. Inanitation
Penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung, imobilisasi,
penyakit kronis (PPOK, rematik, gagal jantung, diabetes, gagal ginjal,
dispepsia, gangguan hati, keganasan), demensia dan demam (Maryam,
2008).
10. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia dibabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang minum,
juga akibat pemberian obat-obatan tertentu (Maryam, 2008).
11. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang trdiri dari nyeri kronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinsons disease,
alzheimer disease)dan obat-obatan kortikosteroid dan diuretik)
12. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Sistem pendengaran: kehilangan mendengar bunyi dengan nada yang
sangat tinggi akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya
pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput didalam
telinga. Dapat mendengar pada suara rendah (Salonen, 2013).
Sitem penglihatan daa penurunan yang konsissten dalam kemampuan
untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah serta menurunnya
sensivitas terhadap warna (Salonen, 2013).
Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan bertambahnya usia,
sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan sebagian lagi
karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung (Salonen, 2013).

E. Karakteristik
Menurut Kane, (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik,
yaitu:
1. Usia > 60 tahun,
2. Multipatologi,
3. Tampilan klinis tidak khas,
4. Polifarmasi,
5. Fungsi organ menurun,
6. Gangguan status fungsional, dan
7. Gangguan nutrisi.
Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien dengan usia 80 tahun, memiliki
gangguan hepar dan ginjal, status fungsional di keluarga yang sudah menurun
dan ditemukan adanya gangguan nutrisi pada pasien karena menurunnya fungsi
menelan.

F. Manifestasi Klinis
1. Imobilisasi (Setiati,. 2008)
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
b. Keterbatsan mengerakan sendi
c. Adnya kerusakan aktivitas
d. Penurunan ADL dibantu orang lain
e. Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
2. Inkontinensia (Setiati,. 2008)
a. Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
b. Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru berkemih
c. Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
3. Demensia (Setiati,. 2008)
a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
c. Gangguan kepribadian dan perilaku
d. Mudah tersinggung, bermusuhan
e. Keterbatasan dalam ADL
f. Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
g. Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
h. Sulit mandi makan , berpakaian dan toilet
4. Konstipasi (Setiati,. 2008)
a. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
b. Mengejan keras saat BAB
c. Masa feses yang keras dan sulit keluar
d. Perasaan tidak tuntas saat BAB
e. Sakit pada daerah rectum saat BAB
f. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
g. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
h. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
5. Depresi (Setiati,. 2008)
a. Ganguan tidur
b. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), pandangan kabur,
gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi, perubahan
berat badan
c. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas
mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian
disekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala biasanya
lebih buruk dipagi hari.
6. Malnutrisi (Setiati,. 2008)
a. Kelelahan dan kekurangan energi
b. Pusing
c. Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan
melawan infeksi
d. Kulit kering dan bersisik
e. Gigi yang membusuk
f. Gusi bengkak dan berdarah
g. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
h. Badan badan kurang
i. Pertumbuhan yang lambat
j. Kelemahan pada otot
k. Perut kembung
l. Tulang yang mudah patah
m. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
7. Insomnia (Setiati,. 2008)
a. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
b. Wajah kelihatan kusam
c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
d. Lemas, mudah cemas
e. Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah
tersinggung
8. Immunedeficiency (Setiati,. 2008)
a. Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
b. Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
c. Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
d. Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
9. Impotensi (Setiati,. 2008)
a. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan)
b. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
c. Ereksi hanya sesaat
G. Tatalaksana
Pendekatan peripurna pasien geriatri merupakan prosedur pengkajian
multidimensi. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai
masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien,
mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan
rencanna asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien. Beberapa
penatalaksaan secara umum sindrom geriatrik diantaranya (Sharon, 2007):
1. Pemberian asupan diet protein , vitamin C,D, E & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengkonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting,
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial
dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah
sarkopenia.
2. Pengaturan olahraga secara teratur
Kemampuan dasar seperti: berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan
memicu peningkatan masa dan kapasitas metabolik otot sehingga
memengaruhi energy expenditure, metabolis glukosa dan cadangan protein
3. Pencegahan infeksi dengan vaksin
4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan
elektif dan recon ditioning cepat setelah mengalami stres dnegna renutrisi
dan fisioterapi individual
5. Terapi pengabatan pada lansia berbeda dari pasien pada usia muda, karena
adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak
yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya.
Adapun penatalaksaanna resiko jatuh adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat bantu dengar
(earphone)
2. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
3. Evaluasi kemampuan kognitif
4. Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker
Adapun tatalaksana gangguan tidur antara lain adalah sebagai berikut:
1. Tingkatkan aktivitas rutin setiap hari
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman
3. Kurang konsumsi kopi
4. Berikan benzodiazepine seperti temazepam (7,5-15mg)

H. Pencegahan
1. Promosi
Merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Merupakan proses
advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesinal
dan masyarakt terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial. Untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka
dan bergerak kearaha kesehatan yang optimal serta mendukung
pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang
perilaku hidup mereka. Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia (Stanley,
2006):
a. Mengurangi cedera, dilakukan dnegan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah
b. Meningkatkan keamanan ditempat kerja bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk bertujuan
untuk mengurangi penggunaan semprotan bahan-bahan kimia,
mengurangi radiasi dirumah
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang
bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memlihahara kebersihan
gigi dan mulut
2. Pencegahan preventif (Stanley, 2006)
a. Melakukan pencegahan primer meliputi: pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan.
Jemisnya: program imunisasi, konseling, berhenti merokok, dan minum
beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan didalan dan sekitar rumah,
menejemen stres
b. Melakukan pencegahan sekunder melputi : pemeriksaan terhadap
penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit
belum tampak secara klinis dan mengidap faktor resiko. Jenisnya: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, screening, pemeriksaan rektal,
papsmear, gigi mulut
c. Melakukan pencegahan tersier : dilakukan sebelum terdapat gejala
penyakit dan cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan serta
perawatan dengan perawtan dirumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan
dan perawatan jangka panjang.
III. KESIMPULAN

1. Diagnosis pasien pada kasus ini adalah sindroma geriatri.


2. Penegakkan diagnosis sindroma geriatri berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
3. Tatalaksana sindroma geriatri adalah harus dilakukan dengan cara pendekatan
multidimensi. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai
masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien,
mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan
rencanna asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Blazer, D.G. 2009. The american psychiatric publishing textbook of geriatric


psychiatry. America : Psychiatric Pub.
Cigolle, C.T. 2007. Geriatric conditions and disability: the health and retirement
study. American College of Physicians. 147(3):156-164.
Geddes, J.. 2005. Psychiatry. Oxford [Oxfordshire]. Oxford University Press.
Kane, R.L. 2008. Essentials of clinical geriatris. 6th ed. New York, NY: McGraw-
Hill.
Kubo, H. 2005. Medical treatments and cares for geriatri syndrome: New
strategies learned from frail elderly. Department of Geriatri and
Respiratory Medicine, Tohoku University School of Medicine, Sendai,
Japan. Tohoku J. Exp. Med. 205(3): 205-214.
Maryam, R. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta: Salemba
Medika
Panita L, Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of
geriatric syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of
Thailand. Medicine Department; Medicine Outpatient Department,
Faculty of Medicine, Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon
Kaen 40002, Thailand. Asian Biomedicine. 5(4): 493-497.
Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Salonen, J.. 2013. Hearing impairement and tinnitus in the elderly. Turk :
Universitas of Turku.
Setiati, S. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. hlm. 1335-1340.
Sharon, K. 2007. Geriatri syndromes: clinical, research, and policy implications of
a core geriatri concept. Journal compilation , The American Geriatris
Society. 55(5): 794-796.
Stanley, M.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai