Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung. Dilakukan dengan
membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi dan
dominansi pohon tumbuhan. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method
karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membent Para pakar ekologi
memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan
pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah
diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk
memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu
ekosistem.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem,
yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan
pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-
hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-
komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-
masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara analisis vegetasi dengan metode
kuadran dan untuk mengetahui kerapatan,kemelimpahan dan dominansi tumbuhan

C. MANFAAT PRAKTIKUM
Manfaat praktikum adalahuntuk menambah wawasan dalam bidang Ekologi Tumbhan
yang mengenai analisis vegetasi
Praktikum ini juga memberi manfaat praktis yaitu sebagai acuan dan bahan perbandingan
dalam mempelajari Ekologi tumbuhan. Sebagai pelatihan dalam menyusun laporan. Materi-
materi yang ada dalam laporan ini dapat sebagai acuan untuk mempelajari Ekologi Tumbuhan.
D. LINGKUP PRAKTIKUM

Adapun lingkup praktikumyang dilakukan hanya berfokus pada pinggir pantai yang
beralokasi di pantai nipah desa malaka Kabupaten Lombok utara dan adapun subjek dan
objeknya ,subjek yaitu vegetasi yang ada pada pinggir pantai nipah sendiri sedangkan objeknya
adalah metode yang digunakan yaitu metode kuadrat.
E. DEFINISI OPRASIONAL JUDUL

Analisis merupakan suatu cara untuk mempelajari sesuatu berdasarkan susunan atau
komposisinya,sedangkan Vegetasi adalah sekumpulan kelompok atau keseluruhan kelompok
bagian hidup yang tersusun atas beberapa tumbuhan.Jadi analisis vegetasiadalah suatu cara
mempelajari susunan dan komposisi vegetasi secara struktur vegetasi tumbuh-tumbuhan.

Metode Kuadrat adalah bentuk sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang
menggambarkan luas area tertentu.Analisisnya dilakukan perhitungan terhadap variabel
variabel kerapatan,kerimbunan dan frekuensi.

BAB III
KAJIAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI TEORI
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa
jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup
dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di
tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu
sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak
bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik). Umumnya
dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin
(arah kompas).Titik pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m
(Polunin, 1990).
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas
vegetasi dikelompokkan vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai
metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan
pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau
sampel. Dalam pengukuruan dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi atau
data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat
merusak (destructive measures) dan pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive
measures). Untuk keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan
contoh (sampling unit), terlebih bagi penelitian yang mengambil objek hutan dengan cakupan
areal yang luas. Dengan sampling, seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data
yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila
dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu
populasi. Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter.
Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan
metode kuadrat.
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak
contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan
tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20
cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang),
dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan
mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi,
dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan
untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering
sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran
tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang
hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu
akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi
berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu
tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan
menolong dalam menentukan struktur komunitas.
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis
vegetasi yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area digunakan memperoleh luasan
minimum petak contoh yang dianggap dapat mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat
tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan
keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada
areal tersebut makin luas kurva spesies areanya.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-
petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan
metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut
Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random,
sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi
dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan
(Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya.
Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian
rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta
kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang
berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola
sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan
ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau
kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran
dominansi dapat digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa,
atau volume.

B. KERANGKA BERPIKIR
Analisis merupakan suatu cara untuk mempelajari sesuatu berdasarkan susunan atau
komposisinya Vegetasi adalah sekumpulan kelompok atau keseluruhan kelompok bagian
hidup yang tersusun atas beberapa tumbuhan,Metode kuadran mudah dan lebih cepat
digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Kurva
spesies area digunakan memperoleh luasan minimum petak contoh yang dianggap dapat
mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. JENIS PRAKTIKUM

Jenis praktikum ini adalah menggunakan teknik observasi atau terjun langsung kelapangan
untuk melakukan praktikum.

B. RANCANGAN PRAKTIKUM
a. Membagi anggota kelompok ke masing masing plot
b. Kemudian,menganalisis setiap masing masing plot
c. Dan mengumpulkan data data yang ada pada setiap plot.

C. POPULASI DAN SAMPEL


Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam
satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok yang merupakan populasinya yaitu
macam macam tumbuhan yang hidup didalam masing masing plot. Sedangkan sempel
adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi subjek yang akan diteliti dari populasi
yang akan diteliti dalam penelitian ini dan seluruh populasi dijadikan sampel.

D. INSTRUMEN PRAKTIKUM
a. Alat
- Kantong Plastik
- Alat tulis menulis
- Camera
b. Bahan
- Vegetasi tumbuhan pada pinggir pantai Nipah

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Dilakukan dengan menggunakan teknik observasi yaitu dengan melakukan penggumpulan
data yang memerlukan pengamatan langsung dengan analisis data dan menggunakan metode
kuadrat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Pengamatan

Sepesimen Tanaman pada Plot


No. Nama Sepesimen Total
1 2 3 4 5
1. Spesies A 0 0 8 4 0 12
2. Spesies B 40 11 21 7 46 125
3. Spesies C 43 63 48 50 105 309
4. Spesies D 0 53 15 14 16 98
5. Spesies E 0 2 0 0 2 4
6. Spesies F 50 0 0 0 0 50
7. Spesies G 0 0 0 0 3 3
8. Ciperus convresus 100 110 185 25 43 463
9. Ciperus rotundus 0 0 0 10 33 43
10. Ciperus Sp 0 0 0 0 145 145
11. Euphoerbia herta 0 0 4 25 0 29
12. Andropogon 16 17 9 0 0 42
13. Leucas Sp 0 4 0 0 5 9
Jumlah 249 260 290 135 398 1332

B. ANALISIS DATA
DENSITAS
1. Densitas Jenis

DJ
Rumus Luas Area : P L Plot
=1M1M5
= 5 M2

a. DJA =

b. DJB = = 25

c. DJC =

d. DJD = = 19,6

e. DJE = = 0,8

f. DJF =

g. DJG =

h. DJCiperus covresus =

i. DJCiperus rotundus =

j. DJCiperus Sp =

k. DJEuphoerbia herta =

l. DJAndropogon Sp =

m. DJLeucas Sp =
DJ = DJA + DJB + DJC + DJD + DJE + DJF + DJG + DJCiperus covresus+ DJCiperusrotundus+ DJCiperus Sp+
DJEuphoerbia herta+ DJAndropogon Sp+ DJLeucas Sp
= 2,4 + 25 + 61,8 + 19,6 + 0,8 + 10 + 0,6 + 92,6 + 8,6 + 29 + 5,8 + 8,4 + 1,8 = 266,4
2. Densitas Relatif

DR

a. DRA =

b. DRB =
c. DRC =

d. DRD =

e. DRE =

f. DRF =

g. DRG

h. DR Ciperus covresus =

i. DR Ciperus rotundus =

j. DRCiperus Sp = 10,88

k. DREuphoerbia herta =

l. DRAndropogon Sp =

m. DRLeucas Sp =
DR = DRA + DRB + DRC + DRD + DRE + DRF + DRG + DRCiperus
covresus+ DRCiperus rotundus+ DRCiperus Sp+ DREuphoerbia herta+ DRAndropogon Sp+ DRLeucas Sp
= 0,90% + 9,38% + 23,19% + 7,35% + 0,30% + 3,75% + 0,22% + 34,75% +3,22% + 10,88 %
+ 2,17% + 3,15 % + 0,67 % = 99,93 %

FREKUENSI
1. Frekuensi Jenis

Frekuensi Jenis ( FJ ) =

a. FJA = 9

b. FJB = = 0,09

c. FJC =

d. FJD = = 0,07

e. FJE = = 0,003

f. FJF =

g. FJG = 2

h. FJCiperus covresus =

i. FJCiperus rotundus =

j. FJCiperus Sp =

k. FJEuphoerbia herta =
l. FJAndropogon Sp =

m. FJLeucas Sp = 6
FJ = FJA + FJB + FJC + FJD + FJE + FJF + FJG + FJCiperus covresus+ FJCiperusrotundus+ FJCiperus Sp+
FJEuphoerbia herta+ FJAndropogon Sp+ FJLeucas Sp
= 0,009 + 0,09 + 0,23 + 0,07 + 0,003 + 0,03 + 0,002 + 0,34 + 0,03 + 0,10 + 0,02 + 0,03 +
0,006 = 0,96

2. Frekuensi Relatif

FR =

a. FRA =

b. FRB =

c. FRC =

d. FRD =

e. FRE =

f. FRF =

g. FRG

h. FR Ciperus covresus =

i. FR Ciperus rotundus =

j. FRCiperus Sp = 10,41

k. FREuphoerbia herta =

l. FRAndropogon Sp =

m. FRLeucas Sp =

FR = FRA + FRB + FRC + FRD + FRE + FRF + FRG + FRCiperus covresus+


FRCiperusrotundus+ FRCiperus Sp+ FREuphoerbia herta+ FRAndropogon Sp+ FRLeucas Sp
= 0,93% + 9,37% + 23,95% + 7,29% + 0,31% + 3,12 % + 0,20% + 34,41% + 3,12% +
10,41% + 2,08% + 3,12% + 0,62% = 98,93 %

DOMINANSI
1. Dominansi Jenis
a. DOMJA =

b. DOMJB = = 0,06

c. DOMJC =

d. DOMJD = = 0,07

e. DOMJE = = 0,002

f. DOMJF =

g. DOMJG = 4

h. DOMJCiperus covresus =

i. DOMJCiperus rotundus =

j. DOMJCiperus Sp =

k. DOMJEuphoerbia herta =

l. DOMJAndropogon Sp =

m. DOMJLeucas Sp =
DOMJ = DOMJA + DOMJB + DOMJC + DOMJD + DOMJE + DOMJF + DOMJG + DOMJCiperus covresus+
DOMJCiperus rotundus+ DOMJCiperusSp+ DOMJEuphoerbia herta+ DOMJAndropogon Sp+ DOMJLeucas Sp
= 0,01 + 0,06 + 0,15 + 0,07 + 0,002 + 0,07 + 0,004 + 0,27 + 0,04 + 0,21 + 0,03 + 0,02 +
0,007 = 0,94

2. Dominansi Relatif

)=

a. DOMRA = 1,06%

b. DOMRB = = 6,38%

c. DOMRC = 15,95%

d. DOMRD = = 7,44%

e. DOMRE = = 0,21%

f. DOMRF = %

g. DOMRG =

h. DOMRCiperus covresus =

i. DOMRCiperus rotundus =
j. DOMRCiperus Sp =

k. DOMREuphoerbia herta =

l. DOMRAndropogon Sp =

m. DOMRLeucas Sp =

DOMR = DOMRA + DOMRB + DOMRC + DOMRD + DOMRE + DOMRF + DOMRG + DOMRCiperus


covresus+ DOMRCiperus rotundus+DOMRCiperus Sp+ DOMREuphoerbia herta+ DOMRAndropogon Sp+
DOMRLeucas Sp
= 1,06% + 6,38% + 15,95% + 7,44 % + 0,21 % + 7,44% + 0,42% + 28,72% + 4,25% +
22,34% + 3,19% + 2,12% + 0,74% =100,26%

INDEKS NILAI PENTING ( M )


a. Ma = DRA + FRA + DOMRA
= 0,90% + 0,93% + 1,06% = 2,89%
b. Mb = DRB + FRB + DOMRB
= 9,38% + 9,37% + 6,38 % = 25,13%
c. Mc = DRC + FRC + DOMRC
= 23,19% + 23,95% + 15,95% = 63,09%

d. MD = DRD + FRD + DOMRD


= 7,35% + 7,29% + 7,44% = 22,08%
e. ME = DRE + FRE + DOMRE
= 0,30% + 0,31 + 0,21% = 0.82%

f. MF = DRF + FRF + DOMRF


= 3,75% + 3,12% + 7,44% = 14,31%

g. MG = DRG + FRG + DOMRG


= 0,22% + 0,20% + 0,42% = 0,84%

h. MCiperus covresus = DRCiperus covresus + FRCiperus covresus + DOMRCiperus covresus


= 34,75% + 35,41 % + 28,72% = 98,88%

i. MCiperus rotundus = DRCiperus rotundus + FR Ciperus rotundus+ DOMRCiperus rotundus


= 3,22% + 3,12% + 4,25% = 10,59%

j. M Ciperus Sp = DR Ciperus Sp + FR Ciperus Sp + DOMR Ciperus Sp


= 10.88% + 10,41% + 22,34% = 46,34%

k. MEuphoerbia herta = DREuphoerbia herta + FREuphoerbia herta + DOMREuphoerbia herta


= 2,17% + 2,08% + 3,19% = 7,44%

l. MAndropogon Sp = DRAndropogon Sp + FRAndropogon Sp + DOMRAndropogon Sp


= 3.15% + 3,12% + 2,12% = 8,39%

m. M Leucas Sp = DR Leucas Sp + FR Leucas Sp + DOMR Leucas Sp


= 0,67% + 0,62% + 0,74% = 2,03%
n = MA + MB + MC + MD + ME + MF + MG + MCiperus covresus + MCiperusrotundus + M Ciperus Sp +
MEuphoerbia herta + MAndropogon Sp + M Leucas Sp
= 2,89% + 25,13% + 63,09% + 22,08% + 0.82% + 14,31% + 0,84% + 98,88% +10,59% +
46,34% + 7,44% + 8,39% + 2,03% = 302,83%

INDEKS NILAI KERAGAMAN ( H )

Nilai Indeks keanekaragaman (H) = - ( ).Log ( )


a. HA = - ( ).Log ( ).
= - 0,009. Log 0,009
= -0,009. (- 2,04)
= 0,01 ( Tidak Rapat )

b. HB = - ( ).Log ( ).
= - 0,08 . Log 0.08
= - 0,08 . ( - 1,09 )
= 0,08 ( Tidak Rapat )

c. HC = - ( ).Log ( ).
= - 0,20 . Log 0,20
= - 0,20 . ( - 0,69 )
= 0,13 ( Tidak Rapat )

d. HD = - ( ).Log ( )
= - 0,07 . Log 0,07
= - 0,07. ( - 1,15 )
= 0,08

e. HE = - ( ).Log ( )
= - 0,002 . Log 0,002
= - 0,002. ( - 2,69 )
= 0,005 ( Tidak Rapat )

f. HF = - ( ).Log ( )
= - 0,04 . Log 0,04
= - 0,04. ( - 1,39 )
= 0,05 ( Tidak Rapat )
g. HG = - ( ).Log ( )
= - 0,002 . Log 0,002
= -0,002. ( -2,69 )
=0,005 ( Tidak Rapat )

h. HCiperus covresus = - ( ).Log ( )


= - 0,32 . Log 0,32
= - 0,32. ( - 0,49 )
= 0,04 ( Tidak Rapat )

i. HCiperus rotundus = - ( ).Log ( )


= - 0,03 . Log 0,03
= - 0,03. ( - 1,52 )
= 0,04 ( Tidak Rapat )

j. HCiperus Sp = - ( ).Log ( )
= - 0,15 . Log 0,15
= - 0,15. ( - 0,82 )
= 0,12 ( Tidak Rapat )

k. HEuphoerbia herta = - ( ).Log ( )


= - 0,02 . Log 0,02
= - 0,02. ( - 1,69 )
= 0,03 ( Tidak Rapat )

l. HAndropogon Sp = - ( ).Log ( )
= - 0,02 . Log 0,02
= - 0,02. ( - 1,69 )
= 0,03 ( Tidak Rapat )

m. H Leucas Sp = - ( ).Log ( )
= - 0,006 . Log 0,006
= - 0,006. ( - 2,22 )
= 0,01 ( tidak Rapat )

C. PEMBAHASAN
Pada hasil pengamatan bahwa pada plot pertama yang mendominasi adalah spesies Ciperus
convresus jumlahnya100 danjumlah keseluruhan untuk plot pertama adalah 249,sedangkan
untuk plot ke dua yang paling mendominasi adalah spesies Ciperus rotundus yang
jumlahnya110,dan jumlah keseluruhannya adalah 260,dan plot ke tiga berjumlah 290,untuk
plot ke empat yang paling mendominasi adalah spesies C yang jumlahnya 50,dan untuk plot ke
limah jumlahnya adalah 145,dan jumlah keseluruhan plot lima adalah 389.

Jadi yang paling mendominasi pada vegetasi tumbuhan pinggir pantai Nipah
adalah Ciperus convresus,adapun faktor yang mempengaruhi tumbuh kembanagnya tumbuhan
yaitu faktor internal dan faktor eksternal,faktor interal dipengaruhi oleh tumbuhan itu
sendiri,sedangkan faktor ekstrnal dipengaruhi oleh suhu,kadar garam,dan intensitas cahaya,dan
untuk indeks nilai keragamannya semua jenis tumbuhan tidak rapat karena dipengaruhi oleh
kedua faktor tersebut.

Analisis Vegetasi tumbuhan dengan metode kuadrat merupakan suatu cara yang digunakan
untuk mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk sekelompok tumbuhan yang
menempati daerah tertentu dengan menggunakanplot atau petak-petak. Adapun yang diamati
pada prktikum ini adalah:Kerapatan merupakan jumlah spesies atau tanaman per satuan meter
persegi, kelimpahan adalah jumlah keanekaragaman jenis tanaman pada suatu daerah tertentu,
dominansi adalah jumlah spesies tumbuhan yang paling banyak pada suatu petak. Adapun
tanaman yang dijumpai pada masing-masing plot sangat beragam mulai dari tumbuhan Ciperus
convresus, Ciperus rotundus, Ciperu sp, Andropogon Sp, Euphoerbia herta,dan Leucas
Sp.Ada juga tumbuhan yang tidak diketahui namanya sehingga diberi nama dengan spesies A,
spesies B, spesies C spesies D,spesies E,spesies F dan Spesies G.
Densitas relatif merupakan persentase jumlah keseluruhan dari setiap jenis tumbuhan
pada semua plot.Frekuensi jenis merupakan banyaknya suatu tanaman pada semua plot.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


a. Dalam menentukan vegetasi tumbuhan harus ditentukan kerapatan,kemelimpahan dan
dominansinya yaitu dengan menggunakan metode kuadran.

b. Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran
berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung. Dilakukan dengan membuat
plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.

c. Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau
tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan
suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi
dapat digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.
B. SARAN
a. Sebaiknya percobaan ini dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi panas.
b. Untuk para Co.Ass hendaknya memberikan bimbingan yang terbaik kepada praktikan agar
mencapi hasil yang terbaik dan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
Hardjosuwarno, S. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta
Rahardjanto, Abdulkadir. 2001. Ekologi Umum. Umm Press: Malang.
Rohman, Fatchur.dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.Soegianto, A. 1994
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi bagi Populasi dan Komunitas.UI-
Press: Jakarta
Wolf, Larry dan S.J McNaughton. 1990. Ekologi Umum. UGM Press: Yogyakarta.
A.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lingkungan merupakan hal yang paling penting untuk dilindungi dan dijaga kelestariannya
karena merupakan tempat dimana seluruh makhluk hidup tinggal. Baik manusia, hewan maupun
tumbuhan serta faktor biotik dan abiotik sebagai pendukungnya. Terdapat berbagai ilmu yang
mempelajari tentang lingkungan dan salah satunya adalah ekologi.

Ekologi telah dikenal oleh manusia sejak lama sesuai dengan sejarah peradaban manusia. Dalam
hal ini bukan hanya manusia yang bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, akan tetapi
juga makhluk-makhluk hidup lainnya. Interaksi antara setiap organisme dengan lingkungannya
merupakan proses yang tidak sederhana, melainkan suatu proses yang kompleks. Ekologi sendiri
merupakan suatu hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Tujuan ekologi adalah untuk memahami mekanisme yang mengatur struktur dan fungsi suatu
ekosistem. Untuk mengetahui sistem ekologi pada suatu waktu tertentu, perlu diketahui
organisme apa saja yang hidup ditempat tertentu, bagaimana kepadatannya dan bagaimana
hubungannya dengan banyak faktor fisik dan kimia dilingkungan abiotik disekelilingnya.

Ilmu ekologi mempelajari segala hal yang berkaitan dengan lingkungan, salah satunya adalah
vegetasi. Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari beberapa jenis
yang berbeda hidup bersama di suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun
dengan organisme lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang dinamis dan hidup.

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur)
vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk
hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua
komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan
merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang
ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah
dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi
berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh
anthropogenik.

Istilah ekologi juga berkaitan dengan komunitas dan populasi. Populasi merupakan kumpulan
individu dari jenis yang sama dalam suatu daerah, maka komunitas merupakan kumpulan
populasi dari berbagai jenis dalam suatu daerah. Setiap dari satu jenis komunitas bisa saja
terdapat berbagai macam spesies. Dan tentunya jumlah spesies yang satu dengan yang lainnya
dalam suatu komunitas tidaklah sama. Bisa saja terdapat spesies yang lebih mendominasi, bahkan
terdapat pula jumlah spesies yang terlalu sedikit pada komunitas tersebut.

Kurva spesies area dalam ekologi adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah
jenis dengan ukuran kuadrat. Grafik itu biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis
yang relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai pada suatu titik tertentu dan sesudah itu
semakin mendatar seiring dengan peningkatan ukuran kuadrat. Kurva spesies area ini dapat
digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili suatu komunitas
tumbuhan dari segi jenis penyusun. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan.
Prinsip penentuan ukuran plot adalah plot dibuat dari ukuran terkecil hingga pada ukuran terbesar
dengan spesies yang bervariasi dari satu plot ke plot yang lain sampai pada tidak ada lagi
keanekaragaman spesies.

1. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan luas petak minimum yang dapat
mewakili tipe komunitas yang sedang dianalisis.

1. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat menentukan luas petak minimum yang dapat mewakili
tipe komunitas yang sedang dianalisis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, yaitu seorang ahli biologi
berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos
yang berarti rumah atau tempat tinggal atau tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti
ilmu, telaah, studi, atau kajian. Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang atau
ilmu menganai makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal makhluk hidup
(Inriyanto, 2006).

Ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut
ekologi. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Enerst Haeckel, seorang ahli biologi
bangsa Jerman. Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti rumah dan logos
yang berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi berarti ilmu tentang rumah (tempat tinggal)
makhluk hidup. Dengan demikian ekologi biasanya diartinya sebagai ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Riberu, 2002).
Ekologi (Oikos dan logos) sedang ekonomi (Oikos dan nomos) sehingga kedua ilmu itu banyak
persamaannya. Namun dalam ekologi, mata uang yang dipakai dalam transaksi bukan rupiah atau
dolar, melainkan materi, energi, dan informasi. Arus materi, energi, dan informasi dalam suatu
komunitas atau beberapa komunitas mendapat perhatian utama dalam ekologi, seperti uang dalam
ekonomi. Oleh karena itu transaksi dalam ekologi berbentuk materi, energi, dan informasi
(Riberu, 2002).

Menurut Campbell (2004), komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya,
jumlah spersies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan
relative spesies. Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang jarang, sementara yang
lainnya mengandung jumlah spesies yang sama dengan jumlah spesies pada umumnya banyak
ditemukan. Ekologi dapat dibagi menjadi empat tahap kajian yang semakin menyeluruh sifatnya,
yaitu :

1. Ekologi organisme (organismal ecology), berhubungan dnegan cara-cara berperilaku, fisiologis


dan morfologis yang digunakan suatu organisme individual dalam menghadapi tantangan yang
ditimbulkan oleh lingkungan abiotiknya.
2. Populasi yaitu suatu kelompok individu dari spesies yang samma yang hidup dalam daerah yang
geografis tertentu. Ekologi populasi sebagian besar terpusat pada faktor-faktor yang
mempengaruhi ukuran dan komposisi populasi.
3. Komunitas terdiri dari semua organisme yang menempati suatu daerah tertentu. Komunitas
adalah kumpulan populasi dari spesies yang berlainan.
4. Ekosistem meliputi semua faktor-faktor abiotik selain komunitas spesies yang ada dalam suatu
daerah tertentu.
Banyak ahli ekologi berpendapat bahwa kompetisi atau persaingan merupakan suatu faktor utama
yang membatasi keanekaragaman spesies yang dapat menempati suatu komunitas. Hipotesis ini
sebagian besar didasarkan pada pengamatan perbedaan relung dan pembagian sumberdaya di
antara spesies simpatrik. Para ahli ekologi tersebut berpendapar bahwa jumlah tertentu
sumberdaya hanya dapat dibagi sedemikian kecilnya sebelum pengaruh dari kompetisi, yang
tanpa dapat dihindarkan, mengakibatkan kepunahan pesaing yang lebih lemah, yang menentukan
batas jumlah spesies yang dapat hidup bersama-sama (Campbell, 2004).

Vegetasi dalam artian lain merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa
jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri
maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh
serta dinamis. Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan komponen habitat
terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik
komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya
perlu diukur

(Natassa dkk, 2010).

Pengelolaan lingkungan hidup bersifat Antroposentris, artinya perhatian utama dihubungkan


dengan kepentingan manusia. Kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan atau hewan, dikaitkan
dengan peranan tumbuhan atau hewan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik
material (bahan makanan) dan non-material (keindahan dan nilai ilmiah). Dengan demikian
kelangsungan hidup manusia dalam lingkungan hidup sangat ditentukan oleh tumbuhan,hewan,
dan unsur tak hidup (Riberu, 2002).
Menurut Odum (1979) dalam bukunya Fundamentals of Ecology, lingkungan hidup didasarkan
beberapa konsep ekologi dasar, seperti konsep: biotik, abiotik, ekosistem, produktivitas, biomasa,
hukum thermodinamika I dan II, siklus biogeokimiawi dan konsep faktor pembatas. Dalam
komunitas ada konsep biodiversitas, pada populasi ada konsep carrying capacity, pada spesies
ada konsep distribusi dan interaksi serta konsep suksesi dan klimaks. Makhluk hidup (organisme)
memiliki tingkat organisasi dari tingkat yang paling sederhana sampai ke tingkat organisasi yang
paling kompleks. Tingkatan organisasi tersebut terlihat sebagai deretan biologi yang disebut
spektrum biologi.

Adapun spektrum biologi yang dimaksud yaitu: protoplasma (zat hidup dalam sel); sel (satuan
dasar suatu organisme); jaringan (kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama); organ
(alat tubuh, bagian dari organisme), sistem organ (kerjasama antara struktur dan fungsional yang
harmonis); organisme (makhluk hidup, jasad hidup); populasi (kelompok organisme yang sejenis
yang hidup dan berbiak pada suatu daerah tertentu); komunitas (semua populasi dari berbagai
jenis yang menempati suatu daerah tertentu); ekosistem; dan biosfer (lapisan bumi tempat
ekosistem beroperasi) (Riberu, 2002).

Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu yang membangun
populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran
dan rapatannya. Jumlah individu dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu
populasi dalam suatu daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas),
kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota
mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang penting dari segi
ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam sebaan umur, komposisi genetik
dan penyebaran individu dalam populasi
(Odum, 1993).

Jika suatu wilayah berukuran luas/besar, vegetasinya terdiri atas beberapa bagian vegetasi atau
komunitas tumbuhan yang menonjol. Sehingga terdapat berbagai tipe vegetasi. Contoh bentuk
pertumbuhan (growth form): termasuk herba tahunan (annual), pohon selalu hijau berdaun lebar,
semak yang meranggas pada waktu kering, tumbuhan dengan umbi atau rhizome, tumbuhan
selalu hijau berdaun jarum, rumput menahun (perennial), dan semak kerdil (Soetjipta, 1994).

Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Oleh karena itu ekosistem
adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling
mempengaruhi. Berdasarkan pengertian di atas, suatu sistem terdiri dari komponenkomponen
yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup
(biotik) dan tak hidup (abiotik) yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.
Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan energi, yang terkendali oleh arus informasi
antara komponen dalam ekosistem (Riberu, 2002).

Secara umum pola penyebaran tumbuhan di alam dapat dikelompokkan kedalam 3 pola, yaitu
acak(random),mengelompok(clumped), dan teratur(regular). Tiap-tiap jenis tumbuhan tentunya
mempunyai pola penyebaran yang berbeda-beda tergantung pada model reproduksi dan
lingkungan mikro. Untuk mengetahui skala perubahan-perubahan komponen ekosistem di alam
dapat dilakukan penelitian yang didalamnya terdapat parameter-parameter yang diukur antara
lain:nilai kerapatan (densitas), dominansi, frekuensi, indeks nilai penting(INP), dan indeks
dominansi(ID). Berdasarkan parameter-parameter tersebut, maka dapat diketahui pola
penyebaran vegetasi herbal tersebut di alam (Nuri, 2010).
Menurut Riberu (2002), masing-masing komponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-
masing komponen tetap melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik, keteraturan
ekosistem tetap terjaga. Apabila kita hanya melihat fungsinya, suatu ekosistem terdiri atas dua
komponen yaitu sebagai beriukut:

1. a) Komponen autotrofik: organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya


sendiri berupa bahan organik dan bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari atau
klorofil. Oleh karena itu semua organisme yang mengandung klorofil disebut organisme
autotrofik.
2. b) Komponen heterotrofik: organisme yang mampu memanfaatkan bahan bahan organik sebagai
bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis dan disediakan oleh organisme lain.
Apabila dilihat dari segi penyusunannya, maka dapat dibedakan menjadi empat komponen yaitu:

1. Bahan tak hidup (abiotik, non hayati): komponen fisik dan kimia, misalnya: tanah, air, matahari,
dan lain-lain. Komponen ini merupakan medium (substrat) untuk berlangsungnya kehidupan.
2. Produsen: organisme autotrofik (tumbuhan hijau)
3. Konsumen: organisme heterotrofik, misalnya: manusia, hewan yang makan organisme lainnya.
4. Pengurai (perombak atau dekomposer): organisme heterotrofik yang mengurai bahan organik
yang berasal dari organisme mati.
Suatu wilayah berukuran luas atau besar, vegetasinya terdiri atas beberapa bagian vegetasi atau
komunitas tumbuhan yang menonjol sehingga terdapat berbagai tipe vegetasi.Vegetasi terbentuk
oleh atau terdiri atas semua spesies tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola
distribusi menurut ruang dan waktu. Tipe-tipe vegetasi dicirikan oleh bentuk pertumbuhan
tumbuhan dominan tau paling besar atau paling melimpah dan tumbuhan karakteristik
(Harjosuwarno, 1990)

Habitat dan relung, dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah tempat hidup suatu
organisme. Habitat suatu organisme dapat juga disebut alamat. Relung (niche atau nicia) adalah
profesi atau status suatu organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu, sebagai akibat
adaptasi struktural, tanggal fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu. Penyesuaian diri
secara umum disebut adaptasi. Kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup.
Makin besar kemampuan adaptasi makin besar kementakan kelangsungan hidup organisme
(Riberu, 2002).

Pengertian umum vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa
jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Diantara individu-individu tersebut terdapat interaksi
yang erat antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun dengan binatang-binatang yang hidup
dalam vegetasi itu dan fakto-faktor lingkungan. (Marsono, 1977).

Kehadiran vegetasi pada suatu landskap akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem
terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan
sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara
umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya
bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai
contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung
struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi

vegetasi daerah tersebut (Arrijani, dkk, 2006).


Vegetasi merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh atau merupakan suatu masyarakat yang
dinamis. Masyarakat tumbuh-tumbuhan terbentuk melalui beberapa tahap invasi tumbuh-
tumbuhan, yaitu adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh
dan stabilitasi. Untuk menuju ke suatu vegetasi yang mantap diperlukan waktu sehingga dengan
berjalannya waktu vegetasi akan menuju ke keadaan yang stabil,proses ini merupakan proses
biologi yang dikenal dengan istilah suksesi (Odum, 1972).

Menurut Latifah (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu
daerah antara lain :

1. Iklim Fluktuasi iklim musiman merupakan faktor penting dalam membagi keragaman spesies.
Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air, dan sebagainya menimbulkan kemacetan ekologis
(bottleck) yang membatasi jumlah spesies yangdapat hidup secara tetap di suatu daerah.
2. Keragaman Habitat Habitat dengan daerah yang beragam dapat menampung spesies
yangkeragamannya lebih besar di bandingkan habitat yang lebih seragam.
3. Ukuran Daerah yang luas dapat menampung lebih besar spesies dibandingkan dengandaerah
sempit. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hubungan antara luasdan keragaman
spesies secara kasar adalah kuantitatif.
Hewan dan tumbuhan cenderung menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih baik jika faktor-
faktor beragam bila dibandingkan dengan jika faktor-faktor tetap. Faktor-faktor yang
dipertimbangkan disini adalah faktor-faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabil
yang mempengaruhi ekosistem. Organisme lain dan beberapa faktor stabil yang lain adalah
kemiringan tanah, arah hadapan, ketinggian, lintang, letak, dan pH. Ini mempengaruhi tanaman
dan tumbuhan secara tidak langsung melalui pengaruh tersebut terhadap faktor tanah dan udara
(Odum, 1993).

Vegetasi dalam (komunitas) tanaman diberi nama atau digolongkan berdasarkan spesies atau
makhluk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan yang fungsional. Dalam mempelajari
vegetasi, pengamat melakukan penelitian. Unit penyusun vegetasi (komunitas) adalah populasi.
Oleh karena itu semua individu yang berada di tempat pengamatan dilakukan dengan cara
mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangat sulit dilakukan karena
pertimbangan kompleksitas, luas area, waktu dan biaya. Sehingga pelaksanaanya peneliti bekerja
dengan melakukan pencuplikan (sampling) dalam menganalisa vegetasi dapat berupa bidang
(plot/kuadran) garis atau titik (Supriatno, 2001).

Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam
semua tipe komunitas tumbuhan, petak contoh yang dibuat dalamteknik sampling ini bisa berupa
petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik
bila komunitas vegetasi yang ditelitibersifat homogen. Adapun petak-petak contoh yang dibuat
dapat diletakkan secararandom atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling.
Bentuk petakcontoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan
efisiensisampling pola penyebarannya. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studiyang
dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segi empat memberikan datakomposisi vegetasi
yang lebih akurat dibanding petak berbentuk lingkaran, terutamabila sumbu panjang dari petak
sejajar dengan arah perubahan keadaan lingkunganatau habitat (Suwena, 2007).

Ada sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan komposisi komunitas
tumbuhan darat. Namun yang paling luas diterapkan adalah cara pencuplikan dengan kuadrat atau
plot berukuran baku. Cara pencuplikan kuadrat dapat digunakan pada semua tipe komunitas
tumbuhan dan juga untuk mempelajari komunitas hewan yang menempati atau tidak
berpindah.Rincian mengenai pencuplikan kuadrat meliputi ukuran, cacah, dan susunan plot
cuplikan harus ditentukan untuk membentuk komuniatas tertentu yang dicuplik berdasarkan pada
informasi yang diinginkan (Supriatno, 2001).

Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana
sifat-sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat-sifat
individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan
data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi: distribusi tumbuhan
(frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance). Dalam pengambilan contoh kuadrat,
terdapat empat sifat yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan
mempengaruhi data yang diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah (Odum, 1998):

1. Ukuran petak.
2. Bentuk petak.
3. Jumlah petak.
4. Cara meletakkan petak dilapangan.
Kurva spesies-area (bahasa Inggris: species-area curve, SAC), dalam ekologi, adalah grafik yang
menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Grafik itu
biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis yang relative tajam pada ukuran kuadrat
kecil sampai pada suatu titik tertentu dan sesudah itu semakin mendatar seiring dengan
peningkatan ukuran kuadrat. SAC dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal
minimum yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun (Wikipedia, 2014).
Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat berukuran 1m x 1m.
Untuk menentukan blok pengamatan dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dipilih
blok yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada masing-masing lahan, plot sampel diletakkan di
gawangan dan piringan. Pada masing-masing lahan, plot sampel diletakkan di gawangan dan
piringan (Soekisman, 1984).

Plot sampel yang permanen telah terbukti sangat bermanfaat untuk menginvetarisir spesies
tumbuhan dan memonitor dinamika hutan dalam suatu rentang waktu (Condit et al. 1996).
Inventarisasi kuantitatif dengan menggunakan plot sampel permanen (PSP) juga telah banyak
diterapkan di hutan-hutan di Indonesia, akan tetapi sebagian merupakan informasi yang sangat
penting dalam

perencanaan kegiatan manajemen dan restorasi kawasan hutan (Sutomo, 2012).

Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada
dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat
dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa
vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang
kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies
Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan: (1) luas minimum suatu
petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya
mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur
(Andre, 2009).

Sistem analisis pada praktikum ini adalah dengan metode kuadrat: Keragaman spesies dapat
diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies
diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan
secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu
komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila
komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1995).

Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk
menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum
digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap prepresentatif
dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari (Sugianto, 1994).

Keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan
indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3
kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2)
menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara
perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Irwanto,
2005).

Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapatpada
areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, maka makin
luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujursangkar, empat
persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili
vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan metode
kuadrat (Sugianto, 1994).

Praktikum pembuatan kurva spesies area dilakukan untuk mengetahui luasan petak minimum
yang akan mewakili ekosistem yang ada di suatu hutan yaitu dengan cara membuat dan
mengamati suatu petak contoh yang kita buat yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak
contoh yang kita amati ini tidak boleh terlalu besar ukurannya agar luas minimum dari suatu
ekosistem hutan dapat terpenuhi. Pada praktikum ini, ukuran petak pertama yang kita amati
menggunakan luas 1m x 1m (Kusuma dan Istomo, 1995).

Pada petak tersebut, kita mendata jenis-jenis pohon yang terdapat di dalam petak tadi. Pada petak
pertama (ukuran 1m x 1m), kita menemukan adanya jenis tumbuhan bawah (,
, dan ..) serta pohon Kemudian, Ukuran petak ini diperbesar dua
kali lipat (1m x 2m) dan jenis tumbuhan yang terdapat di dalamnya pun didata pula. Hasilnya
adalah adanya penambahan tumbuhan bawah .. Dengan menggunakan rumus
yang ada, persen kenaikan masih berada tepat pada 10 % sehingga pekerjaan pun dilanjutkan
sampai persen kenaikan mencapai kurang dari 10 %. Luas minimum ini ditetapkan dengan dasar
jika penambahan luas petak tidak menyebabkan persen kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10%
(Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959) (Kusuma dan Istomo, 1995).

Pada saat petak penelitian kita mencapai 2m x 2m, ternyata kita mendapatkan tambahan jens
tumbuhan bawah . dan persen kenaikan yang didapat adalah 9.09 % atau tidak
melebihi dari nilai 10 %, maka pembuatan dan pendataan petak pun dihentikan. Apabila kita
analisis, dapat ditetapkan bahwa luas petak ukur yang dapat mewakili komunitas pada padang
rumput tersebut adalah adalah 2m x 2m atau 4m2. Luasan ini bukanlah harga mutlak bahwa luas
petak ukur yang harus kita gunakan adalah 2m x 2m, tetapi nilai tersebut adalah nilai minimum
luasan yang mewakili (Rahardjanto, 2001).
Apabila kita bandingkan luasan minimum antara hutan alam, hutan tanaman, dan padang rumput,
maka kita bisa menentukan bahwa besarnya perbandingan luas petak minimum yang mewakili
ekosistem hutan alam adalah yang paling besar luasnya atau sekitar 8m x 16m. Hal ini
dikarenakan bahwa pada hutan alam, jenis tumbuhan yang ada paling heterogen dibanding hutan
lainnya, sehingga membutuhkan luasan yang lebih banyak untuk mendapatkan nilai persen
kenaikan dibawah 10 % (Rahardjanto, 2001).

Selanjutnya adalah hutan tanaman yang membutuhkan luas lebih kecil dari hutan alam atau
sekitar 4m x 8m sampai 8m x 8m. Sedangkan pada padang rumput seperti yang telah kita amati
hanya membutuhkan luasan sekitar 2m x 2m, hal ini dikarenakan keragaman jenis yang ada pada
ekosistem padang rumput lebih sedikit tiap penambahan luasannya dibanding ekosistem hutan
lainnya, sehingga luasan minimum yang mewakili ekosistem hutan yang dibutuhkan pun lebih
kecil. Hal yang paling mendasar yang membedakan luas minimum tiap jenis hutan adalah
seberapa besar penambahan jenis tumbuhan di tiap petak yang kita amati (Rahardjanto, 2001).

Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untu
menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum
digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif
dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh
mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut.
Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, maka makin luas petak
contoh yang digunakan (Surasana, 1990).

Metode kuadrat pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yangmenjadi
bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi,
dominansi pohon dan menaksir volumenya. Keragaman spesies dapat diambiluntuk menandai
jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesiesdiantara jumlah total
individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakansecara numerik sebagai
indeks keragaman atau indeks nilai penting (Rahardjanto, 2001).

Metode luas minimum dilakukan dengan cara menentukan luas daerah contoh vegetasi yang akan
diambil dan didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi tumbuhan. Syarat untuk pengambilan
contoh haruslah representative bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat
dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang
dibentuk oleh beragam jenis populasi. Dengan kata lain peranan individu suatu jenis tumbuhan
sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan-keadaan individu dalam populasi
(Surasana, 1990).

Metode Kuadrat adalah salah satu metode dengan bentuk sampel dapat berupa segiempat atau
lingkaran dengan luas tertentu. Hal ini tergantung pada bentuk vegetasi. Berdasarkan metode
pantauan luas minimum akan dapat di tentukan luas kuadrat yang diperlukan untuk setiap bentuk
vegetasi tadi. Untuk setiap plot yang di sebarkan di lakukanperhitungan terhadap variabel-
variabel kerapatan, kerimbunan dan frekuensi. Variabel kerimbunan dan kerapatan di tentukan
berdasarkan luas kerapatan. Dari spesies yang ditemukan dari sejumlah kuadrat yang di buat
(Rahardjanto, 2001).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
1. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Sabtu /27 September 2014
Pukul : 09.00 s.d. 12.00 WITA

Tempat : Lapangan samping Masjid ULIL ALBAB UNM Parang Tambung

1. Alat dan Bahan


2. Alat
3. Patok
4. Meteran
5. Tali raffia
6. Gunting
7. Kamera
8. Pulpen dan buku
9. Bahan
10. Tumbuhan yang diamati
11. Lahan yang akan diidentifikasi
12. Prosedur Kerja
13. Menentukan lahan atau lokasi yang akan digunakan untuk menganalisis vegetasi tumbuhan.
14. Membuat plot ukuran 0,5m x 0,5m dengan cara menarik tali sepanjang 0,5 m hingga membentuk
lahan kecil pada tempat yang telah ditentukan.
15. Mengidentifikasi menganalisis spesies yang berada pada lahan tersebut (0,5 x 0,5 m).
16. Mencatat spesies apa yang ditemukan.
17. Memperluas plot ukuran 0,5m x 1m dengan cara yang sama.
18. Mencatat spesies baru pada lahan 0,5m x 1m.
19. Memperluas hingga 7 kali sehingga mencapai ukuran 4m x 4m sampai spesies tidak
menunjukkan lagi keanekaragaman.
20. Mengolah data yang diperoleh dengan program R untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP) dan
Indeks Diversitas dengan langkah sebagai berikut:
#Programer : RAHAYU NUR

#Makassar, 17 Oktober 2014-

#Kurva spesies area

rm(list=ls(all=TRUE))

#-ambil data

setwd(D:/SEMESTER V/EKTUM)

dataku<-read.table(kurva spesies area2.csv,header=TRUE,sep=;,dec=,)


dataku

#mengatur 3 angka dibelakang koma-

options(digit=3)

#
#-fungsi menghitungluas plot

#-dalam meter persegi

luas.mt<-function(x,y
{ls.m<-x*y

return (ls.m)

Luas.m<-luas.mt(dataku$Panjang,dataku$Lebar)
Luas.m

#fungsi menghitung luas plot

#dalam hektar-

luas.ha<-function(x
{ ls.ha<-x/10000
return (ls.ha)
}

Luas.ha<-luas.hauas.m)
Luas.ha
#-

#Menghitung Akumulasi Spesies-

akumulasi<-cumsum(dataku$Spbaru)

akumulasi

#Menghitung presentasi pertambahan

#Spesies-
persen<-function(x,y)

{x/y*100}

Persentase<-persen (dataku$Spbaru[-1], akumulasi)

Persentase

#menggabungkan data

dataku <-data.frame(dataku,Luas.m,Luas.ha,akumulasi,Persentase)
dataku

#menyimpan data di excel

write.table(dataku,file=Kurva Spesies
Area1 Ayu.csv,append=FALSE,sep=;,dec=.,row.names=FALSE,col.names=TRUE)
#membuat grafik

plot(dataku$Kode,dataku$akumulasi,type=b,ylim=c(1,25), pch=16, col=3, cex=1.5,


ylab=Akumulasi Spesies, xlab=Ukuran Plot)

#membuat grid

grid(lty=1,lwd=1)

lines(dataku$Kode,dataku$akumulasi,col=red)

points(dataku$Kode,dataku$akumulasi,col=blue)

# membuat sumbu x perhatikan berapa banyak-

# plot yang dibuat

axis (1, at=1:7, lab= c (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 ))

#
# species accumulation curve -

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
2. Tabel
Kode Panjang Lebar Spbaru Luas.m Luas.ha akumulasi Persentase

1 0.5 0.5 2 0.25 2.5e-05 2 0

5,00E-
2 0.5 1 0 0.5 05 2 100

1,00E-
3 1 1 2 1 04 4 75

2,00E-
4 1 2 3 2 04 7 ########

4,00E-
5 2 2 1 4 04 8 25

8,00E-
6 2 4 2 8 04 10 0

7 4 4 0 16 0.0016 10 0

2. Grafik

3. Gambar Plot
4. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan yang bertujuan untuk menentukan luas petak
minimum yang dapat mewakili tipe komunitas yang sedang di analisis dan diperoleh data dari
setiap daerah yang diplot berbeda-beda jumlah ataupun jenis sepesiesnya. Pengamatan atau
praktikum ini dilakukan di lapangan samping masjid Ulil Albab UNM
Parangtambung, Pengamatan yang dilakukan adalah dengan membuat suatu plot kurva spesies
area dari ukuran terkecil hingga terbesar sampai pada tidak adanya lagi keanekaragaman spesies.
Plot dibuat dengan ukuran yang berbeda-beda diantaranya (0,5m x 0,5m), (0,5m x 1m), (1m x
1m), (2m x 1m), (2m x 2m), (4m x 2m), (4m x 4m). Pembuatan plot berhenti pada ukuran (4m x
4m) karena tidak ditemukannya lagi spesies yang baru. Pengamatan yang pertama dilakukan yaitu
dengan luas 0,5m x 0,5 m dengan jumlah herba yang ditemukan adalah 2 spesies yakni rumput
parit (Axonopus compressus) dan sejenis liana yang memiliki bentuk daun seperti bintang.
Ukuran petak ini diperbesar dua kali lipat (0,5m x 1m) dan diytemukan spesies yang sama pada
plot pertama. Pada perbesaran 1m x 1m ditemukan spesies berupa pohon yaitu angsana
(Ptericarpus indicus). Pada perbesaran 2 x 1 ditemukan 3 spesies baru berupa anakan pohon dan
semak yaitu mengkudu (Morinda Citrifolia) dan katuk (Sauropus androgynus) serta satu spesies
yang berupa anakan dari famili Myrtacea (jambu-jambuan). Ukuran diperbesar lagi menjadi (2m
x 2m) dan ternyata terdapat 1 penambahan spesies dengan ciri-ciri daun licin, batang berkayu dan
bentuk daun jorong. Pada ukuran petak yang diperbesar (4m x 2m) ditemukan 2 spesies baru
yaitu liana sejanis pohon yang menyerupai mengkudu dengan buah yang berukuran kecil dan
melekat pada batang. dan pada pot terakhir yaitu (4m x 4m) hanya terdapat satu spesies yaitu
induk dari mengkudu (Morinda citrifolia).
Pembuatan kurva spesies area ini dilakukan untuk mengetahui luasan petak minimum yang akan
mewakili ekosistem yang terdapat pada suatu petak yang diplot. Kurva spesies area merupakan
langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh.
Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal
tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas kurva spesies
areanya.

Berdasarkan data hasil pengamatan berupa tabel dan grafik dapat diketahui bahwa secara umum.
luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada
areal, dimana semakin meningkat keanekaragaman jenis maka semakin luas area petak. walaupun
keanekaragaman spesies itu tidad terlalu bervariasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa luas
minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap
representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas
petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal
tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut,maka makin luas
petak contoh yang digunakan (Sugianto ,1994).

Keanekaragaman yang tidak terlalu bervariasi dari satu plot ke plot yang lain tersebut disebabkan
karena lokasi yang ditempati sangat gersang dan banyak timbunan tanah serta faktor musim juga
sangat menentukan yang pada saat ini bertepatan dengan musim kemarau.

Menurut Latifah (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu
daerah antara lain sebagai berikut :

1. Iklim Fluktuasi iklim musiman merupakan faktor penting dalam membagi keragaman spesies.
Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air, dan sebagainya menimbulkan kemacetan ekologis
(bottleck) yang membatasi jumlah spesies yang dapat hidup secara tetap di suatu daerah.
2. Keragaman Habitat Habitat dengan daerah yang beragam dapat menampung spesies
yangkeragamannya lebih besar di bandingkan habitat yang lebih seragam.
3. Ukuran Daerah yang luas dapat menampung lebih besar spesies dibandingkan dengan daerah
sempit. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hubungan antara luasdan keragaman
spesies secara kasar adalah kuantitatif.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penentuan kurva
spesies area dilakukan untuk mengetahui luasan petak minimum yang akan mewakili ekosistem
yang terdapat pada suatu petak yang diplot. Keanekargaman spesies dari plot satu sampai plot
tujuh tidak begitu bervariasi, dimana kadang-kadang spesies yang ditemukan pada plot pertama
ditemukan pula pada plot selanjutnya. Hal ini disebabkan karena penempatan lokasi dari plot
pertama sampai plot terakhir sangat berdekatan dan juga dari kondisi lokasi yang gersang. Jadi,
pada pengamatan kami dilapangan didapatkan hasil berupa spesies yang tidak menunjukkan
kenekaragaman yang bervariasi.

1. Saran
Pada praktikum Ekologi Tumbuhan selanjutnya sebaiknya praktikan membawa buku identifikasi
tumbuhan/kunci determinasi sehingga tumbuhan yang ditemukan pada plot dapat dengan mudah
diidentifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Andre. M. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari
Analisa Vegetasi. http://boymarpaung.wordpress.com. Makassar: Diakses pada Tanggal 17
Oktober 2014.
Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 2, Hal 147-153. Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Manado: Bandar Lampung:
Campbell, Neil.A, Mitchell, Ritche. 2004. Biologi Jilid 4. Erlangga: Jakarta.
Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM:
Yogyakarta.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara: Bandar Lampung.


Kusuma dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Fahutan IPB: Bogor.
Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. USU Reository: Sumatera Utara.
Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan danLaboratorium. UI Press:
Jakarta.
Natassa, dkk. 2010. Analisa Vegetasi dengan Metode Kuadran.
(http://riyantilathyris.wordpress.com/2010/11/26/laporan-analisis-vegetasi/) (Tanggal akses: 17
Oktober 2014): Makasssar.
Nuri.2010.AnalisisVegetasiHerba. http://nurichem.blogspot.com/2010/03/analisis-vegetasi-
herba.html. Diakses 17 Oktober 2014.
Odum, E . P. 1972. Fundamentals of Ecology. W. B. Saunder Company Philadelphia. London
Toronto.
Otto, Soemarwoto. 1926. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta.
Rahardjanto, A. 2001. Ekologi Tumbuhan. UMM Press. Malang

Riberu, Paskalis. 2002. Pembelajaran ekologi. Jurnal pendidikan penabur. No 1/Th. I. Universitas
Negeri Jakarta: Jakarta.
Soetjipta.1994. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Dan Peningkatan Mutu Tenaga
Pendidikan. Yogyakarta.
Soekisman, 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta.
Sugianto.A, 1994. Ekolgi Kuantitatif, Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha : Persada
Malang.
Supriatno, B. 2001. Pengantar Praktikum Ekologi Tumbuhan. FMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia: Bandung.
Surasana, Syafei Eden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.
Sutomo, dkk. 2012. Studi Awal Komposisi dan Dinamik Vegetasi Pohon Hutan Gunung Pohen
Cagar Alam Batu Gahu Bali. Jurnal Bumi Lestari, Volume. 12. No. UPT-BKT Kebun Raya Eka
Kaya: Bali.
Wikipedia. 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/kurva spesies. Makassar: Di Akses pada Tanggal 18
Oktober 2014.

Lovelles, A.R. 1983. Biologi . Jakarta : Erlangga

Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. USU Reository, Sumatera Utara.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Hembing W. 2016. WARTA BADAN


PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN. Vol 13

Anda mungkin juga menyukai