Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Kesuburan Tanah dan Pemupukan

PENGOLAHAN LIMBAH PULP KAKAO MENJADI


BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK

Nama : Yusnita Suni

NIM : G111 15 346

Kelas : A

Asisten : Muhammad Safaat

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar penduduk Indonesia masih mengandalkan pada sektor pertanian
untuk menggerakkan roda perekonomian. Tanpa disadari, produk-produk
pertanian tersebut menghasilkan hasil sampingan yang belum banyak
mendapatkan perhatian, bahkan dianggap sebagai sampah yang tidak
dimanfaatkan. Padahal, dari limbah pertanian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi alternatif, yaitu dari biomassa. Sumber-sumber energi biomassa
berasal dari bahan organik. Apabila biomassa tersebut dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi, maka energi tersebut disebut dengan bioenergi. Salah satu
bentuk bioenergi adalah biogas.
Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di sektor pertanian. Pada
pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat pengelolaan
limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti pupuk
menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yanag tidak penting
dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika dikaji, limbah pertanian dapat diolah
menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi tinggi.
Dalam era millennium ini, dalam dunia usaha bisnis internasional telah
berkembang paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
yang dikaitkan dengan terbitnya isu manajemen lingkungan dalam bentuk
penerbitan sertifikat ISO 14000. Isu tersebut menekankan pada pengelolaan
sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan
bagaimana seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang seminimum
mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1) melakukan
efisiensi penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan
pencegahan pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50
membangun taman-taman ekoindustri.
Pada industri pertanian kakao, untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu
cara yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian
kakao. Limbah tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen.
Tujuan dari pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga kstabilan ekologi
pertanian kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan limbah. Limbah tersebut
antara lain adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain itu, terdapat limbah
pra-panen merupakan daun dan seresah pohon.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum mengenai
pengolah limbah kakao menjadi biogas dan pupuk organik dikarenakan tanaman
kakao merupakan tanaman yang secara umum dimanfaatkan bagian bijinya saja.
Bagian buah lain tidak digunakan menjadi bahan utama padahal bagian pulpnya
bisa diolah menjadi produk biogas.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pertanian


Limbah merupakan bagian dari produk hasil pertanian yang pengelelolaannya
perlu mendapat perhatian, karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia.
Jika tidak dikelola dengan baik maka limbah pertanian sering menjadi tempat
bersarang/berkembangbiak hama dan penyakit, terjadinya pencemaran (polusi)
udara berupa gas Metan (CH4), CO2 dan N2O (Nasrullah dan A. Ella, 1993).
Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di sektor pertanian.
Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat
pengelolaan limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti
pupuk menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yanag tidak
penting dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan didilola, limbah
pertanian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi
tinggi (Kustanto, 2004).
Menurut Nasrullah dan A. Ella (1993), secara umum limbah pertanian
merupakan limbah organik. Limbah pertanian memiliki ciri-ciri umum. Ciri
umum atau karakteristik tersebut dibagi dalam dua kategori, yaitu karakteristik
secara fisika dan kimia. Secara fisika, karakteristik yang dapat dilihat yaitu warna,
bau, padatan, serta suhu. Dari segi warna, limbah dapat berasal dari bahan
organik, limbah industri dan domestik; dari segi bau limbah bersumber dari
penguraian limbah industri; dari segi padatan limbah dapat berasal dari sumber
air, limbah industri dan domestik, dan dari segi suhu limbah berasal dari limbah
industri dan domestik. Sedangkan secara kimia, karakteristik atau ciri-ciri yang
diamati yaitu karbohidrat, minyak dan lemak, pestisida, dan penol. Karakteristik
tersebut dapat berasal dari berbagai sumber misalnya dari limbah industri,
perdagangan, dan sebagainya.
2.2 Limbah Pulp Kakao
Pulp kakao merupakan lapisan berlendir (pulp) yang menyelimuti keping biji.
Pulp merupakan senyawa yang sebagian terdiri atas air dan komponen gizi yang
lain seperti sukrosa dan glukosa. Pulp ini mengandung gula dan membantu proses
fermentasi biji kakao. Pulp sebagai limbah pada fermentasi biji cokelat berguna
dalam pembuatan alkohol dan cocoa jelly. Pulp mengandung 10-15% gula, 1%
pektin, dan 1,5% asam sitrat serta senyawa-senyawa lain, seperti kalium, kalsium,
magnesium, albuminoid, dan lain-lain (Nasrullah dan A. Ella, 1993).
2.3 Pengolahan Limbah Kakao Menjadi Biogas
Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara
bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang
memiliki sifat mudah terbakar) dan karbondioksida. Gas yang terbentuk disebut
gas rawa atau gas bio. Proses dekomposisi anaerob dibantu oleh sejumlah
mikrooganisme, terutama bakteri metan. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas
anaerobic sangat popular digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena
bahan bakar dapat didapatkan smbil menghancurkan bakteri pathogen dan
sekaligus mengurangi volume limbah buangan (Harahap, 1978).
2.3.1 Digester
Digester berasal dari kata digest yang berarti mencabik, jadi yang dimaksud
dengan mesin digester adalah suatu mesin yang digunakan untuk mencabik sambil
mengaduk, dalam hal ini yang diaduk adalah berondolan (fruitlet) agar terbuka
daging buahnya dengan cara memutar pisau yang terpasang pada poros ke-2 dan
buah tersebut akan terbentur pada pisau tetap (wall blade) yang dipasang pada
dinding dalam digester (Anonim, 2003).
Teknik pengolahan biomassa menjadi energi pada jaman sekarang lebih
maju seiring dengan penggunaan tekhnologi yang lebih maju. Salah satunya
adalah digester biogas.Pengertian digester bioagas adalah suatu alat pengolah
bahan buangan/ limbah organik menjadi biogas. Kegunaan digester biogas antara
lain sebagai energi untuk memasak, mengurangi masalah sanitasi lingkungan dan
lain-lain. Digester biogas terbagi dalam dalam 6 jenis yang pernah dikembangkan
yaitu kubah tetap (fixed-dome), terapung (floating-dome), balon, horizontal,
lubang tanah, dan ferrocement (Anonim, 2003).
2.3.2 Proses Pembentukan Gas Metan
Gas metan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari gas bio karena
merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi
dan mempunyai sifat tidak berbau dan tidak bewarna. Jika gas yang dihasilkan
dari proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung
sedikitnya 45% gas metan (Harahap, 1978).
Gas metana terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa
udara) oleh bakteri metan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas
yang mengurangai sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organic
(biomassa) sehingga terbentuk gas metan (CH4) yang apabila dibakar dapat
menghasilkan energi panas. Gas metan sama dengan gas elpiji (Liquid Petrolium
Gas/LPG), bedanya gas metan hanya mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji
lebih banyak mengandung atom C (Widodo, 2008).
Pada tahap pembentukan gas metan bakteri metanogenik
mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa
dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen,
CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri penghasil asam
dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk
keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri
pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil
asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi toksik
bagi mikroorganismepenghasil asam. Bakteri yang membantu dalam proses-
prosses ini ialah Streptococcus bovis, Butyrivibrio fibrisolvens, Bacteroides
succinogenes, Methanobrevibacter ruminantium, Methanobacterium formicicum,
Methanobacillus, ethanomicrobium mobile, Methanococcus, Methanobacterium,
dan Methanosarcina (Hadi, 1980).
2.3.3 Syarat yang diperlukan Untuk Hasil Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri
pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria,
dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek
menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi
CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir,
yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) (Hadi, 1980).
Menurut Hadi (1980), penghasilan biogas dapat mencapai kondisi optimum
jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam proses tersebut berada dalam lingkungan
yang nyaman. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
bakteri-bakteri penghasil biogas dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1. Lingkungan abiotis
Bakteri yang dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen
dalam pertumbuhannya (anaerobik). Oleh karena itu, biodigester harus tetap
dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2).
2. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, akan meningkatkan
produksi biogas. Secara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh
bakteri, yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 25C), optimum pada suhu 20-25C
b. Mesofilik (suhu 20 40C), optimum pada suhu 30-37C
c. Termofilik (suhu 45 70C), optimum pada suhu 50-55C
2. Derajat keasaman (pH)
Bakteri asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat
keasaman optimum yang sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah
dapat menghambat pertumbuhan bakteri asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4
dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang sesuai bagi
perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi
bakteri pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu dijaga
dalam wilayah perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar produksi biogas
stabil.
3. Rasio C/N bahan isian
Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 30. Nilai rasio C/N yang
terlalu tinggi menandakan konsumsi yang cepat oleh bakteri metanogenisis, hal itu
dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan rasio C/N yang terlalu rendah
akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH dapat terus naik pada
keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat meracuni bakteri metanogen.
Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai dengan mencampurkan beberapa macam
bahan organik, seperti kotoran dengan sampah organik.
2.4 Pupuk Organik Hasil Biogas
Pada dasarnya limbah cair biogas yang dihasilkan sebagai residu dari limbah
pertanian dapat digunakan sebagai pupuk. Kelebihan dari pupuk organik cair
dibandingkan dengan pupuk organik padat dapat secara cepat mengatasi
defisisensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu
menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk anorganik cair,
pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun
digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat,
sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung
digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007).
Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan
lain yang berasal dari fosil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari
konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin
besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil
kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Ada beberapa keuntungan
pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk organik diantaranya yaitu tidak ada
nutrien yang hilang, tidak terjadi penyebab bibit penyakit dan gulma, tidak
berbau, mengandung mikroba yang efektif menyuburkan tanah, bisa dipakai
sebagai pupuk tanaman air, serta bisa dipakai sebagai pupuk kolam untuk
meningkatkan produksi ikan (Widodo, 2008).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


3.2 Alat dan Bahan
3.3 Prosedur Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Buku Manual Training Digester Plant. Porsea : Toba Pulp Lestari.
Training and Development Center.
Anonim. 2003. Digester Plant. PT. Toba Pulp Lestari. Porsea. Sumatera Utara.
Hadi, N., 1980. Gas Bio Sebagai Bahan Bakar. Lemigas, Cepu.
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Harahap, F. M., 1978. Teknologi Gas Bio. Pusat Teknologi Pembangunan ITB,
Bandung.
Kristanto P. 2004. Ekologi Industeri. Jakarta: Penerbit Andi.
Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber
Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.
Widodo, T.W., Ana N., A. Asari dan Elita R. 2008. Pemanfaatan Limbah Industri
Pertanian untuk Energi Biogas. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian Serpong, Badan Litbang Pertanian. Banten.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai