Anda di halaman 1dari 37

NAMA PESERTA :

NO PESERTA :
RASIONAL PENGEMBANGAN DAN ELEMEN PERUBAHAN
KURIKULUM 2013
Latar Belakang Perlunya Pengembangan Kurikulum 2013
Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik tersebut.
Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen
untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
(1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah;
(2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan
(3) warga negara yang demokratis, bertanggung jawab.
Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Rasional Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik
tantangan internal maupun tantangan eksternal.
Tantangan Internal
Pemenuhan 8 (delapan)Standar Nasional Pendidikan yang meliputi Standar Isi, Standar Proses,
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. SDM usia
produktif yang melimpah apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal
pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun, apabila tidak memiliki kompetensi dan
keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan.
Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa
depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan
pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.
Tantangan masa depan antara lain globalisasi, kemajuan teknologi informasi.
Kompetensi masa depan antara lain kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan
kritis, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk me
ngerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan memiliki kesiapan untuk bekerja.

Persepsi masyarakat antara lain terlalu menitik beratkan pada aspek kognitif, beban siswa terlalu
berat, kurang bermuatan karakter.

Perkembangan pengetahuan dan pedagogi antara lain Neurologi, Psikologi, Observation based
[discovery] learning dan Collaborative learning.

Fenomena negatif antara lain perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, dan kecurangan
dalam ujian.
Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
1. pergeseran atau perubahan pola pikir dalam proses pembelajaran sebagai berikut ini.
Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
Dari satu arah menuju interaktif.
Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata.
Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
Dari pemikiran faktual menuju kritis.
Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
2.Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Penyusunan kurikulum 2013 dimulai dengan menetapkan Standar Kompetensi Lulusan berdasarkan
kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan
kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tetapi
disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses
pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu
yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.
Pendalaman dan Perluasan Materi
Hasil studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga
menunjukkan hasil bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IVhanya mampu
mencapai level menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan
advance.
Hasil analisis lebih jauh untuk studi PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan untuk
mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
low mengukur kemampuan sampai level knowing
intermediate mengukur kemampuan sampai level applying
high mengukur kemampuan sampai level reasoning
advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information.
Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang
lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial
atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional.
Karakteristik Kurikulum 2013
Kompetensi untuk Kurikulum 2013 dirancang berikut ini.
Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan
dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus
dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan
dalam proses pembelajaran siswa aktif.
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk
SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah
sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan
kognitif tinggi).
Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua
KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi
horizontal dan vertikal).
Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu
mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema
atau mata pelajaran di kelas tersebut.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan
kelas tersebut.

Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intrakurikuler dan pembelajaran
ekstrakurikuler.
Pembelajaran intrakurikuler didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini.
Proses pembelajaran intrakurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata
pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Proses pembelajaran di SD/MI berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK/MAK
berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dikembangkan guru.
Proses pembelajaran didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai Kompetensi
Dasar dan Kompetensi Inti pada tingkat yang memuaskan (excepted).
Proses pembelajaran dikembangkan atas dasar karakteristik konten kompetensi yaitu pengetahuan
yang merupakan konten yang bersifat mastery dan diajarkan secara langsung (direct teaching),
keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah konten yang bersifat developmental yang dapat
dilatih (trainable) dan diajarkan secara langsung (direct teaching), sedangkan sikap adalah konten
developmental dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang tidak langsung (indirect
teaching).
Pembelajaran kompetensi untuk konten yang bersifat developmentaldilaksanakan
berkesinambungan antara satu pertemuan dengan pertemuan lainnyadan saling memperkuat antara
satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.

Proses pembelajaran tidak langsung (indirect) terjadi pada setiap kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, rumah dan masyarakat. Proses pembelajaran tidak langsung bukan kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum) karena sikap yang dikembangkan dalam proses pembelajaran tidak
langsung harus tercantum dalam silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat
guru.
Proses pembelajaran dikembangkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif melalui kegiatan
mengamati (melihat, membaca, mendengar, menyimak), menanya (lisan, tulis), menganalis
(menghubungkan, menentukan keterkaitan, membangun cerita/konsep), mengkomunikasi-kan
(lisan, tulis, gambar, grafik, tabel, chart, dan lain-lain).
Pembelajaran remedial dilaksanakan untuk membantu peserta didik menguasai kompetensi yang
masih kurang. Pembelajaran remedial dirancang dan dilaksanakan berdasarkan kelemahan yang
ditemukan berdasarkan analisis hasil tes, ulangan, dan tugas setiap peserta didik. Pembelajaran
remedial dirancang untuk individu, kelompok atau kelas sesuai dengan hasil analisis jawaban peserta
didik.
Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera
diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat
memuaskan.
Pembelajaran Ekstrakurikuler.
Pembelajaran ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai
kegiatan di luar kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan
ekstrakurikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler
wajib.Kegiatan ekstrakurikuler wajib dinilai yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung
kegiatan intrakurikuler.

Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013


Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini.
Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata pelajaran hanya
merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi.
Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan
pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan pemerintah
mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar
pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti
proses pendidikan selama 12 tahun.
Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum berbasis
kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan
berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
Kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kompetensi Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap
peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaidah kurikulum berbasis kompetensi.

Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk


mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.

Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada
posisi sentral dan aktif dalam belajar.
Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Kurikulum harus diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum didasarkan kepada kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap
peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti dengan
proses memperbaiki kekurangan dalam aspek hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok
peserta didik.

Struktur Kurikulum SD/MI


Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran,
posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester
atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem
belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten
dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester
sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran
per semester.
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester.
Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan
VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit. Struktur Kurikulum
SD/MI adalah sebagai berikut.
Tabel 1.1 Struktur Kurikulum SD/MI
ALOKASI WAKTU BELAJAR
MATA PELAJARAN PER MINGGU
I II III IV V VI
Kelompok A
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
5. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3
Kelompok B
1. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 4 4 4
2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 30 32 34 36 36 36

= Pembelajaran Tematik Terpadu


Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat Bahasa Daerah.
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten
Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III, sedangkan untuk kelas IV, V dan

Selanjutnya Kurikulum 2013 mengusung adanya keseimbangan antara sikap, pengetahuan, dan
keterampilan untuk membangun soft skills dan hard skills seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1.2 Elemen Perubahan

Berdasarkan gambar 2 di atas, elemen perubahan jenjang SD, SMP, SMA, SMK dalam kompetensi
lulusan adalah adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Elemen perubahan kedudukan mata pelajaran
(isi) adalah kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata
pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Elemen pendekatan (isi) kompetensi yang dikembangkan
di SD adalah tematik terpadu dalam semua mata pelajaran dengan pendekatan saintifik, di SMP
tematik terpadu pada IPA dan IPS, dan mapel, di SMA mapel, di SMK vokasional.

Adanya keseimbangan soft skills dan hard skills tersebut dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.3 Keseimbangan antara Sikap, Pengetahuan, dan Keterampilan

untuk Membangun Soft Skills dan Hard Skills

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa salah satu karakteristik Kurikulum 2013 adanya
keseimbangan antara sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk membangun soft skills dan hard
skills peserta didik dari mulai jenjang SD, SMP, SMA/ SMK, dan PT seperti yang diungkapkan
Marzano (1985) dan Bruner (1960). Pada jenjang SD ranah attitude harus lebih banyak atau lebih
dominan dikenalkan, diajarkan dan atau dicontohkan pada anak, kemudian diikuti ranah skill, dan
ranah knowledge lebih sedikit diajarkan pada anak. Hal ini berbanding terbalik dengan membangun
soft skills dan hard skills pada jenjang PT. Di PT ranah knowledge lebih dominan diajarkan
dibandingkan ranah skills dan attitude.

Gambar 1.4 Rumusan Proses dalam Kurikulum 2013

Berdasarkan gambar 4, terdapat perluasan dan pendalaman taksonomi dalam proses pencapaian
kompetensi. Dalam kurikulum 2013 untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan PT memadukan lintasan
taksonomi sikap (attitude) dari Krathwohl, keterampilan (skill) dari Dyers, dan Pengetahuan
(knowledge) dari Bloom dengan revisi oleh Anderson.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kreativitas dapat dipelajari dan dapat diterapkan dimana
saja, sehingga pendidikan harus diarahkan pada penguatan keterampilan kreatif. Terdapat beberapa
perkembangan pemahaman tentang kreativitas. Pemahaman lama terhadap istilah kreatif hanya
berlaku untuk dunia seni, kini berkembang untuk bidang yang lain termasuk pendidikan. Menurut
Dyers, 2/3 dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh melalui pendidikan, 1/3 sisanya berasal
dari genetik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kreativitas terbentuk bukan hanya karena bakat
namun dapat dipelajari.

Terdapat beberapa hukum dalam kreativitas, yakni (1) kreativitas itu menular (Einstein Law), (2)
kretivitas itu benda gas (Nathan Law), (3) kreativitas hanya dibatasi oleh ambisi dan imajinasi, (4)
berlaku hukum universal pengetahuan (Wiener). Pada kreativitas juga tidak berlaku hukum
kekekalan massa, tidak berlaku hukum kekekalan energi, tidak berlaku hukum beda potensial.
Hukum tersebut menjelaskan bahwa kreativitas merupakan sesuatu aktivitas yang bisa dipelajari
bersama. Kegiatan yang dilakukan secara kolaboratif akan menularkan kreativitas dalam
kelompoknya. Pada pelaksanaan pembelajaran guru juga perlu menyediakan ruang pada anak
untuk mengembangkan kreativitasnya seluas mungkin karena kreativitas memiliki hukum layaknya
gas yang menempati ruangnya. Untuk itu aktivitas pembelajaran hendaknya dirancang agar peserta
didik bisa bebas mengeksplorasi ide-ide dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas. Tampunglah
semua ide-ide tersebut, kemudian diskusikan bersama untuk menetapkan ide mana yang bisa
diwujudkan. Dengan demikian peserta didik akan terbiasa untuk menggali potensi dan kreativitasnya
dalam proses belajar.

Gambar 1.5 Ruang Lingkup Keterpaduan dan Prosesnya

Berdasarkan gambar 5 menjelaskan ruang lingkup keterpaduan dan prosesnya yang mencakup: a)
keterpaduan dalam mapel (integrasi vertikal) bersifat intradisipliner, b) keterpaduan antarmapel
(integrasi horizontal) yang bersifat multidisipliner dan interdisipliner, dan c) keterpaduan luar mapel
(transdisipliner) yang bersifat berbasis konteks melalui observasi.
Langkah penguatan terjadi pada proses pembelajaran dan proses penilaian. Penguatan pada proses
pembelajaran karakteristik penguatannya mencakup: a) menggunakan pendekatan saintifik melalui
mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan dengan tetap memperhatikan
karakteristik siswa, b) menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk
semua mata pelajaran, c) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberitahu (discovery
learning), dan d) menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa
pengetahuan dan berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Penguatan pada penilaian pembelajaran
karakteristik penguatannya mencakup: a) mengukur tingkat berpikir mulai dari rendah sampai tinggi,
b) menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar hafalan),
c) mengukur proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa, dan d) menggunakan portofolio
pembelajaran siswa.
Critical point implementasi Kurikulum 2013 dapat dilihat dari: a) perancangan RPP, b) pelaksanaan
pembelajaran sesuai RPP, c) supervisi pendampingan, dan d) budaya mutu sekolah.
Perancangan RPP mencakup: Kompetensi Dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran, mengalir
secara logis ke materi ajar, rancangan proses dan aktivitas belajar, sumber dan media,
output/produk siswa, dan penilaian.
Pelaksanaan pembelajaran sesuai RPP mencakup: instrumen pengendalian, dan indeks kesesuaian
RPP dengan pelaksanaan.
Supervisi pendampingan mencakup: pedoman pelaksanaan supervisi, pelaksanaan, eksekusi
rekomendasi supervisi, dan sistem pelaporan perbaikan pasca supervisi.
Budaya mutu sekolah mencakup: standar mutu, kepemimpinan, atmosfir sekolah, ketaatan terhadap
standar, dan proses pembudayaan (penguatan dan penghargaan).

1.2 SKL, KI, KD DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013


STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi
pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Cakupan Kompetensi Lulusan
Penetapan pendekatan kompetensi lulusan didahului dengan mengidentifikasi apa yang hendak
dibentuk, dibangun, dan diberdayakan dalam diri peserta didik sebagai jaminan yang akan mereka capai
setelah menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan tertentu.Pendekatan kompetensi lulusan
menekankan pada kemampuan holistik yang harus dimiliki setiap peserta didik. Hal itu akan membawa
implikasi terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh setiap individu peserta didik, bagaimana cara
mengajarkan, dan kapan diajarkannya.Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan berdasarkan
elemen-elemen yang harus dicapai dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.2 Kompetensi Lulusan Berdasarkan Elemen-Elemen yang Harus Dicapai
DOMAIN Elemen SD SMP SMA-SMK

Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati +


Proses
Mengamalkan
SIKAP
beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
Individu
santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal
DOMAIN Elemen SD SMP SMA-SMK

Sosial toleransi, gotong royong, kerjasama, dan musyawarah

pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta


Alam
perdamaian

Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisis +


Proses
Mengevaluasi
PENGETAHUAN
Objek ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya

Subyek manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia

Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji +


Proses
Menalar + Mencipta

KETERAMPILAN Abstrak membaca, menulis, menghitung, menggambar,mengarang

menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat,


Konkret
mencipta

Cakupan kompetensi lulusan satuan pendidikan secara holistik dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini.
Tabel 1.3 Kompetensi Lulusan secara Holistik
DOMAIN SD SMP SMA-SMK

Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati + Mengamalkan

SIKAP pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung
jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam
sekitar, serta dunia dan peradabannya

Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisis +


Mengevaluasi
PENGETAHUAN
pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan
berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji + Menalar +


Mencipta
KETERAMPILAN
pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret

Dari tabel di atas, cakupan kompetensi lulusan secara holistik dirumuskan sebagai berikut:

Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Sikap


Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan
peradabannya.
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan.
Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Pengetahuan
Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan
berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi.
Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Keterampilan
Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam
ranah abstrak dan konkret.
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengamati; menanya; mencoba dan
mengolah; menalar; mencipta; menyajikandan mengkomunikasikan

Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan gradasi setiap tingkatan


satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
perkembangan psikologis anak,
lingkup dan kedalaman materi,
kesinambungan, dan
fungsi satuan pendidikan.

Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan


Kompetensi lulusan satuan pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A
Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A adalah manusia yang memiliki sikap, pengetahuan, danketerampilan
berikut ini.
Tabel 1.4 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/PAKET A
DIMENSI KOMPETENSI LULUSAN
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara
SIKAP
efektif dengan lingkungan sosial dan alam di sekitar rumah, sekolah,
dan tempat bermain.
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan
PENGETAHUAN kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam
KETERAMPILAN
ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.
KOMPETENSI INTI
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui
kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Rumusan Kompetensi inti menggunakan notasi berikut ini.
Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual.
Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial.
Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan.
Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Kelas II adalah
sebagai berikut.
Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru.
Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.
Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam
gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.

KOMPETENSI DASAR
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan Kompetensi Dasar
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari
suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan
pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
Kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
Kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
Kelompok 3: kelompok kompetensi dasasr pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
Kelompok 4: kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Penjabaran lengkap mengenai kompetensi dasar per jenjang kelas dan per mata pelajaran dapat
dilihat dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 67 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
STRATEGI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Pengembangan Kurikulum 2013 pada Satuan Pendidikan
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan atas prinsip berikut ini.
Sekolah adalah satu kesatuan lembaga pendidikan dan kurikulum adalah kurikulum satuan
pendidikan, bukan daftar mata pelajaran.
Guru di satu satuan pendidikan adalah satu satuan pendidik (community of educators),
mengembangkan kurikulum secara bersama-sama.
Pengembangan kurikulum di jenjang satuan pendidikan langsung dipimpin kepala sekolah.
Pelaksanaan implementasi kurikulum di satuan pendidikan dievaluasi oleh kepala sekolah.

Manajemen Implementasi
Implementasi kurikulum adalah usaha bersama antara Pemerintah dengan pemerintah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pemerintah bertanggungjawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan
kurikulum.
Pemerintah bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.
Pemerintah provinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
Pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional kepada
guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.

Evaluasi Kurikulum
Evaluasi Kurikulum dilaksanakan selama masa pengembangan ide (deliberation process),
pengembangan desain dan dokumen kurikulum, dan selama masa implementasi kurikulum. Evaluasi
dalam deliberation process menghasilkan penyempurnaan dalam Kompetensi Inti yang dijadikan
organising element dalam mengikat Kompetensi dasar mata pelajaran.

Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut.


Sampai tahun pelajaran 2015-2016: untuk memperbaiki berbagai kesulitan pelaksanaan kurikulum.
Sampai tahun pelajaran 2016 secara menyeluruh untuk menentukan efektivitas, kelayakan,
kekuatan, dan kelemahan implementasi kurikulum.

Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum (implementasi kurikulum) diselenggarakan dengan tujuan


untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru
menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan
dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin.

1.3 PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU, PENDEKATAN SAINTIFIK,


MODEL-MODEL PEMBELAJARAN, DAN PENILAIAN AUTENTIK

PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU


Pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan
pertama kali pada awal tahun 1970-an.Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu model
pembelajaran yang efektif (highly effective teachingmodel) karena mampu mewadahi dan
menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik peserta didik di dalam kelas atau di
lingkungan sekolah.PTP pada awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat dan bertalenta
(gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang
belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan
meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase long-term memory
capabilities of learners) untuk waktu yang panjang.
Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan (additional
opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara
cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis.Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi
perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar.PTP diharapkan mampu menginspirasi peserta
didik untuk memperoleh pengalaman belajar.
PTP memiliki perbedaan kualitatif (qualitatively different) dengan model pembelajaran lain. PTP
sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of
thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking
skills), sebuah proses inovatif bagi pengembangnan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Implemementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran
di kelas. Karena itu, guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana
mengaplikasikannya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena PTP ini bersifat ramah otak, guru
harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin relevan dan dapat
dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran.
Ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru.
Mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif.
Memberkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Menyajikan isi atau substansi pembelajaran yang bermakna.
Lingkungan yang memperkaya pembelajaran.
Bergerak memacu pembelajaran (Movement to Enhance Learning).
Membuka pilihan-pilihan.
Optimasi waktu secara tepat.
Kolaborasi.
Umpan balik segera.
Ketuntasan atau aplikasi.

Fungsi dan Tujuan


Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam
memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah
semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan
bermakna bagi peserta didik.

Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah:


mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu;
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema
yang sama;
memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai muatan pelajaran
lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti bercerita,
bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain;
lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang
jelas;
guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat
dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan;
dan
budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah
nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Ciri-ciri Pembelajaran Tematik Terpadu
Berpusat pada anak.
Memberikan pengalaman langsung pada anak.
Pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam
kegiatan).
Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait
antarmuatanpelajaran yang satu dengan lainnya).
Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatanpelajaran).
Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian
proses dan hasil belajarnya).
Kekuatan Tema dalam Proses Pembelajaran
Anak pada usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret, mulai menunjukkan perilaku
yang mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional,
mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan
hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, pembelajaran yang tepat adalah dengan mengaitkan
konsep materi pelajaran dalam satu kesatuan yang berpusat pada tema adalah yang paling sesuai.
Kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang
dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada peserta didik.
Peran Tema dalam Proses Pembelajaran
Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa muatan
pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dipadukan adalah muatan pelajaran PPKn,
Bahasa Indonesia, IPS,IPA,Matematika, Seni Budaya danPrakarya,serta Pendidikan Jasmani, Olah
Raga dan Kesehatan.Dalam Kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pemerintah dan sudah
dikembangkan menjadi subtema dan satuan pembelajaran.
Di dalam Struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah disebutkan bahwa untuk
peserta didik kelas Isampai dengan kelas VIpenyajian pembelajarannya menggunakan pendekatan
tematik terpadu. Penyajian pembelajaran untuk kelas II memiliki alokasi waktu kumulatif 32 JP per
minggu. Namun demikianpenjadwalan tidak terbagi secara kaku melainkan diatur secara luwes.
Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran Tematik Terpadu melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada
tema sebagai pemersatu berbagai muatan pelajaran untuk satu tahun.Kedua guru melakukan
analisis Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan membuat indikator
dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi.Ketiga membuat hubungan pemetaan
antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. Keempat membuat jaringan KD, indikator.
Kelima menyusun silabus tematik dan keenammembuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik
terpadu dengan menerapkan pendekatan saintifik.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas di bawah ini.

Memilih/Menetapkan Tema
Dibawah ini adalah tema-tema yang telah disiapkan untuk peserta didik Sekolah Dasar kelas I dan IV
serta kelas II dan V pada Kurikulum 2013.
Tabel 1.5Tema-Tema di Sekolah Dasar
KELAS I KELAS IV
Diriku Indahnya Kebersamaan
Kegemaranku Selalu Berhemat Energi
Kegiatanku Peduli terhadap Makhluk Hidup
Keluargaku Berbagai Pekerjaan
Pengalamanku Pahlawanku
Lingkungan Bersih, Sehat, dan Asri Indahnya Negeriku
Benda, Hewan dan Tanaman di Sekitar Cita-citaku
Peristiwa alam Tempat Tinggalku
Makananku Sehat dan Bergizi
KELAS II KELAS V
Hidup Rukun Benda-benda di Lingkungan Sekitar
Bermain di Lingkunganku Peristiwa dalam Kehidupan
Tugasku Sehari-hari Kerukunan dalam Bermasyarakat
Aku dan Sekolahku Sehat itu Penting
Hidup Bersih dan Sehat Bangga sebagai Bangsa Indonesia
Air, Bumi, dan Matahari Organ Tubuh Manusia dan Hewan
Merawat Hewan dan Tumbuhan Sejarah Peradaban Indonesia
Keselamatan di Rumah dan Perjalanan Ekosistem
Akrab dengan Lingkungan
Melakukan Analisis SKL, KI, Kompetensi Dasar dan Membuat Indikator
Analisis Kurikulum (SKL, KI dan KD serta membuat indikator) dilakukan dengan cara membaca semua
Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti, sertaKompetensi Dasar dari semua muatan pelajaran.
Setelah memiliki sejumlah tema untuk satu tahun, barulah dapat dilanjutkan dengan menganalisis
Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti serta Kompetensi Dasar (SKL, KI dan KD) yang ada
dari berbagai muatan pelajaran (PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,SBdP, dan
Penjasorkes).Masing-masing Kompetensi Dasar setiap muatan pelajaran dibuatkan indikatornya
dengan mengikuti kriteria pembuatan indikator.
Membuat Hubungan Pemetaan antara Kompetensi Dasar dan Indikator dengan Tema
Kompetensi Dasar dari semua muatan pelajaran telah disediakan dalam Kurikulum 2013. Demikian
juga sejumlah tema untuk proses pembelajaran selama satu tahun untuk Kelas I sampai dengan
Kelas VI telah disediakan. Namun demikian guru masih perlu membuat indikator dan melakukan
pemetaan Kompetensi Dasar dan indikator tersebut berdasarkantema yang tersedia. Hasil pemetaan
dimasukkan ke dalam format pemetaan agar lebih mudahproses penyajian pembelajaran. Indikator
mana saja yang dapat disajikan secara terpadu diberikan tanda cek ().
Membuat Jaringan Kompetensi Dasar
Kegiatan berikutnya adalah membuat Jaringan KD dan indikator dengan cara menurunkan hasil cek
dari pemetaan ke dalam format Jaringan KD danindikator.
Menyusun Silabus Tematik Terpadu
Setelah dibuat Jaringan KD dan Indikator, langkah selanjutnya adalah menyusun silabus tematik
untuk lebih memudahkan guru melihat seluruh desain pembelajaran untuk setiap tema sampai
tuntas tersajikan di dalam proses pembelajaran. Silabus tematik memberikan gambaran secara
menyeluruh tema yang telah dipilih akan disajikan berapa minggu dan kegiatan apa saja yang akan
dilakukan dalam penyajian tema tersebut.
Silabus tematik terpadu memuat komponen sebagaimana panduan dari Standar Proses yang
meliputi 1) Kompetensi Dasar mana saja yang sudah terpilih (dari Jaringan KD), 2) Indikator (dibuat
oleh guru, juga diturunkan dari Jaringan) 3) Kegiatan Pembelajaran yang memuat perencanaan
penyajian untuk berapa minggu tema tersebut akan dibelajarkan, 4) Penilaian proses dan hasil
belajar (diwajibkan memuat penilaian dari aspek sikap, keterampilan dan pegetahuan) selama
proses pembelajaran berlangsung 5) Alokasi waktu ditulis secara utuh kumulatif satu minggu berapa
jam pertemuan (misalnya 32 JP x 35 menit) x 4 minggu; 6) Sumber dan Media.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu
Langkah terakhir dari sebuah perencanaan adalah dengan menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Tematik Terpadu. Dalam RPP Tematik Terpadu ini diharapkan dapat tergambar proses
penyajian secara utuh dengan memuat berbagai konsep mata pelajaran yang disatukan dalam tema.
Di dalam RPP Tematik Terpadu ini peserta didik diajak belajar memahami konsep kehidupan secara
utuh. Penulisan identitas tidak mengemukakan mata pelajaran, melainkan langsung ditulis tema apa
yang akan dibelajarkan. (Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada submateri pelatihan 4.2
Penyusunan RPP)

PENDEKATAN SAINTIFIK
Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik.Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan.Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti
spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik
dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah
merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik.Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui
observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan
menguji hipotesis.
Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima
pengalaman belajar pokok yaitu:
mengamati;
menanya;
mengumpulkan informasi/eksperimen;
mengasosiasikan/mengolah informasi; dan
mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 1.6 Keterkaitan antara Pengalaman Belajar dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya
Kompetensi yang
Pengalaman Belajar Kegiatan Belajar
Dikembangkan
Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat Melatih kesungguhan,
(tanpa atau dengan alat) ketelitian, mencari informasi
Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi Mengembangkan kreativitas,
yang tidak dipahami dari apa yang diamati rasa ingin tahu, kemampuan
atau pertanyaan untuk mendapatkan merumuskan pertanyaan
informasi tambahan tentang apa yang untuk membentuk pikiran
diamati kritis yang perlu
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke untuk hidup cerdas dan
pertanyaan yang bersifat hipotetik) belajar sepanjang hayat
Mengumpulkan melakukan eksperimen Mengembangkan sikap teliti,
informasi/ membaca sumber lain selain buku teks jujur,sopan, menghargai
eksperimen mengamati objek/ kejadian/ pendapat orang lain,
aktivitas kemampuan berkomunikasi,
wawancara dengan narasumber menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah informasi yang sudah dikumpulkan Mengembangkan sikap jujur,
mengolah informasi baik terbatas dari hasil kegiatan teliti, disiplin, taat aturan,
mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil kerja keras, kemampuan
dari kegiatan mengamati dan kegiatan menerapkan prosedur dan
mengumpulkan informasi. kemampuan berpikir induktif
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari serta deduktif dalam
yang bersifat menambah keluasan dan menyimpulkan .
kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat
yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan.
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, Mengembangkan sikap jujur,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara teliti, toleransi, kemampuan
lisan, tertulis, atau media lainnya berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat
dengan
singkat dan jelas, dan
mengembangkan
kemampuan berbahasa yang
baik dan benar.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Konsep/Definisi
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah model pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyekmerupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyekdirancang untuk
digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding
question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta
didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang
sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini
akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyekmemberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali
konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan
eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyekmerupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyekmemiliki karakteristik berikut ini.
Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang
diajukan.
Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi
untuk memecahkan permasalahan.
Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.
Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyeksebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat
dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan
inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain
berikut ini.
Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang komplek.
Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki
sistem baru.
Banyak guru merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana guru memegang peran utama di
kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi guru yang kurang atau tidak menguasai
teknologi.
Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih
menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang
kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas
kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana
belajar bebas dan menyenangkan.

Fakta Empirik Keberhasilan


Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyekdapat dijelaskan berikut
ini.
Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar dan mendorong kemampuan mereka
untuk melakukan pekerjaan penting.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
Meningkatkan kolaborasi.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan berkomunikasi.
Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi
proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang
untuk berkembang sesuai dunia nyata.
Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan
yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
menikmati proses pembelajaran.

Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek


Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
Banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional di mana guru memegang peran utama di
kelas.
Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.
Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik
tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus
dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi
waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalisir dan menyediakan peralatan yang
sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau
sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti
kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu siswa
untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih
sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan kelompok
orang, termasuk orang dewasa.
Pelajaran berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak
bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih
banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran
lainnya.
Langkah-langkah Operasional
Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram
sebagai berikut.

1
2
PENENTUAN 3
MENDESAIN PERECANAAN
PERTANYAAN MENYUSUN JADWAL
PROYEK
MENDASAR

4
6
5 MEMONITOR PESERTA
MENGEVALUASI
MENILAI HASIL DIDIK DAN KEMAJUAN
PENGALAMAN
PROYEK

Diagram 1.1 Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek


Penjelasan Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik
yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian
peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang
aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial,
dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan
yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2)
membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang
baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan
proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu
cara.
Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap
roses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.
Menilai Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan
suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap
pertama pembelajaran.

Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek


Penilaian pembelajaran dengan modelPembelajaran Berbasis Proyek harus diakukan secara
menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam
melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Penilaian Proyek
Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan
dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
Kemampuan pengelolaan Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman
dan keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan
kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek.
Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain,
pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil
penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan
alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek.
Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat
juga menggunakan rating scale dan checklist.

Penilaian Produk
Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian
produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni,
seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari
kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan
mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi
dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai
kriteria yang ditetapkan.

Teknik Penilaian Produk


Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap
appraisal.
Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria
yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Konsep/Definisi
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang
menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan
masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta
didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata.
Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa
masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan
dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
Permasalahan sebagai kajian.
Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
Permasalahan sebagai contoh.
Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan
berikut ini.
Tabel 1.7 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam PBL
Masalah sebagai Awal
Peserta Didik sebagai
Guru sebagai Pelatih Tantangan dan
Problem Solver
Motivasi
Asking about thinking (bertanya Peserta yang aktif. Menarik untuk
tentang pemikiran). Terlibat langsung dalam dipecahkan.
Memonitorpembelajaran. pembelajaran. Menyediakan
Probbing ( menantang peserta didik Membangunpembelajaran. kebutuhan yang ada
untuk berpikir ). hubungannya dengan
Menjagaagar peserta didik terlibat. pelajaran yang
Mengaturdinamika kelompok. dipelajari.
Menjaga berlangsungnya proses.

Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.


Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran di
mana proyek sebagai pusat.
Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan
kelompoknya.
Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang
sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional.
Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik
untuk menemukan jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses
pembelajaran yang mandiri.
Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan
balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan
saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan
masalah, kerja kelompok, dan self-management.

Driving Questions:PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik
untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang
sesuai.
Constructive Investigations:sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para
peserta didik.
Autonomy:proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting.

Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran


Melalui PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu
masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta
didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan
dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.

Tahap-tahap Model PBL

Tabel 1.8 Tahapan-Tahapan Model PBL


FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
Mengorientasikan siswa pada logistik yg dibutuhkan.
masalah Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2 Membantu siswa mendefinisikan
Mengorganisasikan siswa untuk danmengorganisasikan tugas belajar yang
mendefinisikan masalah berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3 Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
Membimbing penyelidikan mandiri yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
dan kelompok mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4 Membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyajikan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
artefak (hasil karya) dan model dan berbagi tugas dengan teman.
memamerkannya
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Menganalisis dan mengevaluasi telah dipelajari /meminta kelompok presentasi
proses pemecahan masalah. hasil kerja.

Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah


Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan
dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan
dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. serta dijelaskan bagaimana guru akan
mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu
sebagai berikut.
Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih
kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang
mandiri.
Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak benar, sebuah
masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
Selama tahap penyelidikan, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara
terbuka dan penuh kebebasan.
Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Mendefinisikan Masalah
Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga
mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama
dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan
membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan
memecahkan masalah yang berbeda.
Fase 3: Membimbing Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik
penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni
pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan.
Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru
harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun
aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar
peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka
sendiri.
Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Memamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari
sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan
pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan
pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat
dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan
guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan
siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi penilai atau memberikan
umpan balik.
Fase 5: Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri
dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta
siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan
belajarnya.

Penilaian Pembelajaran Berbasis Masalah


Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat
dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta
didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka
pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi
diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya
dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh peserta didik
itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam
kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.
Penilaian kinerja peserta didik.
Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan
kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu
eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau
melukis suatu gambar.
Penilaian portofolio peserta didik.
Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi
perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar,
pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi
tertentu dalam suatu mata pelajaran.
Penilaian potensi belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan
yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang
memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan
mengenali potensi kesiapan belajarnya.
Penilaian usaha kelompok
Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada
PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya
membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model
pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai
hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini
antara lain: 1) assesmen kerja, 2) assesmen autentik dan 3) portofolio. Penilaian proses bertujuan
agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat
bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam
situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya maka di samping pengembangan kurikulum
juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan
peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah
serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi.
Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan
kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan
membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana peserta didik dan evaluator menilai
produk (hasil akhir) proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui
masalah; 3) bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan
masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil
penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan
atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari
evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara
melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain).
Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning)
Definisi/Konsep
Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar
tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.
Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: Discovery Learning can be defined as the learning that takes
place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required
to organize it him self (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat
dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila
individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang
prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa
pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh
guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan
seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal
dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery
Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-
penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan
lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan
pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan
untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami)
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh
bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam
memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap
symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam
proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan
dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia
bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat
temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada
gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan
ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman,
2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented.
Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam
pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.
Kelebihan Penerapan Discovery Learning
Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-
proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama
dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang
final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
KelemahanPenerapanDiscovery Learning
Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep,
yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama
untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena
telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran


Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur
yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.
Stimulasi/Pemberian Rangsangan (Stimulation)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Pernyataan/Identifikasi Masalah(Problem Statement)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa
untuk menemukan suatu masalah.
Pengumpulan Data(Data Collection)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
Pengolahan Data(Data Processing)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Dataprocessing disebut juga dengan
pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
Pembuktian(Verification)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang
telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau
tidak.
Menarik Kesimpulan/Generalisasi(Generalization)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas
makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat
menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.

PENILAIAN AUTENTIK
Pengertian Penilaian Autentik
Penilaian autentik adalah
suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif
yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-
tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya
dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan
sekolah (Hymes, 1991). Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi
(performance) siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata.
Dalam American Library Association, penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk
mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktivitas yang relevan dalam
pembelajaran. Dalam Newton Public School, penilaian autentik diartikan sebagai penilaian atas
produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins
(1993) mendefinisikan penilaianautentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang
mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran,
seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis moral terhadap
peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk
menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang
mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Penilaian
autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada
umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.
Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis
norma, pilihan ganda, benarsalah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola
penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajara, karena memang bisa digunakan dan
memperoleh legitimasi secara akademik.
Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan
peserta didik. Dalam penilaianautentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya,
peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan
dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong
kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang
berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari
luar sekolah.
Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar,
motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan
bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan
atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik karena
berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek.
Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang
sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya,
dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk
materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

Penilaian Autentik dan Belajar Autentik


Menurut Ormiston, belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan
oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya.
Penilaian semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta
didik, yang memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang
dimilikinya. Contoh penilaian autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan
atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio,
memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.
Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti
kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang
luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon
peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik
agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik
telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas
sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan
saintifik, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara
mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, guru
dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap
pada tugas. Penilaian autentik pun mendorong peserta didik mengonstruksi, mengorganisasikan,
menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian
mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Penilaian autentik memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata. Menggunakan berbagai
cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Berikut contoh-contoh tugas autentik: pemecahan masalah matematika, melaksanakan percobaan,
bercerita, menulis laporan, berpidato, membaca puisi, dan membuat peta perjalanan.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi guru autentik.
Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa
melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan
berikut ini.
Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran.
Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan
mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai
bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman
peserta didik.
Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba
pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Jenis-jenis Penilaian Autentik
Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan
yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1)
sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan,
misalnya, berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan; dan (3) tingkat pengetahuan apa
yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses.
Penilaian Sikap
Contoh muatan KI-1 (sikap spiritual) antara lain: ketaatan beribadah, berperilaku syukur, berdoa
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, toleransi dalam beribadah. Contoh muatan KI-2 (sikap
sosial) antara lain: jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, bisa ditambahkan lagi
sikap-sikap yang lain sesuai kompetensi dalam pembelajaran, misal : kerja sama, ketelitian,
ketekunan, dll. Penilaian apek sikap dilakukan melalui observasi, penilaian diri, penilaian
antarteman, dan jurnal.Penilaian sikap ini bukan merupakan penilaian yang terpisah dan berdiri
sendiri, namun merupakan penilaian yang pelaksanaannya terintegrasi dengan penilaian
pengetahuan dan keterampilan, sehingga bersifat autentik (mengacu kepada pemahaman bahwa
pengembangan dan penilaian KI 1 dan KI 2 dititipkan melalui kegiatan yang didesain untuk mencapai
KI 3 dan KI 4).
Observasi
Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan format observasi yang berisi
sejumlah indikator perilaku yang diamati, terkait dengan kegiatan pembelajaran yang sedang
berlangsung. Hal ini dilakukan saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
Penilaian Diri
Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk melakukan refleksi
diri/perenungan dan mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
Penilaian Antar teman
Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan
sikap dan perilaku keseharian peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung (biasanya
dilakukan ketika peserta didik melakukan kegiatan kelompok, dan penilaian dilakukan antar anggota
kelompok). Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
Jurnal Catatan Guru
Merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan
tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Jurnal bisa
dikatakan sebagai catatan yang berkesinambungan dari hasil observasi.
Penilaian Pengetahuan
Aspek pengetahuan dapat dinilai dengan cara berikut ini.
Tes tulis
Meski konsepsi penilaian autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim
dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap bisa dilakukan.
Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai
jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan,
dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas
materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif,
sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang
berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama.
Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru secara ucap (oral) sehingga peserta
didik merespon pertanyaan tersebut secara ucap juga, sehingga menimbulkan keberanian. Jawaban
dapat berupa kata, frase, kalimat maupun paragraf yang diucapkan.
Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh pendidik yang dapat berupa pekerjaan rumah baik
secara individu ataupun kelompok sesuai dengan karakteristik tugasnya.
Penilaian Keterampilan
Aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara berikut:
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada
situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
Misalnya tugas memainkan alat musik, menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari.
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan
aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik
menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik
terhadap kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif maupun laporan kelas.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja, antara lain sebagai
berikut.
Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari
indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan.
Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru menulis laporan
narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan tindakan.
Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang
ditetapkan.
Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik berikut
predikatnya. Misalnya: 4 = baiksekali, 3 = baik, 2 = cukup, 1 = kurang.
Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta
didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi dari
memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti ini
tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Rubrik: alat pengukuran yang mempunyai skala atau point yang tetap dan jelas untuk setiap criteria
penilaian. Sangat disarankan untuk menggunakan rubrik yang mempunyai 4 poin skala (1-4) sehingga
pemberian skor nilai tengah dapat dihindarkan (misalnya skala 1-3 akan terjadi sebuah kecenderungan
untuk memberikan skor 3 pada sebagian besar hasil)

Gambar 1.6 Komponen dalam Rubrik


Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkahlangkah
kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau
beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai.
Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan
tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator
esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta didik yang
akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan
tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari
aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti
berpidato, berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan alat
atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan
pribadi.
Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assesment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus
diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek
bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain. Penilaian
proyek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan keterampilan berpikir tinggi (berpikir
kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta didik.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk
mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Dengan demikian, pada setiap penilaian
proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah dan
menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam kaitan ini serial
kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen penilaian,
pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan
instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk
poster atau tertulis.

Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk
dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara holistik dan
analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan
produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-
barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam. Penilaian secara
analitik merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu.
Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang
dihasilkan.
Penilaian Portofolio
Penilaian dengan memanfaatkan portofolio merupakan penilaian melalui sekumpulan karya peserta
didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang dilakukan selama kurun waktu tertentu.
Portofolio digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau secara terus menerus
perkembangan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam bidang tertentu. Dengan
demikian penilaian portofolio memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan
pencapaian hasil belajar peserta didik.Portofolio merupakan bagian terpadu dari pembelajaran
sehingga guru mengetahui sedini mungkin kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam menguasai
kompetensi pada suatu tema.
Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan dalam menggunakan portofolio.
masing-masing peserta didik memiliki portofolio sendiri yang di dalamnya memuat hasil belajar
siswa setiap muatan pelajaran atau setiap kompetensi.
menentukan hasil kerja apa yang perlu dikumpulkan/disimpan.
sewaktu waktu peserta didik diharuskan membaca catatan guru yang berisi komentar, masukan dan
tindakan lebih lanjut yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka memperbaiki hasil kerja dan
sikap.
peserta didik dengan kesadaran sendiri menindaklanjuti catatan guru.
catatan guru dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta didik perlu diberi tanggal, sehingga
perkembangan kemajuan belajar peserta didik dapat terlihat.
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari
hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan
refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap
terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dituntut oleh topik atau muatan pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio
adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran
tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar
peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat,
komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-
lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan
tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.
Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun
portofolio pembelajaran.
Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai
catatan tanggal pengumpulannya.
Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang
dihasilkan.
Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio

Anda mungkin juga menyukai