Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
II. TUJUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI

Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah ) ( Bruner dan Suddart 2001).
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di
tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000)

2.2 ETIOLOGI
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis,
Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi
Herediter seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi. (Smeltzzer
Suzzane,2001 )

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.

2.3 PATOFISIOLOGI

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis.
Penurunan laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan mendapatkan urine 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan
meningkat selain itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif kerana renal substansi ini di produksi secara
konstan oleh tubuh.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elekrolit sehari-hari. Pasien sering menahan
natrium dan cairan, meningkat resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan
hipertensi, hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldsteron.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi Asidosis Metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendekan
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu
substansi normal yang di produksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat
terjadi, disertai keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan
turun. Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Perdarahan gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada
trombosit dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan. Akibatnya akan timbul
perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering terjadi perdarahan bawah kulit.(Smelzer
& Bare, 2001). Gejalah dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis) akibat butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit.(Sibuea, Herdin
1992)
2.4 Pathway
2.5 MANIFESTASI KLINIS

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji combs
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi sumsum
tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia
normokrom normositer.

2. Kelainan Saluran cerna

a. Mual, muntah, hicthcup


dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa lambung dan
usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANIFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem Tubuh Manifestasi


Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia

Perkemihan& Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


Kelamin Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan
sterilitas

Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis

Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan


Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit Pucat, pigmentasi


Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar

Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan


BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare

Metabolisme Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular Mudah lelah


Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium Hiperfosfatemia, hipokalsemia
dan rangka Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-
paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)

2.6 KOMPLIKSI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

2.7 PENATALAKSANAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia
dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang
mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila
diperlukan

d). Pemberian obat


Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi
atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin
> 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m,
mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua
pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit
dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di
banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2). Dialisis Peritoneal (DP)


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal
di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Anda mungkin juga menyukai