Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU 2

OLEH:

NISWATIN
NIM : 153112540120038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2015
Abstrak
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah suatu keadaan robeknya selaput ketuban dalam kehamilan
atau sebelum tanda persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan
langsung antara dunia luar dengan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya
komplikasi pada janin baik pada saat persalinan maupun setelah persalinan berupa asfiksia,
BBLR/IUGR, hiperbilirubinemia dan infeksi atau sepsis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil luaran janin pada persalinan dengan ketuban pecah dini di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2009. Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Sumber data yang digunakan adalah data yang digunakan adalah
data sekunder yang berasal dari data rekam medik pada bayi yang dilahirkan dengan ketuban
pecah dini di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, ditemukan 3.482 persalinan dan 143
persalinan dengan KPD. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu-ibu yang bersalin dengan
KPD sebagian besar berumur antara 25 29 tahun sebesar 27,98%, paritas 1 sebanyak
51,05%. Cara persalinan terbanyak adalah persalinan spontan sebesar 58,74%. Jenis
morbiditas bayi paling banyak ditemukan adalah BBLR sebesar 30,06%.

Kata kunci : Hasil Luaran Janin, Ketuban Pecah Dini

Pendahuluan
Di negara berkembang, mortalitas dan morbiditas wanita hamil dan bersalin masih
merupakan masalah besar. Kematian saat melahirkan biasanya merupakan faktor utama
mortalitas ibu. Pada perayaan hari kesehatan dunia pada tanggal 7 April 2005 lalu, WHO
memfokuskan masalah pada upaya peningkatan kesehatan itu dan anak. Hal tersebut
dilakukan dengan mengupayakan penyelamatan ibu dari kematian karena kehamilan, saat dan
setelah kematian, saat dan setelah melahirkan, menyelamatkan bayi baru lahir serta balita. Di
ASEAN, Indonesia merupakan negara denga angka kematian neonatal tertinggi jika
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang hanya 10/100.000 kelahiran
hidup, Singapura yaitu 5/100.000 kelahiran hidup. Menurut data survei demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), angka kematian neonatal di Indonesia sebesar
19 kematian / 1000 kelahiran hidup, angka kematian bayi sebesar 34 kematian / 1000
kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 44 kematian / 1000 kelahiran hidup.
Menurut Riskesdas tahun 2007 proporsi penyebab kematian bayi baru lahir usia 0 6 hari
terbesar dikarenakan gangguang pernafasan (37%), prematuritas (34%) dan sepsis (12%).
Kematian bayi karena infeksi diantaranya dapat disebabkan oleh ketuban pecah dini. Ketuban
pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering dimana sekitar
20% kasus terjadi sebelum masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban
pecah dini memiliki risiko tinggi terjadi infeksi intrauterin akibat interval antara ketuban
pecah dan persalinan yang memanjang. Kematian ibu dalam persalinan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, diantaranya adanya penyebab langsung dan penyebab penyerta. Adapun
penyebab langsung dari kematian ibu adalah perdarahan (42,2%), infeksi (9,6%) dan
eklampsia (1,6%). Infeksi yang terjadi pada ibu dapat disebabkan karena ketuban yang pecah
sebelum adanya tanda-tanda persalinan, sehingga memberi peluang untuk masuknya kuman
penyebab infeksi sehingga membutuhkan penanganan segera agar ibu dan janin dapat
diselamatkan. Pada persalinan dengan ketuban pecah dini (KPD) bisa menimbulkan
komplikasi pada bayi berupa asfiksia, prematur, BBLR/IUGR, Hiperbilirubinemia sampai
sepsis.

Tinjauan Pustaka
Di dalam kandungan, bayi dlindungi oleh cairan yang dikenal dengan air ketuban. Normalnya
volume air ketuban adalah 1000 1500 cc. Adapun fungsi dari air ketuban ini antara lain;
melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin untuk bergerak dengan
bebas, memungkinkan janin untuk bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
membersihkan jalan lahir saat ketuban pecah. Ketuban pecah dini yaitu boconya cairan
amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira kira 7 sampai 12 persen kehamilan.
Paling sering, ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan, persalinan terjadi secara
spontan dalam beberapa jam. Pada keadaan normal, ketuban pecah pada fase aktif persalinan.
Ketuban pecah ini berpengaruh sekitar 2,7 17% dari seluruh kehamilan dan kebanyakan
kasus terjadi secara spontan tanpa sebab yang pasti, dalam sebuah studi di California
ditemukan bahwa 81% persalinan akan dimulai 24 jam setelah ketuban pecah dini pada
pasien dengan kehamilan aterm. Situasi ini berbeda pada pasien dengan kehamilan belum
aterm, persalinan akan terjadi tiga hari setelah ketuban pecah dini.
Pada keadaan normal, ketuban pecah pada fase aktif persalinan. Ketuban pecah dini
berpengaruh sekitar 2,7 17% dari seluruh kehamilan dan kebanyakan kasus terjadi secara
spontan tanpa sebab yang pasti, dalam sebuah studi di California ditemukan bahwa 81%
persalinan akan dimulai 24 jam setelah ketuban pecah dini pada pasien dengan kehamilan
aterm. Situasi ini berbeda pada pasien dengan kehamilan belum aterm, persalinan akan terjadi
tiga hari setelah ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini merupakan masalah kebidanan, 30%
ketuban pecah dini merupakan sebab dari persalinan prematur dan penyebab penting
morbiditas bagi ibu. Menurut Varney 80 85% wanita pada semua kehamilan dengan
ketuban pecah dini akan bersalin dalam 24 jam 10% nya lagi akan melahirkan dalam 72 jam.
Hal ini menyisakan 5% dengan periode laten yang lebih lama dari 72 jam. Tingkat infeksi
pada 24 jam pertama untuk kehamilan 37 42 minggu kehamilan bervariasi 1,6% - 29%
bergantung pada ras, faktor sosial ekonomi, penerimaan perawatan prenatal, dan umur
kehamilan. Ketuban pecah menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Salah satu fungsi selaput
ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim
sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Semakin lama periode laten semakin besar
kemungkinan infeksi dalam kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berdasarkan data sekunder yang didapatkan
dari rekam medik RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung berkenan dengan kejadian ketuban
pecah dini selama periode Januari s/d Desember 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang mengalami ketuban pecah dini yang ada di dalam register rekam medik
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik total sampling, yaitu merupakan suatu cara pengambilan sampel
penelitian pada subyek yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dalam suatu populasi
sesuai kriteria inklusi dan tujuan penelitian, sehingga sampel pada penelitian ini adalah total
populasi yaitu semua populasi dijadikan sampel peneltian sebesar 143 orang. Kriteris inklusi
pada peneltian ini adalah semua ibu yang melahirkan denga penyulit ketuban pecah dini.

Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian secara retrospektif selama 1 tahun pada tahun 2009 di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung, didapatkan hasil bahwa sebanyak 143 orang (4,1%) mengalami
persalinan dengan KPD dari total persalinan 3482 persalinan. Dari hasil penelitian terlihat
insidensi ketuban pecah dini di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebesar 4,1% dari total
persalinan sebanyak 3482 persalinan. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi penutunan
insidensi KPD dari tahun sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan kualitas pelayanan dan
penanganan kegawatdaruratan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Banudng telah mengalami
peningkatan. Tentunya penilaian ini dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian di
berbagai literatur yang menyebutkan mengenai insidensi KPD dinataranya yang tercantum
pada Kegawatdaruratan Obstetri dan Ginekologi yang menyebutkan bahwa insidensi KPD
terjadi pada 7 sampai 12 persen kehamilan. Dengan hasil yang didapatkan ini memberikan
informasi yang bermakna mengenai insidensi kasus KPD dimana dengan insidensi yang
cenderung menurun akan meningkatkan harapan hidup bagi ibu dan janinnya.
Hasil luaran bayi pada persalinan dengan ketuban pecah dini (Morbiditas dan Mortalitas janin
pada kasus KPD), setelah ketuban pecah dini biasanya segera disusul dengan persalinan.
Periode laten biasanya tergantung pada usia kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Tanpa melihat usia kehamilan jika ketuban pecah dini terjadi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi sebagai berikut: asfiksia, dari hasil penelitian yang telah dilakukan kejadian
asfiksia pada persalinan dengan ketuba pecah dini masih cukup tinggi yakni 28,67% atau 41
orang. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana terjadi sulitnya bernafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 yang
berakibat buruk dalam kehidupannya. Jika ketuban pecah sebleum waktunya atau ketuban
pecah dini maka dapa terjadi prolaps tali pusat yang mengakibatkan terganggunya sirkulasi
udara bagi bayi sehingga bayi akan kesulitan untuk bernafas dan jika tidak segera dilakukan
penanganan bias mengakibatkan kematian pada bayi tersebut. Keadaan bayi yang dapat
mengalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa didahului gawat janin berdasarkan gawat
janin berdasarkan faktor bayi, diantaranya adalah: bayi kurang bulan/prematur; air ketuban
bercampur mekonium, kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan bayi.
Berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematur sekitar 20% bayi yang dilahirkan dengan
ketuban pecah dini mempunyai berat kurang dari 2500 gram. Merujuk kepada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa 30,06% atau 43 orang mengalami berat badan lahir
rendah (BBLR). Dengan jumlah prematur sebanyak 29 orang. Pada persalinan prematur dapat
dipastikan bayi tersebut mengalami BBLR, akan tetapi pada bayi yang BBLR belum dapat
dikatakan prematur karena penolong harus melihat kembali berapa umur kehamilan dan berat
saat bayi tersebut dilahirkan.\
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa komplikasi bayi dengan hiperbilirubinemia
pada persalinan dengan ketuban pecah dini (KPD) sebesar 20,97%. Untuk mendiagnosis
secara pasti kejadian hiperbilirubin pada seorang neonates salah satunya dengan anamnesis
yang cermat. Penyebab hiperbilirubinemia diantaranya disebabkan karena riwayat ikterus
pada anak sebelumnya, riwayat penyakit anemia dengan pembesaran hati, limpa atau
pengangkatan limpa dalam keluarga, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat
infeksi maternal, ketuban pecah dini (KPD), riwayat trauma persalinan (misalnya persalinan
dengan tindakan).
Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian dan kesakitan tersering dan penting pada
periode neonatal. Beberapa faktor umum berperan pada frekuensi dan keparahan infeksi
neonatal dan menekankan pentingnya arti diagnosa dini dan tepat serta pengobatan yang
sesuai. Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu persalinan
(intranatal) atau setelah lahir dan selama periode neonatal (pasca natal). Penyebaran
transplasenta merupakan jalan tersering masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh janin,
infeksi yang didapat saat persalinan terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau
dari cairan vagina, tinja dan urin ibu. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum diantaranya
adalah ketuban pecah dini dan BBLR.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hasil luaran janin pada
persalinan dengan ketuban pecah dini (KPD) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun
2009 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: cara persalinan terbanyak pada persalinan
dengan ketuban pecah dini (KPD) adalah persalinan spontan sebesar 58,74%, hasil luaran
janin terbanyak adalah asfiksia sebesar 55,2% dan tidak ditemukan angka kematian pada
persalinan dengan ketuban pecah dini (KPD) pada tahun 2009 ini, kejadian KPD di RS. Dr.
Hasan Sadikin pada tahun 2009 sekitar 143 kasus (4%).

Saran
Dengan masih adanya angka kesakitan pada hasil luaran persalinan dengan KPD maka
diperlukan suatu peningkatan keterampilan klinis dari setiap provider khusunya di bagian
Kebidanan sehingga kejadian morbiditas tersebut berkurang.

Daftar Pustaka
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Ed.4, Cet-1. Bina Pustaka.
Handono. Evaluasi Pengelolaan KPSW dengan dan tanpa oxytocin drip periode jan 2000
des 2001 : Naskah Lengkap KOGI XII. Bandung. 2003.
Williams. Obstetri Williams. Vol 1, ed-18 dan 21. EGC. Jakarta. 2002.
Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Kelurga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; 2008. p 295-312.
World Health Organization. WHO guidlines for the management of postpartum haemorraghe
and retained placenta. Prancis; 2009.
Soeroso A. Sosiologi 2. Quadra. 2008
Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo, D.Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Normal. Jakarta: Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiro Hardjo; 2008
Sulistiyani CN. Jurnal Hubungan Antara Paritas Dan Umur Ibu Dengan Kejadian Perdarahan
Postpartum Di Rs. Panti Wilasa Dr. Cipto Yakum Cabang Semarang. Semarang; 2010.
Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. 2007
Schuurmans N. Prevention and Management of Postpartum Haemorrahge. Prev and Manag
of PPH [serial online] 2010 Apr [diakses tanggal 20 juli 2012].
Thapa K, Malla B, Pandey, Amatya S. Intrauterine Condom Tamponade in Management of
Postpartum Haemorrhage [serial online] 2010 Apr 2010 [diakses tanggal 20 Juli 2010].
Hakimi. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : YEM. 2010.
Wiknjosastro H. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hardjo; 2008.
Chandra B. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC. 2008
Soufyan F, Suakarya S.W. Evaluasi Kasus-Kasus Rujukan Retensio Plasenta Kumpulan
Makalah Ilmiah Pertemuan Tahunan Perkumpulan POGI VII. Bandung: FKUP RSHS; 1991

Anda mungkin juga menyukai