Anda di halaman 1dari 19

FISIKA BANGUNAN LANJUTAN

PENCAHAYAAN BUATAN

DINUL CITRA HARDIYANTI

D51115019

TEKNIK ARSITEKTUR 2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga
Tugas Fisika Bangunan ini dapat saya selesaikan guna memenuhi salah satu syarat dalam
penyelesaian studi di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Penyusunan tugas Fisika Bangunan ini dimungkinkan oleh adanya dukungan dan
motivasi oleh orang-orang sekitar terutama dari orang tua kami yang telah memberikan fasilitas
agar kami mampu menyelesaikan tugas ini, teman-teman yang telah memberikan kami
masukan dan kritikan yang sangat bermanfaat, dan yang terpenting peran bapak Prof. Dr. Ir.
H. M. Ramli Rahim M. Eng, bapak IR. HUSNI KURUSENG, MT serta Dr. ENG. Hj.
ASNIAWATY, ST., MT. selaku dosen Fisika Bangunan yang telah memberikan banyak
bimbingan kepada saya. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada mereka.

Dan harapan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II.................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3
A. Pengertian Pencahayaan ............................................................................................ 3
B. Pengertian Pencahayaan Buatan ............................................................................... 3
C. Fungsi Pencahayaan Buatan ..................................................................................... 3
D. Sifat Dasar Cahaya .................................................................................................... 3
E. Sistem Pencahayaan Buatan ..................................................................................... 4
BAB III ................................................................................................................................. 9
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 9
A. Bagaiman Penggunaan Pencahayaan Buatan didalam Museum ............................... 9
B. Bagaimana Pencahayaan Buatan dalam menerangi karya 2D dan 3d. .................... 11
BAB IV ............................................................................................................................... 15
PENUTUP ........................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran dan Kritik ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang
aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik
memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.
Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem pencahayaan alami
dan sistem pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh
pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.
Bangunan adalah salah satu pengkonsumsi energi terbesar, World Green Building
Council menyebutkan bahwa sektor konstruksi menyerap 30-40% total energy dunia (Kerr,
2008). Oleh karenanya, penerapan konsep hemat energi dari sektor bangunan akan dapat
memberikan efek signifikan pada keberlanjutan ketersediaan energi. Salah satu upaya
penghematan energi pada bangunan adalah dengan optimalisasi desain untuk mewadahi
penggunaan potensi alam, termasuk di dalamnya pencahayaan. Studi pada bangunan kantor di
Hawaii menyebutkan bahwa 27% dari total konsumsi energi bangunan tergunakan untuk
pencahayaan buatan, dengan pengoptimalisasian penggunaan pencahayaan alami maka
persentase tersebut dapat ditekan. Masalah yang kemudian muncul adalah tentang kenyamanan
visual yang ditimbulkan oleh pencahayaan alami dalam ruang. Pengguna bangunan pada
dasarnya menghendaki adanya pencahayaan alami. Sebuah review pada reaksi pengguna
terhadap lingkungan dalam bangunan menyatakan bahwa tersedianya pencahayaan alami
secara optimal sangat diinginkan karena memenuhi dua kebutuhan dasar manusia: kebutuhan
visual untuk melihat baik bidang kerja maupun ruangan dan untuk mengalami stimulasi
lingkungan dari efek pencahayaan tersebut (Boyce, 1998 dalam IEA, 2000).
Kantor sebagai area kerja membutuhkan tingkat kenyamanan pencahayaan alami yang
memadai agar pengguna di dalamnya dapat melakukan aktivitas dengan lancar dan memiliki
produktivitas kerja yang baik. Kenyamanan visual dapat tercapai jika poin-poin kenyamanan
visual teraplikasikan secara optimal antara lain dengan kesesuaian rancangan dengan standar
terang yang direkomendasikan dan penataan layout ruangan yang sesuai dengan distribusi
pencahayaan. Namun mendasarkan penilaian kenyamanan hanya pada standar yang
direkomendasikan belum cukup, karena pengguna bangunan sebagai subjek yang merasakan

1
kenyamanan memiliki perilaku yang berbeda tiap individu yang mempengaruhi persepsi
mereka terhadap kenyamanan pencahayaan alami dalam ruang. Penilaian kenyamanan visual
dari pencahayaan alami akan tepat jika terdapat kesesuaian antara hasil terukur dari kesesuaian
rancangan dengan teori dan standar dengan persepsi penggunanya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pencahayaan alami pada kantor Gedung Dekanat Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang
2. Bagaimana korelasional rancangan Pencahayaan Alami dan Respon Pengguna

C. Tujuan
1. Mengetahui pencahayaan alami pada kantor Gedung Dekanat Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang
2. Mengetahui korelasional rancangan Pencahayaan Alami dan Respon Pengguna

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pencahayaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pencahayaan adalah proses, cara, perbuatan
memberi cahaya. Sedangkan cahaya itu sendiri diambil dari Wikipedia Bahasa Indonesia
adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata dengan panjang
gelombang sekitar 380-750 mm dimana menurut Oktavia ( 2010:9) dalam Neneng (2014)
cahaya merupakan prasyarat untuk pengllihatan manusia terutama dalam mengenali
lingkungan dan menjalankannya.

B. Pengertian Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh
pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.

C. Fungsi Pencahayaan Buatan


Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang
dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:
- Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta
terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat
- Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman
- Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja
- Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak
berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
- Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

D. Sifat Dasar Cahaya


Ada lima dasar sifat cahaya yaitu :
1. Refleksi , adalah proses pemantulan cahaya yang membentur bidang suatu obyek.
Pantulan cahaya tergantung pada sifat bidang yang memantulkan cahaya tersebut
(kasar-licin), sudut datng cahaya,posisi pengamatan terhadap bidang pantul.

3
2. Refraksi, adalah proses pembelokan arah cahaya akibat perubahan kecepatan cahaya
ketika sinar meninggalkan suatu medium tertentu.
3. Interferensi, adalah kemampuan untuk saling mendukung dan/ atau melemahkan cahaya
lain.
4. Transmisi, terjadi apabila gelombang cahaya diteruskan oleh suatu benda tanpa
pembelokan atau tanpa perubahan frekuensi. Tingkat transmisi atau transmittance ()
adalah perbandingan total cahaya yang diteruskan oleh suatu material dengan total
cahaya yang datang.
5. Absorbsi, adalah proses perubahan gelombang cahaya yang mengenai suatu permukaan
menjadi bentuk energy yang lain, biasanya energy panas.

E. Sistem Pencahayaan Buatan


1. Sistem Pencahayaan Merata
Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem
pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual
khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langilangit.
2. Sistem Pencahayaan Terarah
Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu.
Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.
Lebih dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai
sumber cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni melalui mekanisme pemantulan cahaya.
Sistem ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat
mengurangi efek menjemukan yang mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata.
3. Sistem Pencahayaan Setempat
Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang
memerlukan tugas visual. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang,
maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

4
Sistem pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5
macam yaitu:
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi.
Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena
dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran
langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit,
dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak
menyegarkan
2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan
sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem
pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang
diplester putih memiliki effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien
pemantulan antara 5-90%
3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan
sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem
direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem
ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan
sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langitlangit perlu
diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak
ada serta kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian
dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi
sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini
adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi
effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja. Penggunaan tiga cahaya utama adalah
hal umum yang berlaku di dunia film dan photography. Pada presentasi arsitektural
penggunaannya akan sedikit berbeda, walaupun masih dalam kerangka pemikiran yang sama.

5
Teknik pecahayaan dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Cahaya Utama (Key Light)
Key Light merupakan pencahayaan utama dari gambar kita, dan merepresentasikan bagian
paling terang sekaligus mendefiniskan bayangan pada gambar. Key Light juga
merepresentasikan pencahayaan paling dominan seperti matahari dan lampu interior. Meski
demikian peletakannya tidak harus persis tepat pada sumber pencahayaan yang kita inginkan.
Key light juga merupakan cahaya yang paling terang dan menimbulkan bayangan yang paling
gelap. Biasanya Key Light diletakkan pada sudut 450 dari arah kamera karena akan
menciptakan efek gelap, terang serta menimbulkan bayangan.
2. Cahaya pengisi (Fill light)
Fungsi fill light adalah melembutkan sekaligus mengisi bagian gelap yang diciptakan oleh
key light. Fill Light juga berfungsi menciptakan kesan tiga dimensi. Tanpa fill light ilustrasi
kita akan berkesan muram dan misterius, seperti yang biasa kita lihat pada film X-Files dan
film-film horor (disebut sebagai efek film-noir). Keberadaan fill light menghilangkan kesan
seram tersebut, seraya memberi image tiga dimensi pada gambar. Dengan demikian penciptaan
bayangan (cast shadows) pada fill light pada dasarnya tidak diperlukan. Rasio pencahayaan
pada fill light adalah setengah dari key light. Meskipun demikian rasio pencahayaan tersebut
bisa disesuaikan dengan tema ilustrasi. Tingkat terang Fill light tidak boleh menyamai Key
Light karena akan membuat ilustrasi kita berkesan datar. Pada dasarnya fill light diletakkan
pada arah yang berlawanan dengan key light, karena memang berfungsi mengisi bagian gelap
dari key light. Pada gambar di bawah key light diletakkan pada bagian kiri kamera dan fill light
pada bagian kanan. Fill light sebaiknya diletakkan lebih rendah dari key light
3. Cahaya Latar (Back Light)
Back Light berfungsi untuk menciptakan pemisahan antara objek utama dengan objek
pendukung. Dengan diletakkan pada bagian belakang benda back light menciptakan "garis
pemisah" antara objek utama dengan latar belakang pendukungnya. Pada ilustrasi di atas back
light digunakan sebagai pengganti cahaya matahari untuk menciptakan "garis pemisah" pada
bagian ranjang yang menjadi fokus utama dari desain. Karena cahaya matahari pada sore hari
menjelang matahari terbenam bernuansa jingga, maka diberikan warna jingga pada back light
tersebut. Selain itu back light juga menyebabkan timbulnya bayangan sehingga bagian cast-
shadow pada program 3D sebaiknya diaktifkan. Pada dasar-dasar pencahayaan, selain tiga
pencahayaan utama terdapat dua pencahayaan lain yang mendukung sebuah karya menjadi
terlihat nyata yang disebut cahaya tambahan.

6
Cahaya tambahan terdapat 2 macam yaitu :
1. Cahaya Aksentuasi (Kickers light)
Kickers berfungsi untuk memberikan penekanan (aksentuasi) pada objek-objek tertentu.
Lampu spot adalah yang terbaik digunakan karena mempunyai kemiripan dengan sifat lampu
spot halogen yang biasa dipergunakan sebagai elemen interior. Intensitas cahaya aksentuasi
tidak boleh melebihi key light karena akan menciptakan "over exposure" sehingga hasil karya
jadi terlihat seperti photo yang kelebihan cahaya.
2. Cahaya Pantul (Bounce light)
Setiap benda yang terkena cahaya pasti akan memantulkan kembali sebagian cahayanya.
Misalnya cahaya matahari masuk melalui jendela dan menimbulkan "pendar" pada bagian
tembok dan jendela. Warna pendaran cahaya tersebut juga harus disesuaikan dengan warna
material yang memantulkan cahaya. Semakin tingga kadar reflektifitas suatu benda, seperti
kaca misalnya, semakin besarlah "pendar" cahaya yang ditimbulkannya. Pada program-
program 3D tertentu seperti Lightwave dan program rendering seperti BMRT dari Renderman,
atau Arnold renderer. Efek Bounce Light bisa ditimbulkan tanpa menggunakan bounce light
tambahan. Program secara otomatis menghitung pantulan masing-masing benda berdasarkan
berkas-berkas photon yang datang dari arah cahaya.
Namun karena photon adalah sistem partikel, maka perhitungan algoritma pada saat
rendering akan semakin besar. Artinya waktu yang diperlukan untuk rendering akan semakin
besar. Ada kalanya proses ini memakan waktu 10 kali lebih lama dibandingkan dengan
menciptakan bounce light secara manual satu persatu. Proses simulasi photon yang lebih
dikenal sebagai radiosity tersebut sangat handal untuk menciptakan gambar still image, tetapi
tidak dianjurkan untuk membuat sebuah animasi. Penggunaannya akan sangat tergantung
kepada kondisi yang pembaca alami dalam proses pembuatan ilustrasi.
Bounce light merupakan elemen yang sangat penting dalam menciptakan kesan nyata
pada gambar kita. Tanpa bounce light maka ilustrasi arsitektur akan berkesan seperti gambar
komputer biasa yang kaku dan tidak berkesan hidup.

7
Pemantulan cahaya dibagi atas 2 bagian yaitu :
1. Specular Reflection
Pantulan sinar cahaya pada permukaan yang mengkilap dan rata seperti cermin yang
memantulkan sinar cahaya kearah yang dengan mudah dapat diduga.
2. Diffuse Reflection
Pantulan sinar cahaya pada permukaan tidak mengkilap seperti pada kertas atau batu. Pantulan
ini mempunyai distribusi sinar pantul yang tergantung pada struktur mikroskopik permukaan.

8
BAB III

STUDI KASUS

Pencahayaan Buatan Pada Museum

Penerangan benda pamer patung dibutuhkan sifat penerangan yang akan digunakan.
Sifat penerangan adalah cara bagaimana sinar dan bayang-bayang disebarkan pada sasaran
yang bergantung pada faktor arah jatuhnya sinar, sifat pengarahan dan penyebaran sinar. Arah
penyinaran yang berbeda-beda dapat mengakibatkan ekspresi sebuah benda pamer patung
berbeda-beda (Carpentier, 1993, hal.134-135). Sedangkan Menurut Sujana (2011),
pencahayaan/light merupakan bagian dari desain 3 dimensi dimana pencahayaan memperkuat
dimensi yang terbentuk dari desain 3 dimensi itu sendiri, pencahayaan bisa berasal dari sumber
cahaya alami maupun cahaya buatan (Gbr :1.1).

Gambar 1.1: Efek pencahayaan terhadap ekspresi benda pamer patung.


Sumber: Kuliah desain pencahayaan Arsitektur Atma Jaya Yogyakarta, 2012.

Menurut Lam (1977), sebuah objek atau ruang yang memiliki perhatian yang baik jarang sekali
digambarkan secara visual membosankan. Bagaimanapun juga sesuatu yang bersifat
membosankan tidak dapat dibuat menarik jika perancang hanya mengandalkan peningkatan
pencahayaan permukaan. Lingkungan tersebut dapat diubah jika pencahayaan mendapatkan
tambahan warna yang lebih relevan dan tepat bagi perhatian visual, dengan bayangan yang
dihasilkan oleh arah cahaya yang menekankan bentuk tiga dimensi, atau memakai cahaya yang

9
dramatis. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa, suasana menarik dapat diciptakan oleh pola
cahaya lampu uplight dan downlight melalui bayangan yang dihasilkan oleh arah cahaya lampu
serta penekanan bentuk tiga dimensi bangunan. Setiap informasi visual yang diterima oleh
indra penglihatan akan disampaikan ke otak yang kemudian mengolahnya sehingga
menghasilkan dampak psikologis tertentu. Dalam hal ini jelas terlihat besarnya pengaruh
pencahayaan dalam menciptakan dampak psikologis pada seorang karena hanya dengan
pencahayaanlah indra penglihatan mampu bekerja dan menerima informasi visual tentang
kondisi yang ada di sekelilingnya. Menurut Manurung (2009), cahaya menjadikan segala
sesuatu yang ada disekitar kita memiliki informasi visual sehingga otak mampu
menerjemahkannya dan menghasilkan respons tertentu. Estetika yang melekat pada sebuah
karya arsitekturpun mampu ditangkap oleh mata kerena kehadiran cahaya. Pencahayaan
menjadi sangat penting kerena sebagian informasi yang didapatkan manusia bersumber pada
indra penglihatan. Suatu ruang karya 3 demensi merupakan suatu ruang dengan aktivitas yang
terjadi secara terus menerus tidak tergantung dari cuaca yang ada. Kegiatan yang terjadi
memerlukan suatu ketelitian dan kecermatan para pengunjungnya sehingga diperlukan suatu
suasana yang sesuai dengan kebutuhan manusia dalam
melakukan aktivitasnya. Memperhatikan kondisi diatas, perlu kiranya direncanakan suatu
pencahayaan buatan yang baik sehingga aktivitas yang ada dapat berjalan dari waktu ke waktu
dengan baik tanpa terpengaruh keadaan luar.

Menurut Savitri (2001), Ada empat aspek yang penting dalam mengukur kualitas pencahayaan
dalam ruang baik secara fungsional maupun secara estetis yaitu Aspek fungsional sangat erat
hubungannya dengan kenyamanan melihat (visual comfort), dimana hal ini berkaitan dengan
fungsi pencahayaan sebagai pemberi terang pada sebuah ruangan. Sedangkan pada aspek
estetika dilihat sejauh mana pencahayaan buatan memiliki peran sebagai pembangun suasana
(as image builder), persepsi visual (visual perception), dan estetika yang akan menyampaikan
citra (image) suatu hasil karya desain tiga dimensi kepada pengunjungnya. Aspek estetika lebih
menekankan pada pendekatan secara parsial pada seseorang dalam membuat penilaian atau
kesan yang ditangkap dari pencahayaan tersebut. Proses ini dimulai dari ketika seseorang
memasuki sebuah
ruangan museum yang dilengkapi dengan sistem pencahayaan tertentu, kemudian orang ini
berdiri atau melakukan aktivitas tertentu, kemudian muncullah suatu kesan didalam benaknya
tentang suasana dan citra ruang tersebut, dimana citra tersebut merupakan manifestasi
keseluruhan dari identitas museum itu.

10
Menurut Sujana (2011), karakteristik desain komunikasi 3 dimensi jelas berbeda dengan media
2 dimensi. Media 3 dimensi memliki karakteristik antara lain memiliki volume/isi yang terbetuk
dari dimensi panjang, lebar dan tinggi. Berbeda dengan 2 dimensi yang hanya memiliki dimensi
panjang dan lebar sehingga hanya membetuk satuan luas saja. Secara visual media 3 dimensi
bisa
dinikmati/dilihat dari berbagai sudut pandang/view port (depan, belakang, samping, atas dan
bawah), berbeda dengan media 2 dimensi yang cenderung hanya bisa dinikmati dari satu sudut
pandang saja (depan). Dan memiliki permukanan dengan tekstur nyata (metal, plastik, kayu,
logam, kaca. dll). Selain mengetahui karekteristik media 3 dimensi juga penempatan/ruang
pameran desain komunikasi 3 dimensi karena hal tersebut sangat berpengaruh baik secara
konsep maupun tahap pengerjaan secara keseluruhan. Secara garis besar yang harus
diperhatikan diantaranya jenis penempatan/ruang pameran (outdoor atau indoor), luas ruangan
dan sumber cahaya.

Museum Affandi terdapat karya 2 dimensi dan 3 dimensi, mempunyai beberapa Galeri,
digaleri pertama dengan bentuk atap yang unik dari ruangan ini, ruangan ini dibuat Affandi
dengan inspirasi daun pisang, inspirasi yang di dapatkan saat berteduh dari air hujan
menggunakan daun pisang selain itu ada mobil dan sepeda serta beberapa alat lukis dan baju.
Total lukisan yang dipamerkan didalam museum ini adalah 50 buah, dan setiap 2 kali dalam
setahun lukisan yang dipajang akan diganti dengan lukisan Affandi yang lainnya. Sedangkan
galeri kedua terdapat beberapa karya seni dari sahabat-sahabat Affandi, yaitu berupa lukisan,
patung dari perunggu dan batu. Dan galeri ketiga digunakan sebagai ruang pajang koleksi
Affandi. sumber. http://yogyakarta.panduanwisata.com (Gbr: 1.3 & 1.4).

11
Gambar 1.2: Site Plan Museum Affandi, Lampiran.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012.
Ruang Galeri I dalam museum Affandi menggunakan sistem pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan. Sebagian besar dari pencahayaan itu berasal dari bukaan-bukan pada
dinding (jendela-pintu) dan sebagian lagi berasal dari lampu.

Gambar 1.3: Interior obyek 3 dimensi Galeri I


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012.
Galeri II sistem pencahayaan sangat tegantung pada lampu buatan sedangkan galeri III
berdasarkan hasil pengamatan visual karya-karya tata cahaya 6 yang ada di museum ditemukan
penataan yang terkesan terlalu redup dan kurang efektif, tidak efisien. Dari hal diatas tentunya
sangat mempengaruhi terhadap kualitas ruang dan kenyamanan pengunjung dalam melihat
obyek lukisan dan obyek 3 dimensi.

Gambar 1.4: Interior obyek 3 dimensi Galari II dan Galeri III


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012.

Permasalahan dalam Museum Affandi yang termasuk dalam penelitian pengaruh pencahayaan
buatan terhadap persepsi visual obyek tiga dimensi dengan kasus studi beberapa galeri I, II dan
III tidak sekedar memanfaatkan media dua dimensi sebagai kanvas dalam menyampaikan

12
pesan. Tetapi media tiga dimensi menghasilkan komunikasi yang lebih inovatif namun tetap
tidak menghilangkan hakekat dari penyampaian pesan pada audiesn (bisa berkomunikasi),
karena hal tersebut yang menjadi tujuan utama pembuatan sebuah desain komunikasi visual.
Sistem pencahayaan yang cenderung fungsional dari pada estetis dalam memenuhi kebutuhan
suasana hati (mood) pengunjungnya, sistem pencahayaan dalam interior Museum tidak
dimanfaatkan secara optimal dalam penyampaian citra Museum kepada pengunjungnya,
perancangan sistem pencahayaan merupakan aspek penting dalam proses perancangan
dimanfaatkan sebagai nilai jual estetika kepada pengunjungnya.

Menurut Manurung (2009), secara kualitatif pencahayaan dapat berhasil apabila mampu
memberikan respons yang postif dan memenuhi kebutuhan psikologis orang yang
mengamatinya. Kualitas pencahayaan memang sangat bersifat subjektif karena sangat
ditentukan oleh perasaan yang dihasilkan pada setiap individu. Untuk itu dalam mengukur
kualitas pencahayaan dari sebuah karya arsitektur, seorang perancang dapat melakukan suatu
pendekatan pada respons visual melalui suatu pengamatan maupun penelitian. Dengan adanya
respons masyarakat pada sebuah desain pencahayaan, terutama pencahayaan interior,
perancang dapat mengetahui kualitas pencahayaan yang ada. Pengukuran kualitas pencahayaan
secara objektif dapat menggunakan persepsi visual dengan metoda semantic differential yaitu
penilaian-penilaian diskriptif didapat dengan menggunakan skala bipolar dari atribut-atribut
yang berseberangan (Osgood, suci, & Tannenbaum dalam Sanoff, 1991). Dari keadaan tersebut
maka perlu dilakukan penelitian terhadap tiga galeri yaitu galeri I, galeri II dan galeri III
Museum Affandi di Kota Yogyakarta, khususnya dalam hal pencahayaan buatan terhadap
persepsi visual obyek tiga dimensi dari aspek fungsional dan estetika dengan menggunakan
program simulasi DIALux versi 4.10. Dari keempat aspek yang berhubungan dengan kualitas
pencahayaan dalam ruang yang telah di sebutkan, penelitian ini mencoba lebih fokus melalui
pendekatan pada aspek persepsi visual (visual perception).

Menurut Sanoff (1991), penggunaan persepsi visual akan menghasilkan penilaian yang lebih
objektif. Untuk mendapatkan respon yang tajam dari para responden, maka kata-kata yang
digunakan harus mampu mengungkapkan persepsi mereka serta mengarah kepada tujuan
penelitian. Kata-kata yang digunakan dalam mendapatkan respon pengamat didapatkan dari
telaah pustaka dengan beberapa tambahan kata yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan
kemajuan teknologi komputer dan keterjangkauan dari segi biaya dan waktu yang di butuhkan
dalam melakukan penelitian telah banyak programprogram komputer yang dapat digunakan

13
untuk menganalisa tata cahaya alami atau buatan, salah satu contoh adalah software untuk tata
cahaya arsitektur Radiance dan Lightscape kedua software tersebut benar-benar
menggabungkan antara seni dan fisika dan hasil simulasi pencahayaan kedua software tersebut
(virtual reality) hampir tidak dapat dibedakan dengan keadaan nyata (reality) (Prasasto
Satwiko, 2005). Salah satu program simulasi pencahayaan yang terbaru yaitu program simualsi
DIALux versi 4.10 adalah software free gratis yang 8 digunakan untuk mendesain tata cahaya
ruangan indoor/outdoor maupun tata cahaya objek lainnya. Program simulasi DIALux versi
4.10 ini dapat digunakan untuk menganalisa gradasi warna, intensitas cahaya, tekstur,
transparansi, refleksi permukaan bidang bangunan dan program ini mampu menghitung besar
cahaya dalam ruangan serta dilengkapi dengan material yang ada yang dapat divisualisasikan
baik secara dua dimensi maupun tiga dimensi. Kelebihan ini memberi peluang bagi
perencanaan ruang pencahayaan alami atau buatan untuk memanfaatkan kecepatan dan
ketepatan dalam meperhitungkan dan memvisualisasikan hasil analisa yang tentu akan berguna
untuk mendukung pengambilan keputusan desain ruang pencahayaan. Meski demikian,
keandalan suatu program simulasi tentu akan bergantung pada tingkat akurasi hasil
simulasinya. Untuk memberi keyakinan dan kepastian serta keakurasian dibutuhkan validasi.
Proses validasi yang biasa dilakukan adalah dengan membandingkan hasil simulasi dengan
hasil pengukuran lapangan (site measurement). Besarnya penyimpangannya akan menjadi
petunjuk untuk melakukan pengoptimalan (kalibrasi) hasil simulasi (Istiadji & Binarti, 2006).

14
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Pencahayaan buatan yang direncanakan dalam sebuah bangunan sangat lah terpengaruh
terhadap kegiatan yang di kerjakan. Sama hal nya seperti musem Yogjakarta yang dibahas.
Perletakaan titik pencahayaan buatan sangat mempengaruhi visualisasi yang ditimbulkan
terdapat karya-karya yang pamerkan atau diperlihatkan.
Sehingga sangat perlu dipertimbangkan hal hal tertentuk dalam merencanakan
pencahayaan pada sebuah musem sehingga hasil dari pencahayaan tersebut dapat menimbulkan
hal yang baik.

B. Saran dan Kritik


Saya sebagai penyusun mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sebagai
penyusun meminta kritik dan saran pembaca, sehingga makalah mengenai Pencahayaan
Buatan ini menjadi lebih baik.
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________

15
DAFTAR PUSTAKA

http://kumpulaninfosipil.blogspot.co.id/2012/02/pencahayaan-alami-dan-buatan.html

Jurnal Pembahasan Pencahayaan Buatan Pada Museum

Jurnal Lighting (Pencahayaan)

iv

Anda mungkin juga menyukai