TENTANG OUTSOURCING
KELAS 3A
DI SUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai
refrensi.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan
judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang
lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN:
BAB II PEMBAHASAN:
i
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecendrungan
uotsourcing yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang
tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima
pekerjaan.
1
Persoalan ketenagakerjaan bukan semata-mata soal melindungi pihak yang
perekonomiannya yang lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk mencapai
adanya keseimbangan antara kepentingan yang berlainan melainkan juga soal menemukan
jalan dan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak meninggalkan sifat kepribadian dan
kemanusian bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang
sebanyak-banyaknya dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan sebagai
imbalan atas jerih payahnya itu untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
2
Mengenai perjanjian penyedia jasa buruh pada Pasal 66 Undang-undang No 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja dari perusahaan penyedia jasa tidak
boleh digunakan oleh perusahaan pengguna untuk melaksanakan kegiatan pokok atau
kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kalimat
pertama pasal tersebut memberikan pemahaman seakan-akan antara perusahaan penyedia jasa
tenaga kerja dengan perusahaan pemberi kerja terjadi perjanjian sewa menyewa buruh. Hal
tersebut yang menyebabkan kemudian memicu pertentangan oleh elemen masyarakat sebagai
salah satu bentuk praktek perbudakan modern.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Melengkapi tugas Hukum Ketenagakerjaan
b. Mengetahui lebih jauh tentang Outsourcing
c. Memberikan manfaat bagi pembaca yang membacanya
3
BAB II
PEMBAHASAN
Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber.
Menurut Pasal 64 UUK, outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara
pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
yang dibuat secara tertulis.
Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2003, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan dibidang ketengakerjaan yang
mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun
ada, barang kali Permen Tenaga Kerja No. 2 Tahun 1993 tentang kesempatan kerja waktu
tertentu atau (KKWT), yang hanya merupakan salah satu aspek dari ousourcing.
Menurut MR. Soetikno dalam G. Karta Sapoetra dan RG Widianingsih bahwa hukum
ketenagakerjaan adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja
yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang
lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan
hubungan kerja tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hukum ketenagakerjaan merupakan
bagian dari hukum privat dan hukum publik. Dikatakan bersifat privat karena hukum
ketenagakerjaan mengatur hubungan orang-perorang dalam hal ini antara pekerja/buruh
dengan pengusaha/ majikan. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum publik yang oleh
pemerintah ditetapkan dengan suatu Undang-Undang. Dengan demikian hukum
ketenagakerjaan pada dasarnya harus mempunyaiunsur-unsur tertentu :
Adanya serangkaian peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Peraturan tersebut mengenai suatu kejadian.
Adanya orang (pekerja/buruh) yang bekerja pada pihak lain (majikan)
Adanya upah
5
Indonesia ditilik dari sejarahnya telah dilakukan bertahun-tahun yang lampau. Pada Putusan
P4P Nomor 65/59/II/02/c 5 Agustus 1959 mengenai tuntutan pekerja kontrak dari Kontraktor
Firma Semesta yang bekerja di Pacific Bechtel. Pekerja dipekerjakan dengan sistem seperti
yang dilakukan pada pekerjaan outsourcing, sehingga pada saat kontrak diputus begitu saja
antara kontraktor Firma Semesta dengan Pacific Bechtel, pekerja outsourcing tidak dapat
menuntut hak-haknya kepada kedua perusahaan tersebut. Namun demikian, ketiadaan
perlindungan bagi pekerja telah membuat pandangan masyarakat menjadi negatif. Pekerja
dianggap sebagai barang komoditi yang dapat dijual, dipindah tangankan, ditukar, yang
hanya diperhatikan apabila pengusaha menganggap dapat mempekerjakan pekerja yang
bersangkutan dan dapat disingkirkan begitu saja apabila pengusaha tidak memerlukannya
lagi. Pada kenyataannya hingga masa-masa sekarang ini di mana pekerja kesulitan mencari
pekerjaan, pekerja dihadapkan pada pilihan take it or leave it terhadap tawaran peluang
pekerja outsourcing atau tidak bekerja sama sekali.
6
Kasasi No.192 K/PHI/2007 yang memenangkan PT Bakrie Tosan Jaya oleh karena pada
dasarnya buruh outsourcing tersebut tidak mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan
pengguna, sehingga tidak mendapat perlindungan karena terjadi pengakhiran hubungan kerja.
7
perbulan untuk pekerja lajang.[8] Para pekerja outsourcing dalam hal upah ini tidak dapat
berbuat banyak untuk menuntut pengusaha. Sebab pada satu sisi upah yang diberikan telah
memenuhi ketentuan mengenai upah minimum, akan tetapi di sisi lain pengusaha tidak akan
menerima tuntutan pekerja outsourcing untuk disamakan kedudukannya dalam menerima
upah dengan pekerja yang lain, karena status dan kedudukannya hanya tergantung kepada
perusahaan pemberi kerja.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik
kesimpulan untuk permasalahan yang dikaji berikut ini:
1. Mekanisme penggunaan tenaga administrasi alih daya antara perusahaan tenaga alih
daya (outsourcing) dengan pengguna (user):
a. Hubungan kerja yang terjadi antara PT. S dan PT. O dilakukan antara
perusahaan outsourcing dengan pemberi kerja yang bukan pemilik pekerjaan
itu sendiri (catatan: PT. H adalah pemilik pekerjaan. Selanjutnya
penyebutan user dimaksudkan untuk PT. H dan PT. S) namun bukan
disubkontrakkan antar perusahaan outsourcing. Hubungan kerja demikian
belum tercantum dalam ketentuan yang ada sekarang ini.
9
b. Hambatan yang berasal dari peraturan disebabkan karena peraturan tentang
outsourcing yang ada sekarang ini masih belum tepat karena belum sesuai
dengan logika dan alur berpikir baik secara hukum maupun bisnis. Ketentuan
outsourcing untuk penyedia jasa pekerja/ buruh dalam Pasal 66 UU No. 13
Tahun 2003 tidak sesuai dengan peraturan outsourcing yang ada dibawahnya.
Selain itu, interpretasi kegiatan usaha pokok (core business) dan kegiatan
penunjang (non core business) menurut UU. No. 13 Tahun 2003 sudah tidak
sesuai dengan perkembangan bisnis yang ada dewasa ini.
3. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar penyelesaian masalah
ketenagakerjaan dapat dilakukan tanpa bertentangan dengan peraturan Permenakertrans No.
19 Tahun 2012 adalah: perusahaan mengajukan uji materi1
atas Permenakertrans ini atau Mengabaikannya dengan mempersiapkan diri
terhadap resiko kemungkinan menghadapi gugatan.
3.2 Saran
Penggunaan tenaga outsourcing suka tidak suka harus diakui tetap diperlukan.
Alasannya selain diatur oleh undang-undang, keberadaan tenaga kerja outsourcing sangat
dibutuhkan pengusaha dan calon tenaga kerja. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan -
perbaikan berikut dalam pelaksanaannya:
1. Bagi Pemerintah,
a) Ketentuan outsourcing di UU No 13 dan aturan pelaksanaannya sebaiknya
direvisi agar dapat memuat segala kekurangan pengaturan outsourcing yang
ada sekarang ini dan disesuaikan dengan kemajuan jaman dan praktik yang
ada dalam pelaksanaan kegiatan outsourcing. Selain itu juga mengakomodir
kepentingan pengusaha dan melindungi kepentingan pekerja.
b) Peraturan perundang-undangan khususnya ketenagakerjaan sebaiknya di
telaah setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap 5 (lima) tahun sekali untuk
memastikan peraturan yang ada masih sesuai dengan kondisi dan peraturan
lintas kementerian lain yang ada atau tidak.
c) Diusulkan agar dilakukan langkah pengawasan terhadap perusahaanperusahaan
outsourcing karena banyak perusahaan-perusahaan outsourcing
10
DAFTAR PUSTAKA
11