Anda di halaman 1dari 17

REVISI 1

TEKNIK TATA CARA KERJA


Studi Kasus Tata Cara Kerja Salah Satu Industri Tahu Asin di Kecamatan
Tamanan Kabupaten Bondowoso

Disusun oleh:

Denta Elsa Aulia (151710301021)


Prasetya Hadinata (151710301022)
Ummu At-Taanny (151710301065)
Ghozali Muntoro (151710301071)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
MARET 2017
BAB 1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua perusahaan yang berproses produksi akan selalu mengutamakan
produktifitasnya hasil produksinya. Proses produksi yang baik adalah proses yang
memperhatikan semua elemen-elemen dalam proses produksi tersebut, yakni
manusia sebagai operator, tata letak dan kondisi dari mesin dan equipment serta
lingkungan sekitarnya. Pengelolaan elemen-elemen pada proses produksi secara
efektif dan efisien akan mempengaruhi terhadap tingkat produktifitas di perusahaan
tersebut. Tingkat efisien dan efektifitas dalam sistem kerja dilihat dari perancangan
sistem kerja itu sendiri. Semakin baik perancangan sistem kerja yang dibuat maka
akan semakin baik pula tingkat produktifitas kerja.
Perhatian dari sisi ergonomi perlu diperhaikan pula, yakni dalam hal
kemampuan dan keterbatasan manusia dalam berkerja sehingga dapat sesuai
dengan sistem tersebut. Ukuran dan bentuk manusia dapat dijadikan pertimbangan
ergonomik dalam perancangan areal kerja, kursi atau meja dan peralatan kerja.
Perancangan display juga tidak kalah pentingnya terhadap pengaruh performa kerja
karena menyangkut semua rangsangan yang dapat diterima oleh semua indera
manusia terhadap lingkungan, seperti kondisi pencahayaan, suhu, dan suara.
Tahu merupakan makanan yang sangat familiar di Indonesia. Kandungan gizi
yang terjamin, harga yang murah menjadi salah satu alasan masyarakat Indonesia
menyukai tahu. Di daerah kabupaten Bondowoso sendiri ada daerah yang terkenal
sebagai produsen Tahu yaitu kecamatan Tamanan. Oleh karena itu, kami tertarik
untuk mengunjungi salah satu sentra industri tahu di tamanan untuk melihat tata
cara kerja disana dan melihat sisi ergonomi dari sentra tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini ialah:
1. Untuk mengetahui proses dan tata cara kerja pembuatan tahu.
2. Untuk mengetahui resiko yang dihadapi para pekerja pada pabrik tahu
tersebut.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Profil Industri
Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan
prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Tahu adalah
makan padat yang terbuat atas cetakan sari kedelai dengan proses pengendapan
protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan penambahan zat lain yang
diizinkan. Pada proses pembuatannya akan menghasilkan zat sisa seperti air bekas
olahan kedeli dan juga ampasnya.
Industri Tahu yang kami datangi berada di Desa Glintongan Kecamatan
Tamanan Kabupaten Bondowoso. Pemilik pabrik tahu ini bernama bapak Kusnadi,
pabrik ini beroperasi mulai pukul 05.00 12.00 setiap harinya. Industri tahu ini
berdiri sejak tahun 1992. Bapak kusnadi mendapatkan keahlian membuat tahu turun
temurun dari orang tua beliau. Bapak kusnadi membuat tahu dibantu oleh istri, anak
dan satu orang pekerja. Dulu bapak kusnadi menjual tahu di Pasar Tanjung Jember
tapi kini hanya menjual di pasar tamanan dikarenakan ketatnya persaingan. Ada dua
jenis tahu yang dibuat yang dibedakan berdasarkan ukuran tahu, tahu kecil dengan
harga Rp. 200/tahu dan tahu besar dengan harga Rp. 400/ tahu. Untuk bahan
pembuatan tahu yaitu kedelai, Bapak Kusnadi membeli di pasar.
2.2 Proses Pembuatan

Biji Kedelai

Perendaman selama 3 jam

Pecucian

Penghalusan

Perebusan

Pemisahan air tahu dengan Ampas


ampas

Penambahan asam cuka


selama 30 menit

Pencetakan

Pemotongan sesuai ukuran

Penggorengan

Tahu
Proses pembuatan tahu dimulai dari perendaman kedelai selama kurang lebih
3 jam, biasanya perendaman dilakukan pukul dua dini hari. Setelah direndam,
kedelai di cuci hingga bersih, saat pencucian ini kedelai diinjak-injak. Setelah
kedelai bersih, digiling menggunakan mesin penggiling, mesin penggiling yang
digunakan masih menggunakan tuas untuk meyalakannya. Setelah digiling hingga
halus, kedelai akan direbus dengan cara diuapkan. Uap yang digunakan berasal dari
hasil pembakaran bonggol jagung. Uap yng keluar mengalir melalui pipa-pipa
sambungannya hanya ditutup dengan karet bekas. Pemilihan bonggol jagung
sendiri karena api yang dihasilkan lebih panas. Perebusan ini dilakukan selama 1
jam. Setelah itu memisahkan air tahu dengan ampas tahu dengan cara mengambil
kedelai yang telah direbus dengan ember yang ditengah-tengahnya telah diberi
sepotong kayu untuk memegang ember tersebut, lalu si pekerja menggunakan
plastik yang diberi air untuk menahan panas yang dipancarkan dari kedelai tersebut.
Kedelai yang telah diambil kemudian diletakkan pada kain yang telah digantung
pada kayu yang dibentuk seperti tanda plus. Kemudian pekerja akan memeras
kedelai yang berada di atas kain, air yang keluar akan turun kebawah sedangkan
ampas tahu yang tertinggal diatas saringan akan dijadikan pakan sapi oleh pak
Kusnadi. Sebenarnya ampas tahu dapat dibuat menjadi tempe gembus, namun
karena tidak memiliki modal yang cukup pak Kusnadi tidak memproduksinya.
Kemudian air saringan kedelai ditambahkan asam cuka untuk membentuk tahu.
Lama penambahan asam cuka ini ialah selama 30 menit. Apabila telah muncul
bercak-becak putih mirip tahu, air kemudian diambil sedikit demi sedikit untuk
menyisakan bercak putih tersebut, air yang diambil bisa digunakan kembali sebagai
starter pembentuk tahu. Lalu tahu yang telah terbentuk diambil dan diletakkan pada
cetakan yang berbentuk persegi yang sebelumnya telah diberi alas kain. Tunggu
kurang lebih setengah jam sampai tahu memadat, kemudian tau dipotong dengan
ukuran yang diinginkan. Saat penggorengan tahu ada dua buah wajan yang
digunakan, penggunaan dua buah wajan agar tahu yang dihasilkan mengembang
dengan sempurna.
2.3 Analisis Perusahan
Dalam produksi pembuatan tahu ini, bapak Kusnadi melakukan sendiri semua
proses produksinya dengan bantuan salah seorang anaknya dan seorang pekerja.
Proses pencucian hingga penggilingan dilakukan oleh pekerjanya, sedangkan
proses pemerasan ampas tahu hingga mencetak tahu dilakukan oleh anaknya, untuk
menggoreng tahu bapak Kusnadi melakukannya bergiliran dengan istrinya. Tempat
produksi tahu bapak Kusnadi terletak disebelah rumahnya. Luas tempat produksi
tersebut hanya sekitar 6x4 meter, dengan tata letak yang menurut kami cukup
efisien. Mulai dari proses pencucian hingga penggorengan memiliki tempat yang
berurutan sehingga memudahkan pekerjaan. Namun, atap dari bangunan tersebut
tidak terlalu tinggi sehingga didalam pabrik tersebut terasa pengap apabila bapak
Kusnadi memulai produksinya, hal ini terjadi karena asap dari hasil perebusan dan
penggorengan tidak keluar secara sempurna. Hal tersebut dapat mengganggu
pernafasan apabila dihirup terus-menerus dan akan mengganggu produkivitas dari
pabrik tahu tersebut. Sebaiknya, atap dibuat lebih tinggi dan diatas dibuat corong
udara sehingga asap yang masih terperangkap dapat keluar melalui corong tersebut.
Selain dari corong udara yang tidak ada, terdapat beberapa resiko yang cukup
berbahaya yang dihadapi para pekerja. Seperti mesin penggiling yang
menggunakan tuas manual, apabila tidak berhati-hati mengunakannya tuas tersebut
dapat melukai pekerja. Saran kami untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan
memodifikasi mesin penggiling, dengan mengubah tuas manual dan diganti dengan
tuas otomatis sehingga ketika akan menyalakan mesin penggiling tidak lagi
membahayakan.
Resiko lainnya yang dihadapi pekerja ialah sambungan pipa pada tungku
perebusan kedelai. Pipa yang digunakan sudah menghitam dan pada sambungan
dari pipa tersebut dibalut karet bekas. Apabila panas yang dihasilkan oleh tungku
pembakaran terlalu panas, uap akan bocor melalui sambungan tersebut dan akan
membahayakan para pekerja. Saran kami ialah mengganti pipa dengan yang baru
dan memperbaiki sambungan pipa agar tidak terjadi kebocoran uap. Terakhir ialah
ketika memindahkan air rebusan kedelai ke atas kain saring, pekerja hanya
menggunakan plastik tebal yang diisi dengan air. Suhu dari perebusan tersebut
sangatlah tinggi, resiko untuk tangan pekerja tercelup kedalam air rebusan juga
tinggi karena tidak ada pengaman yang lebih memadai. Oleh karena itu, saran dari
kelompok kami ialah membuat pipa penyalur dari air rebusan tersebut, sehinggga
resiko tangan pekerja tercelup kedalam air bisa dihindari.
Dari penjelasan diatas, sangatlah penting untuk memerhatikan kenyamanan
dan keamanan tempat kerja. Tempat kerja yang nyaman dan aman akan
meningkatkan peforma dari pekerja itu sendiri sehingga tingkat produksipun juga
akan meningkat, secara otomatis pendapatan akan meningkat.
BAB 3. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Proses pembuatan tahu diawali dari pencucian dan perendaman biji kedelai
kemudian mengiling biji sampai halus, lalu meebus gilingan biji untuk
menghasilkan air tahu, setelah itu menambahkan asam cuka yang berfungsi
untuk membentuk gumpalan putih, yang kemudian gumpalan tersebut
diambil dan dicetak lalu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan.
2. Terdapat beberapa resiko kerja yang dihadapi ketika memproduksi tahu di
pabrik bapak Kusnadi, diantaranya ialah tinggi bangunan yang kurang
memadai sehingga didalam bangunan tersebut terasa panas dan pengap,
sambungan pipa perebusan yang hanya ditutup dengan karet bekas, dan
mesin pengiling yang masih menggunakan tuas yang dapat membahayakan
pekerjanya apabila si pekerja tidak hati-hati dalam memutarnya.
3. Beberapa resiko diatas dapat diselesaikan dengan mengganti peralatan lama
dengan peralatan baru atau memperbaiki yang rusak atau telah lapuk.
Denggan begitu resiko-resiko tersebut dapat ditekan atau bahkan
dihilangkan sehingga produktivitas dari pabrik tersebut dapat meningkat.
DOKUMENTASI

Mesin Penggiling Pekerja sedang menuang


air rebusan kedelai ke
atas kain saring

Saluran pipa untuk


mengalirkan uap yang
digunakan untuk merebus
kedelai
REVISI 1

ANALISIS ANTROPOMETRI TUBUH MANUSIA


Studi Kasus Desain Kursi Kerja Pada Bagian Pengemasan di CV. Best Cow

Disusun oleh:

Denta Elsa Aulia (151710301021)


Prasetya Hadinata (151710301022)
Ummu At-Taanny (151710301065)
Ghozali Muntoro (151710301071)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
MARET 2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah
merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa
produksi. Terutama dalam hal perancangan peralatan kerja. Perlunya
memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang bangun fasilitas dalam
dekade ini merupakan sesuatu yang tidak dapat ditunda. Hal tersebut tidak terlepas
dari pembahasan mengenai ukuran anthropometri tubuh operator maupun
penerapan data-data antropometrinya.
Dengan memiliki data antropometri yang tepat, maka seorang perancang
produk ataupun fasilitas kerja akan mampu menyesuaikan bentuk dan geometris
ukuran dari produk rancangannya dengan bentuk maupun ukuran segmen-segmen
bagian tubuh yang nantinya akan mengoperasikan produk tersebut. Oleh karena itu,
kami mengadakan penelitian pada CV. Best Cow untuk melihat ergonomi dari salah
satu fasilitas disana yaitu kursi yang digunakan pada proses pengemasan susu sapi
dengan menggunakan pendekatan antropometri.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian antropometri.
2. Untuk mendesain kursi kerja yang ideal sesuai dengan data pengukuran
antropometri yang telah dilakukan.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Antropometri
Istilah Antropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri
secara luas akan digunakan sebagai pertimbanganpertimbangan ergonomis dalam
memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
a) Perancangan areal kerja (Work station, interior mobil, dan sebagainya).
b) Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools),
dan sebagainya.
c) Perancangan produkproduk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja, dan
sebagainya.
d) Perancangan lingkungan fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan
menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk
tersebut. Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Antropometri statis, dimana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia
yang berada dalam posisi diam. Dimensi yang diukur pada Anthropometri
statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh.
Agar hasil pengukuran representatif, maka pengukuran harus dilakukan
dengan metode tertentu terhadap berbagai individu, dan tubuh harus
dalam keadaan diam.
2. Antropometri dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai
posisi tubuh yang sedang bergerak, sehingga lebih kompleks dan lebih
sulit diukur.

2.2 Objek Penelitian


Objek yang digunakan dalam penelitian ini ialah kursi pada proses
pengemasan susu sapi yang terdapat pada CV. Best Cow. Kursi yang dipakai oleh
pekerja dinilai oleh kelompok kami kurang nyaman karena desain kursi tersebut.
Dimensi dari kursi tersebut ialah tinggi kursi 76 cm dan lebar kursi 39 cm.

2.3 Analisis Antropometri Tubuh Manusia


Tabel 1. Hasil Pengukuran dan Perhitungan
Tinggi Lutut Panjang Tungkai Lebar
No Nama
Duduk (cm) Atas (cm) Pinggul (cm)
1 Prasetya Hadinata 49 50 37
2 Ummu At-Taanny 46 53 31
3 Ghozali Muntoro 47 48 32
4 Denta Elsa Aulia 44 49 38

Rata-rata 46,6 50 34,5

SD () 2,07 2,16 3,5

P5% 43,19485 46,4468 28,7425

P50% 46,6 50 34,5

P95% 50,00515 53,5532 40,2575


Ukuran Kursi
1. Lebar Kursi
Lebar kursi dan sandaran yang digunakan yaitu ditentukan dari hasil
perhitungan LP dengan P95%. Penggunaan hasil perhitungan LP dengan P95%
bertujuan agar karyawan terendah dan tertinggi dapat dengan nyaman
menggunakan kursi tersebut. Hasil perhitungan LP dengan P95% yaitu sebagai
berikut:
Ukuran rata-rata = 34,5 cm
Standar Deviasi () = 3,5

Persentil 95% = Rata-rata + (1,645 x )


= 34,5 + (1,645 x 3,5)
= 40,2575 cm
2. Tinggi Kaki Kursi
Ukuran yang digunakan untuk menentukan tinggi kaki kursi yaitu dengan
menggunakan perhitungan TPO dengan P50%. Penggunaan hasil perhitungan TPO
dengan P50% bertujuan agar karyawan terendah dan tertinggi dapat dengan
nyaman menggunakan kursi tersebut. Hasil perhitungan TPO dengan P50% yaitu
sebagai berikut:
Ukuran rata-rata = 46,6 cm
Standar Deviasi () = 2,07

Persentil 50% = Rata-rata


= 46,6 cm
BAB 3. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


1. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri secara
luas akan digunakan sebagai pertimbanganpertimbangan ergonomis dalam
memerlukan interaksi manusia.
2. Desain perancangan kursi kerja yang baru agar mengurangi dampak
kesehatan karena penggunaan yang kurang tepat ialah kursi dengan lebarr
sebesar 40,2575 cm dan tinggi sebesar 46,6 cm.
3. Merancang desain kursi yang sesuai dengan bentuk tubuh manusia
sangatlah penting dilakukan agar megurangi dampak kesehatan yang
mungkin ditimbulkan oleh penggunaan kursi yang tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Madyana. 1996. Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi. Yogyakarta:


Universitas Atma Jaya.
Iqbal, Hasan. 2006. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : PT Bumi
Aksara
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi pertama.
Jakarta: Guna Widya.

Anda mungkin juga menyukai