Anda di halaman 1dari 5

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Perusahaan


UMKM Echo Sambel merupakan usaha sambal kemasan dengan variant
ikan, yang didirikan oleh Ibu Eko Wahyuni pada tahun 2016. Usaha Echo Sambel
ini memiliki beberapa produk sambal yaitu sambal basah dan sambal kering.
Variant yang disediakan oleh Echo Sambal yaitu Sambel Pedo, Sambel Cakalang,
Sambel Teri, Sambel Terasi, Sambel Kemangi, Sambel Bawang dan Sambal
Coklat. Usaha ini memiliki tiga level kepedasan yaitu zonk, gobyos, dan kobong.
Tujuan usaha membuat tiga level ini supaya konsumen bisa menikmati sambel
tersebut dengan tingkat kepedasan yang diinginkan. Echo Sambel produksi setiap
hari dengan kapasitas produksi kurang lebih 5-7 kg. Pemesanan echo sambal ini
melalui sosial media ataupun bisa datang kerumah produksi yang berlokasi dijalan
Jl. Raung No. 55 Jember.
2.2 Proses Produksi
Cabai

Pencucian

Pemisahan Biji

Pemasakan ½ matang

BP, BM, Bahan


Pendukung, Gula, penghalusan
Garam dan
Rempah-rempah

Pemasakan selama 3 jam

pengemasan
2.3 Teknologi Tepat Guna

2.4 Identifikasi Masalah


Echo Sambal merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang
pengolahan cabai menjadi sambal kemasan. Setiap harinya Ibu Eko dapat
menghasilkan 15-30 botol sambal kemasan dan mengolah sebanyak 5-7 kg cabai
segar. Seluruh proses dilakukan secara manual oleh Ibu Eko sendiri. Untuk sekali
produksi Ibu Eko membutuhkan waktu lebih dari 5 jam.
Proses yang memakan waktu cukup lama ialah proses menggoreng cabai
hingga benar-benar matang. Selain itu, pada proses ini membutuhkan tenaga yang
banyak karena cabai harus diaduk secara terus menerus agar cabai matang secara
merata. Apabila proses pengadukan tersebut terputus, akan mempengaruhi hasil
akhir dari produk. Proses inilah yang terkadang Ibu Eko keluhkan. Sebab proses
pengadukan ini dilakukan secara manual, sehingga kondisi tangan yang
menggantung menyebabkan bagian lengan atas, bahu serta lengan bawah Ibu Eko
menjadi sakit. Hal tersebut menyebabkan, proses pengadukan akan terhenti karena
Ibu Eko harus istirahat sebentar. Selain itu, Ibu Eko memiliki cidera pada bagian
lengan bawahnya sehingga mempengaruhi kinerja dari Ibu Eko. Tata letak kompor
dan wajan yang digunakan dalam proses penggorengan berada di atas meja dengan
tinggi sekitar 1 meter sehingga Ibu Eko harus selalu berdiri untuk melakukan proses
penggorengan. Gambar berikut ini merupakan gambar proses penggorengan yang
dilakukan oleh Ibu Eko.

2.5 Rekomendasi dan Perancangan Desain Mesin Pengaduk Menggunakan


Metode 6 Thingking Hats
Metode yang digunakan oleh kelompok kami dalam merancang desain mesin
penggorengan yang efisien ialah menggunakan metode 6 thinking hats. Enam topi
berpikir/ Six Thinking Hats diciptakan oleh Dr. Edward de Bono, seorang penulis,
penemu, dokter, pemikir, sekaligus konsultan asal Republik Malta pada tahun 1985.
Menurutnya, manusia memiliki berbagai macam perspektif (sudut pandang) ketika
melihat sebuah masalah atau mengambil keputusan bisnis. Sehingga Enam topi
berpikir merupakan teknik ampuh yang diciptakan oleh Edward de Bono. Teknik
ini digunakan untuk melihat keputusan dari berbagai perspektif, yang membantu
untuk berpikir dengan cara yang berbeda dan memperoleh pandangan menyeluruh
mengenai sebuah situasi.
Banyak orang sukses berpikir dari sudut pandang yang rasional dan positif.
Namun demikian, jika tidak melihat sebuah masalah dari sudut pandang emosional,
kreatif, atau negatif, mereka dapat meremehkan penolakan terhadap rencana, gagal
membuat langkah kreatif, dan mengabaikan pentingnya rencana cadangan.
Sebaliknya, orang yang pesimis dapat menjadi sangat defensif, sementara orang
yang emosional bisa jadi tidak dapat melihat keputusan dengan tenang dan rasional.
Setiap topi berpikir akan membantu menilai masalah dari berbagai sudut
pandang, yang memungkinkan keputusan untuk menggabungkan ambisi,
efektivitas, sensitivitas, dan kreativitas. Jadi, macam-macam perspektif tersebut,
diumpamakan sebagai enam macam topi dengan warna yang berbeda. Menurut De
Bono (2005: 128) metafora topi dipakai untuk menggambarkan keenam aspek
berpikir tersebut, karena topi merupakan suatu yang dapat dipakai dan dilepaskan
dengan mudah, sebagaimana sebuah pendapat yang dapat dipakai atau dilupakan
begitu saja tanpa harus menimbulkan konflik sosial. Dalam metode Thinking Hats
merupakan penerapan dari Lateral Thinking STH, seseorang tidak hanya dilatih
untuk berkonsentrasi menyelesaikan suatu masalah dalam sekuens waktu tertentu,
tetapi juga dipersiapkan untuk dapat menerima dan menghargai pendapat orang
lain.
Berikut merupakan penjelasan dari skenario perancangan desain mesin
penggorengan otomatis yang kami lakukan menggunakan metode 6 thinking hats.
1. Topi Biru
Langkah awal dalam skenario ini menggunakan topi biru. Topi biru memiliki
arti fokus untuk menciptakan struktur. Membuat jadwal, mendefinisikan
masalah mengatur proses, dan lain-lain. Persoalan terbesar yang dihadapi
dalam usaha Ibu Eko ini ialah pada proses penggorengan yang membutuhkan
waktu lama dan tenaga yang banyak. Tujuan kelompok kami ialah ingin
merancang mesin otomatis yang memiliki fungsi tepat guna sehingga proses
produksi dapat berjalan lebih efektif dan efisien, sehingga dapat menghasilkan
produk yang lebih baik. Untuk proses perancangan mesin ini kelompok kami
akan menggunakan topi hijau, kuning, putih, hitam dan yang terakhir ialah topi
biru sebagai kesimpulan.
2. Topi Putih, Kuning, dan Hijau
Mengenakan topi putih artinya mengumpulkan informasi yang diperlukan
sebanyak-banyaknya. Informasi bisa berupa fakta dan data yang sifatnya netral
dan objektif. Topi kuning mempunyai spektrum positif yang cukup lebar,
terentang dari sisi logis dan praktis pada satu sisi dan impian, visi serta harapan
di sisi yang lain. Topi Hijau mewakili sisi kreatif. Pada topi ini bisa
mengembangkan solusi kreatif bagi semua masalah. Topi ini memungkinkan
untuk mengeksplorasi, dimana ide-ide kreatif mendapatkan paling sedikit
kritik.
Persoalan terbesar yang dihadapi dalam usaha ini ialah pada proses
penggorengan yang membutuhkan waktu lama dan tenaga yang banyak.
Apabila proses ini dikerjakan dapat menghabiskan waktu lebih dari 5 jam.
Selain itu, berisiko membuat pekerja menjadi mudah lelah dan proses produksi
menjadi tidak berjalan dengan baik. Ide yang akan dikembangkan oleh
kelompok kami untuk mengatasi masalah tersebut ialah merancang mesin
penggoreng otomatis. Konsep dari mesin ini sama seperti mesin mixer pada
produksi roti, yaitu terdapat tempat duduk wajan yang terhubung dengan alat
pengaduk, dan alat pengaduk tersebut digerakkan dengan mesin secara terus-
menerus dengan kecepatan stabil. Berikut merupakan gambar dari desain
mesin penggoreng otomatis yang kelompok kami kerjakan. Kami optimis
mesin ini akan mempermudah pekerjaan Ibu Eko. Sebab mesin ini dapat
bergerak secara kontinyu dengan kecepatan stabil sehingga tingkat kematangan
dari cabai yang digoreng akan sama dan rata. Selain itu, kapasitas yang besar
akan lebih mempersingkat waktu produksi karena Ibu Eko dapat menggoreng
cabai dengan kapasitas yang lebih besar.
3. Topi Hitam
Topi hitam adalah lambang kritis dan kehati-hatian. Ia menganalisis dan
menilai semua sisi negatif dari suatu persoalan, mencari semua faktor resiko,
kesulitan dan kelemahan suatu ide. Topi hitam juga mengajak untuk selalu
berada di jalan yang benar, tidak melanggar, tidak melakukan hal bodoh dan
ilegal. Topi hitam mengajak untuk selalu bersikap logis. Tapi jangan
berlebihan berlebihan menggunakan topi hitam karena akan menyebabkan sifat
pesimis.
Kelemahan dari ide ini ialah mesin yang
4. Topi Biru
Topi biru digunakan untuk mengontrol proses berpikir dan penggunaan topi –
topi lainnya. Biasanya digunakan oleh ketua kelompok pada awal pertemuan
untuk memberi gambaran tentang situasi yang dihadapi, arah mana yang
hendak di tuju, serta tujuan apa yang ingin di capai. Pada akhir pertemuan, topi
biru juga biasanya meminta kesimpulan, keputusan, rangkuman atau solusi.
Di bawah topi biru juga ditentukan rencana atau langkah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai