UMKM Echo Sambel merupakan usaha sambal kemasan dengan variant ikan, yang didirikan oleh Ibu Eko Wahyuni pada tahun 2016. Usaha Echo Sambel ini memiliki beberapa produk sambal yaitu sambal basah dan sambal kering. Variant yang disediakan oleh Echo Sambal yaitu Sambel Pedo, Sambel Cakalang, Sambel Teri, Sambel Terasi, Sambel Kemangi, Sambel Bawang dan Sambal Coklat. Usaha ini memiliki tiga level kepedasan yaitu zonk, gobyos, dan kobong. Tujuan usaha membuat tiga level ini supaya konsumen bisa menikmati sambel tersebut dengan tingkat kepedasan yang diinginkan. Echo Sambel produksi setiap hari dengan kapasitas produksi kurang lebih 5-7 kg. Pemesanan echo sambal ini melalui sosial media ataupun bisa datang kerumah produksi yang berlokasi dijalan Jl. Raung No. 55 Jember. 2.2 Proses Produksi Cabai
Pencucian
Pemisahan Biji
Pemasakan ½ matang
BP, BM, Bahan
Pendukung, Gula, penghalusan Garam dan Rempah-rempah
Pemasakan selama 3 jam
pengemasan 2.3 Teknologi Tepat Guna
2.4 Identifikasi Masalah
Echo Sambal merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang pengolahan cabai menjadi sambal kemasan. Setiap harinya Ibu Eko dapat menghasilkan 15-30 botol sambal kemasan dan mengolah sebanyak 5-7 kg cabai segar. Seluruh proses dilakukan secara manual oleh Ibu Eko sendiri. Untuk sekali produksi Ibu Eko membutuhkan waktu lebih dari 5 jam. Proses yang memakan waktu cukup lama ialah proses menggoreng cabai hingga benar-benar matang. Selain itu, pada proses ini membutuhkan tenaga yang banyak karena cabai harus diaduk secara terus menerus agar cabai matang secara merata. Apabila proses pengadukan tersebut terputus, akan mempengaruhi hasil akhir dari produk. Proses inilah yang terkadang Ibu Eko keluhkan. Sebab proses pengadukan ini dilakukan secara manual, sehingga kondisi tangan yang menggantung menyebabkan bagian lengan atas, bahu serta lengan bawah Ibu Eko menjadi sakit. Hal tersebut menyebabkan, proses pengadukan akan terhenti karena Ibu Eko harus istirahat sebentar. Selain itu, Ibu Eko memiliki cidera pada bagian lengan bawahnya sehingga mempengaruhi kinerja dari Ibu Eko. Tata letak kompor dan wajan yang digunakan dalam proses penggorengan berada di atas meja dengan tinggi sekitar 1 meter sehingga Ibu Eko harus selalu berdiri untuk melakukan proses penggorengan. Gambar berikut ini merupakan gambar proses penggorengan yang dilakukan oleh Ibu Eko.
2.5 Rekomendasi dan Perancangan Desain Mesin Pengaduk Menggunakan
Metode 6 Thingking Hats Metode yang digunakan oleh kelompok kami dalam merancang desain mesin penggorengan yang efisien ialah menggunakan metode 6 thinking hats. Enam topi berpikir/ Six Thinking Hats diciptakan oleh Dr. Edward de Bono, seorang penulis, penemu, dokter, pemikir, sekaligus konsultan asal Republik Malta pada tahun 1985. Menurutnya, manusia memiliki berbagai macam perspektif (sudut pandang) ketika melihat sebuah masalah atau mengambil keputusan bisnis. Sehingga Enam topi berpikir merupakan teknik ampuh yang diciptakan oleh Edward de Bono. Teknik ini digunakan untuk melihat keputusan dari berbagai perspektif, yang membantu untuk berpikir dengan cara yang berbeda dan memperoleh pandangan menyeluruh mengenai sebuah situasi. Banyak orang sukses berpikir dari sudut pandang yang rasional dan positif. Namun demikian, jika tidak melihat sebuah masalah dari sudut pandang emosional, kreatif, atau negatif, mereka dapat meremehkan penolakan terhadap rencana, gagal membuat langkah kreatif, dan mengabaikan pentingnya rencana cadangan. Sebaliknya, orang yang pesimis dapat menjadi sangat defensif, sementara orang yang emosional bisa jadi tidak dapat melihat keputusan dengan tenang dan rasional. Setiap topi berpikir akan membantu menilai masalah dari berbagai sudut pandang, yang memungkinkan keputusan untuk menggabungkan ambisi, efektivitas, sensitivitas, dan kreativitas. Jadi, macam-macam perspektif tersebut, diumpamakan sebagai enam macam topi dengan warna yang berbeda. Menurut De Bono (2005: 128) metafora topi dipakai untuk menggambarkan keenam aspek berpikir tersebut, karena topi merupakan suatu yang dapat dipakai dan dilepaskan dengan mudah, sebagaimana sebuah pendapat yang dapat dipakai atau dilupakan begitu saja tanpa harus menimbulkan konflik sosial. Dalam metode Thinking Hats merupakan penerapan dari Lateral Thinking STH, seseorang tidak hanya dilatih untuk berkonsentrasi menyelesaikan suatu masalah dalam sekuens waktu tertentu, tetapi juga dipersiapkan untuk dapat menerima dan menghargai pendapat orang lain. Berikut merupakan penjelasan dari skenario perancangan desain mesin penggorengan otomatis yang kami lakukan menggunakan metode 6 thinking hats. 1. Topi Biru Langkah awal dalam skenario ini menggunakan topi biru. Topi biru memiliki arti fokus untuk menciptakan struktur. Membuat jadwal, mendefinisikan masalah mengatur proses, dan lain-lain. Persoalan terbesar yang dihadapi dalam usaha Ibu Eko ini ialah pada proses penggorengan yang membutuhkan waktu lama dan tenaga yang banyak. Tujuan kelompok kami ialah ingin merancang mesin otomatis yang memiliki fungsi tepat guna sehingga proses produksi dapat berjalan lebih efektif dan efisien, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih baik. Untuk proses perancangan mesin ini kelompok kami akan menggunakan topi hijau, kuning, putih, hitam dan yang terakhir ialah topi biru sebagai kesimpulan. 2. Topi Putih, Kuning, dan Hijau Mengenakan topi putih artinya mengumpulkan informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya. Informasi bisa berupa fakta dan data yang sifatnya netral dan objektif. Topi kuning mempunyai spektrum positif yang cukup lebar, terentang dari sisi logis dan praktis pada satu sisi dan impian, visi serta harapan di sisi yang lain. Topi Hijau mewakili sisi kreatif. Pada topi ini bisa mengembangkan solusi kreatif bagi semua masalah. Topi ini memungkinkan untuk mengeksplorasi, dimana ide-ide kreatif mendapatkan paling sedikit kritik. Persoalan terbesar yang dihadapi dalam usaha ini ialah pada proses penggorengan yang membutuhkan waktu lama dan tenaga yang banyak. Apabila proses ini dikerjakan dapat menghabiskan waktu lebih dari 5 jam. Selain itu, berisiko membuat pekerja menjadi mudah lelah dan proses produksi menjadi tidak berjalan dengan baik. Ide yang akan dikembangkan oleh kelompok kami untuk mengatasi masalah tersebut ialah merancang mesin penggoreng otomatis. Konsep dari mesin ini sama seperti mesin mixer pada produksi roti, yaitu terdapat tempat duduk wajan yang terhubung dengan alat pengaduk, dan alat pengaduk tersebut digerakkan dengan mesin secara terus- menerus dengan kecepatan stabil. Berikut merupakan gambar dari desain mesin penggoreng otomatis yang kelompok kami kerjakan. Kami optimis mesin ini akan mempermudah pekerjaan Ibu Eko. Sebab mesin ini dapat bergerak secara kontinyu dengan kecepatan stabil sehingga tingkat kematangan dari cabai yang digoreng akan sama dan rata. Selain itu, kapasitas yang besar akan lebih mempersingkat waktu produksi karena Ibu Eko dapat menggoreng cabai dengan kapasitas yang lebih besar. 3. Topi Hitam Topi hitam adalah lambang kritis dan kehati-hatian. Ia menganalisis dan menilai semua sisi negatif dari suatu persoalan, mencari semua faktor resiko, kesulitan dan kelemahan suatu ide. Topi hitam juga mengajak untuk selalu berada di jalan yang benar, tidak melanggar, tidak melakukan hal bodoh dan ilegal. Topi hitam mengajak untuk selalu bersikap logis. Tapi jangan berlebihan berlebihan menggunakan topi hitam karena akan menyebabkan sifat pesimis. Kelemahan dari ide ini ialah mesin yang 4. Topi Biru Topi biru digunakan untuk mengontrol proses berpikir dan penggunaan topi – topi lainnya. Biasanya digunakan oleh ketua kelompok pada awal pertemuan untuk memberi gambaran tentang situasi yang dihadapi, arah mana yang hendak di tuju, serta tujuan apa yang ingin di capai. Pada akhir pertemuan, topi biru juga biasanya meminta kesimpulan, keputusan, rangkuman atau solusi. Di bawah topi biru juga ditentukan rencana atau langkah selanjutnya.