Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Soekarto (1985), pengujian organoleptik mempunyai macam-
macam cara. Pengujian organoleptik ialah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Uji organoleptik dapat disebut juga yang termasuk dalam uji mutu
hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang,
suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat
– tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka“ dapat
mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka , suka, agak suka.
Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka“ dapat mempunyai skala hedonik seperti
suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan
suka tetapi juga bukan tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendaki.
Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu
menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara
statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk
mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai
secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji
hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir sebelum melakukan
penginderaan. Sebagai contoh pembanding dapat digunakan komoditi baku,
komoditi yang sudah dipasarkan atau bahan yang sudah diketahui sifatnya. Oleh
karena itu, kami mengambil beberapa sampel minyak telon yang akan diujikan
kepada panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap beberapa
merek minyak telon yang beredar di pasaran.

1.2 Tujuan
Tujuan dalam praktikum afektif produk komersial adalah untuk mengetahui
respon panelis terhadap tingkat penerimaan produk erdasarkan karakteristik yang
dimiliki dengan skala hedonik.
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Sensoris


Evaluasi sensori adalah metode ilmiah yang digunakan untuk menimbulkan,
mengukur, menganalisis dan menafsirkan respon yang dirasakan dari suatu produk
melalui indra manusia. Evaluasi sensori dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu
pengujian objektif dan subjektif. Dalam pengujian objektif atribut sensori produk
dievaluasi oleh panelis terlatih. Sedangkan pada pengujian subjektif atribut sensori
produk diukur oleh panelis konsumen (Kemp et al., 2009).
Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan produk
dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat
mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan
produk. Evaluasi sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang
dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi,
mengidentifikasi area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah
diperoleh, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama
proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi promosi
produk. Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta korelasi antara
pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh dengan eveluasi
sensori (Setyaningsih dkk, 2010).
Pengujian organoleptik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu uji
pembedaan (discriminative test), uji deskripsi (descriptive test), uji
pemilihan/penerimaan (preference/acceptance test), dan uji skalar. Uji pembedaan
dan uji penerimaan biasa digunakan dalam penelitian analisa proses dan penilaian
hasil akhir. Sedangkan uji skalar dan uji deskripsi biasa digunakan dalam
pengawasan mutu (Quality Control). Dalam uji penerimaan dan uji skalar
diperlukan sampel pembanding. Sampel pembanding yang digunakan adalah
komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan yang telah diketahui
sifatnya. Yang perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan faktor pembanding adalah
satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu. Jadi sifat lain yang tidak
3

dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan
(Susiwi, 2009).

2.2 Panelis
Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian
organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis
merupakan instumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat–sifat sensorik
suatu produk. Menurut Soekarto (2002), ada 6 macam panel yang biasa digunakan,
yaitu :
2.2.1 Panel Perseorangan
Panel ini tergolong dalam panel tradisional atau panel kelompok seni (belum
memakai memakai metode baku). Keistimewaan pencicip ini adalah dalam waktu
singkat dapat menilai suatu hasil dengan tepat, bahkan mampu menilai pengaruh
macam- macam perlakuan, misalnya bahan baku dan cara pengolahan. Tetapi
kemampuan pencicip perseorangan hanya terbatas pada komoditas tertentu,
sehingga masing-masing komoditas memerlukan panelis yang berbeda sesuai
dengan keahlian masing-masing. Orang yang menjadi panel perseorangan
mempunyai kepekaan spesifk yang tinggi. Kepekaan ini merupakan bawaan lahir
dan ditingkatkan kemampuannya dengan latihan dalam jangka waktu lama.
2.2.2 Panel pencicip terbatas
Panel pencicip terbatas terdiri dari 3 sampai 5 orang penilai yang memiliki
kepekaan tinggi. Syarat untuk bisa menjadi panelis terbatas adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai kepekaan tinggi terhadap komoditi tertentu
b. Mengetahui cara pengolahan, peranan bahan dan teknik pengolahan, serta
mengetahui pengaruhnya terhadap sifat- sifat komoditas.
c. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara- cara penilaian
organoleptik.
2.2.3 Panel terlatih
Anggota panel terlatih adalah 15 sampai 25 orang. Tingkat kepekaan yang
diharapkan tidak setinggi panel pencicip terbatas. Panel terlatih berfungsi sebagai
alat analisis, dan pengujian yang dilakukan terbatas pada kemampuan
4

membedakan. Untuk menjadi seorang panelis terlatih, maka prosedur pengujian


yang harus diikuti adalah :
a. Uji segitiga (triangel test)
b. Uji pembanding pasangan (paired comparison)
c. Uji penjenjangan (ranking)
d. Uji pasangan tunggal (single stimulus test)
2.2.4 Panel agak terlatih
Jumlah anggota panel agak terlatih adalah 15 sampai 25 orang. Panel ini
tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil
dari orang awam yang tidak mengenal sifat sensorik dan penilaian organoleptik.
Termasuk di dalam panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf
peneliti yang dijadikan panelis secara musiman.
2.2.5 Panel tak terlatih
Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Pemilihan anggotanya lebih
mengutamakan segi sosial, misalnya latar belakang pendidikan, asal daerah, dan
kelas ekonomi dalam masyarakat. Panel tak terlatih digunakan untuk menguji
kesukaan (preference test).
2.2.6 Panel konsumen
Anggota panel konsumen antara 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya
mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan sebelum pengujian pasar.
Dengan pengujian ini dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk.

2.3 Uji Penerimaan


2.3.1 Uji Kesukaan
Uji kesukaan disebut juga uji hedonik, dilakukan apabila uji dari desain
untuk memilih satu produk diantara produk lain secara langsung. Uji ini dapat
diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembanding produk dengan
produk pesaing. Uji kesukaan meminta penelis untuk harus memilih satu pilihan
diantara yang lain. Maka dari itu, produk yang tidak dipilih dapat menujukkan
bahwa produk tersebut disukai atau tidak disukai. Panelis diminta tanggapan
5

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis


mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik. Skala hedonik dapat juga direntangkan atau dialirkan menurut rentangan
skala yang akan dikehendakinya. Skala hedonik juga dapat diubah menjadi skala
numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik dapat
dilakukan analisis secara parameterik (Soekarto, 2002). Penilaian dalam uji hedonik
ini dilakukan bersifat spontan. Hal ini panelis diminta untuk menilai suatu produk
secara langsung dan pada saat itu juga mencoba tanpa membandingkan dengan
produk sebelum atau sesudahnya (Raharjo, 2000).
2.3.2 Uji Mutu Hedonik
Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau
tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik atau
buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Oleh karena itu bebeapa ahli memasukkan
uji mutu hedonik ini kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari
pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat besifat umum, yaitu
baik atau buruk dan bersifat empuk-keras untuk daging. Pulen-keras untuk nasi dan
renyah untuk mentimun. Rentang skala hedonik berkisar dari sangat buruk sampai
sangat baik. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sampai dengan tingkat mutu
hedonik. Jumlah tingkat skala juga tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan
dari sensitifitas antar skala. Prinsip uji mutu hedonik ini mencoba suatu produk
tanpa membandingkan dengan sampel lain (Nuraini, 2013).
2.3.2 Uji Skalar
Uji skalar merupakan uji dimana panelis menyatakan besaran kesan yang
diperolehnya. Besaran tersebut dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam
bentuk skala numeric (Susiwi,2009).
Pengujian skalar meliputi uji skalar garis, uji scoring, uji perbandingan
pasangan, prinsip ini menyerupai uji pasangan. Perbedaannya adalah pada uji
pasangan pertanyaannya ada atau tidak adanya perbedaan ditambah mana yang
lebih dan dilanjutkan dengan tingkat lebihnya (Adawyah,R,2006).
6

Besaran skalar digambarkan dalam bentuk garis lurus berrah dengan


pembagian skala dengan jarak yang sama dan pita skalar yaitu dengan degradasi
yang mengarah seperti warna (Ridwan.2005).

2.4 Metode Analisa Data Chi-Square


Sebuah metode statistika nonparametrik yang paling terkenal dan banyak
digunakan ialah uji chi kuadrat. Uji ini tidak dibatasi oleh asumsi-asumsi ketat
tentang jenis populasi maupun parameter populasi, yang dibutuhkan hanya derajat
bebas. Uji chi kuadrat menggunakan teknik goodness of fit, yaitu dapat digunakan
untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang nyata antara banyak yang diamati
yang masuk dalam masing-masing kategori dengan banyak yang diharapkan
berdasarkan hipotesis nol (Suciptawati, 2010). Chi square test atau tes kai kuadrat
tergolong ke dalam jenis statistik nonparametrik sehingga chi square test tidak
memerlukan syarat data berdistribusi normal (Sufren dan Natanael, 2013).
Karakteristik Chi‐Square:
a. Nilai Chi Square selalu positif karena merupkan hasil pengkuadratan.
b. Terdapat beberapa kelompok distribusi Chi Square, yaitu distribusi Chi square
dengan dk=1, 2, 3, dst.
c. Datanya berbentuk diskrit atau nominal
Chi Kuadrat dapat digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel
atau satu variabel, yang terdiri atas dua kategori atau lebih. Selain itu dapat
digunakan untuk menguji hipotesis komparatif 2 sampel atau 2 variabel serta untuk
menguji hipotesis asosiatif yang berskala nominal. Berikut merupakan macam-
macam jenis perhitungan chi square test.
2.4.1 Chi square untuk uji hipotesis deskriptif satu sampel
Menurut Sugiyono (2013), Chi square satu sampel adalah teknik statistik
yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas
dua atau lebih klas, data berbentuk nominal dan sampelnya besar. Yang dimaksud
hipotesis deskriptif dapat merupakan estimasi/dugaan terhadap ada tidaknya
perbedaan frekuensi antara kategori satu dan kategori lain dalam sebuah sampel
tentang sesuatu hal.
7

Rumus :
(𝑓𝑜 − 𝑓ℎ)2
𝑥2 = ∑
𝑓ℎ

Dimana :
𝑥2 = Chi square
𝑓̥ = Frekuensi yang diobservasi
𝑓ℎ = Frekuensi yang diharapkan

2.4.2 Chi square untuk uji hipotesis komparatif dua sampel independen
Menguji komparatif dua sampel independen berarti menguji signifikansi
perbedaan nilai dua sampel yang tidak berpasangan. Sampel independen biasanya
digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan penelitian survey,
sedangkan sampel berpasangan banyak digunakan dalam penelitian eksperimen.
Chi square digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel bila datanya
berbentuk nominal dan sampelnya besar. Cara perhitungan dapat menggunakan
rumus yang telah ada atau dapat menggunakan tabel kontingensi 2x2 (2 baris x 2
kolom) (Sugiyono, 2013).
Tabel Kontingensi :
Sampel Frekuensi pada: Jumlah Sampel
Obyek I Obyek II
Sampel A A B A+B
Sampel B C D C+D
Jumlah A+C B+D N
N = jumlah sampel
Rumus :
1
(|𝐴𝐷 − 𝐵𝐶|− 𝑁 )2
2 2
𝑥 = (𝐴+𝐵)(𝐶+𝐷)(𝐴+𝐶)(𝐵+𝐷)
8

2.4.3 Chi square untuk uji hipotesis komparatif k sampel independen


Chi square k sampel digunakan untuk menguji hipotesis komparatif lebih
dari dua sampel, atau untuk memeriksa apakah sampel-sampel yang diambil secara
acak variabelnya berasal dari populasi yang homogen bila datanya berbentuk diskrit
atau nominal. Dalam uji ini hipotesis nol adalah frekuensi atau proporsi k sampel
berasal dari populasi yang sama atau populasi yang identik (Suciptawati, 2010).
Rumus:
(𝑓𝑜−𝑓ℎ)2
𝑥2 = ∑
𝑓ℎ

Dimana :
𝑥2 = Chi square
𝑓̥ = Frekuensi yang diobservasi
𝑓ℎ = Frekuensi yang diharapkan

2.5 Minyak Telon


Minyak telon (dari bahasa jawa, telu, tiga) adalah minyak yang sering
dibalutkan pada tubuh baby dengan campuran dari minyak adas, minyak kayu putih
dan minyak kelapa dalam kadar yang berbeda-beda. Komposis yang yang biasanya
dipakai adalah 3:3:4, minyak kelapa berfungsi sebagaai pelarut. Beberapa rodusen
masa kini mengubah komposisi misalnya (2:2:4) menambah komponen lain sebagai
campuran,seperti minyak lapender atau mengganti minyak kelapa dengan minyak
lain seperti minyak saitun.
Tidak jarang pemakaian minyak telon banyak menimbulkan pro maupun
kontra,namun dengan banyaknya penggunaan minyak telon. Tidak ada salahnya
bagi anda untuk menggunakan minyak telon pada buah hati anda. Minyak telon
merupakan salah satu ramuan alami yang menbantu kita merasa nyaman.
Komposisi masing-masing minyak dalam minyak telon biasanya adalah 3:3:4.
Minyak kelapa berfungsi sebagai minyak pembawa atau pelarut (carrier oil). Saat
ini beberapa produsen minyak telon ada yang memproduksi minyak telon dengan
komposisi yang berbeda, misalkan 1:1:3 ataupun menambah minyak lain sebagai
9

campuran seperti minyak esensial lavender, bahkan ada yang mengganti minyak
kelapa dengan minyak Zaitun (olive oil). Namun manfaatnya akan berbeda dan
aroma khas minyak telon tak tercium lagi (Burdock 2010).
10

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Kegiatan praktikum dilaksanakan pada tanggal 30 November 2018 pukul
13.20 – 16.00 di Ruang 13 Gedung A Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember.

3.2 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Botol kaca
2. Wadah loyang
3. Label
4. Tissue
5. Alat tulis
6. Kuisioner
3.1.2 Bahan
1. Minyak Telon Cap Gajah
2. Minyak Telon Konicare
3. Minyak Telon Zwitsal

3.3 Prosedur Kerja


1. Tentukan jumlah panelis tidak terlatih ssebanyak 24-40 orang.
2. Siapkan 3 jenis produk yang sama sebagai sampel, kemudian beri
keterangan/label dalam masing-masing produk.
3. Siapkan penetral.
4. Letakkan produk di dalam sebuah wadah loyang.
5. Sajikan produk kepada panelis.
6. Lakukan tabulasi data dan perhitungan statistik dengan metode chi-square
kemudian sajikan data dalam bentuk histogram.
11

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Data hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran rekapitulasi kuisioner uji
afektif produk komersial.

4.2 Data Hasil Perhitungan


4.2.1 Chi-Square
Tabel 4.1 Nilai Chi-Square Uji Afektif Tiap Atribut Mutu Produk Minyak Telon
Atribut Mutu df α F hitung F tabel
Warna 8 0.05 15,32 15.507
Aroma 8 0.05 16,63 15.507
Viskositas 8 0.05 7,70 15.507
Rasa 8 0.05 67,93 15.507
Keseleruhan 8 0.05 5,82 15.507

4.2.2 Histogram Uji Afektif


a. Warna

Tingkat Kesukaan Warna


50.0
Kesukaan Warna (%)

40.0

30.0 Sangat Suka


Suka
20.0 Agak Suka
10.0 Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
0.0
357 246 159
Perlakuan

Gambar 4.1. Histogram Uji Afektif Atribut Warna


12

Keterangan :
Kode Sampel Nama Produk
357 Minyak Telon Zwitsal
246 Minyak Telon Cap Gajah
159 Minyak Telon Konicare

b. Aroma

Tingkat Kesukaan Aroma


40.0
Kesukaan Aroma (%)

35.0
30.0
25.0 Sangat Suka
20.0 Suka
15.0 Agak Suka
10.0 Tidak Suka
5.0
Sangat Tidak Suka
0.0
357 246 159
Perlakuan

Gambar 4.2. Histogram Uji Afektif Atribut Aroma

Keterangan :
Kode Sampel Nama Produk
357 Minyak Telon Zwitsal
246 Minyak Telon Cap Gajah
159 Minyak Telon Konicare
13

c. Viskositas

Tingkat Kesukaan Viskositas


50.0
Kesukaan Viskositas (%)

40.0
Sangat Suka
30.0
Suka
20.0
Agak Suka
10.0 Tidak Suka
0.0 Sangat Tidak Suka
357 246 159
Perlakuan

Gambar 4.3. Histogram Uji Afektif Atribut Viskositas

Keterangan :
Kode Sampel Nama Produk
357 Minyak Telon Zwitsal
246 Minyak Telon Cap Gajah
159 Minyak Telon Konicare

d. Rasa

Tingkat Kesukaan Rasa


50.0
Kesukaan Rasa (%)

40.0
Sangat Suka
30.0
Suka
20.0
Agak Suka
10.0
Tidak Suka
0.0 Sangat Tidak Suka
357 246 159
Perlakuan

Gambar 4.4 Histogram Uji Afektif Atribut Rasa


14

Keterangan :
Kode Sampel Nama Produk
357 Minyak Telon Zwitsal
246 Minyak Telon Cap Gajah
159 Minyak Telon Konicare

e. Keseluruhan

Tingkat Kesukaan Keseluruhan


50.0
Kesukaan Keseluruan (%)

40.0

30.0 Sangat Suka


Suka
20.0 Agak Suka
10.0 Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
0.0
357 246 159
Perlakuan

Gambar 4.4 Histogram Uji Afektif Atribut Rasa

Keterangan :
Kode Sampel Nama Produk
357 Minyak Telon Zwitsal
246 Minyak Telon Cap Gajah
159 Minyak Telon Konicare
15

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Analisa Data Perhitungan Chi Square


5.1.1 Warna
Berdasarkan hasil perhitungan chi-square yang dilakukan untuk atribut
warna diperoleh F hitung < F tabel yaitu sebesar 15,32 < 15,507 sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil uji warna dari ketiga sampel yang diuji ialah tidak berbeda
nyata (TBN). Tidak berbeda nyata ialah dimana panelis tidak dapat mendeteksi
perbedaan warna sampel yang disajikan. Hasil yang berbeda nyata menunjukkan
bahwa Minyak Telon Konicare, Minyak Telon Cap Gajah dan Minyak Telon
Zwitsal tidak memiliki perbedaan warna yang signifikan.
Minyak telon merupakan paduan dari minyak adas (Oleum foeniculi),
minyak kayu putih (Oleum cajuputi) dan minyak kelapa (Oleum cocos) dengan
perbandingan tertentu. Warna jernih hingga kekuning-kuningan tersebut
disebabkan karena adanya kandungan minyak kayu putih sebagai salah satu bahan
pembuatannya. Hal ini dijelaskan dengan standar penentuan mutu minyak kayu
putih berdasarkan SNI 06-3954-2006.
Tabel 1. Standart mutu minyak kayu putih (SNI 06-3954-2006)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan - -
1.1 Warna - Jernih sampai kuning kehijauan
1.2 Bau - Khas kayu putih
2 Bobot jenis 20O C/20O C - 0,900 – 0,930
3 Indeks bias (nD20) - 1,450 – 1,470
4 Kelarutan dalam etanol 70% - 1 : 1 sampai 1 : 10 jernih
5 Putaran optic - -4o s/d 0o
6 Kandungan sineol % 50 – 65
Selain itu, VCO (Virgin Coconut Oil) merupkan salah satu penyebab warna minyak
telon berwarna jernih sebab menurut Rindengan dan Novarianto (2004) kriteria
mutu dari minyak kelapa murni tidak sama berdasarkan cara pengolahannya. Untuk
16

proses pengolahan melalui bahan desiccated coconut, kriteria mutunya adalah asam
lemak bebas 0,05 – 0,08 %, kadar air 0,07 – 0,10 %, tidak berwarna (bening).
5.1.2 Aroma
Berdasarkan hasil perhitungan chi-square yang dilakukan untuk atribut
aroma diperoleh F hitung > F tabel yaitu sebesar 16,63 > 15,507 sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil uji aroma dari ketiga sampel yang diuji ialah berbeda nyata
(BN). Berbeda nyata ialah dimana panelis dapat mendeteksi perbedaan aroma
sampel yang disajikan. Hasil yang berbeda nyata menunjukkan bahwa Minyak
Telon Konicare, Minyak Telon Cap Gajah dan Minyak Telon Zwitsal memiliki
perbedaan aroma yang signifikan.
Perbedaan yang terjadi pada ketiga sampel disebabkan oleh adanya
perbedaan kadar minyak atsiri pada kayu putih yang ditambahkan sebagai bahan
baku minyak telon. Menurut Wedalia (1991), bahwa pohon kayu putih mudah
sekali dikenali karena kulit batangnya mengalami pengelupasan yang memanjang
dan dari daunnya dapat dicium aroma minyak atsiri yang menyengat. Perbedaan
kadar minyak kayu putih pada masing-masing sampel minyak menjadi penyebab
berbedanya aroma yang muncul.
5.1.3 Viskositas
Berdasarkan hasil perhitungan chi-square yang dilakukan untuk atribut
viskositas diperoleh F hitung < F tabel yaitu sebesar 7,70 < 15,507 sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil uji viskositas dari ketiga sampel yang diuji ialah tidak
berbeda nyata (TBN). Hasil yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa Minyak
Telon Konicare, Minyak Telon Cap Gajah dan Minyak Telon Zwitsal memiliki
perbedaan viskositas yang tidak mencolok. Tingkat viskositas pada ketiga sampel
tidak terlalu berbeda jauh, sebab baik pada Minyak Telon Konicare, Minyak Telon
Cap Gajah maupun Minyak Telon Zwitsal memiliki viskositas cenderung rendah.
Hal ini menyebabkan panelis sulit untuk membedakan perbedaan viskositas di
ketiga sampel. Semakin dekat tingkat viskositas suatu produk formulasi dengan
tingkat viskositas air maka semakin encer produk tersebut (Yosephine, 2013).
Berdasarkan pendapat Yosephine, maka dapat dikatakan bahwa tingkat viskositas
17

pada ketiga sampel hampir mendekati viskositas air. Hal ini bisa terjadi akibat
perbedaan komposisi bahan baku pembuatan minyak telon.
5.1.4 Rasa
Berdasarkan hasil perhitungan chi-square yang dilakukan untuk atribut rasa
diperoleh F hitung > F tabel yaitu sebesar 67,93 > 15,507 sehingga dapat dikatakan
bahwa hasil uji rasa dari ketiga sampel yang diuji ialah berbeda nyata (BN). Hasil
yang berbeda nyata menunjukkan bahwa Minyak Telon Konicare, Minyak Telon
Cap Gajah dan Minyak Telon Zwitsal memiliki perbedaan rasa yang mencolok.
Perbedaan rasa tersebut berdasarkan rasa hangat yang mencul ketika di aplikasikan
pada kulit. Rasa hangat yang muncul pada ketiga sampel dapat berbeda di
karenakan adanya perbedaan kandungan minyak kayu putih pada masing-masing
sampel. Hal ini dijelaskan oleh Kardinan (2005), bahwa aroma minyak kayu putih
sangat khas dan minyak ini memberikan rasa yang hangat jika dioleskan pada kulit.
5.1.5 Keseluruhan
Berdasarkan hasil perhitungan chi-square yang dilakukan untuk
keseluruhan diperoleh F hitung < F tabel yaitu sebesar 5,82 < 15,507 sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil penilaian keseluruhan dari ketiga sampel yang diuji ialah
tidak berbeda nyata (TBN). Tidak berbeda nyata ialah dimana panelis tidak dapat
mendeteksi perbedaan warna sampel yang disajikan. Hasil yang berbeda nyata
menunjukkan bahwa Minyak Telon Konicare, Minyak Telon Cap Gajah dan
Minyak Telon Zwitsal tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, rata-rata panelis tidak dapat mendeteksi perbedaan pada
setiap sampel yag diujikan. Sebab baik atribut warna maupun viskositas pada
masing-masing sampel mendapatkan hasil tidak berbeda nyata. Selain itu, tidak
adanya pelatihan kepada panelis menjadi salah satu penyebab panelis tidak dapat
mengenali perbedaan yang muncul pada setia sampel minyak telon.

5.2 Analisis Diagram Histogram


5.2.1 Warna
Berdasarkan analisis menggunakan histogram, pada atribut warna didapatkan
hasil Minyak Telon Zwitsal terdapat 4 panelis yang memilih pada kriteria sangat
18

suka dengan nilai 5, terdapat 9 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat
6 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 7 panelis yang memilih
tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 3 panelis yang memilih kriteria sangat tidak
suka dengan nilai 1. Pada Minyak Telon Cap Gajah terdapat 1 panelis yang memilih
pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 13 panelis yang memilih suka
dengan nilai 4, terdapat 12 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat
3 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan tidak ada yang memilih
kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Sedangkan pada Minyak Telon Konicare
terdapat 6 panelis yang memilih pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat
5 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 10 panelis yang memilih agak
suka dengan nilai 3, terdapat 5 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan
terdapat 3 panelis yang memilih kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Setalah
didapatkan hasil tersebut didapatkan rata-rata untuk Minyak Telon Zwitsal sebesar
3,1, Minyak Telon Cap Gajah sebesar 3,43 dan Minyak Telon Konicare sebesar 3,2.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa panelis lebih menyukai
warnak dari produk Minyak Telon Cap Gajah sebab pada produk minyak telon Cap
Gajah memiliki warna yang lebih jernih daripada ketiga sampel lainnya. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya kandungan minyak kayu putih pada minyak telon
Cap Gajah yaitu sebanyak 4 ml setiap 10 ml minyak telon (www.farmasi-id.com,
2018). Banyak jumlah kandungam minyak kayu putih akan mempengaruhi warna
dari minyak telon.
5.2.2 Aroma
Berdasarkan analisis menggunakan histogram, pada atribut aroma didapatkan
hasil Minyak Telon Zwitsal terdapat 5 panelis yang memilih pada kriteria sangat
suka dengan nilai 5, terdapat 9 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat
9 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 5 panelis yang memilih
tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 panelis yang memilih kriteria sangat tidak
suka dengan nilai 1. Pada Minyak Telon Cap Gajah terdapat 2 panelis yang memilih
pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 6 panelis yang memilih suka
dengan nilai 4, terdapat 9 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat
10 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 2 yang memilih
19

kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Sedangkan pada Minyak Telon Konicare
terdapat 11 panelis yang memilih pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat
8 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 1 panelis yang memilih agak
suka dengan nilai 3, terdapat 7 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan
terdapat 2 panelis yang memilih kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Setalah
didapatkan hasil tersebut didapatkan rata-rata untuk Minyak Telon Zwitsal sebesar
3,5, Minyak Telon Cap Gajah sebesar 2,8 dan Minyak Telon Konicare sebesar 3,7.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa panelis lebih menyukai
aroma dari produk Minyak Telon Konicare sebab pada produk minyak telon
Konicare memiliki aroma yang lebih kuat daripada ketiga sampel lainnya. Hal
tersebut dapat terjadi akibat adanya kandungan minyak kayu putih yang cukup
banyak pada produk minyak telon Konicare yaitu sebesar 420 mg (www.farmasi-
id.com, 2018). Hal ini didukung oleh pendapat Wedalia (1991), bahwa pohon kayu
putih mudah sekali dikenali karena kulit batangnya mengalami pengelupasan yang
memanjang dan dari daunnya dapat dicium aroma minyak atsiri yang menyengat.
5.2.3 Viskositas
Berdasarkan analisis menggunakan histogram, pada atribut viskositas
didapatkan hasil Minyak Telon Zwitsal terdapat 4 panelis yang memilih pada
kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 7 panelis yang memilih suka dengan
nilai 4, terdapat 10 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 7
panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 panelis yang memilih
kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Pada Minyak Telon Cap Gajah tidak
terdapat panelis yang memilih pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 13
panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 12 panelis yang memilih agak
suka dengan nilai 3, terdapat 3 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan
terdapat 2 yang memilih kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Sedangkan pada
Minyak Telon Konicare terdapat 2 panelis yang memilih pada kriteria sangat suka
dengan nilai 5, terdapat 12 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 11
panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 4 panelis yang memilih
tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat tidak panelis yang memilih kriteria sangat
tidak suka dengan nilai 1. Setalah didapatkan hasil tersebut didapatkan rata-rata
20

untuk Minyak Telon Zwitsal sebesar 3,2, Minyak Telon Cap Gajah sebesar 3,23
dan Minyak Telon Konicare sebesar 3,4. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan
bahwa panelis lebih menyukai produk Minyak Telon Konicare daripada produk
sejenis yang lainnya. Hal ini dapat terjadi sebab tingkat viskositas pada minyak
telon Konicare berada di antara tinggi dan rendah dan hal tersebut sangat disukai
oleh panelis. Menurut Yosephine (2013) semakin dekat tingkat viskositas suatu
produk formulasi dengan tingkat viskositas air maka semakin encer produk
tersebut.
5.2.4 Rasa
Berdasarkan analisis menggunakan histogram, pada atribut rasa didapatkan
hasil Minyak Telon Zwitsal terdapat 4 panelis yang memilih pada kriteria sangat
suka dengan nilai 5, terdapat 10 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat
11 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 3 panelis yang memilih
tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 panelis yang memilih kriteria sangat tidak
suka dengan nilai 1. Pada Minyak Telon Cap Gajah terdapat 1 panelis yang memilih
pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 12 panelis yang memilih suka
dengan nilai 4, terdapat 9 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat
6 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 yang memilih
kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Sedangkan pada Minyak Telon Konicare
terdapat 4 panelis yang memilih pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat
10 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 9 panelis yang memilih agak
suka dengan nilai 3, terdapat 5 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan
terdapat 1 panelis yang memilih kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Setalah
didapatkan hasil tersebut didapatkan rata-rata untuk Minyak Telon Zwitsal sebesar
3,5, Minyak Telon Cap Gajah sebesar 3,2 dan Minyak Telon Konicare sebesar 3,4.
Berdasarkan data hasil pengamatan diatas dapat dikatakan bahwa panelis lebih
menyukai produk minyak telon denan merek Zwitsal. Hal tersebut dapat terjadi
sebab rasa hangat yang dikeluarkan oleh minyak teon Zwitsal lebih disukai oleh
panelis, karena tidak terlalu panas namun tidak pula tidak berasa. Rasa hangat ini
berasal dari kandungan minyak kayu putih yang menjadi salah satu bahan utama
pembuatan minyak telon. Menurut Kardinan (2005), bahwa aroma minyak kayu
21

putih sangat khas dan minyak ini memberikan rasa yang hangat jika dioleskan pada
kulit.
5.2.5 Keseluruhan
Berdasarkan analisis menggunakan histogram, seccara keseluruhan
didapatkan hasil Minyak Telon Zwitsal terdapat 4 panelis yang memilih pada
kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 10 panelis yang memilih suka dengan
nilai 4, terdapat 11 panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 3
panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 panelis yang memilih
kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Pada Minyak Telon Cap Gajah terdapat 1
panelis yang memilih pada kriteria sangat suka dengan nilai 5, terdapat 12 panelis
yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 9 panelis yang memilih agak suka
dengan nilai 3, terdapat 6 panelis yang memilih tidak suka dengan nilai 2, dan
terdapat 1 yang memilih kriteria sangat tidak suka dengan nilai 1. Sedangkan pada
Minyak Telon Konicare terdapat 4 panelis yang memilih pada kriteria sangat suka
dengan nilai 5, terdapat 10 panelis yang memilih suka dengan nilai 4, terdapat 9
panelis yang memilih agak suka dengan nilai 3, terdapat 5 panelis yang memilih
tidak suka dengan nilai 2, dan terdapat 1 panelis yang memilih kriteria sangat tidak
suka dengan nilai 1. Setalah didapatkan hasil tersebut didapatkan rata-rata untuk
Minyak Telon Zwitsal sebesar 3,5, Minyak Telon Cap Gajah sebesar 3,2 dan
Minyak Telon Konicare sebesar 3,4. Berdasarkan data hasil pengamatan diatas
dapat dikatakan bahwa panelis lebih menyukai produk minyak telon denan merek
Zwitsal. Hal tersebut dikarenakan bahwa kandungan minyak kelapa lebih dominan
pada produk ini daripada kandungan minyak lainnya, sehingga pada atribut mutu
aroma, warna, dan rasa dari poduk ini tidak sekuat produk dari Cap Gajah dan
Konicare. Kandungan minyak kelapa pada produk minyak telon Zwitsal ialah
sebanyak 33 ml sedangkan minyak kayu putih sebanyak 20,25 ml
(www.zwitsal.co.id, 2018).
22

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya kesimpulan yang dapat diambil ialah
respon panelis menunjukkan bahwa Minyak Telon Zwitsal yang paling disukai. Hal
tersebut dikarenakan dari warna yang jernih dan kekuningan, aroma yang tidak
terlalu menyengat namun masih memiliki aroma khas dari minyak telon/minyak
kayu putih, tingkat viskositas juga minyak telon tersebut tidak terlalu cair sehingga
panelis suka karena tidak langsung mengalir karena dan rasa yang hangat saat
dioleskan pada bagian kulit serta tidak menimbulkan reaksi panas di kulit.

6.2 Saran
Sebaiknya ketika melakukan kegiatan praktikum perlu diteliti dan dilakukan
dengan kondusif agar hasil yang di dapatkan maksimal dan benar.
23

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2006. Pengujian Organoleptik. Bumi Aksara : Jakarta

Burdock, G.A. 2010. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients. Sixth


Edition.CRC Press. Florida.

https://www.zwitsal.co.id/archive/mengenal-manfaat-kehangatan-minyak-telon.
Diakses tanggal 15 Desember 2018.

https://www.farmasi-id.com/konicare-minyak-telon-plus/. Diakses tanggal 15


Desember 2018.

https://www.farmasi-id.com/minyak-telon-cap-gajah/. Diakses tanggal 15


Desember 2018.

Kemp,. E., Hollowood, T., dan Hort, J. 2009. Sensory Evaluation: A Practical
Handbook. Wiley Blackwell, United Kingdom.

Nuraini, dkk. 2013. Petunjuk Praktikum Evaluasi Sensori. PS Ilmu dan Teknologi
Pangan : Purwokerto

Raharjo. 2001. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara : Jakarta

Ridwan. 2005. Sifat-Sifat Organoleptik Pengujian Bahan Pangan. UI Press.Jakarta

Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M.P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.

Soekarto, S. T. 2002. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Soewarno, Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan


danHasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara : Jakarta

Suciptawati. 2010. Metode Statistika. Udayana University Press. Denpasar.

Sufren, dan Natanael, Yonathan. 2013. Mahir Menggunakan SPSS Secara


Otodidak. Jakarta: Kompas Gramedia.

Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:


ALFABETA.
24

Susiwi. 2009. Handout Penilaian Organoleptik. FPMIPA. Iniversitas Pendidikan


Indonesia : Bogor
25

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Warna
Sangat
Sangat Agak Tidak
Perlakuan Suka Tidak Total
Suka Suka Suka
Suka
357 4 9 6 8 3 30
246 1 14 12 3 0 30
159 6 5 11 5 3 30
Total 11 28 29 16 6 90

Sangat
Perlakuan Sangat Agak Tidak
Suka Tidak Total
(E) Suka Suka Suka
Suka
357 3,67 9,33 9,67 5,33 2,00 30,00
246 3,67 9,33 9,67 5,33 2,00 30,00
159 3,67 9,33 9,67 5,33 2,00 30,00
Total 11,0 28,0 29,0 16,0 6,0 90,00

Sangat Sangat
Suka Agak Suka Tidak Suka
No Perlakuan Suka Tidak Suka
Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei
1 357 4 3,670 9 9,33 6 9,67 8 5,33 3 2,00
2 246 1 3,670 14 9,33 12 9,67 3 5,33 0 2,00
3 159 6 3,670 5 9,33 11 9,67 5 5,33 3 2,00
Total 11 28 29 16 6

Sangat Agak Tidak Sangat


Perlakuan Suka Total
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 0,03 0,01 1,39 1,34 0,50 3,27
246 1,94 2,34 0,56 1,02 2,00 7,86
159 1,48 2,01 0,18 0,02 0,50 4,19
F Hitung 15,32

Warna
Sangat Tidak Sangat
Perlakuan Suka Agak Suka
Suka Suka Tidak Suka
357 3,3 46,7 40,0 10,0 0,0
246 20,0 16,7 36,7 16,7 10,0
159 12,2 31,1 32,2 17,8 6,7
26

Chi Square
Df Α F Hitung F Tabel Keterangan
8 0,05 15,32 15,507 *

2. Aroma
Sangat
Sangat Agak Tidak
Perlakuan Suka Tidak Total
Suka Suka Suka
Suka
357 6 9 9 5 1 30
246 2 6 9 10 3 30
159 11 9 1 7 2 30
Total 19 24 19 22 6 90

Perlakuan Sangat Agak Tidak Sangat


Suka Total
(E) Suka Suka Suka Tidak Suka
357 6,33 8,00 6,33 7,33 2,00 30,00
246 6,33 8,00 6,33 7,33 2,00 30,00
159 6,33 8,00 6,33 7,33 2,00 30,00
Total 19,0 24,0 19,0 22,0 6,0 90,00

Sangat
Sangat Agak Tidak
Suka Tidak
No Perlakuan Suka Suka Suka
Suka
Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei
1 357 6 6,333 9 8,00 9 6,33 5 7,33 1 2,00
2 246 2 6,330 6 8,00 9 6,33 10 7,33 3 2,00
3 159 11 6,330 9 8,00 1 6,33 7 7,33 2 2,00
Total 19 24 19 22 6

Sangat Agak Tidak Sangat


Perlakuan Suka Total
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 0,02 0,13 1,13 0,74 0,50 2,51
246 2,96 0,50 1,13 0,97 0,50 6,06
159 3,45 0,13 4,49 0,01 0,00 8,07
F Hitung 16,64

Aroma
Sangat Tidak Sangat Tidak
Perlakuan Suka Agak Suka
Suka Suka Suka
357 20,0 30,0 30,0 16,7 3,3
246 6,7 20,0 30,0 33,3 10,0
159 36,7 30,0 3,3 23,3 6,7
27

Chi Square
Df Α F Hitung F Tabel Keterangan
0,05 16,64 15,507 *

3. Viskositas
Sangat Agak Tidak Sangat
Perlakuan Suka Total
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 4 8 10 7 1 30
246 0 13 12 4 1 30
159 2 12 12 4 0 30
Total 6 33 34 15 2 90

Perlakuan Sangat Agak Tidak Sangat


Suka Total
(E) Suka Suka Suka Tidak Suka
357 2,00 11,00 11,33 5,00 0,67 30,00
246 2,00 11,00 11,33 5,00 0,67 30,00
159 2,00 11,00 11,33 5,00 0,67 30,00
Total 6,0 33,0 34,0 15,0 2,0 90,00

Sangat Agak Tidak Sangat


Suka
No Perlakuan Suka Suka Suka Tidak Suka
Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei
1 357 4 2,000 8 11,00 10 11,33 7 5,00 1 0,67
2 246 0 2,000 13 11,00 12 11,33 4 5,00 1 0,67
3 159 2 2,000 12 11,00 12 11,33 4 5,00 0 0,67
Total 6 33 34 15 2

Sangat
Sangat Agak Tidak
Perlakuan Suka Tidak Total
Suka Suka Suka
Suka
357 2,00 0,82 0,16 0,80 0,16 3,94
246 2,00 0,36 0,04 0,20 0,16 2,77
159 0,00 0,09 0,04 0,20 0,67 1,00
F Hitung 7,70
28

Viskositas
Tidak Sangat Tidak
Perlakuan Sangat Suka Suka Agak Suka
Suka Suka
357 13,3 26,7 33,3 23,3 3,3
246 0,0 43,3 40,0 13,3 3,3
159 6,7 40,0 40,0 13,3 0,0

Chi Square
Df Α F Hitung F Tabel Keterangan
8 0,05 7,70 15,507 *

4. Rasa
Sangat Agak Tidak Sangat
Perlakuan Suka Total
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 4 11 11 3 1 30
246 1 12 10 6 1 30
159 4 10 10 5 1 30
Total 9 33 31 14 3 90

Sangat
Perlakuan Sangat Agak Tidak
Suka Tidak Total
(E) Suka Suka Suka
Suka
357 3,00 11,00 10,33 4,67 1,00 30,00
246 3,00 11,00 10,33 4,67 1,00 30,00
159 3,00 11,00 10,33 4,67 1,00 30,00
Total 9,0 33,0 31,0 14,0 3,0 90,00

Sangat Agak Tidak Sangat


Suka
No Perlakuan Suka Suka Suka Tidak Suka
Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei
1 357 4 3,000 11 11,00 11 4,67 3 1,00 1 1,00
2 246 1 3,000 12 11,00 10 4,67 6 1,00 1 1,00
3 159 4 3,000 10 11,00 10 4,67 5 1,00 1 1,00
Total 9 33 31 14 3
29

Sangat
Sangat Agak Tidak
Perlakuan Suka Tidak Total
Suka Suka Suka
Suka
357 0,33 0,00 8,58 4,00 0,00 12,91
246 1,33 0,09 6,08 25,00 0,00 32,51
159 0,33 0,09 6,08 16,00 0,00 22,51
F Hitung 67,93

Rasa
Sangat Agak Tidak Sangat
Perlakuan Suka
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 13,3 36,7 36,7 10,0 3,3
246 3,3 40,0 33,3 20,0 3,3
159 13,3 33,3 33,3 16,7 3,3

Chi Square
Df Α F Hitung F Tabel Keterangan
8 0,05 67,93 15,507 *

5. Keseluruhan
Sangat Agak Tidak Sangat
Perlakuan Suka Total
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 4 12 9 4 1 30
246 1 12 13 4 0 30
159 5 10 10 5 0 30
Total 10 34 32 13 1 90

Sangat
Perlakuan Sangat Agak Tidak
Suka Tidak Total
(E) Suka Suka Suka
Suka
357 3,33 11,33 10,67 4,33 0,33 30,00
246 3,33 11,33 10,67 4,33 0,33 30,00
159 3,33 11,33 10,67 4,33 0,33 30,00
Total 10,0 34,0 32,0 13,0 1,0 90,00
30

Sangat Agak Tidak Sangat


Suka
No Perlakuan Suka Suka Suka Tidak Suka

Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei
1 357 4 3,330 12 11,33 9 10,67 4 4,33 1 0,33
2 246 1 3,330 12 11,33 13 10,67 4 4,33 0 0,33
3 159 5 3,330 10 11,33 10 10,67 5 4,33 0 0,33
Total 10 34 32 13 1

Sangat
Sangat Agak Tidak
Perlakuan Suka Tidak Total
Suka Suka Suka
Suka
357 0,13 0,04 0,26 0,03 1,36 1,82
246 1,63 0,04 0,51 0,03 0,33 2,53
159 0,84 0,16 0,04 0,10 0,33 1,47
F Hitung 5,82

Keseluruhan

Sangat Agak Tidak Sangat


Perlakuan Suka
Suka Suka Suka Tidak Suka
357 13,3 40,0 30,0 13,3 3,3
246 3,3 40,0 43,3 13,3 0,0
159 16,7 33,3 33,3 16,7 0,0

Chi Square
df α F Hitung F Tabel Keterangan
8 0,05 5,82 15,507 *
31

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Uji Sensoris

Gambar 2. Praktikum Uji Afektif Gambar 3. Sampel Produk Minyak Telon

Anda mungkin juga menyukai