Anda di halaman 1dari 3

Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah

dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar tanaman mendapatkan
makanan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah
penggunaan traktor (power tiller), penggunaan tenaga hewan (pembajakan dengan kerbau),
penggunaan tenaga manusia (pencangkulan), dan penggunaan cultivator untuk membuat
bedengan/guludan. (surupin, 2004)

Pengolahan tanah dapat dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah pengolahan tanah primer,
disebut juga bajak, pengolahan tanah ini berguna untuk memotong, memecah, dan membalik tanah.
Alat pengolah tanah pertama adalah alat-alat yang pertama sekali digunakan yaitu untuk memotong,
memecah dan membalik tanah. Alat-alat tersebut ada dikenal beberapa macam, yaitu bajak singkal,
bajak piring, bajak pisau berputar, dan bajak chisel (Daywin, et al., 2008).

Kedua adalah pengolahan tanah sekunder, dilakukan setelah pembajakan, menjadikan tanah
gembur dan rata, tata air diperbaiki, tanaman pengganggu dihancurkan dan dicampur dengan
lapisan tanah atas, dan diberikan kepadatan tertentu pada permukaan tanah. (Daywin, 1991).
Tujuan umum pengolahan tanah kedua adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperbaiki lahan pertanian dengan penggemburan tanah yang lebih baik.
2. Untuk mengawetkan lengas tanah dengan penggarapan tanah untuk membunuh gulma dan
mengurangi penguapan.
3. Untuk memotong-motong sisa tanaman atau seresah tanaman yang tertinggal dan
mencampurnya dengan tanah lapis atas.
4. Untuk memecah bongkahan tanah dan sedikit memantapkan lapis atas tanah sehingga
menempatkan tanah dalam kondisi yang lebih baik untuk penyebaran perkecambahan biji.
5. Untuk membinasakan gulma pada lahan yang diberokan.

Tipe alat-alat yang digunakan untuk pengolahan tanah sekunder adalah garu, penggilas, dan
penggembur tanaman dan alat-alat pembuatan mulsa dan pemberaan.

Ketiga ini tidak selalu dikerjakan (merupakan pilihan, sesuai kebutuhan), yaitu pembuatan bedengan
atau guludan, yang dilakukan pada masa tanam untuk beragam komoditas palawija dan sayuran,
ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa fungsi pembuatan guludan adalah
memperbaiki aerasi dan drainase, memudahkan pemeliharaan tanaman (terdapat alur), dan
memperbaiki sifat fisik tanah.

Salah satu pengolahan tanah konservasi adalah pengolahan tanah minimum, yaitu
pengolahan tanah yang dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan
tanah pada seluruh areal lahan (LIPTAN, 1994). Olah tanah minimum merupakan sistem Tanpa Olah
Tanah (TOT) yang berkembang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lokal petani. Pada olah tanah
minimum, pengendalian gulma biasanya cukup dilakukan secara manual atau dilakukan
penyemprotan herbisida ketika pembersihan secara manual tidak berhasil.

1. sistem budidaya padi sawah menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan


Sumberdaya Terpadu (PTT) sebagai bagian dari realisasi program revitalisasi pertanian
tanaman pangan di Kabupaten Bogor. Pengembangan PTT padi didasarkan kepada
masalah dan kendala yang ada di lokasi setempat yang dapat diketahui melalui
penelaahan pemahaman pedesaaan dalam waktu singkat (Partisipatory Rural Appraisal,
PRA)

Sistem lahan Barongtongkok mempunyai penyebaran di Pulau Kalimantan, meliputi Kalimantan


Barat dan Kalimantan Timur. Sistem lahan Barongtongkok merupakan plato volkan, terbentuk dari
aliran lava basalt sehingga keberadaannya sedikit lebih tinggi dari daerah sekitarnya (RePPProT
1987b). Tanah pada sistem lahan Barongtongkok bersolum dalam, struktur kersai dan gembur
sehingga sistem perakaran tanaman dapat berkembang secara baik hingga menembus lapisan
bawah. Karakteristik fisik demikian sangat mendukung untuk pengembangan pertanian lahan kering,
baik tanaman pangan, sayuran, buahbuahan maupun tanaman perkebunan. Di Barongtongkok, Kutai
Barat, baru sebagian wilayah dimanfaatkan untuk padi (ladang), jagung, ubi kayu, karet, durian, dan
jeruk. Teknologi pengelolaan lahan yang diterapkan masih bersifat tradisional, belum menggunakan
pupuk secara intensif seperti di Sanggauledo.

Kabupaten Tabanan yang terkenal dengan sebutan lumbung beras, ini diraihnya sekitar tahun
1980-an juga ditunjang karena sebagian besar mata pencaharian penduduknya bertani dengan luas
lahan sawah yang dimiliki lebih luas dibandingkan kabupaten lainnya yang ada di Bali (Nada et al,
2014). Dalam pengelolaan lahan sawah di Bali masyarakat mengenak traktor tangan yang mulai
banyak dimiliki dan digunakan para petani atau dengan menyewanya, untuk membajak sawah pada
musim tanam. Pada umumnya operator mulai membajak lahan sawah dimulai dari petak lahan
sawah yang pertama, dengan pola pembajakan dengan cara belah atau tengah dan ada juga dengan
pola pembajakan dengan cara keliling atau tepi (Dahono, 1997)

No. 3 Alat-alat:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55609/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isA
llowed=y

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/55609
Menurut Bucman dan Brady (1970), tanaman memerlukan kondisi drainase dan aerasi tanah yang
baik untuk tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah diperlukan bila kepadatan dan aerasi tanah tidak
mendukung penyediaan air dan perkembangan akar. Disamping itu peningkatan produksi yang tinggi
dapat dicapai melalui penerapan irigasi, pemupukan dan pengolahan tanah yang baik (Prawiranata
et al,. 1981).

Anda mungkin juga menyukai