Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

PIODERMA PADA ANAK

Disusun Oleh:
REZKY DWIPUTRA FELANY
1102013238

Pembimbing :
dr. Yeni, Sp.KK., M.Kes

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF KULIT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD. ARJAWINANGUN
16 OKTOBER 2017 18 NOVEMBER 2017
BAB I
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. G
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cangkoak
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Belum Menikah

Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 24 Oktober 2017 pukul 11.15 WIB di Poliklinik Kulit RSUD
Arjawinangun.

Keluhan Utama
Benjolan benjolan kecil yang bernanah di wajah dan kulit kepala sejak 1 minggu sebelum datang
ke Poliklinik Kulit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh ibunya
dengan keluhan terdapat benjolan benjolan kecil di wajah dan kulit kepala. Keluhan ini dirasakan
sejak 1 minggu sebelum pasien berobat ke poliklinik kulit, keluhan berawal dari satu benjolan saja
di bagian kulit kepala sebelah kanan, kemudian benjolan pecah dan mengeluarkan cairan seperti
nanah. Benjolan bertambah banyak dan menyebar sampai ke bagian wajah. Benjolan awalnya
berukuran kecil kemudian bertambah besar sampai akhirnya pecah. Benjolan tidak terasa gatal.
Benjolan terasa sakit ketika pecah dan mengeluarkan cairan kekuningan serta sedikit darah.
Benjolan hanya di daerah wajah dan kulit kepala saja tidak didapatkan di daerah lain. Keluhan

1
demam disangkal oleh pasien. keluhan batuk dan flu dikeluhkan 3 hari yang lalu dan pasien
meminum obat hufagrip yang dibeli di apotik dekat rumah kemudian pasien membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien 1 bulan yang lalu
pernah berobat ke poliklinik kulit RSUD Arjawinangun karena gatal gatal diseluruh tubuh.
Kemudian pasien diberi terapi obat- obatan alergi kemudian sudah membaik dalam seminggu.
Pasien memliki riwayat alergi debu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat alergi debu. Kakak pasien juga memliki riwayat alergi debu.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Kepala / leher : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata / tidak teraba massa atau
KGB, terdapat kelainan kulit ( lihat status dermatologikus)
Thoraks : bentuk normal, pergerakan simetris, tidak terdapat kelainan kulit
Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak terdapat kelainan
kulit
Ekstremitas atas : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit
Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit

Status Dermatologis
Distribusi : regional
Ad Regio : facial dan temporalis
Efloresensi : papul, pustule, nodul, multiple, krusta.

2
Tampak nodul dengan dasar
eritem berukuran miliar

Tampak papul dengan dasar


eritem berukuran miliar

Tampak pustul dengan dasar


eritem berukuran miliar

Tampak krusta berukuran


miliar akibat pecahnya benjolan

3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh ibunya
dengan keluhan terdapat benjolan benjolan kecil di wajah dan kulit kepala. Keluhan ini dirasakan
sejak 1 minggu sebelum pasien berobat ke poliklinik kulit, keluhan berawal dari satu benjolan saja
di bagian kulit kepala sebelah kanan, kemudian benjolan pecah dan mengeluarkan cairan seperti
nanah. Benjolan bertambah banyak dan menyebar sampai ke bagian wajah. Benjolan awalnya
berukuran kecil kemudian bertambah besar sampai akhirnya pecah. Benjolan terasa gatal hanya
bila benjolan tersebut akan pecah. Benjolan terasa sakit ketika pecah dan mengeluarkan cairan
kekuningan serta sedikit darah. Benjolan hanya di daerah wajah dan kulit kepala saja tidak
didapatkan di daerah lain. Keluhan demam disangkal oleh pasien. keluhan batuk dan flu
dikeluhkan 3 hari yang lalu dan pasien meminum obat hufagrip yang dibeli di apotik dekat rumah
kemudian pasien membaik.
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien 1 bulan yang lalu
pernah berobat ke poliklinik kulit RSUD Arjawinangun karena gatal gatal diseluruh tubuh.
Kemudian pasien diberi terapi obat- obatan alergi kemudian sudah membaik dalam seminggu.
Pasien memliki riwayat alergi debu. Ibu pasien memiliki riwayat alergi debu. Kakak pasien juga
memliki riwayat alergi debu.
Pada pemeriksaan fisik status generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan
dermatatologis didapatkan lesi regional pada region facialis dan temporalis. Lesi sirkumskrip,
berupa papul, nodul, pustul, multiple, serta krusta.

DIAGNOSIS BANDING
1. Acne stadium pustule
2. Herpes simplex - myasis
3. Acne conglobata

4
DIAGNOSIS KERJA
Pioderma
PENATALAKSANAAN
1. UMUM
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
b. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat
tinggal
c. Memberi edukasi untuk menjaga daya tahan tubuh
d. Menerangkan untuk menghindari faktor faktor yang dapat menyebabkan penyakit
tersebut
e. Menyarankan untuk menghindari faktor pencetus alergi yang ada pada pasien
f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka
dan resiko infeksi

2. KHUSUS
Anti histamin : Cetirizine syr 2 x CI
Antibiotik Amoxicilin syr 3 x CI
Metil prednisolone tab 16g 2 x 1 tablet
Bethametasone cream dioleskan sehari 2 kali pada lesi

PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh
kedua-duanya (Djuanda, 2010).

B. Etiologi
Sebenarnya infeksi kulit dapat pula disebabkan oleh kuman negative-Gram, misalnya
Pseudomonas aerugunosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Escherichia coli dan Klebsiella.
Penyebab yang umum ialah kuman positif-Gram yaitu Streptococcus B hemolyticus dan
Staphylococcus aureus (Djuanda, 2010).

C. Epidemiologi
Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit ini berhubungan erat
dengan keadaan social ekonomi. Tidak ada ras tertentu yang cenderung terkena pioderma.
Pioderma dapat menyerang laki-laki maupun perempuan pada semua usia (Djuanda, 2010).

D. Faktor Predisposisi
Higiene yang kurang
Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-
penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes mellitus
Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma yang
hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya tersebut, hal itu
juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu oleh penyakit.
Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan
terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Djuanda, 2010).
E. Klasifikasi
Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme.

6
Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan
mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis impetigenisata, scabies impetigenisata.
Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, kustul, bula purulen, krusta berwarna
kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dapat pula
disertai demam (Djuanda, 2010).

Penulis lain membaginya menjadi superfisial dan profunda. Fredberg (2003)


membaginya menjadi

Impetigo
Ektima
Superfisial Folikulitis
Furukulosis
Karbunkel

Erisipelas
Selulitis
Profunda Flegmon
Abses multipel kelenjar keringat
Hidraadenitis

F. Pengobatan Umum
Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai lagi
karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan syok
anafilaktik
- Ampisillin, dosis 4500 mg, ante cunam
- Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan
absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.

7
- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin,
kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3250 mg/hari ante-cunam.
Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat pada Staphylococcus yang telah
membentuk penisilinase.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin, 3500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak karenanya
dosisnya lebih kecil yaitu 4150 mg/hari/os, pada infeksi berat dosisnya 4300-
450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan digantikan oleh Klindamisin
karena potensial antibakterinya lebih besar dan efek sampingnya lebih sedikit dan
tidak terlalu terhambat oleh adanya makanan dalam lambung.

c. Eritromisin
Dosis 4500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan
Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase. Cepat
menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung.
d. Sefalosporin
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil maka
dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman gram
positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya adalah sefadoksil dari generasi
I dengan dosis dewasa, 2500 mg atau 21000 mg/hari
Topikal
Bermacam obat topical dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin,
neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative, Neomisin
dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan kloramfenikol
sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya harganya murah. Obat-
obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.
Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan permanganas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10
kali (Djuanda, 2010).

8
G. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis dan
sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan
stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong,
invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro. Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada
kasus yang sulit sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya
buka kedua bakteri penyebab pioderma yang sering terjadi (Djuanda, 2010).

H. Bentuk Pioderma

1. IMPETIGO

Impetigo adalah infeksi kulit superfisial yang diakibatkan oleh stafilokokus atau streptokokus
atau keduanya. Biasanya terjadi pada anak dan terlihat sebagai vesikel berdinding tipis yang
mudah pecah , sering pada wajah yang meninggalkan daerah berkrusta eksudat kuning. Lesi
cepat menyebar dan sangat menular. Tipe bulosa, dengan diameter lepuhan 12 cm dapat
terlihat pada semua umur dan biasanya mengenai wajah dan ekstremitas. Ekzema atopik,
skabies, herpes simpleks, dan lues dapat disertai impetigo (Gawkrodger, 2002).

9
Terdapat 2 bentuk impetigo krustosa dan impetigo bulosa (Djuanda, 2010).
a) Impetigo krustosa

Penyakit ini disebut juga Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury FoX.
Penyebabnya biasanya Streptococcus B hemolyticus.Tidak disertai gejala umum, hanya
terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka, yakni disekitar lubang hidung dan mulut
karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita dating berobat yang terlihat ialah krusta
tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan akan tampak erosi di bawahnya. Sering
krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu. Penyakit ini harus dibedakan dari ektima.Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi
salep antibiotic, kalau banyak diberi pula antibiotic sistemik (Djuanda, 2010).
Terapi antibiotik yang disarankan jika lesi banyak dan disertai gejala konstitusi (demam,dll)
adalah dengan diberikan antibiotic sistemik, misalnya penisilin, kloksasilin, atau sefalosporin.
Untuk antibiotik topikal dapat menggunakan polimiksin, neomisin, dan basitrasin (Siregar,
2005).

o Impetigo bulosa

Disebut juga impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet. Biasanya karena Staphylococcus aureus.
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering
bersama-sama merialia. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,

10
bula dan bula hipopin. Kadang-kadang waktu penderita dating berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa. Jika
vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip dermafitosis.
Pada anamnesa hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lumpuh. Jika ada,
diagnosanya adalah impetigo bulosa. Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan
lalu diberi salap antibiotic atau cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula antibiotic sitemik.
Faktor predisposisi dicari, jika karena banyak keringat, ventilasi diperbaiki (Djuanda, 2010).
Terapi antibiotik yang disarankan adalah diberi salep antibiotic (kloramfenikol 2% atau
eritromisin 3%). Jika ada demam, sebaiknya diberi antibiotic sistemik, misalnya penisilin 30-
50 mg/kgBB atau antibiotic yang sensitive (Siregar, 2005).

11
o Impetigo neonatorum

Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates. Kelainan kulit
serupa impetigo bulosa hanya likasinya menyeluruh, dapat disertai demam.
Diagnosa banding dengan sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak
tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parrot.
Antibiotic harus diberika secara sistemik. Topical dapat diberikan bedak salisil 2%.
Bila tidak ditangani, infeksi yang invasif daat berkomplikasi menjadi selulitis, limfangitis, dan
bakteremia dengan resultan osteomielitis, septik artritis, pneumonitis, dan septikemi.
Exfoliatin yang diproduksi dapat menyebabkan scalded skin syndrome pada bayi dan dewasa
dengan imunokompromis atau yang memiliki fungsi renal buruk.
Menurut Fredberg (2010), pengobatan lokal dengan musiprosin salep atau krim dan
pembersihan krusta serta menjaga kebersihan sudah cukup untuk kasus yang ringan. Akan
tetapi, pada kasus berat, penggunaan antibiotik sistemik dibutuhkan unutk hasil yang optimal.
Bila dilakukan isolasi bakteri, penggunaaan antibiotik sistemik lebih rasional. Pada orang
dewasa dengan lesi luas atau lesi bula, dikloksasilin 250-500 mg peroral 4x1 atau
eritromisin250-500 mg peroral 4x1 bila alergi dengan penisilin, harus diberikan. Pengobatan
diberikan selama 5 hingga 7 hari (10 hari bila treptokokus terisolasi). Selain itu, single dose
azitromisin oral 500 mg pada hari pertama, 250 mg pada hari selanjutnya selama 4 hari sama
efektifnya dengan penggunaan dikloksasilin. Bila resisten terhadap eritromisin (biasanya pada
impetigo anak), koamoksiklav 25mg/kg 3x1, cefalexin 40-50 mg/kg perhari, cefaclor
20mg/kg 3x1, cefaprozil 20mg/kg perhari, atau klindamisin 15 mg/kg 3-4x1 dapat diberikan
selama 10 hari sebagai terapi alternatif.
2. FOLIKULITIS

Folikulitis adalah radang folikel rambut.penyebabnya adalah Staphylococcus aureus.

12
Folikulitis superfisialis: terbatad di dalam epidermis.

Sinonim : Impetigo Bockhart


Gejala klinis : Pustul kecil berbentuk kubah dan mudah pecah pada infundibulum (ostium)
dari folikel rambut, sering pada kepala anak dan pada area yang berjanggut, aksia,
ekstremitas, dan bokong pada dewasa.
Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.
Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya sikosis
barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral.Diagnosa banding nya adalah tinea
barbe, lokasinya di mandibula/ submandibula, unilateral. Pada tenia barbe rambut biasanya
rontok dan sediaan dengan KOH positif. Pengobatan dengan antibiotic sistemik/ topical
(Djuanda, 2010) (Fredberg,2003).

13
Terapi antibiotik yang disarankan ialah antibiotic sistemik jika luas : eritromisi 3x250 mg selama
7 14 hari ; atau penisilin 600.000 1,5 juta IU intramuscular selama 7 14 hari. Antibiotic
topical, isalnya kemicetin 2% ; jika eksudasi kompres PK 1/5.000 (Siregar, 2005). Pengobatan
lokal dengan kompres hangat salin serta krim musiprosin cukup untuk mengontrol infeksi
(Fredberg, 2003).

3. FURUNKEL/KARBUNKEL

Furunkel ialah pembentukan abses akut pada multipel folikel rambut., Karbunkel ialah abses
dalam pada kumpulan furunkel yang terasa nyeri. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus
aureus. Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan kelainan berupa nodus eritem berbentuk
kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan
nekrotik lalu memecah membentuk fistel.

14
Predileksi adalah tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong. Pengobatan jika hanya
sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika banyak perlu gabungan dengan antibiotic
sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau karbunkel berulang-ulang cari faktor predisposisi, misalnya
diabetes mellitus (Djuanda, 2010).

Terapi antibiotik untuk furunkel yang disarankan adalah antibiotic sistemik : eritromisin 4 x 250
mg atau penisilin , jika lesi matang, lakukan insisi dan aspirasi dan selanjutnya dikompres atau
diberi salep kloramfenikol 2% (Siregar, 2005). Setalh diinsisi jangan dilakukan dressing basah
karena infeksi dapat menyebar melalui maserasi kulit (Fredberg, 2003). Sedangkan antibiotik yang
diberikan pada karbunkel adalah eritromisin 4x250 mg selama 7 - 14 hari ; penisilin 600.000 IU
selama 5 - 10 hari. Antibiotik yang masih sensitif memberi hasil yang memuaskan seperti

15
sefalosporin atau golongan kuinolon. Basitrasin topikal juga efektif untuk pengobatan furunkel
(Siregar, 2005).
4. EKTIMA

Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi Streptococcus, biasanya
Streptococcus B hemolyticus. Gejala yang tampak adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi
di tungkai bawah, yaitu tempat yang relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat
dan tampak ulkus yang dangkal. Diagnosis bandingnya adalah impetigo krustosa, perbedaannya,
impetigo krustosa sering terjadi pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima
terjadi pada anak maupun dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan dasarnya adalah ulkus
(Djuanda, 2010). Ektima biasanya merupakan impetigo yang tidak tertangani dengan baik
(Fredberg, 2010). Pengobatannya sama seperti impetigo yang diakibatkan oleh stafilokokus.

16
5. PIONIKIA

Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau


Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai infeksi
pada lipatan kuku, terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapat
terbentuk abses subungual. Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic
sistemik. Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi (Djuanda, 2010).

6. ERISIPELAS

Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus
(Gawkrodger (2003) mengatakan akibat Strep. Pyogenes). Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan
kulit yang diserang ialah epidermis dan dermis, tempat predileksinya tungkai bawah. kelainan
yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda
radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis. Jika sering residif
ditempat yang sama dapat terjadi limfedema (Djuanda, 2010).

17
Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di subkutan (Djuanda,
2010).

Terapi awal diberikan benzylpenicillin selama 2 hingga beberapa hari kemudian diberikan
penisilin V selama 7-14 hari (Gawkrodger, 2003). Terapi antibiotik yang diberikan adalah penisilin
0,6 - 1,5 mega unit selama 5 - 10 hari, sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari memberi hasil yang
baik (Siregar, 2010).

7. SELULITIS

Inflamasi kulit ini berada lebih dalam daripada erisipelas. Jaringan subkutan terlibat dan areanya
lebih meninggi dan bengkak serta eritemanya lebih tidak tegas daripada erisipelas (Hunter, 2003).
Kadang pada perabaan teraba krepitasi pada selulitis dan terasa lebih keras daripada erisipelas
(Fredberg, 2003). Selulitis sering diakibatkan adanya trauma sebelumnya dan sering terjadi edema
hipostatik. Streptokokus, stafilokokus dan organisme lain bisa menjadi penyebab. Pengobatannya
berupa elevasi, rawat inap dan antibiotik sistemik (Hunter, 2003).

18
Rekomendasi untuk pengobatan selulitis adalah flucloxacillin 1g qds jika diberikan intra vena,
sedangkan flucloxacilin 500 mg qds apabila ingin diberikan terapi peroral. Terapi ini diberikan
selama 5-7 hari. Pada kondisi yang berat dapat ditambahkan clindamycin 300-450 mg per oral qds.
Apabila pasien alergi terhadap penicillin atau suspect MRSA dapat diberikan vancomycin intra
vena atau doxycycline 200 mg per oral pada hari pertamaa lalu dilanjutkan dengan 100 mg per
oral (GETIA, 2013).

8. FLEGMON

Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja ditambah dengan insisi
(Djuanda, 2010).

9. ULKUS PIOGENIK

19
Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya. Dibedakan dengan
ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga perlu dilakukan kultur (Djuanda,
2010).

Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara sistemik adalah penisilin 600.000 - 1,2 juta
IU intramuskular selama 5 - 7 hari; eritromisin 4 x 500 mg selama 7 hari. Siprofloksasin atau
sefalosporin memberi hasil yang baik (Siregar, 2005).
10. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada kelenjar keringat berupa abses
multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada anak dengan faktor predisposisi berupa daya
tahan tubuh yang menurun juga banyak keringat, sehingga sering bersama denga miliaria.
Kelainan berupa nodus eritema, multiple, tidak nyeri, berbentuk kubah dan lama memecah.
Lokasinya di tempat yang banyak keringat.
Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa nyeri dan bentuknya
seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat memecah. Pengobatan yaitu antibiotic
topical dan sistemik dengan tidak lupa memperhatikan faktor predisposisi (Djuanda, 2010).
11. HIDRADENITIS

Hidradenitis adalah kelainan kronis berat dari kelenjar apokrin. Banyak papul, pustul, kista, sinus
dan jaringan parut terdapat pada aksila, selangkangan dan daerah perianal. Kondisi ini mungkin
berbarengan dengan akne konglobata. Penyebabnya belum diketahui tetapi kelainan folikel
mungkin penyebabnya. Peningkatan androgen ditemukan pada beberapa wanita. Hal ini mungkin
bukan merupakan suatu imonodefisiensi atau suatu infeksi primer dari kelebjar apokrin, walaupun
stafilokokus aureus, streptokokus anaerob dan bacterioides spp. Sering ditemukan. Sebuah grup
peneliti mengatakan patogen utama penyebabnya adalah streptococcus milleri.

20
Pengobatannya sama seperti akne vulgaris. Antibiotik sistemik membantu lesi awal untuk
berkurang namuntidak efektif untuk lesi abses kronik. Insisi dan drainase abses dan injeksi intralesi
dengan tiamnisolon 5-10 mg/mL dapat mengurangi insidensi pembentukan scar dan sinus.
Klindamisin topikal dapat mencegah pembentukan lesi baru. Antiandrogen sistemik bisa
membantu beberapa wanita. Kasus yang berat membutuhkan operasi plastik untuk membuang area
yang terjangkit (Hunter, 2003).
.

12. S4 (STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME)

S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut penyakit Ritter. S.S.S.S ialah
infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri yang khas ialah terdapatnya
epidermolisis. Penyakit ini terutama terdapat pada anak dibawah 5 tahun, pria lebih banyak dari
wanita. Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71. Sumber
infeksi penyakit ini ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan telinga. Eksotoksin yang
dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin, eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh
sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman
penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksofoliatin, pada bayi
diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi pada golongan usia tersebut
(Djuanda, 2010).

21
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian atas. Kelainan
kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak pada muka, leher, ketiak dan
lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-
bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan
disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah erosif. Akibat
epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio. Daerah-daerah tersebut akan
mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi
setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks. Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi
komplikasi seperti selulitis, pneumonia dan septicemia. Jika terdapat infeksi ditempat lain maka
dapat dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua
Satphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada kulit tidak
ditemukan kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin (Djuanda, 2010).
Pada pemeriksaan histopatologi akan terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh
intraepidermal, celah terdapat di stratum granulosum, meskipun ruang lepuh sering mengandung

22
sel-sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel. Penyakit ini mirip
N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh
Ritter). Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun, mulainya
kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya tidak diserang dan angka
kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini adalah pioderma penyebab kematian paling
mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan
histopatologi secara frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan
keduanya berbeda. Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub
epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan terdapat sel radang
(Djuanda, 2010).
Pengobatan antibiotic, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif, misalnya kloksasillin
dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada neonatus, dosisnya 3x50 mg/hari/os.
Obat lain yang dapat diberikan ialah klindamisin dan sefalosporin generasi I. topical dapat
diberikan sufratulle, atau krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan cairan dan elektrolit
(Djuanda, 2010).
Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan prevalensi sekitar
1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya keseimbangan cairan dan elektrolit juga
karena sepsis (Djuanda, 2010).
Pilihan obat pada penyakit Stafilokokus Scalded Skin Syndrom adalah derivat penicilin misalnya
nafcilin. Alternaif lain adalah generasi pertama sefalosporin. Tetapi jika pasien alergi dengan
penisilin dapat diberikan golongan makrolid atau aminoglikosid. Vancomycin juga dapat menjadi
salah satu pilihan apabila pasien tidak berespon pada nafcilin (King, 2014).

23
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
Fredberg, I. 2003. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 6th Ed. New York: Mc
Grawhill
Gawkrodger, D. 2002. Dermatology: An Ilustrated Color Text. Sheffield: Churchill Livingstone
Guideline for the Empirical Treatment of Infections in Adults. 2013. Diunduh dari
http://www.ruh.nhs.uk/about/policies/documents/clinical_policies/blue_clinical/Blue_796.pd
f 13 May 2016
Hunter, J., Savin, J., Dahl, M. 2003. Clinical Dermatology 3rd Ed. Minessota: Blackwell
King, R.W. Staphylococca scalded skin syndrome medication. 2016. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1073117-medication#1 13 Mei 2016.
R.S. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Brosur-PPDS 4.4 PDF
    Brosur-PPDS 4.4 PDF
    Dokumen2 halaman
    Brosur-PPDS 4.4 PDF
    andyandy2590
    Belum ada peringkat
  • Sifilis Stadium 1 Dan 2 (4A)
    Sifilis Stadium 1 Dan 2 (4A)
    Dokumen7 halaman
    Sifilis Stadium 1 Dan 2 (4A)
    sigit_ananda07
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan SERKOM
    Surat Pernyataan SERKOM
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan SERKOM
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Case Report Neuro
    Case Report Neuro
    Dokumen18 halaman
    Case Report Neuro
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan SERKOM
    Surat Pernyataan SERKOM
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan SERKOM
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Surat
    Surat
    Dokumen1 halaman
    Surat
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen3 halaman
    COVER
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Referat Kemoterapi Kakay
    Referat Kemoterapi Kakay
    Dokumen19 halaman
    Referat Kemoterapi Kakay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Katay
    Katay
    Dokumen1 halaman
    Katay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Katanya
    Katanya
    Dokumen1 halaman
    Katanya
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • COVER en Id
    COVER en Id
    Dokumen1 halaman
    COVER en Id
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Referat Sle Kakay
    Referat Sle Kakay
    Dokumen12 halaman
    Referat Sle Kakay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Preskas Ipd
    Preskas Ipd
    Dokumen36 halaman
    Preskas Ipd
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Dokumen12 halaman
    Penyuluhan
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Damn
    Damn
    Dokumen1 halaman
    Damn
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Apa Bae Dah
    Apa Bae Dah
    Dokumen61 halaman
    Apa Bae Dah
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Morning Report 2 June 2017
    Morning Report 2 June 2017
    Dokumen10 halaman
    Morning Report 2 June 2017
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Uuittdysrstrseae
    Uuittdysrstrseae
    Dokumen41 halaman
    Uuittdysrstrseae
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Case Report Paru Kakay
    Case Report Paru Kakay
    Dokumen44 halaman
    Case Report Paru Kakay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • RKRKRKRKRRKRKKR
    RKRKRKRKRRKRKKR
    Dokumen3 halaman
    RKRKRKRKRRKRKKR
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Penilaian Pendanaan Kesehatan Mental Di Daerah Pedesaan Vs
    Penilaian Pendanaan Kesehatan Mental Di Daerah Pedesaan Vs
    Dokumen15 halaman
    Penilaian Pendanaan Kesehatan Mental Di Daerah Pedesaan Vs
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Dilema Bioetika Keswa
    Dilema Bioetika Keswa
    Dokumen23 halaman
    Dilema Bioetika Keswa
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Case Report KULIT
    Case Report KULIT
    Dokumen44 halaman
    Case Report KULIT
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Apa Bae Dah
    Apa Bae Dah
    Dokumen61 halaman
    Apa Bae Dah
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Dilema Bioetika Keswa
    Dilema Bioetika Keswa
    Dokumen23 halaman
    Dilema Bioetika Keswa
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Referat Kulit Kakay
    Referat Kulit Kakay
    Dokumen25 halaman
    Referat Kulit Kakay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen30 halaman
    Bab I Pendahuluan
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Preskas Skabies Dita
    Preskas Skabies Dita
    Dokumen31 halaman
    Preskas Skabies Dita
    Rezky Dwiputra Fellanys
    100% (1)
  • Referat Sol Kakay
    Referat Sol Kakay
    Dokumen47 halaman
    Referat Sol Kakay
    Rezky Dwiputra Fellanys
    Belum ada peringkat