Anda di halaman 1dari 30

KONSEP TEORI

A. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Keluarga


1. Defenisi keluarga
a. Menurut Depkes. RI. 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu
atap dalam keadaan saling ke tergantungan.
b. Menurut S .G . Bailon dan Aracelis Maglaya 1989
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup bersama
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan ( Nasrul
Effendi ,1998 : 33 ).
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
a. Unit terkecil dari masyarakat.
b. Terdiri atas dua orang atau lebih.
c. Adanya ikatan perkawianan dan pertalian darah.
d. Hidup dalam satu rumah tangga.
e. Dibawah asuhan seorang kepala keluarga.
f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g. Setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing.
h. Menciptakan dan mempertahankan kebudayaan
2. Keperawaatan kesehatan keluarga
Menurut S.G. Bailon dan Aracelis Maglaya 1978
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang
ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat
dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sarana penyalur (Nasrul
Effendi,1998:39)
3. Tipe keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-
anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakandan sebagainya.
c. Keluarga berantai (serial family) ialah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinanya
berpoligami dan hidup secara bersamasama.
f. Keluarga kabitas (cahabitasia) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan
tetapi membentuk suatu keluarga.
4. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem
keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu
tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Perawat perlu memahami setiap
tahapan perkembangan keluarga serta tugas tugas perkemabangannya. Hal ini penting
mengingat tugas perawat dalam mendeteksi adanya masalah keperawatan yang
dilakukan terkait erat dengan sifat masalah yaitu potensial atau aktual.
Tahap-tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil.
Menurut Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan
perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola
yang sama.
Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998)
a. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan
perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti
psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan
orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan
fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan
sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan :
1) Membina hubungan intim danmemuaskan.
2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) mendiskusikan rencana memiliki anak.
4) Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami,
keluarga istri dan keluarga sendiri.
b. Keluarga child bearing kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
sexual dan kegiatan.
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan
berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua
dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan
orang tua dapat tercapai.
c. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun. Tugas perkembangan :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal,
privasi dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga
harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada
saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah
maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-
masing anak memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas
yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga :
1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada
anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.
e. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.
Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar
untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.
Tugas perkembangan :
1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja.
f. Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan
ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang
tua. Tugas perkembangan :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua memasuki masa tua.
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini
dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan
gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan
1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak.
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
4) Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah
raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.
h. Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review.
6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini.
B. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Pengertian
Mansjoer (1999) menyatakan bahwa DM adalah keadaan hiperglikemi kronik yang
disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh
darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, demam tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).

Sedangkan Tapan (2006) menjelaskan bahwa DM adalah penyakit kronis yang


disebabkan oleh kekurangan produksi insulin (kuantitas / kualitas) baik oleh
keturunan atau didapat. Konsentrasi glukosa yang berlebih pada darah dapat
menyebabkan kerusakan sel tubuh. Long (1996) menjelaskan bahwa DM merupakan
penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler
dan neurologis.

Price dan Wilson (1995) menambahkan bahwa DM merupakan gangguan


metabolisme yang dimanifestasikan dengan hilangnya toleransi karbohidrat yang
terjadi secara genetis maupun didapat. Diabetes militus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth,
2002).

Dari berbagai definisi diatas tentang DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah
hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune,
dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap
perusakan imunologi sel sel yang memproduksi insulin.
2. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
a) Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau
tipe juvenil:
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi
sel beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung
mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
b) Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar. NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar
insulin yang beredar dalam darah namun tetap memiliki reseptor insulin dan
fungsi post reseptor yang tidak efektif.
c) Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational
Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya
hormon hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan
glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin.
d) Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.
yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat
obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu.
Umumnya obat obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain:
diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam
nikotinat (Long, 1996).
3. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kirakira 15 cm, lebar
5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya ratarata 6090 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.
Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama, yaitu :
a) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b) Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi
sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah yang
besarnya 100 225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1 2 juta. Pulau Langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama,
yaitu :
1) Selsel A (alpha), jumlahnya sekitar 2040% ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin
like activity .
2) Sel sel B (betha), jumlahnya sekitar 6080 % , membuat insulin.
3) Selsel D (delta), jumlahnya sekitar 515 %, membuat somatostatin. Masing
masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal
dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga
dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat
molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai
polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai
A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin
dapat larut pada pH 47 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin
dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di
dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan
di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi.
Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah
pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml
darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau
rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor
lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang
sekresi insulin dalam derajat berbedabeda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel
lemak.
4. Etiologi dan Predisposisi
DM dapat disebabkan oleh banyak faktor Noer (1996) menyebutkan bahwa ada 4
penyebab terjadinya DM, yaitu faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan sekresi
insulin yang berkurang, kegemukan atau obesitas, perubahan karena usia lanjut
berhubungan dengan resistensi insulin. Faktor keturunan dapat menjadi penyebab
yang mengambil peranan paling penting dalam terjadinya DM karena pola familial
yang kuat (keturunan) mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta pankreas yang
memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja
insulin (Long, 1996). Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat
terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan
fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi
kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan
gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat (Long,
1996).
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena insiden
DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat pada mereka
yang mengalami perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor
resiko tinggi DM karena jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas
mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperglikemia (Price dan Wilson, 1995).
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat
mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsurangsur akan
menurun bersamaan dengan berjalannya usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa
darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal
ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan insulin dari selsel beta, lambatnya
pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin (Long, 1996).
Etiologi pada DM telah dijabarkan oleh para ahli, yaitu berkaitan dengan fungsi organ
dan berbagai faktor resiko yang mendahului. Mansjoer (1996 : 588) menyatakan
bahwa Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), atau DM yang tergantung pada
insulin (tipe I) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimmune. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau tipe
II disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif
insulin). Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya DM, diantaranya :
a) Faktor genetik (herediter) Resiko terkena DM meningkat apabila ada anggota
yang terkena atau menderita DM, yaitu kesesuaian pada kembar monozigote dan
autosomonal dominan. Insulin Dependen Diabetes Melitus : <50 % dan Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus : 90100% (Long, 1996).
b) Faktor ras dan etnik tertentu NIDDM biasanya dialami oleh non kulit putih, pada
masyarakat Amerika angka kejadian NIDDM adalah 1:3, sedangkan pada
populasi umum adalah 1:200 (Long, 1996)
c) Faktor autoimmune Sel sel beta pankreas dihancurkan oleh proses
autoimmune.
d) Proses radang atau infeksi Pada kasus pankreatitis akan terjadi hambatan sekresi
insulin
e) Faktor obesitas, Jumlah reseptor insulin menurun pada orang yang kegemukan
(Long, 1996).
f) Pada keadaan tertentu Misalnya pada wanita dalam masa kehamilan atau karena
efek dari obat obatan tertentu (Long, 1996).

5. Patofisiologi
Insulin dan glukagon diproduksi dalam pankreas, yang merupakan kelenjar
eksokrin dan endokrin yang lebih dari sejuta kumpulan pulau pulau sel terletak
menyebar dalam organ ini. Terdapat 3 jenis sel sel endokrin, yaitu sel alpha yang
memproduksi glukagon ; sel beta, yang mensekresi insulin , sel delta yang mensekresi
gastrin dan somatostatin pankreas. Mekanisme kerja insulin adalah hipoglikemik dan
anabolitik. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang
melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel sel hati dan
otot yang disebut proses glikogenesis. Proses ini mencegah terjadinya hiperglikemi.
Jika terjadi kekurangan insulin maka menyebabkan perubahan metabolisme yang
menyebabkan hiperglikemi, antara lain :
a) Transpor gula yang melewati membran sel berkurang.
b) Glukogenesis berkurang,dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c) Glikogenesis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati
akan dicurahkan secara terus menerus.
d) Glukoneogenesis meningkat sehingga glukosa dalam darah meningkat dari hasil
pemecahan asam amino dan lemak. Ketosis menyebabkan asidosis dan terjadi
koma. Hiperglikemia meningkatkan osmolaritas darah. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah meningkat dan melebihi ambang ginjal, maka pada penyaringan di
glomerulus dan reabsorpsi glukosa pada tubulus pun berkurang sehingga terjadi
glukosuria. Karena glukosa dalam larutan, maka pengeluaran urine pun banyak
sebanding dengan pengeluaran glukosa. Hal ini dinamakan poliuri. Banyak
garam mineral tubuh pun ikut keluar bersama urine sehingga menyebabkan
kekurangan kadar garam dan terjadi penarikan cairan dari intraseluler dan
ektraseluler dan merangsang rasa haus berkepanjangan (polidipsi), starvasi
seluler dan kehilangan kalori akan merangsang rasa lapar yang berkepanjangan
(polifagi).

6. Manifestasi Klinik
Gejala klasik pada DM adalah :
a) Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.
b) Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat.
c) Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat.
d) Gejala lain yang dirasakan penderita
e) Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
f) Keletihan.
g) Penglihatan atau pandangan kabur.
h) Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan
i) Penurunan kesadaran.
3 Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :Kehilangan berat badan.
a. Luka, goresan lama sembuh.
b. Kaki kesemutan, mati rasa.
c. Infeksi kulit.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan. Obat obat yang beredar dari kelompok
ini adalah:
a) Glibenklamida (5mg/tablet).
b) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c) Glikasida (80 mg/tablet).
d) Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk
pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan
obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi
dengan obat obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar,
dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat,
wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a) Insulin kerja cepat Jenis jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink,
dan semilente.
b) Insulin kerja sedang Jenis jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
c) Insulin kerja lambat Jenis jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun
telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien
tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet
seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan
12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak
konsumsi serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat berat.
8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Carpenito, 2001).
a. Komplikasi Akut,
Ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer,
2002 : 1258)
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya
ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3) Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
Terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 :
1256)
b. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh
bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu:
(Long 1996)
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan kabur
sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalu disebabkan
retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : 16)
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahanperubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
2) Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau Diabetes Melitus. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke.
b) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah kulit yang
mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus demikian juga pada daerah
daerah yang terkena trauma (Long, 1996 : 17)
c) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun (Long, 1996 : 17)
C. Pengkajian Fokus Asuhan Keperawatan Keluarga
Pengkajian keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis
untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap
keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan
keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga. Proses keperawatan merupakan
kerangka kerja dalam melaksanakan tindakan yang digunakan agar proses asuhan
keperawatan dan kesehatan terhadap keluarga menjadi lebih sistematis (Effendy, 1998 :
46).
1. Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga kedalam tahap-
tahap meliputi mengidentifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data
lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.
a. Mengidentifikasi data
Data-data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien
dengan memakai norma kesehatan keluarga maupun social yang merupakan
system integritas dan kesanggupan untuk mengatasinya (Friedman, 1998).
Pengumpulan data pada keluarga dengan Diabetes Mellitus difokuskan pada
komponen-komponen yang berkaitan dengan diabetes Mellitus.
b. Data Identitas
1) Umur
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastic
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama mereka yang berat
badannya berlebih karena tubuh tidak peka terhadap insulin, semakin
bertambah usia semakin tinggi resiko diabetes (Setiono, 2005 :24).
2) Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya cenderung mudah terserang Diabetes Mellitus bila
dibandingkan dengan pria, hal ini dikarenakan wanita lebih banyak
mempunyai factor yang mendorong terjadinya DM seperti obesitas saat
kehamilan, strees, kelelahan, serta makanan yang tidak terkontrol.
3) Pekerjaan
Penghasilan yang tidak seimbang mempengaruhi keluarga dalam melakukan
perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita Diabetes
Mellitus. Salah satu penyebab ketidakmampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas kesehatan dan perawatan adalah tidak seimbangnya
sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnnya keuangan
(Effendy,1998).
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif karena dengan pendidikan
yang rendah, daya ingat klien, afektif dan psikomotorik dalam pengelolaan
penderita Diabetes Mellitus dan akibatnya serta pentingnya fasilitas
pelayanan kesehatan.
5) Hubungan (genogram)
Resiko terkena diabetes meningkat apabila ada anggota keluarga yang
menderita diabetes. Resiko juga meningkat pada keadaan kembar monozigot
dan autosomal dominan.
6) Tipe atau Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga extended family yang mempunyai riwayat penyakit DM
lebih cenderung menderita DM dari pada keluarga yang ukurannya lebih
kecil dan tidak mempunyai riwayat DM.
7) Latar Belakang atau Kebiasaan Keluarga
a) Kebiasaan Makan
Pola makan keluarga telah tergeser dari pola makan tradisional yang
mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan
dengan komposisi makan yang terlalu banyak mengandung protein, gula,
lemak, garam, dan mengandung sedikit serat. Pola makan seperti inilah
yang beresiko terjadinya penyakit diabetes mellitus (Noer, 1996).
b) Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Pemanfaatan fasilitas kesehatan merupakan factor penting dalam
pengelolaan pasien dengan Diabetes Mellitus. Effendy (1998)
menyatakan bahwa fasilitas kesehatan yang terjangkau memberikan
pengaruh yang besar terhadap perawatan dan pengobatan pada keluarga
yang anggota keluarganya menderita Diabetes Mellitus. Bila keluarga
mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan, maka dengan rajin mereka
akan melakukan control dan memeriksakan dirinya secra teratur apabila
ada keluhan lemas-lemas ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Pada
keluarga yang kurang mampu memanfaatkan pelayanan fasilitas
kesehatan, maka keluarga hanya memeriksakan kesehatan apabila sakit
saja, termasuk ketika merasakan adanya gejalagejala yang terkait dengan
Diabetes Mellitus.
c) Pengobatan Tradisional
Cara-cara yang lazim digunakan adalah meminum jamu tradisional.
Namun perlu diperhatikan dalam melakukan pengobatan tersebut harus
kontrol teratur agar pengobatannya berhasil. Namun mayoritas penderita
Diabetes Mellitus telah memanfaatkan pengobatan modern untuk
mengatasi gejala dan keluhan Diabetes Mellitus.
8) Status Sosial Ekonomi
Diabetes Mellitus sering terjadi pada keluarga yang mempunyai status
ekonomi menengah keatas. Karena factor lingkungan dan gaya hidup yang
tidak sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan
strees berperan penting sebagai pemicu diabetes.
c. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang berisiko mengalami masalah Diabetes
Mellitus adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan
lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degeneratif yaitu suatu
kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari sel
beta pancreas.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Diabetes Mellitus berkaitan erat dengan penyakit yang lain misalnya riwayat
keluarga dengan Diabetes Mellitus, Hiperensi, Penyakit ginjal, Stroke dan
lain-lain.
d. Data Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
Penataan perabot rumah yang tidak teratur, penerangan atau pencahayaan
yang kurang, keadaan lantai yang licin, merupakan factor yang meningkatkan
resiko injury karena pada pendrita Diabetes Mellitus yang lanjut akan
mengalami gangguan pada system persepsi sensori terutama visual seperti
adanya keluhan pandangan kabur.
2) Karakteristik tetangga dan komunitasnya
Menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat
a) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan
mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi
dengan masyarakat setempat
b) Fasilitas pelayanan kesehatan Adanya fasilitas pelayanan kesehatan
sangat menentukan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta
pengobatan.
c) Fasilitas transportasi
Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan
keluarga untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Sistem pendukung
Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Mellitus di keluarga sangat
membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari
pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. Semuanya berperan dalam
pemberian edukasi, motivasi dan memonitor atau mengontrol
perkembangan kesehatan anggota keluarga yang menderita Diabetes
Mellitus.
3) Struktur keluarga
Pola komunikasi
Interaksi antar anggota keluarga yang positif akan menimbulkan saling
pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga dan merupakan tugas anggota keluarga yang dapat menurunkan
tingkat stress yang menjadi pemicu terjadinya suatu masalah kesehatan
(Effendy, 1998).
4) Struktur kekuasaan
Pada masyarakat Indonesia kebanyakan pemegang kekuasaan yang lebih
dominant adalah patriarkal yaitu pemegang kekuasaan yang tertinggi di pihak
ayah (Effendy, 1998).
5) Struktur peran
Friedman (1986), menyatakan peran atau status seseorang dalam keluarga
dan masyarakat mempengaruhi gaya hidupnya, peran dalam keluarga terbagi
dalam peran sebagai suami, ayah, istri, ibu, anak, kakak, adik, cucu, dan lain-
lain.
6) Nilai-nilai dalam keluarga
Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga adalah yang
bertentangan dengan masalah DM seperti halnya pergi ke dukun dan bukan
pada petugas fasilitas kesehatan (Effendy, 1998).
7) Fungsi keluarga
a) Fungsi Afektif
Bagaimana keluarga merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu
lain dalam keluarga tersebut. Keluarga yang kurang memperhatikan
keluarga yang menderita DM akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut
(Noer, 1996).
b) Fungsi Sosialisasi
Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota keluarga yang
menderita DM untuk berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi
tingkat stress keluarga. Biasanya penderita DM akan kehilangan
semangat oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan yang berlaku
seumur hidup.
c) Fungsi Perawatan Kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganan masalah
Diabetes Mellitus:
Mengenal masalah kesehatan keluarga
Ketidak sanggupan keluarga mengenal masalah pada DM salah satu
factor penyebabnya adalah karena kurang pengetahuan tentang DM
(Effendy, 1998). Apabila keluarga tidak mampu mengenal masalah
Diabetes Mellitus, penyakit tersebut akan mengakibatkan komplikasi.
Mengambil keputusan bagi anggota keluarga yang sakit
Ketidak sanggupan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat
dalam melakukan tindakan disebabkan karena tidak memahami
tentang sifat, berat, dan luasnya masalah yang dihadapi dan masalah
yang tidak begitu menonjol. Penyakit Diabetes Mellitus yang tanpa
penanganan akan mengakibatkan komplikasi.
Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidak mampuan ini disebabkan karena tidak mengetahui keadaan
penyakit, tanda dan gejala, penyebab dan pengelolaan pada Diabetes
Mellitus (Effendy, 1998).
Ketidak sanggupan keluarga dalam memelihara lingkungan yang
dapat berpengaruh terhadap kesehatan.
Ketidak mampuan ini disebabkan karena sumber-sumber dalam
keluarga tidak mencukupi, diantaranya adalah biaya (Effendy, 1998).
Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan
Hal ini sangat penting sekali untuk keluarga yang mempunyai
masalah Diabetes Mellitus. Agar penderita dapat memeriksakan
kesehatan secara rutin dan sebagai tempat jika ada keluhan (Effendy,
1998).
8) Koping keluarga
Apabila terdapat stressor yang muncul dalam anggota keluarga, sedangkan
koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress pada anggota
keluarga yang menderita diabetes, karena salah satu cara mengatasi
kekambuhan yaitu dengan menjaga diit yang teratur, dan mengurangi stress.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Arteroskleosis vasikuler Diagnosa keperawatan adalah pernayataan
tentang factor-faktor yang mempertahankan respon atau tanggapan yang tidak sehat
dan menghalangi perubahan yang diharapkan (Effendy, 1998). Diagnosa adalah yang
mungkin timbul pada keluarga dengan diabetes melitus antara lain (Doengoes, 2000:
51):
a. Kekurangan volume cairan, kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan
pengeluaran urine, urine encer, kelemahan, haus, penurunan berat badan, kulit
atau membrane mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardia,
pelambatan pengisian kapiler. Berhubungan dengan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kemungkinan dibutuhkan oleh
masukan makanan yang tidak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan
berat badan 10-20% atau lebih dari yang diharapkan, kelemahan, tonus otot
buruk, diare berhubungan dengan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan:
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori, dapat diterapkan adanya
tanda-tanda dan gejala-gejala untuk membuat diagnosa aktual berhubungan
dengan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
e. Kelelahan, kemungkinan dibuktikan oleh kurang energi yang berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja
biasanya biasanya berhubungan dengan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang
kesehatan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
3. Rencana Keperawatan
a. Menyusun prioritas
Setelah menentukan diagnosis keperawatan, selanjutnya adalah melakukan
prioritas masalah kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan (Effendy, 1998):
1) Masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga
tidak dapat diatasi sekaligus.
2) Mempertimbangkan masalah yang dapat mengancam kesehatan.
3) Respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
4) Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
5) Sumber daya keluarga yang menunjang masalah kesehatan keluarga atau
keperawatan keluarga.
6) Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
b. Kriteria prioritas masalah (Effendy, 1998: 52):
Kriteria masalah, dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, keadaan sakit atau
kurang sehat, dan situasi krisis. Bobot terbesar adalah kurang sehat kemudian
ancaman kesehatan dan yang ketiga adalah krisis.
Kemungkinan masalah diabetes mellitus dapat diubah, hal-hal yang harus
diperhatikan:
1) Pengetahuan, teknologi, dan tindakan untuk menangani diabetes mellitus.
2) Sumber daya keluarga, diantaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
3) Sumber daya keperawatan, diantaranya adalah pengetahuan tentang diabetes
mellitus, ketrampilan dalam perawatan.
4) Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti
posyandu, polindes dan sebagainya.
c. Potensi masalah untuk dicegah
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi /
dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan
memberikan informasi tentang diabetes mellitus, cara mencegah dan merawat,
serta menganjurkan keluarga untuk memeriksakan kesehatan anggota keluarga
dengan diabetes mellitus ke pelayanan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam melihat potensi pencegahan masalah diabetes mellitus:
1) Kesulitan masalah diabetes mellitus, berkaitan dengan beratnya penyakit
diabetes mellitus yang menunjukkan kepada prognosa DM (Diabetes
Mellitus).
2) Lamanya masalah berhubungan dengan terjadinya masalah diabetes mellitus,
dan kemungkinan masalah diabetes mellitus dapat dicegah.
3) Tindakan yang sudah dan sedang dilakukan untuk mencegah dan
memperbaiki masalah diabetes mellitus dalam rangka meningkatkan status
kesehatan keluarga.
4) Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat
peka menambah potensi untuk mencegah masalah.
d. Masalah yang menonjol
Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah diabetes mellitus dalam hal
beratnya dan mendesak untuk diatasi melalui intervensi keperawatan (Effendy,
1998: 49).
e. Penyusunan Tujuan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan
tujuan bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumber-sumber,
menggambarkan pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan, menyeleksi
intervensi keperawatan yang spesifik dan mengoperasionalkan perencanaan
(menyusun prioritas dan menulis bagaimana rencana tersebut dilaksanakan dalam
fasenya).
1) Tujuan umum
Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai diabetes mellitus,
maka keluarga mampu mengenal masalah diabetes mellitus, mampu
mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat bagi anggota
keluarga yang mengalami diabetes mellitus.
2) Tujuan khusus
Masalah tentang diabetes mellitus dalam keluarga dapat teratasi atau tidak
bertambah buruk keadaanya.
f. Menentukan kriteria evaluasi
Kriteria yang akan dicapai adalah:
1) Respon verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah
kesehatan diabetes mellitus, yaitu pengertian, penyebab, tipe, tanda dan
gejala, dan perawatan diabetes mellitus.
2) Respon afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan
mengambil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita
diabetes mellitus.
3) Respon motorik keluarga dan evaluasi perilaku yaitu keluarga mampu
melakukan perawatan diabetes mellitus dan mencegah terjadinya komplikasi
diabetes mellitus.
g. Menentukan standar evaluasi:
Pengertian, tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan diabetes mellitus.
h. Fokus Intervensi
1) Kekurangan volume cairan
a) Berikan informasi kepada keluarga dan klien tentang manifestasi klinik
kekurangan volume cairan sebagai tanda memberatnya penyakit Diabetes
Mellitus.
b) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang cara
mengatasi kekurangan volume cairan.
c) Anjurkan kepada klien untuk selalu memonitor keluaran urine.
d) Motivasi klien untuk menimbang berat badannya ke pelayanan kesehatan
terdekat.
e) Anjurkan kepada keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan.
f) Motivasi klien untuk patuh atau kooperatif dalam regimen pengobatan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian
pentingnya gizi bagi penderita Diabetes Mellitus.
b) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar
bagi penderita Diabetes Mellitus.
c) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh pada penderita Diabetes Mellitus.
d) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
e) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar
bagi penderita Diabetes Mellitus.
f) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
3) Resiko infeksi
a) Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga tentang adanya
resiko tinggi infeksi pada luka penderita Diabetes Mellitus.
b) Ajarkan pada klien cara mencegah infeksi pada luka penderita Diabetes
Mellitus.
c) Ajarkan cara perawatan luka yang benar pada klien dan keluarga agar
terhindar dari infeksi.
d) Motivasi klien dan keluarga untuk mendemonstrasikan cara perawatan
luka yang benar.
e) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan agar
mendapatkan perawatan luka yang benar.
f) Rujuk ke pelayanan kesehatan .
4) Resiko gangguan persepsi sensori
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
gangguan persepsi sensori visual (pandangan kabur) sebagai manifestasi
penyakit Diabetes Mellitus.
b) Anjurkan klien untuk memeriksakan kesehatan matanya ke pelayanan
terdekat.
c) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya penurunan
ketajaman penglihatan sebagai manifestasi dari terjadinyya komplikasi
Diabetes Mellitus yang lanjut.
d) Anjurkan kepada klien untuk menggunakan alat bantu penglihatan jika
terjadi gangguan penglihatan.
e) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan lanjutan, penggunaan kacamata dan penggunaan obat.
f) Motivasi klien untuk patuh dalam pengobatan.
5) Kelelahan, kelemahan
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian
pentingnya gizi bagi penderita Diabetes Mellitus.
b) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar
bagi penderita Diabetes Mellitus.
c) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar
bagi penderita Diabetes Mellitus.
d) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
e) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar
bagi penderita Diabetes Mellitus.
f) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Mitra Wacana


Media, Jakarta.
Fauzi, Isma, 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes
Melitus dan Hipertensi, ARASKA, Jakarta.
Gusti ADP, Salvari, 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga, TIM, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul, 2011, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal, dkk, 2011. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 1,
Salemba Medika, Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal dkk, 2012. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 2,
Salemba Medika, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurarif, amin huda dkk, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Media Action, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai