KAWISTARA
VOLUME 1 No. 1, 21 April 2011 Halaman 1-102
ABSTRACT
Over the last 20 years many urban areas have experienced dramatic growth, as a result of rapid
population increase and the trans formation of the world economy because of a combination of rapid
technological and political change. In the case of Kedungsepur, the area has seen more than twofold
growth. Migrants come to the inner zones from both the area's core and elsewhere in the country. Net
migration, in many case, contributes as much as two thirds of the population growth in these zones,
whereas in the city cores, net migration contributes little to growth. A comprehensive model suggests that
urbanization in Kedungsepur is influenced by structural and social demographic factors. Thus, the bal-
ance between managing urban discharges to the environment and enhancing environmental resource
capacity is the key determinant of sustainability.
ABSTRAK
Lebih dari 20 tahun banyak kawasan urban yang mengalami pertumbuhan dramatis sebagai hasil
dari pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan transformasi ekonomi dunia akibat kombinasi dari
perubahan teknologi dan politik. Dalam kasus di Kedungsepur, kawasan dalam didatangi para migran
yang datang dari kawasan inti maupun dari pelosok negeri. Migrasi netto dalam banyak kasus memberi
kontribusi bagi pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut, sedangkan di kawasan inti migrasi netto
kecil kontribusinya. Model yang komprehensif disarankan karena pertumbuhan megaurban Kedung-
sepur dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi yang bersifat struktural dan sosial. Oleh karenanya kese-
imbangan antara pelaksanaan manajemen lingkungan perkotaan dengan peningkatan kapasitas sum-
berdaya lingkungan merupakan kunci utama bagai keberlanjutan di kawasan ini.
Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, megaurban.
79
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
80
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
81
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
82
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
Tabel 1.
Pertumbuhan Penduduk Kota dan Desa Di Kedungsepur Tahun 1995-2005
L a ju
P ertu m b u h a n
T ahun 1995 T ahun 2005
D a era h R a ta -ra ta % p er
T ahun
K o ta D esa K o ta D esa K o ta D esa
K o ta S em a ra n g 1 .1 0 4 .4 0 5 2 4 1 .9 4 7 1 .3 5 2 .8 6 9 8 5 .8 6 4 2 ,0 5 -9 ,8 0
K a b u p a ten K en d a l 2 0 1 .2 1 6 6 2 9 .8 0 4 3 5 0 .0 5 4 5 5 7 .7 1 7 5 ,6 9 -1 ,2 0
K a b u p a ten D em a k 1 5 1 .5 1 5 7 3 5 .5 8 1 2 6 4 .1 4 2 7 4 4 .6 8 0 5 ,7 1 -0 ,1 2
K a b u p a ten 1 9 9 .6 4 4 6 0 7 .7 4 4 2 9 3 .0 4 7 5 8 5 .2 3 1 3 ,9 1 -0 ,3 7
S em a ra n g
K a b u p a ten 1 8 6 .1 5 0 1 .0 0 7 .6 6 6 1 9 4 .9 3 8 1 .1 1 4 .4 0 8 0 ,4 6 1 ,0 0
G ro b o g a n
Ja w a T en g a h 9 .4 5 9 .6 8 0 2 0 .1 9 3 .5 8 6 1 2 .9 0 3 .8 9 1 1 8 .9 9 2 .2 2 3 3 ,1 5 -0 ,6 1
83
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
Gambar 1.
Peta Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Purwodadi)
Tabel 2.
Indeks Pembangunan antar-Kabupaten di Daerah Kedungsepur Tahun 2008
I n d ik a K o ta
K a b .K e n d a l K a b .D e m a k K a b .S e m a r a n g K a b .G r o b o g a n
-to r Sem arang
A 1 0 .0 0 2 .2 0 9 4 .8 7 4 .4 4 4 2 .4 6 4 .3 3 8 4 .6 6 2 .2 9 6 1 .9 5 1 .8 0 3
B 4 ,4 6 3 ,4 1 3 ,3 6 1 5 ,3 8 3 ,2 1
C 6 2 ,5 2 7 6 ,7 8 7 3 ,4 2 7 3 ,9 8 7 5 ,1 1
D 2 7 ,2 5 3 5 ,8 1 9 ,8 2 4 3 ,7 0 3 ,1 7
E 1 9 ,7 1 1 1 ,8 1 3 ,9 8 2 1 ,8 5 ,1 8
F 9 4 ,0 3 8 ,6 2 6 ,2 3 3 ,4 1 4 ,9
G 1 .3 5 9 k m 678 310 643 486
H 7 5 ,9 6 8 ,3 7 0 ,3 7 2 ,2 6 9 ,2
I 1 8 9 .5 3 3 1 0 7 .6 0 4 1 0 1 .0 4 8 8 3 .7 6 0 1 6 6 .5 4 9
J 1 6 ,4 2 3 ,5 4 ,4 5 ,6 3 ,4
K 1 0 .4 0 2 6 .1 6 8 1 5 .3 0 7 4 .5 4 7 7 .2 5 0
L 7 .2 3 0 113 78 73 63
M 3773 271 229 434 727
84
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Keca- dualisme sektor ekonomi maupun dari
matan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Geertz (1963) tentang involusi pertanian
Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan banyak menjelaskan tentang kemiskinan
Ngaliyan 4.059. Lima kecamatan ini berkem- dan peluang kerja di perdesaan.
bang pesat karena aktivitas baru banyak Internasionalisasi atau globalisasi kapi-
dibangun di wilayah ini seperti pembukaan tal dari negara-negara maju yang dipene-
kampus-kampus baru, pusat perbelanjaan, trasikan ke negara-negara berkembang, te-
perumahan, kawasan wisata, industri, dan lah banyak menimbulkan kesulitan bagi
sebagainya. para wirausahawan lokal. Membanjirnya
Migrasi masuk dapat diduga dari masih produk-produk tekstil dari Cina maupun
adanya ketimpangan pembangunan antara terperangkapnya Indonesia dalam produk-
desa dan kota hingga terjadi fenomena ur- si pangan, menunjukkan bahwa daya eks-
ban bias. Dalam sejarah pembangunan di por negeri ini masih lemah. Mulai dari hilir
negeri ini, teori kutub pertumbuhan dijadi- sampai hulu, Indonesia masuk dalam pe-
kan paradigmanya. Dalam paradigma ini rangkap pangan (food trap) dari negara-
diasumsikan bahwa ada produk pertanian negara maju. Sebagai contoh, industri per-
yang dapat dipacu produktivitasnya sehing- benihan kita dikuasai perusahaan raksasa
ga akan mencapai tingkat tertinggi dalam trans-nasional (MNCs) seperti Syngenta,
produksi pangan, memperluas kesempatan Monsanto, Bayer Crop, dan sebagainya de-
kerja dan pendapatan pada sebagian besar ngan total nilai 40 miliar US dollar. Demiki-
masyarakat, terutama dalam level subsisten. an pula dalam industri pengolahan pangan,
Dari titik inilah diharapkan tumbuh usaha MNCs seperti Nestle, Kraft Food, Cargill dan
kecil menengah usaha farm, ada pergerakan Unilever juga menguasai pangsa pasar de-
modal, ada kredit, teknologi dengan riset. ngan nilai 490 miliar US dollar, bahkan di
Dengan mendorong kerangka institusional tingkat pengecer pangan, MNCs seperti Car-
di perdesaan, maka diharapkan dapat men- refour, Wal Mart, Tesco dan Metro Group juga
dorong pertumbuhan regional. menguasainya dengan total nilai sebesar
Dalam kenyataannya, strategi kutub 1.091 miliar US dollar (Jawapos,11/9/2008).
pertumbuhan ini tidak cocok di negara-ne- Akibatnya petani kita terus terpuruk, kare-
gara berkembang seperti Indonesia, karena na kedelai, gula, beras, bahkan garam pun
ada dualisme antara sektor pertanian dan harus diimpor.
industri, serta penetrasi kapitalisme global
sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya. Studi Kasus Petani di Kabupaten
Pada satu sisi sektor pertanian banyak meng- Kendal
alami hambatan karena lahan pertanian ter- Tentang nasib petani yang tidak meng-
utama di Jawa sangat sempit serta banyak untungkan di daerah hinterland kota Sema-
terjadi fragmentasi atau pewarisan. Pada sisi rang, yakni kabupaten Kendal, telah dilaku-
lain, sektor industri sangat padat modal dan kan sebuah penelitian kecil. Studi kasus ini
berorientasi pada substitusi impor. Kendali didukung oleh hasil penelitian di lapangan
teknologi dan pertumbuhan ekonomi prak- pada Bulan Juni 2010 yang dibantu oleh para
tis berada di negara-negara maju, dan In- peneliti dari Dewan Riset Daerah Jawa Te-
donesia hanya sebagai tukang jahit. Aki- ngah. Penelitian yang dilakukan di Kabu-
batnya hanya tenaga kerja terampil saja paten Kendal (daerah hinterland kota Sema-
yang dapat memasuki sektor industri. Ada- rang) dilaksanakan di empat kecamatan,
nya urban bias semacam ini mengakibatkan yakni Kecamatan Weleri, Kecamatan Ge-
tumbuhnya sektor informal, karena luapan muh, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan
tenaga kerja dari sektor pertanian tidak ba- Rowosari. Jumlah responden yang diambil
nyak yang dapat ditampung di sektor indus- adalah 20 orang petani yang terdiri dari 10
tri. Teori-teori dari Boeke (1961) tentang orang pemilik, 6 orang petani penyewa, dan
85
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
4 orang petani penggarap. Kebanyakan pe- ginalnya kehidupan para petani berlahan
milik menggunakan sawahnya untuk dua sempit. Para petani di Kabupaten Kendal
kali masa tanam dan memberi waktu jeda rata-rata mengalami kesulitan dalam
untuk menyuburkan tanah kembali, sedang- mendapatkan pupuk. Semua responden
kan para penyewa dan penggarap memak- rata-rata juga mengalami masalah terhadap
simalkan masa tanam sebanyak tiga kali harga pupuk dan kelangkaan pupuk.
dengan tujuan mengejar setoran terhadap Kesulitan ekonomi yang dialami para
pemilik sawah tanpa memberikan waktu petani ditunjukkan oleh rencana mereka jika
jeda untuk penyuburan tanah. subsidi pupuk diganti dengan uang. Ham-
Semua responden menanam padi da- pir seluruh responden setuju dengan ada-
lam waktu satu tahun. Sebagian besar un- nya subsidi langsung berupa uang tunai ke-
tuk masa tanam tiga kali mereka menanam pada petani, Lebih dari 50% responden akan
padi, jagung dan tembakau, sedangkan un- menggunakan subsidi tersebut tidak hanya
tuk masa tanam dua kali mereka hanya untuk pupuk. Bahkan ada responden yang
menanam padi atau padi dan tembakau. akan mengunakan subsidi tersebut untuk
Semua responden di Kendal semuanya keperluan sehari-hari. Hanya 32% respon-
menggunakan pupuk kimia dan tidak ada den yang akan menggunakan subsidi terse-
yang menggunakan pupuk kandang. Hal but untuk keperluan pupuk.
tersebut dikarenakan di wilayah tersebut
jarang terdapat pupuk kandang. Pembelian Penggunaan uang subsidi
pupuk di Kabupaten Kendal rata-rata dibe- 5% 8%
li dari toko atau agen yang menjual pupuk
32%
di desa masing-masing, hal ini disebabkan
di wilayah responden keberadaan kelompok 55%
tani belum efektif dan efisien.
14 se p e n u h n y a u n tu k p u p u k
12 se b agian u n tu k p e r tan ian
10
8 se b agian u n tu k k e b u tu h an se h ar i-h ar i
6 tid ak tah u
4 Gambar 3.
2 Grafik Rencana para Petani Terkait
0
Kelangkaa Kualitas Pemberian Subsidi Pupuk Berujud Uang
Harga
n Pupuk Sumber: Wawancara di Lapangan (Juni 2010)
Masalah Pupuk 13 6 1
Urbanisasi sebagai Way of Life
Gambar 2.
Hasil penelitian lapangan tersebut ha-
Grafik Masalah dalam Memperoleh
nya sekadar menggambarkan betapa lemah-
Pupuk
nya kehidupan para petani, khususnya di
Sumber: Hasil Wawancara (Juni 2010) daerah pinggiran kota Semarang. Secara
nasional, semakin melemahnya sektor per-
Dari hasil wawancara diketahui bahwa tanian ditunjukkan oleh data BPS (2003),
kehidupan petani umumnya bertanah sem- yakni jumlah petani gurem meningkat 2,6
pit sehingga produktivitasnya rendah se- % per tahun. Yakni dari 10,8 juta petani pada
hingga sebagian dari mereka lebih memilih tahun 1993 menjadi 13,7 juta pada tahun
untuk hutang pupuk pada toko atau agen 2003. Petani gurem adalah petani berlahan
dan membayarnya hampir dua kali lipat sempit kurang dari 0,25 hektar. Jumlah la-
ketika sudah jatuh tempo hutang tersebut. han petani menurun dari 0,5 ha per petani
Fakta ini cukup memberi bukti betapa mar- pada tahun 1993 menjadi hanya 0,3 ha per
86
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
petani pada tahun 2003. Petani pangan ha- diduga kuat berkaitan dengan semakin
nya mampu memenuhi 30 % dari kebutuhan membaiknya tingkat pendidikan pemuda
keluarganya jika lahan yang diolahnya ha- desa sehingga mereka lebih merasa cocok
nya satu hektar. Padahal, jumlah petani pa- kalau bekerja di kantoran atau setidaknya
ngan adalah 72 % dari total petani yang ada. yang tidak masuk ke lumpur sawah. Data
Menurut BPS (2008) kontribusi sektor BPS (2009) menunjukkan bahwa ada penu-
pertanian terhadap PDB fluktuatif, namun runan jumlah petani di Kabupaten Demak,
cenderung menurun. Angka sementara yakni dari 302.603 petani pada tahun 1998
pada semester satu tahun 2008 persentase menjadi 221.241 petani pada tahun 2008.
sektor pertanian berada pada kisaran ang- Kenyataan ini didukung oleh pernyataan
ka 14 persen yang berarti menurun dari ang- para petani di kota Semarang dan daerah
ka 15,46 persen pada tahun 2002. Namun belakangnya dalam Focus Group Discussion
kisah swasembada pangan itu kini juga te- (FGD) di Semarang pada Juli 2010 yang lalu.
lah berhenti karena menurut BPS (2008), Dari titik inilah pemerintah daerah di-
pada tahun 2007 Indonesia harus mengim- tuntut untuk merespon perubahan besar ini
por beras dari Vietnam dan Thailand, ma- dan berusaha bagaimana untuk meningkat-
sing-masing senilai 335,6 juta US dollar dan kan kesejahteraan masyarakat yang memi-
122,4 juta US dollar. Kalau dilihat besaran- liki inovasi untuk bekerja secara mandiri.
nya, maka pada tahun 2004 Indonesia Pada satu sisi memang satu hal yang meng-
mengimpor 250 ribu metrik ton, tahun 2005 gembirakan tumbuhnya jiwa kewirausa-
sebanyak 225 ribu metrik ton, tahun 2006 haan ini, namun di sisi lain, merosotnya daya
sebanyak 495 metrik ton dan melonjak tajam tarik sektor pertanian juga harus mendapat
menjadi 1.495 ribu metrik ton pada tahun perhatian serius. Idealnya industrialisasi
2007. atau pertumbuhan sektor jasa terkait erat
Kondisi pembangunan pertanian di dengan pertumbuhan dan peningkatan
tingkat nasional tersebut nampaknya juga produksi di sektor pertanian. Pemerintah
terjadi pula di daerah belakang kota Sema- daerah mesti mampu meyakinkan para pe-
rang. Hasil penelitian juga menunjukkan hal muda desa untuk menekuni sektor perta-
yang sangat menarik, yakni di semua kabu- nian, tentu saja dengan inovasi baru, agar
paten di daerah belakang kota Semarang, produk pertanian terkait erat dengan indus-
sektor pertanian tidak dapat diharapkan lagi trialisasi dan pertumbuhan sektor jasa. Pe-
menjadi penopang utama kehidupan di per- merintah daerah mesti aktif menunjukkan
desaan. Pernyataan ini didukung oleh fakta contoh inovasi pertanian terkait dengan
sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3 dan agrobisnis yang berorientasi ekspor, sehing-
tabel 4 bahwa proporsi pekerja bebas di sek- ga pekerjaan pertanian tidak diidentikkan
tor non-pertanian, justru lebih besar diban- dengan pekerjaan kotor oleh para pemu-
dingkan dengan proporsi pekerja bebas di da yang berpendidikan.
sektor pertanian. Jika pekerja sendiri tanpa Menurunnya sektor pertanian di satu
bantuan orang lain dan pekerja dengan ban- sisi ternyata tidak diimbangi dengan produk-
tuan orang lain yang tidak dibayar disebut tivitas di sektor industri, namun justru yang
sebagai pekerja informal, maka tabel 3 dan banyak diciptakan adalah pusat pertumbuh-
tabel 4 juga menunjukkan pekerja sektor an baru yang berasal dari pemodal besar.
informal jumlahnya lebih banyak dibanding- Tumbuhnya industri perakitan di pinggiran
kan yang lainnya. kota dan tumbuh suburnya jaringan mini-
Fenomena tersebut makin meneguhkan market yang menggusur pasar-pasar tradi-
sinyalemen yang mengatakan bahwa anak sional menunjukkan adanya dominasi
muda dari desa saat ini makin enggan ekonomi global yang dikendalikan kapi-
melanjutkan pekerjaan orang tuanya se- talisme negara-negara maju. Globalisasi
bagai petani atau buruh tani. Fakta ini ekonomi ini akan mempengaruhi kebijakan
87
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
Tabel 3.
Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Bekerja Seminggu yang Lalu di kota Semarang dan
Daerah Belakangnya Menurut Status Pekerjaan Utama di Kota Tahun 2006
Kota
Daerah 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah
Kota Semarang 135.002 47.731 29.559 364.526 3.207 13.428 27.240 620.688
Kabupaten Kendal 30.120 33.642 8.859 63.962 10.518 15.302 24.014 186.417
Kabupaten Demak 30.802 24.460 2.100 68.035 2.494 8.410 7.976 144.277
Kabupaten Semarang 33.138 17.890 7.906 80.393 1.620 4.643 7.690 153.280
Kabupaten Grobogan 25.204 21.542 3.114 24.650 506 5.279 14.859 95.154
Sumber: BPS Keadaan Angkatan Kerja Jawa Tengah Tahun 2007
Tabel 4.
Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Bekerja Seminggu yang Lalu di kota Semarang dan
Daerah Belakangnya Menurut Status Pekerjaan Utama di Desa Tahun 2006
Desa
Daerah 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah
Kota Semarang 9.408 2.779 1.119 22.190 1.926 2.741 1.482 42.365
Kabupaten Kendal 33.479 97.914 3.977 42.537 56.258 90.024 88.599 342.788
Kabupaten Demak 62.324 101.338 4.832 64.793 42.564 40.962 68.763 385.576
Kabupaten Semarang 52.019 77.165 7.424 79.697 13.645 15.271 72.648 317.899
Kabupaten Grobogan 74.061 233.027 2.927 66.050 31.400 49.725 176.001 633.191
Sumber: BPS Keadaan Angkatan Kerja Jawa Tengah Tahun 2007
Keterangan :
1. Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang lain
2. Berusaha Sendiri Dibantu Buruh Tetap/Tidak Dibayar
3. Berusaha Sendiri Dibantu Buruh Tetap/ Dibayar
4. Buruh/Karyawan/Pegawai
5. Pekerja Bebas di Pertanian
6. Pekerja Bebas di Non-Pertanian
7. Pekerja Tidak Dibayar
88
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
harus dipertahankan dan ada sifat-sifat baru utama televisi, untuk memompakan ide-ide
yang harus dibangun. Perubahan wilayah tentang citra sebuah produk (brand image),
tempat tinggal, latar belakang sosial, dan nilai, gaya hidup, dan sebagainya, sebagai-
latar belakang kebudayaan akan terus ber- mana pernah disebut Georg Simmel sebagai
interaksi. the metropolis and mental life, sebagai kelan-
Proses reproduksi kebudayaan asal akan jutan dari urbanism as a way of life. Lewat
terus berjalan untuk pencarian identitas, manipulasi citra inilah para pebisnis sangat
sementara kota akan memberikan pilihan tanggap untuk menciptakan peluang usa-
yang boleh jadi akan menjauhkan mereka ha sehingga jaringan mini-market sudah
dari ciri kebudayaan asal di perdesaan. Bagi merambah di setiap jengkal lahan di ka-
mereka yang tidak siap, maka akan terjadi wasan perdesaan dan kawasan pinggiran
kebingungan dalam pencarian identitas kota dan mengubah wajahnya menjadi se-
karena kebudayaan kota yang plural dan buah kota lengkap dengan berbagai sara-
terdiferensiasi. Apalagi, menurut Gilbert na dan prasarana pelayanan lainnya. De-
dan Gugler (1996) bahwa ideologi pemba- ngan kata lain, urbanisasi yang terjadi bu-
ngunan kota merupakan perwujudan kon- kan karena meningkatnya daya inovasi
flik antar-kelas. Penentuan tata ruang kota masyarakat namun karena meningkatnya
hanya dapat dipahami dari proses konflik gaya konsumtivisme masyarakat (desa dan
dan beroperasinya sistem kapitalisme ini. kawasan pinggiran), dan ini berarti proses
Wajar pula jika unjuk rasa, bentrokan an- difusi budaya konsumtif terjadi dengan ce-
tara satuan polisi pamong praja dengan para patnya.
pedagang kaki lima, maupun meningkatnya Namun jika ditinjau dari fakta tentang
kejahatan di kota-kota besar, dan sebagai- tumbuhnya pekerja bebas di sektor non-per-
nya merupakan wujud dari konflik ini. tanian, boleh jadi hal ini juga menunjukkan
adanya peningkatan usaha kewirausahaan.
SIMPULAN Hanya yang menjadi masalah sampai sebe-
Di Kedungsepur sektor industri menu- rapa jauh inovasi kewirausahaan ini mam-
run perannya, demikian pula sektor perta- pu menopang perekonomian rakyat dan
nian, dan sebaliknya sektor jasa dan usaha menyejahterakan mereka. Tumbuhnya ke-
mandiri yang semakin meningkat. Di wi- mandirian masyarakat barangkali juga se-
layah perdesaan di semua kabupaten di bagai respons atas tidak memadainya upah
daerah belakang kota Semarang, urbanis- yang diterima jika mereka bekerja di sektor
me diduga kuat telah tumbuh dengan baik industri. Kenyataan menunjukkan bahwa
karena didukung oleh membaiknya tingkat terjadinya pergeseran basis ekonomi perta-
pendidikan kaum muda di desa serta pe- nian ke non-pertanian dan belum mampu
n g abrain washing dari televisi, media
r u h memberikan kesejahteraan bagi tenaga ker-
massa, alat komunikasi HP, dan sebagainya. ja.
Di daerah perdesaan, proporsi pekerja Implikasi kebijakan yang diambil peme-
bebas di sektor pertanian malahan lebih rintah kota dan kabupaten di wilayah Ke-
rendah jika dibandingkan dengan proporsi dungsepur ini ialah, bagaimana menyikapi
pekerja bebas di sektor non-pertanian. Fak- suburnya penetrasi pemodal yang terus
ta ini menunjukkan adanya perubahan gaya mengembangkan usahanya sampai ke
hidup yang mendorong tumbuhnya urba- tingkat desa sebagaimana nampak dari ser-
nisasi, dan bukannya industrialisasi. Urba- buan dua jaringan mini-market besar yang
nisasi yang terjadi adalah karena ada pe- merupakan simbol kekuatan modal. Ke-
ningkatan konsumsi masyarakat terkait kuatan modal besar diduga banyak merugi-
globalisasi informasi. Di kawasan perde- kan masyarakat bawah. Berbagai pemba-
saan pun sudah terlibat konsumsi global le- karan pasar-pasar tradisional menunjukkan
wat brain washing dari media massa ter- hal tersebut, dan ini merupakan gejala awal
89
Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91
90
Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur
Gilbert, A. and Gugler. J., 1996, Urbanisasi polis: Settlement Transition in Asia. Ho-
dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, Yogy- nolulu: The University of Hawaii
akarta: PT Tiara Wacana. Press, hlm. 193-216.
Ginsburg, N, 1990, The Urban Transition: McGee, T., 1971, The Urbanization Process in
Reflections on the American and Asian the Third World Exploration In Search
Experiences, Hongkong: The Chinese of Theory, London: G. Bell and Son Ltd.
University Press. __________________ , 1991, The Emergence of Desa Kota
Jones,G.W., 2001, Studying Extended Regions in Asia, dalam N.Ginsburg,
Metropilitan Regions in South-East B. Koppel and TG McGee (Eds), The
Asia, Paper Presented at the XXIV Extended Metropolis: Settlement Tran-
General Conference of the IUSSP. Sal- sition in Asia. Honolulu: University of
vador Brazil 18-24 August, dalam Hawaii Press.
http://www.iussp.org/Brazil 2001/ Melchert, L., 2005, The Age of Environmen-
s40/s42.02. Jones.pdf. tal Impasse? Globalization and Envi-
Jawapos, edisi 11 September 2008. ronmental Transformation of Metro-
Latz, G., 1991, The Persistence of Agricul- politan Cities, dalam Development
ture in Urban Japan: An Analysis of and Change. Vol. 36, No.5, hlm. 803-
the Tokyo Metropolitan Area, dalam 824.
N. Ginsburg, B. Koppel and T.G. Mc- Nasution, 1988, Metode Penelitian Naturalis-
Gee (eds.). The Extended Metropolis: tik Kualitatif, Bandung: Tarsito.
Settlement Transition in Asia. Honolu- Rondinelli, 1984, Small Towns in Develop-
lu: The University of Hawaii Press, ing Countries: Potential Centers of
hlm. 137-156. Growth, Transformation, and Integra-
Laquian, A.A., 2008, The Planning and tion, dalam HD. Kammeir and PJ
Governance os Asia`s Mega-Urban Swan (eds.) Equity With Growth? Plan-
Regions Population Division Depart- ning Perspectives for Small Towns in
ment of Economic and Social Affairs Developing Countries. Bangkok: AIT.
United Nation Secretariat. New York Tyner, J. A., 2002, The Globalization of
21-23 January. Diambil dari http:// Transnational Labor Migration and
www.un.org/esa/population/meet- the Filipino Family: a Narrative,
ings/EGM poDist/p04 Laquian.pdf. dalam Asian and Pacific Migration
Light, I., 2001, Globalization, Transnation- Journal. Vol. 11 No. 1, hlm. 95-116.
alism, and Trade, dalam Asian and Wirth, L., 1980, Urbanism as a Way of Life,
Pacific Migration Journal. Vol. 10, Irwan Press and M. Estellie Smith
No. 1, hlm. 53-79. (ed.). Urban Place and Process, New
Lin,G.C.S.1994. Changing Theoritical York: MacMillan Publishing co., Inc,
Perspective on Urbanization in Asian hlm. 30-48.
Developing Countries, dalam Third Yixing, Z., 1991, The Metropolitan Inter-
World Planning Review. 16, hlm. 1-23. locking Region in China: A Prelimi-
Liu,P.K.C and H.H. Tsai, 1991, Urban nary Hypothesis, dalam N. Ginsburg,
Growth and Employment in Taiwan B. Koppel and T.G. McGee (eds.), The
dalam N. Ginsburg, B.Koppel and T. Extended Metropolis: Settlement Tran-
G. McGee (eds.), The Extended Metro- sition in Asia. Honolulu: The Univer-
sity of Hawaii Press, hlm. 89-112.
91