+Tidak adanya serum haptoglobin akibat destruksi oleh sel-sel dari system retikuloendotelial
+ Retikulositosis
+ Hyperplasia sumsum tulang eritroid, dengan sumsum tulang myeloid yang normal. Rasio myeloid:eritroid
(normal 2:1 hingga 12:1) menurun menjadi 1:1 atau kebalikannya
Kerusakan eritrosit
+ Kerapuhan osmotic
Hereditary
spherocytosis
+ Abnormlitas Band 3
Hereditary elliptocytosis
+ Mutasi dari protein alpha atau beta spectrin menyebabkan gangguan pembentukan dimer spectrin
+ Mutase dari protein alpha atau beta spectrin menyebabkan gangguan hubungan spectrin-ankyrin
+ Delesi protein band 3, menyebabkan sel lebih rigid dan resisten terhadap infeksi malaria
+ Kondisi ini umum ditemukan di Melanesia, Malaysia, Indonesia, dan Filipina, sebagian besar kasus
asimtomtik dan tidak memberikan gambaran anemia.
Eritrosit dilapiisi dengan immunoglobulin G (IgG) secara tersendiri atau dengan komplemen dan oleh karena itu
diambil oleh makrofag RE yang mempunyai Fc Receptor. Bagian dari membrane yang terlapisi tersebut hilang,
sehingga sel menjadi semakin sferis untuk mempertahankan volume yang tetap dan akhirnya dihancurkan secara
prematir, terutama di limpa dan sistem Retikulo Endotelial.
Gambaran Klinis: Penyakit dapat terjadi pada segala usia, jenis kelamin, dan bermanifestasi sebagai anemia
hemolitik dengan keparahan bervariasi. Limpa sering kali membesar. Penyakit ini cenderung pulih dan kambuh.
Temuan Laboratorium: didapatkan temuan hematologis dan biokimiawi khas untuk anemia hemolitik
ekstravaskuler dengan sferositosis yang nyata dalam darah tepi. DAT positif akibat IgG, IgG dengan
komplemen, atau IgA ada sel dan pada beberapa kasus autoantibodi menunjukkan spesifisitas dalam system Rh.
Antibody yang terdapat pada permukaan sel dan yang bebas dalam serum yang paling baik dideteksi pada suhu
37oC.
Pengobatan Warm autoimmune hemolytic anemia (AIHA) :
+ Kortikosteroid. Prednisolone adalah pengobatan lini pertama yang umum, 60 mg/hari merupakan dosis awal
yang umum pada dewasa dan harus kemudian turun secara perlahan. Pasien dengan IgG predominan pada
eritrosit paling baik hasilnya, sedangkan mereka yang dengan komplemen sering berespons tidak baik, baik
terhadap kortikosteroid maupun splenektomi.
+ Splenektomi mungkin berguna bagi pasien yang gagal berespons baiik atau gagal mempertahankan kadar
hemoglobin yang memuaskan dengan dosis steroid keci yang dapat diterima.
+ Immunosupresi dapat dicoba jika steroid dan/atau splenektomi sudah gagal. Ii dapat dicapai dengan obat atau
antibody monoclonal. Azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, siklosporin dan mikofenolat mofetil dapat dicoba.
+ Antibody monoclonal. Anti CD20 (rituximab) telah menghasilkan remisi yang memanjang pada sebagian
kasus dan anti CD52 (campath-1H) telah dicoba dengan sukses pada beberapa kasus.
+ Immunoglobulin dosis tinggi telah digunakan tetapi kurang berhasil dibandingkan pada ITP
+ Mungkin perlu untuk mengobati penyakit yang mendasarinya, misal leukemia limfositik kronik atau limfoma.
+ Transfusi darah mungkin diperlukan jika anemia berat dan menyebabkan gejala. Darah harus paling tidak
inkompatibel dan jika spesifisitas autoantibodi diketahui, dipilih darah donor yang tidak mempunyai antigen
yang relevan. Pasien juga dengan mudah membuat aloantibodi terhadap eritrosit donor.
Cold autoimmune hemolytic anemia
Autoantibodi pada cold AIHA biasanya IgM dan berikatan dengan eritrosit terbaik pada suhu 4 oC. Antibodi IgM
sangat efisien untuk mengikat komplemen dan dapat terjadi hemolisis intravascular dan ekstravaskular.
Komplemen senddiri biasanya terdeteksi pada eritrosit, antibody telah terlepas dari sel di bagian-bagian sirkulasi
yang lebih hangat. Yang menarik, pada hampir semua sindrom AIHA dingin, antibody ditujukan terhadap
antigen I pada permukaan eritrosit. Pada mononucleosis infeksiosa, antibody adalah anti-i.
Gambaran klinis: pasien menderita anemia hemolitik kronik yang diperburuk oleh dingin dan disertai dengan
hemolisis intravascular. Icterus ringan dan splenomegaly mungkin ditemukan. Pasien mungkin mengalami
akrosianosis (keunguan) pada ujung hidung, telinga, jari-jari tangan dan jari-jari kaki yang disebabkan oleh
aglutinasi eritrosit dalam pembuluh darah keciil.
Temuan laboratorium mirip dengan AIHA hangat kecuali bahwa sferositosis kurang nyata, eritrosit beraglutinasi
dalam suhu dingin dan DAT menunjukkan komplemen (C3d) hanya pada permukaan eritrosit. Serum
menunjukkan autoantibodi dingin terhadap eritrosit dengan titer yang tinggi.
Pengobatan terdiri dari mempertahankan pasien tetap hangat dan mengobati penyebab yang mendasari, jika ada.
Zat pengalkil seperti klorambusil atau analog nukleotida purin (misal fludarabin) mungkin bermanfaat pada
varian yang kronik. Anti-CD20 (rituximab) dan anti-CD52 (campath-1H) telah digunakan. Rituximab
khususnya efektif jika terdapat penyakit limfoproliferatif B yang menyertai. Splenektomi biasanya tidak
membantu kecuali terdapat splenomegaly massif. Steroid tidak membantu. Limfoma yang mendasari harus
disingkirkan pada kasus-kasus idiopatik.
Temuan laboratorium: Pada pemeriksaan DAT hasil positif untuk IgG dan C3.
Pengobatan untuk mixed type AIHA merespon obat dengan cara yang mirip seperti AIHA hangat. Pasien
umumnya merespon steroid, agen immunosupresif, dan splenektomi dengan baik. Penyakit lain yang mendasari
terjadinya mixed type AIHA juga harus disingkirkan.
+ Antibody yang ditujukan terhadap kompleks obat-membran eritrosit (misal penisilin, ampisilin). Ini hanya
terjadi dengan dosis antibiotik yang sangat besar.
+ Deposisi komplemen melalui kompleks obat-protein (antigen) antibody pada permukaan eritrosit (misal
kuinidin, rifampisin)
+ Anemia hemolitik autoimun sejati, pada keadaan ini peran obat belum jelas (misal metildopa)
Pada setiap kasus, anemia hemolitik hilang perlahan jika obat dihentikan.
Pada anemia hemolitik aloimun, antibod yang dihasilkan oleh seorang individu bereaksi dengan eritrosit
individu lain. Dua keadaan penting adalah transfusi darah yang tidak kompatibel ABO (menyebabkan hemolisis
yang parah) dan penyakit Rh pada neonatus. Reaksi transfusi yang terlambat biasanya muncul 3 hingga 10 hari
pasca transfusi dan biasanya disebabkan oleh titer antibody yang rendah terhadap antigen eritrosit minor. Pada
paparan berulang terhadap antigen eritrosit, antibody ini terbentuk cepat dan menyebabkan hemolisis
ekstravaskuler. Sedangkan pada reaksi transfusi akut terjadi aglutinasi oleh IgM yang menyebabkan fiksasi
komplemen hemolisis intravaskuler yang cepat. Dalam hitungan menit, pasien menunjukkan gejala demam,
menggigil, dyspnea, hipotensi, dan shock.