Anda di halaman 1dari 23

ABSTRAK

Pendahuluan: Kejadian BBLR disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya umur ibu
<20/>35 tahun serta ukuran LILA < 23,5 cm. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas
Tawangrejo Kota Madiun , dari tahun 2010 terdapat 20 BBLR sedangkan bulan Januari-
April 2011 terdapat 24 BBLR. Masalah penelitian ini adalah peningkatan kejadian BBLR.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara umur dan status gizi ibu
berdasarkan ukuran lingkar lengan atas dengan jenis BBLR. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian analitikcross sectional dengan populasi seluruh bayi dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram pada bulan Januari-April 2011 diambil secara simple
random sampling sebanyak 23 bayi. Data bersumber dari data sekunder berupa rekam medik.
Variabel bebasnya umur dan status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar lengan atas serta
variabel terikatnya jenis BBLR kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Fisher Exact.
Hasil: Sebagian besar (69,6%) ibu melahirkan dalam kategori umur tidak aman,
menyebabkan BBLR prematur (38,5%) dan BBLR dismatur (61,5%). Serta sebagian besar
(65,1%) ibu melahirkan dalam kategori KEK, menyebabkan BBLR prematur (38,5%) dan
BBLR dismatur (61,5%). Dari hasil uji Fisher Exact diperoleh nilai p=0,011 untuk umur dan
p= 0,024 untuk ukuran LILA dengan tingkat kemaknaan = 0,05, karena p < maka H1
diterima. Kesimpulan: Penelitian ini ada hubungan antara umur dan status gizi ibu
berdasarkan ukuran lingkar lengan atas dengan jenis BBLR. Ibu yang hamil dan melahirkan
pada umur yang tidak aman serta KEK cenderung melahirkan bayi dengan BBLR. Dari
penelitian yang dilakukan diharapkan tenaga kesehatan lebih meningkatkan promosi
kesehatan dengan melakukan pencegahan melalui deteksi dini kehamilan dengan
pemeriksaan ANC sejak dini dengan standar 7T.

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah gizi masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama. Masalah gizi merupakan penyebab kematian ibu dan anak
secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah. Rendahnya status gizi ibu hamil
selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu dan bayi,
diantaranya adalah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan
BBLR mempunyai peluang meninggal 10 20 kali lebih besar daripada bayi yang lahir
dengan berat lahir cukup. Oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini dalam kehamilan yang
dapat mencerminkan pertumbuhan janin melalui penilaian status gizi ibu hamil (Chairunita,
Hardiansyah, Dwiriani, 2006).
Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat badan bayi
pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan
dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil
yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK).
Hasil SurveySosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1999 menunjukkan bahwa terdapat 27,6
% ibu hamil KEK yang mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) (Lubis, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat tidak hanaya dari sektor melainkan juga di pengaruhi oleh faktor ekonomi
pendidikan, lingkungan sosial, keturunan faktor dan lain nya.
Berdasarkan dari data The fifty sixth session of Regional Committee WHO pada tahun
2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab infeksi (33%), asfiksia atau
trauma (28%), BBLR (24%), kelainan bawaan (8%), ikterus (2%) dan lain-lain (5%). Salah
satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris atau kemikterus
(Widyaningsih, 2012).
Menurut WHO (2007) banyak bayi terutama bayi kecil (yang kurang dari 2,5 kg pada
saat lahir atau lahir sebelum usia gestasi 37 minggu), dapat mengalami ikterus selama
minggu pertama kehidupan. Pada sebagian besar kasus, kadar bilirubuin yang menyebabkan
ikterus yang tidak membahayakan dan tidak membutuhkan terapi
Hasil penelitian yang di lakukan pada periode April 2010 sampai dengan Maret 2011
terdapat 12,3% atau 357 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dari 2.897 bayi yang di
rawat di ruang perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung. Berdasarkan berat

2
badan lahir angka kejadian bayi hiperbilirubinemia terbanyak adalah kelompok berat badan
lahir >4000 gram yaitu 17,5%. Sementara angka kejadian hiperbilirubinemia pada bayi
terbanyak adalah kelompok umur kehamilan <37 minggu yaitu 12,5% (Septiani, 2013).
Data dari medical record di Rumah Sakit Muhammadiyah, jumlah neonatus dengan
diagnosis hiperbilirubinemia pada tahun 2012 berjumlah 40 neonatus (1,53%) sementara
pada tahun 2013 berjumlah 31 neonatus (1,28%), dan pada tahun 2014 terjadi peningkatan
berjumlah 95 neonatus (3,65%) (Rekam Medik RS, 2011). Berdasarkan data diatas penelitian
untuk melakukan penenlitian dengan judul Hubungan Berat Badab Lahir Bayi dan
Kehamilan Ibu dengan Kejadian Hiperbilirubinemia

A. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan berat badan lahir bayi dan umur kematian kehamilan ibu
dengan kejadian hiperbilirubinemia.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dan Umur Kehamilan ibu
dengan kejadian Hiperbilirubinemia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian hiperbiliribinemia
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berat badan lahir bayi
c. Untuk mengetahui frekuensi umur kehamilan
d. Untuk mengetahui berat badan lahir bayi dengan kejadian hiperbilirubinemia
pada bayi
e. Untuk mengetahui hubungan umur kehamilan ibu dengan kejadian
hiperbilirubinemia pada bayi di Rumah Sakit tahun 2014.

C. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini yaitu asuhan neonatus,bayi, balita dan
anak prasekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan berat
badan lahir bayi dan umur kehamilan ibu dengan kejadian hiperbilirubinemia
pada bayi di rumah sakt pada tahun 2014. Dimana jenis penelitian ini
menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan case control dimana
variabel independen (Berat Badan Lahir Bayi dan umur Kehamilan Ibu) dan

3
variabel dependen (hiperbilirubinemia pada bayi ). Data yang di gunakan
adalah data skunder dengan melihat data dari rekam medik dan registrasi bayi
menggunakan master tabel dan check list. Populasi nya adalah semua bayi
yang di rawatdan terdata dalam rekam medik di rumah sakit tahun 2014.
Sedangkan sampel penelitian adalah sebagian bayi yang tercatat di rekaman
medik dari registrasi bayi. Pengambilan data dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang di laksanakan pada bulan Januari sampai April tahun 2015 di
rumah sakit.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pedidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan perbandingan
dan wawancara informasi dalam proses pembelajaran serta bahan referensi bagi
mahasiswa sehimgga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan masukan dlam
meningkatkan kualitas pelayanan di ruang perinatal dan neonatus yang dapat
bermanfaat untuk mengetahui kejadian hiperbilirubinemia sehingga dapat lebih
fokus pada upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
3. Bagi peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambahkan pengetahuan, pengalaman,
dan memperluas wawasan penelitian dalam menerapkan mata kuliah metodelogi
penelitian dan dapat di jadikan bahan perbandingan selanjut nya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hiperbilirubinemia
1. Pengertian
Ikterus adalah diskolorisasi kuning pada kulit atau oragan lain akibat
penumpukan bilirubin. Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis
dan patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga serta tidak
mempunyai dasra patologis atau tidak ada potensi menjadi kern-ikterus.
Ikterus patologis adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum nya bisa
menjurus kearah terjadinya kern-ikterus bila kadar bilirubin nya tidak
terkendali atau mencapai hiperbilirubinemia (Muslihatun, 2010).
Menurut Wulandari (2011), hiperbilirubinemia adalah suatu insiden
kern-ikterus yang tinggi berhubungan dengan kadar bebas yang lebih
rendahdari 18-20 mg/dl pada bayi aterm, sedangkan pada bayi berat badan
lebih rendah akan memperlihatkan kern-iktrus pada kadar yang lebih rendah
10-15mg/dl.
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yangmempunyai potensi menimbulkan kern-ikterik bila
tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohrdjo, 2009).
Hiperbilirubinemia merupaakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
dimana kadar bilirubin serum total melebihi dari 10mg/dl% pada minggu
pertama dengan di tandai ikterus (Hidayat 2011).

2. Klasifikasi
Klasifikasi ikterus menurut Kristiyanasari (2009) adalah sebagai berikut :
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dl
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada kuarang bulan.

5
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg/dl per hari
4) Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg
5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu.
b. Ikterus patologis atau hiperbilirubinemia
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis yaitu :
1) Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
2) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dl pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan.
3) Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl per hari
4) Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama
5) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proseshemolitik infeksi
atau keadaan patologis lain yang telah diketahui
6) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dl
c. Kern-ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus stratum, thalamus, nucleus subtlamus,
hipokorpus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus IV.

3. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering di temukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan.
Hiperbilirubinemia karena berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat
badan lahir <2500 gram sering mengalami hiperbilirubinemia disebabkan
karena organ tubuh yang masih lemah karena fungsi hepar yang belum matang
atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar seperti hipoksia, hipoglikemi,
asidosis, dan lain-lain sehingga mengakibatkan kadar bilirubin meningkat dan
bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak (Trionika , 2009).

4. Etiologi
Menurut frases (2012), etiologi yang mendasari terjadi nya ikterus
patologis adalah beberapa tipe gangguan pada produksi, transpor atau

6
pengangkutan, konjugasi, atau sekresi bilirubin. Adanya penyakit atau
gangguan yang meningkatkan produksi bilirubin atau yang menggangu
pengangkutan atau metabolisme bilirubin tersamarkan oleh ikterus fisiologis
normal.
Faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia,
secara garis besar adalah : produksi bilirubin berlebihan, gangguan proses up
take dan konjugasi hepar, gangguan transportasi dalam metabolisme dan
gangguan dalam ekskresi (Muslihatun, 2010).
Faktor penyebab terjadinya ikterus adalah produksi bilirubin, gangguan
dalam up take dan kinjugasi hepar, gangguan dalam trasportasi bilirubin dalam
darah dan gangguan ekskresi (Winkjosastro, 2007).
Menurut para staf pengajar ilmuu kesehatan anak fakultas kedokteran
indonesia (2007), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia diantaranya :
a. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan, misal nya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah rhesus, ABO, definisi enzim G6PD
(Glucose-6-phosphate Dehydrogenase), perdarahan tertutup dan sepsis
b. Gangguan dalam proses up take dan konjugasi hepar, yang dapat di sebabkan
oleh imaturitas hepar, kurang nya substat untuk konjungsi bilirubin, gangguan
fungsi hati, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi.
c. Gangguan transportasi bilirubin dalam darah terikat dalam albumin kemudian
di angkut ke hepar. Definisi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat nya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat kelainan bawaan atau akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

5. Faktor Resiko
Menurut Fraser (2012), beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
timbul nya ikterus patologis atau hiperbilirubinemia, antara lain :
a. Meningkatkan bilirubi (produksi). Faktor-faktor yang meningkatkan
penghancuran hemoglibin juga meningkatkan kadar bilirubin.
Penyebab peningkatan hemolis, antara lain :
1) Inkompatibilitas rhesus dan golongan darah ABO
2) Hemoglobinopati, penyakit sel sabit dan talasemia

7
3) Sferositosis, membran sel darah merah putih
4) Darah terekstravasasi, sefalhematoma dan memar
5) Sepsis dapat menyebabkan peningkatan pemecahan hemoglobin
6) Polisitemia, darah mengandung terlalu banyak sel darah merah, seperti pada
transfuse maternofetal atau transfusi kembar ke kembar
b. Mengganggu pengangkutan (transport). Faktor-faktor yang mengurangi kadar
albumin darah atau mengurangi kemampuan mengikat albumin, antara lain :
1) Hipotermia ,asidosis atau hipoksia (dapat menggangu kemampuan
peningkatan albumin)
2) Obat-obatan yang bersaing dengan bilirubin untuk mendapatkan tempat
pengikat albumin, misal nya aspirin, sulfanamide dan ampisilin.
c. Mengganggu meabolisme bilirubin (konjingsi bilirubin)
1) Dehidrasi, kelaparan, hipoksia, dan sepsis (oksigen dan glukosa dibutuhkan
untuk konjugasi)
2) Infeksi TORCH dan firus lain, misalnya hepatitis virus neonatus
3) Infeksi bakteri lain, terutama yang di sebabkan E.Coli
4) Gangguan metabolik dan endokrin yang mengubah aktifitas enzim UDP-GT,
misalnya penyakit Crigler-Najjar dan sindrom Gilbert
5) Gangguan metabolisme lain, seperti hipertiroidisme dan galaktosemia.
d. Mengganggu pengeluran bilirubin ekskresi bilirubin)
1) Obstruksi hepatik yang disebabkan oleh anomalik kongenital
2) Obstruksi akibat peningkatan viskositas atau kepekaan empedu
3) Saturasipembawa protein yang dibutuhkan untuk mengekresikan bilirubin
terkonjugasi ke sistem empedu
4) Infeksi, gangguan kongenital lain dan hepatitis neonatus idiopatik (dapat juga
menyebabkan kelebihan bilirubin terkonjugasi)
Ada beberapa faktor resiko untuk timbul nya ikterus neonatorum berdasarkan
Widyaningsih (2012) sebagai berikut :
a. Faktor maternal
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Narative American, dan
Yunani)
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
4) ASI

8
b. Faktor perinatal
1) Trauma lahir atau jenis persalinan (sefalhematom, ekimosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa).

c. Faktor neonatus
1) Prematuritas
2) Faktor genetik
3) Polisitemia
4) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
5) Rendah nya asupan ASI
6) Hipoglikemia
7) Hipoalbuminemia

6. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala antara lain :
a. Menurut Kristianasari (2009), terdapat beberapa perbedaan tanda dan
gejala antara ikterus fisiologis dan ikterus patologis.
1) Ada pun tanda-tanda ikterus fisiologis :
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga
b) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada bayi baru lahir
cukup bulan dan 12,5mg% untuk bayi kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari
d) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1mg%
e) Ikterus menghalang pada hari ke-10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
2) Tanda-tanda hiperbilirubinemia ataua ikterus patologis sebagai berikut:
a) Ikterus terjadi 24 jam pertama menetap sesudah 2 minggu pertama
b) Konsentrasi bilirubin serum waktu 12,5mg% pada bayi cukup
bulan atau 10mg% pada bayi kerang bulan
c) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5% atau lebih setiap 24 jam
d) Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
e) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

9
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik (inkompabilitas
darah defisiensi G6PD dan sepsis)
b. Menurut manuaba (2010), gambaran klinis hiperbilirubinemia, antara lain :
1) Mata berputar-putar
2) Tertidur-kesadaran menurun
3) Sukar menghisap
4) Tonus otot meninggi
5) Leher kaku
6) Kaku seluruh tubuh
7) Tuli
8) Kejang-kejang
9) Bila bayi hidup dengan umur lebih lanjut kemungkinan terjadi spasme
otot dan kekuatan otot seluruh nya
10) Kemunduran mental
c. Menurut Musliihatun (2010), gejala hiperbilirubinemia antara lain : warna
kulit tubuh tampak kuning, paling baik pengamatan dengan cahaya
matahari dan menekan sedikit kulit untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah. Derajat iterus di tentukan dengan melihat kadar
bilirubin direk dn indirek atau secara klinis menurut kraemer dibawah
sinar biasa (daylight).

7. Metabolisme Bilirubin
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari erosit yang
rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tidak terkonjungsi)
kemudian berkaitan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar di
konjugasi oleh asam glukoronat pada reaksi yang di katalisasi oleh glukoronal
transferase. Bilirubin direk (terkonjungsi) di sekresikan ke traktus
gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang usus nya bebas dari bakteri,
pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai ganti nya, usus bayi banyak
mengandung beta glakuroindase yang menghidrolisis bilirubin glakuronid
menjadi bilirubin indirek dan akan di absorbsi kembali melalui sirkulasi
enterohepatik ke aliran darah (Mansjoer,2009).

8. Komplikasi
10
Ada beberapa komplikasi hiperbilirubinemia berdasarkan Davies (2011)
yakni:
a. Ensefalopati bilirubin akut
b. Kerusakan neurologis
c. Kern-ikterus
d. Sindrom empedu pekat
e. Hepatitis neonatorum akbat infeksi
f. Galaktosemia
g. Asfiksia
h. Hipoglikemia
i. Retardasi menntal
j. Hiperosmolaritas darah

9. Diagnosis atau Masalah


Diagnosis ayau masalah yang terjadi pada bayi dengan hiperbilirubinemia
antara lain :
a. Resiko tinggi injuri
b. Resiko tinggi kuran nya volume cairan
c. Gangguan inregritas kulit
d. Resiko tinggi perubahan menjadi otang tua dan kurang nya pengetahuan
keluarga (Hidatyat, 2011).
Menurut Reeder (2011), berikut ini adalah bayi-bayi baru lahir yang
memerlukan evalusi lebih lanjut apakah menderita hiperbilirubinemia :
a. Bayi yang lahir dari ibu yang rhesus negatif
b. Bayi yang meunjukkan ikterus selama 24 jam pertama setelah lahir
c. Bayi yang menunjukan ikterus di bawah umbikalus antara 24 jam dan
48 jam setelah lahir atau ikterus di bawah lutut atau di tangan dan kaki.
d. Ikterus yang tetap ada setelah usia 2 minggu.
Menurut Maryunani (2009), penegakkan dignosis dapat di lakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Anamnesis
1) Riwayat ibu hamil yaitu ada nya infeksi, golongan darah ibu
2) Riwayat anak terdahulu, yaitu adakah kuning pada masa ibu
3) Riwayat obat-obatan, jamu, memakai kamfer

11
4) Riwayat partus dengan tindakan, infeksi inpartum
5) Riwayat kelahiran, yaitu adkah asfiksia
6) Riwayat penyakit, yaitu kapan mulai kuning, gejala infeksi
seperti muntah, mencret, malas minum, sesak dan kejang.
b. Pemeriksaan klinis
1) Periksa keadaan umum bayi, berat badan dan suhu
2) Adakah gejala iritabel, gelisah, kejang terutama meliuk-liuk
3) Adakah gejala malas minum, tidur terus
4) Adakah berat badan bayi berkurang banyak, nilai turgor dan
tonus
5) Adakah sefalhematoma, jejak vakum, bercak perdarahan
6) Selain kuning, apakah bayi tampak pucat, rabalah hepar dan
liem atau limpa, periksa sejauh mana bayi tampak kuning
c. Laboratorium
1) Kadar bilirubin total pada minggu pertama kehidupan
2) Bila umur bayi diatas satu minggu sebaik nya di periksa juga
bilirubin direk untuk melihat gangguan fungsi ekskresi hati
3) Darah rutin untuk mengetahui adanya hemolisis atau sepsis
4) Tergantung indikasi : tes Coomb, G6PD, Kultur darah
5) Bila fasilitas tidak mengijinkan, pemeriksaan dapat di lakukan
secara klinis dengan ikterometer, yaitu alat sederhana dari
bahan tembus kaca dengan 5 skala menunjukkan dengan
memakai sinar bias biasa
6) Cara lain yaitu cara Kraemer (1969) yang di lakukan dengan
membagi tubuh bayi dalam 5 bagian, timbul nya ikterus di
mulai dari :
a) Kepala dan leher
b) Dada sampai pusat
c) Pusat bagian bawah sampai ke lutut
d) Lutut ampai pergelangan kaki dan bahu sampai pergelangan
tangan
e) Kaki dan tangan termasuk telapak tangan.

12
Tabel 2.1
Rumus Kraemer
Daerah Luas Ikterus Kadar bilirubin(mg%)
1. Kepala dan leher 5
2. Daerah 1+ badan bagia atas 9
3. Daerah 1,2+badan bagia bawah 11
dan tungkai
4. Daerah 1,2,3+lengan dan kaki 12
bawah lutut
5. Daerah 1,2,3,4+tangan dan kaki 16
Sumber: (Prawirohardjo, 2009)

10. Penanganan Hiperbilirubinemia


Menuurut Maryunani (2008), bidan dan perawat dapat memberi nasihat
mengenai penanganan ikterufiologis dan memberitahu gejala dini ikterus
patologis pada para ibu sebelum memulangkan bayi. Hal ini mengingat
kemungkinan karena 60% bayi baru lahir menderita kuning atau ikterus. Hal-
hal yang perlu di perjelas pada ibu, di antara nya:
a. Pada saat hamil, ibu jangan meminum jamu atau ramuan yang sering di
ketahui dapat mengakibatkan kuning pada bayi.
b. Bayi mendapatkan kalori dan cairan yang cukup
c. Ruang bayi mendpatkan sinar matahari yang cukup
d. Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayi nya sesering mungkin
e. Jemur bayi di pagi hari tanpa baju antara pukul 07.30 09.00 selama 20
30 menit sampai bayi berumur 10 14 hari
f. Meskipun sudah banyak menyusui dan di jemur, namun bayi masih
tampak kuning, apa lagi bila di sertaigejala malas minum atau iritabel,
anjurkan bayi segera di bawa ke dokter atau rumah sakit
g. Bayi yang kuning pada hari pertama harus di rujuk ke rumah sakit
h. Terapi sinar biasanya di berikan bila kadar bilirubin indirek di atas 20mg%

13
Tujuan setiap terapi hiperbilirubinemia adalah mengurangi kadar bilirubin
dalam darah sehingga mencegah timbul nya ensefalofati akut dan resiko
kerusakan saraf jangka panjang. Metode penanganan hiperbilirubinemia
menurut davies (2011), antara lain :
a. Fototerapi
Merupakan penyinaran kulit bayi sebanyak mungkin oleh cahaya
berintensitas tinggi dalam kisaran biru, hijau dan hijau-biru terjadi tiga
perubahana cepat foto kimiawi pada struktus molekul bilirubin.
b. Transfusi sulih
Adalah mengeluarkan sedikit darah bayi dan menggantinya dengan
darah yang cocok sehingga mengurangi kadar bilirubin dalam aliran
darah
c. Obat
Ada beberapa obat yang mungkin di gunakan lebih lazim di gunakan
dalam terapi bilirubinemia :
1) Obat yang menghambat degradasi heme sehingga mengurangi
kadar bilirubinemia antara lain metaloporfirin, D-penisilamin, dan
inhibitor peptida
2) Obat yang meningkatkan konjugasi bilirubin antara lain
fenobarbitol, klofibrat dan ramuan herbal cina
3) Infuss albumin memperbanyak lokasi peningkatan, mengurangi
risiko bilirubin bebas melewati sawar darah otak dan dapat di
gunakan bila orang tua menolak transfusi darah atau ketika tidak
ada produksi darah yang cocok.

B. Berat Badan Lahir Bayi


Bayi baru lahir normal adlah berat badan lahir antara 2500 gram sampai 4000
gram, cukup bulan, lahir langsung menangis dan tidak ada kelainan congental
(cacat bawaan) yang berat (Kosim,2007).
Bayi baru lahir normal adlah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai
42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram
(Arief, 2009).
1. Menurut Bobak (2005), ciri-ciri atau karakteristik bay baru lahir normal antara lain :
a. Berat badan lahir 2500 4000 gram

14
b. Panjang badan lahir 45 -55 cm
c. Lingkar dada 32 36,8 cm
d. Lingkar kepala 30 -33 cm
2. Menurut Winkjosastro (2007), karakteristik bayi baru lahir normal sebagai berikut :
a. Denyut jantung dalam menit-menit pertama 180x/menit, kemudian munurun
120-140x/menit
b. Respirasi pada menit pertama cepat 80x/menit kemudian menurun 40x/menit
c. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jarinagn subkutan cukup dan terbentuk
yang di liputi vernik caseosa
d. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya sudah sempurna
e. Kuku sudah agak panjang dan lemah
f. Genetalia labia mayora sudah menutupi labia labia minora dan testis sudah turun
g. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk
h. Refles moro sudah baik apabila bayi di kagetkan akan memperlihatkan gerakan
seperti memeluk
i. Eliminasi baik urin maupun mekonium berwarna kuning kecoklatan.
Berat badan lahir merupakan aspek penting yang perlu di pertimbangkan
ketika mengkaji bayi baru lahir karena keduanya berhubungan dengan kesakitan
dan kematianperinatal (Reeder, 2011).
Menurut Sukamti (2009), berat badan secara normal tetap dalam persenti yang
sama dari pengukuran ke pengukuran.
Berat badan lahir adalah berat badan pada saat bayi di lahirkan yang di
nyatakan dalam gram. Menurut Winjosastro (2007), berat badan lahir bayi di
klarifikasikan menjadi :
1. Berat badan lahir besar (giant baby) dengan berat bayi lebih dari 4000
gram
2. Berat badan lahir normal dengan berat bayi lebih dari 2500 gram dan
kurang dari 4000 gram
3. Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan berat bayi 1500 gram atau
kurang pada saat lahir
4. Berat badan lahir sangat rendah dengan berat bayi 1500 gram ataukurang
saat lahir .
Berdasarkan kriteria WHO tahun 1961, berat badan bayi saat di
lahirkan di bagi menjadi dua yaitu berat bayi lahir rendah atau BBLR

15
(berat bayi 2500 gram) dan berat bayi lahir normal (berat bayi lahir >
2500 gram). Kondisi ibu secara langsung mempengaruhi berat bayi saat di
lahirkan (Dianiatik dkk, 2012).
Menurut teori Keay, hiperbilirubin terjadi pada bayi dengan berat
badan lahir rendah yaitu, 34,5% dan 62,5% pada berat badan lahir normal.
Hal ini di sebabkan neonatus dengan berat badan antara 2500 4000 gram
memliki metabolisme yang tinggi, selain itu juga produksi bilirubin relatif
lebih tinggi di bandingkan bayi-bayidengan berat badan kurang dari 2500
gram. Sedangkan berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat badan
lahir < 2500 gram juga sering mengalami hiperbilirubinemia di
sebabkarena organ tubuh nya yang masih lemah desebabkan karena fungsi
hepar yang belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar
seperti hipoksia, hipoglikemia, asidosis, dll sehingga mengakibatkan kadar
bilirubin meningkat dan bilirubin direk akan mudah melewati darah otak
(Trionika,2009).

C. Umur Kehamilan Ibu


Umur kehamilan atau usia gestasi (gestational age) adalah ukuran lama waktu
seorang janin berada dalam rahim.usia janin atau neonatus dalam minggu yang di
hitung dari hari pertama periode haid terakhir (Wulandari, 2013).
Usia gestasi adalah lamanya waktu (dalam minggu) neonatus berada didalam
rahim (Reeder, 2011).
Usia kehamilan pada dasar nya adalah ukuran lama waktu seseorang bayi berada
dalam rahim. Usia bayi di hitung dalam minggu dari hari pertama haid terakhir
(HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Umur kehamilan atau gestasi yang normal
ialah 37-40 minggu. Pada bayi yang lahir premature organ tubuh nya belum matur
terutama organ hati sehingga belum bisa melakukan metabolisme dan fungsi nya
dengan baik (Dewi, 2010).
Menentukan usia kehamilan sangat penting untuk memperkirakan persalinan.
Rumus Naegle menggunakan usia kehamilan yang berlangsung 288 hari.
Perkiraan kelahiran di hitung dengan menetukan hari pertama haid terakhir yang
kemudian ditambah 288 hari (Muaba, 2010).
Klasifikasi usia kehamilan menurut Rukiyah (2010), sebagai berikut :

16
a. Preterm
Partus prematurus adalah persalinan pada umr kehamilan kurang dari
37 minggu atau berat badan lahir 500-2499 gram. Kejadian prematusr pada
sebuah kehamilan akan di picu oleh karakteristik pasien dengan : status
sosial ekonomi yang rendah, termasuk didalam nya pengahasialan yang
rendah, kehamilan pada usia 16 tahun dan primigravida > 30 tahun,
riwayat pernah melahirkan premature, pekerjaan fisik yang berat, tekanan
mental (stress) atau kecemasan yang tinggi dapat meningkatkan kejadian
premature, merokok, dan penggunaan obat bius atau kokain.
b. Aterem
Kelahiran cukup bulan (full-term birth) adalah kelahiran hidup atau
mati yang terjadi antara 37 dan 42 minggu usia kehamilan di hitung dari
pertama haid yang terakhir.
c. Postterm
Persalinan posttrem adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan
yang berlangsung 42 minggu atau lebih (>249 hari), istilah lain yaitu
serotinus. Menentukan kehamilan postterm dengan menggunakan rumus
Naegle di hitung dari HPHT dan berdasarkan tafsiran persalinan (280 hari
atau 40 minggu) dari HPHT.
Beberapa penyelidikan kematian neonatal di beberapa rumah sakit di
indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kematian
neonatal adalah faktor ibu yang mempertinggi kematian neonatal atau
perinatal (high risk mother) dan faktor bayi yang mempertinggi kematian
perinatal atau neonatal (high risk infant). Yang termasuk dalam high risk
infant antara lain BBLR, premature, asfiksia, dan ikterus neonatorum.
Kondisi darurat neonatal yang sering di jumpai dalam praktek sehari-hari,
ada beberapa rumah sakit pendidikan terutam di temukan bahwa salah satu
penyebab terjadinya kematian neonatus adalah peningkatan kadar bilirubin
darah (ikterus). Kejadian iktrus pada bayi baru lahir berkisar 50% pada
bayi cukup bulan dan 57% pada bayi kurang bulan (Winjosastro,2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Kosim (2007), tentang
hubungan hiperbilirubin dengan kematian pasien yang di rawat di NICU
RSUP menunjukkan dari 90 pasien yang di teliti di temukan kejadian

17
hiperbilirubinemia terbanyak pada bayi preterm sebesar 55,6% (dengan
rata-rata usia gestasi 38,1 3 minggu). Resiko hiperbilirubinemia akan
meningkat sesuai dengan menurun nya usia kehammilan (0,6 kali
perminggu dari usia kehamilan). Pada penelitian prospektif, neonatus
dengan usia kehamilan 35-37 minggu 2 sampai 4 kali mengalami
hiperbilirubinemia di bandingkan neonatus dengan usia kehamilan 38-42
minggu.

D. Kerangka Teori
Menurut Widyaningsih (2012),, faktor resiko terjadi nya hiperbilirubinemia
antara lain karena faktor meternal, faktor perinatal dan neonatus. Faktor maternal
itu sendiri di akibatkan karena ada nya komplikasi kehamilan seperti DM,
inkompatibilitas ABO dan Rh, penggunaan obat (penggunaan infus oksitosin
dalam larutan hipotonik dan pengaruh obat-obatan tertebtu misalnya analgetik
antipiretik (natrium salisilat, genilbuta-on), antibiotik dengan golongan sulfa
(sulfadiazine, sulfamoxazole), cepalosporin (cefriaxon), penissilin (propicilin,
cloxacilin), produksi ASI yang kurang, dan Ras atau kelompok terit tertentu
seperti Asia, Nattive America, dan Yinani).
Faktor perinatal karena adanya trauma persalinan pada bayi yang di terima
dalam atau karena proses persalinan (trauma dapat terjadi sebagai akibat
keterampilan atau perhatian medik yang tidak pantas atau yang tidak memadai
samasekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan kebidanan
yang terampil dan kompeten atau sama sekali tidak ada kaitan nya dengan
tindakan atau sikap orang tuo yang acuh tak acuh sehingga menimbulkan
sefalhhematoma) dan gangguan fungsi hati yang di sebabkan oleh beberapa
mikro organisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah
merah seperti infeksi bakteri, protozoa dan virus).
Sedangkan faktor neonatalnya terjadi karena berat badan lahir yakni
premature, adanya faktor genetik seperti gangguan pendengaran karena faktor
genetik pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula
asimetrik dan hipoalbinemia (gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan) sehingga bisa mempengaruhi berat badan bayi dan umur
kehamilan ibu yang tidak normal pada bayi yang bisa menimbulkan terjadi nya

18
hiperbilirubinemia. Kerangka teori tersebut dimodifikasi dari Widyaningsih
(2012) yang dapat di lihat sebagai berikut.

Faktor resiko Ada beberapa


Hiperbiirubinemia komplikasi
(Widyaningsih, 2012) hiperbilirubinemia
Faktor Maternal: (Davies, 2011):
1. Ras atau a. Enselfalofati
kelompok etnik bilirubin akut
tertentu b. Kerusakan
2. Komplikasi neurologis
kehamilan c. Kern- ikterus
3. Penggunaan obat d. Sindrom empedu
4. ASI pekat
Faktor Perinatal: e. Hepatitis
1. Trauma jalan neonatorum akibat
Hiperbilirubinemia infeksi
lahir atau jenis
persalinan f. Galktosemia
2. Infeksi g. Asfiksia
Faktor Neonatus: h. Hipoglikemia
1. Prematuritas i. Retardasi mental
2. Faktor genetik j. Gangguan
metabolisme lipid
3. Polisitemia
k. Hiperomosalaritas
4. Obat
darah
5. Hipoglikemia
6. Hipoalbuminemi

Bagan 2.1

Kerangka Teori Kejadian Hiperbilirubinemia


Dimodifikasi dari Widyaningsih (2012) dan Davies (2011)

19
BAB III
Metodologi Penelitian

A. Desain Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012), desain penelitian adalah susunan atau
rancangan yang dilakukan untuk perbandingan yang memenuhi syarat untuk
memperoleh hasil yang dapat di percaya. Desain penelitian menggunakan metode
survey analitik dengan rancangan penelitian case control, yaitu suatu penelitian
(survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan
menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau
status kesehatan) di identifikasikan pada saat ini, kemudiian faktor resiko di
identifikasi ada atau terjadi nya pada waktu yang lalu.
Variabel dependen penelitian ini adalah kejadian ada atau terjadinya
hiperbilirubinemiapada bayi sedangkan variabel independen adalah berat badan
lahir bayi dan umur kehamilan ibu.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1) Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek
yang di teliti (Notoatmodjo, 2012)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang di rawat di
rumah sakit pada tahu 2014 sebanayak 2601 bayi
2) Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah objek yang di teliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).
Sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia tercatat di rekam medik rumah sakit pada tahun 2014 yang
berjumlah 95 respenden dengan sebagian bayi sehat yaitu sebanyak 95
responden (1:1).
Menurut Setiadi (2013) besar sampel untuk penelitian case control
adalah bertujuan mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok
kasus dan kelompok control, perbandingan jumlah kasus terhadap kontrol

20
pada sampel yang dikehendaki, apakah akan berbanding 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5
atau angka lain nya. Pada penelitian ini membuat perbandingan antara jumlah
sampel kelompok kasus dan kelompok control yaitu 1:1 dengan tujuan hasil
yang lebih baik.
Kelompok kasus : bayi yang mengalami hiperbilirubinemia di rumah
sakit pada tahun 2014. Kriteria inklusi kasus adalah: bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia di rumah sakit pada tahu 2014
1) Kelompok kontrol: bayi sehat yang berada di rekam medik rumah
sakit pada tahun 2014 pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Systematic Random Sampling dengan cara membagi
jumlah anggota populasi dengan sampel untuk mendapatkan
interval dalam penentuan sampel (Notoadmodjo, 2012). Dengan
rumus:

I=

Ket:
N (jumlah populasi)
n (sampel)
I (intervalnya)

I=

2601
I= = 27
95

Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang
mempunyai nomor kelipatan 27 misal nya 1,28,55,82,109,136,163,190,217
dan sampai seterus nya sampai mencapai 95 sampel.

C. Lokasi dan waktu Penelitian


1) Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit
2) Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakaukan mulai pada

D. Teknik Pengumpulan Data

21
Pengumpulan data ini dengan menggunakan data sekunder, yaitu: data yang
diperoleh dengan cara mencatat dan melihat data dari rekam medik di rumah sakit
pada tahun 2014 yang meliputi variabel dependen nya adalah kejadian
hiperbilirubinemia pada bayi, sedangkan variabel dependen nya adalah kejadian
hiperbilirubinemia pada bayi sedangkan variabel independennya adalah berat
badan lahir bayi dan umur kehamilan ibu.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data ini dengan menggunakan master tabel dan
daftar check lis.check list adalah suatu daftar untun men cek yang berisi nama
subjek dan beberapa gejala serta identitas lain nya dari sasaran pengamatan
(Notoatmodjo, 2012).
Instrumen pengumpulan data penelitian ini menggunakan check list dengan
melihat data rekam medik rumah sakit pada tahu 2014.

F. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2012) cara pengelolahan data terdiri dari:
a. Editting (pengolahan data)
Merupakan kegiatan untuk melakukakn pengecekkann dan perbaikan isian
pada formulir atau kuesioner apakah sudah lenglap, jelas, relevan dan
konsisten.
b. Coding (pengkodean data)
Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka
atau bilangan
c. Entry data (memasukkan data)
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau huruf) di masukkan di dalam program atau
softwarare kompter.
d. Cleaning (pembersihan data)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu di cek kembali.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariant

22
Analisis yang di gunakan adalah analisis univariat yang di lakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi (banyak nya sampel yang terjadi) dan
persentase dari tiap variabel independen (barat badan lahir bayi bayi dan
umur kehamilan ibu) dan variabel dependen (hiperbilirubinemiapada
bayi).
b. Analisis Bivariat
Analisis yang di gunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel
dependen (hiperbilirubinemia pada bayi dengan variabel independen(berat
badan lahir bayi dan umur kehamilan ibu). Dengan uji chi squeare
(X),menggunakan program komputer dengan = 0,1 dengan batas
kemampuan value 0,1 ad hubungan bermakna antara variabel
dependen dan independen yang di uji.

G. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah herus memenuhi syarat administrasi atau izin
birokrasi untuk melakukan suatu penelitian, seperti menguruus surat izin penelitian
atau pengambilan data dasar atau perizinan yang di keluarkan oleh suatu instansi
tertentu.
Pada penelitian, dimana penelitian hanya melakukan analisis terhadap data
yang telah tersedia atau data sekunder, penelitian tidak secara langsung berhubungan
dengan reponden. Dalam hal ini tidak ada hubungan etika antara peneliti dengan
responden, sehingga tidak di perlukan inform concent dari responden. Pengambilan
data sekunder ini, dari aspek etika yang di perlukan adalah surat izin dari institusi
yang mempunyai dat sekunder tersebut (Notoatmodjo, 2012).

23

Anda mungkin juga menyukai