ATRIAL FIBRILASI
Rahmad Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Firman Sakti W
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Antikoagulan adalah obat untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan/ koagulasi. Heparin
merupakan obat yang paling sering dihubungkan dengan anti koagulan. Efek anti koagulan
heparin ditemukan oleh McLean pada tahun 1915, saat ia sedang mencari prokoagulan di
hati anjing. Ekstrak hirudin dari lintah obat yang pertama kali digunakan untuk antikoagulasi
parenteral di klinik pada tahun 1909, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping
dan kesulitan dalam mencapai ekstrak sangat murni .
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa obat antikoagulan dan penggunaannya
pada pasien dengan atrial fibrilasi, namun sebelumnya perlu juga dipahami mengenai
faktor-faktor pembekuan atau koagulasi .
faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor
XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma,
pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk
enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi.1,2,3
Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin
K ( vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya yang sempurna
memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang unik, g-
carboxyglutamic acid (Gla).
Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh
bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk
sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K
merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari
sintesis faktor-faktor pembekuan yangtergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi
dari asam glutamat menjadi residu g-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan
ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran.
Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa
kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor
pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. No n- atau des-
carboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA).
Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk
menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen,
memperkuat plak trombosit primer.
Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan
kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang
melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight
Kininogen (HMWK), dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk
pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut
dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway ). 1,2,3
Gambar 1. Kaskade koagulasi 3
Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue fcktor
ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan
jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor
X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common
pathway).
Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik karena
tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT)
digunakan untuk skrining jalur ini.
Apabila darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut
masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang
diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII
dengan permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah
monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X, dan
disebut jalur bersama. 1,2,3
Anti Koagulan
Anti koagulan adalah golongan obat yang kerjanya menghambat pembekuan darah. Terdapat
banyak obat yang bekerja sebagai anti koagulan. Anti koagulan semakin lama semakin berkembang,
berikut ini diagram yang menjelaskan perkembangan anti koagulan :
Untuk memperjelas mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam sistem koagulasi dapat dilihat pada
gambar berikut :
Heparin
Heparin merupakan mukoipolisakarida yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam glukoronat.
Secara farmakologis, heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang mempunyai efek langsung sebagai
antitroombin III, akan tetapi dapat juga bekerja dengan melepaskan plasmimogen aktifator jaringan
dan tissuefactor fatway inhibitor (TPFI) dari end otel. TPFI ini dapat menekan /menetralisir
pembentukan faktor Xa, sehingga tidak terjadi pembekuan. Heparin dibagi atas dua golongan yaitu :
unfractioned heparin (UH) dan low molekuler weight heparin (LMWH).
Dosis pemberian UH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV , kemudian dilanjutkan dengan
drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu dievaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,5-
2,5 kontrol, aPTT diperiksa setiap 4-6 jam. Lama pemerian heparin biasanya 5 hari, kemudian
dilanjutkan dengan antikoagulan oral. Penyesuaian dosis UH :2
LMWH berasal dari degradasi UH, dibandingkan UH, LMWH memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
- LMWH diabsorbsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavaibilitas 85%,
dibandingkan 15% UH, dan diekskresikan melaui ginjal dengan waktu paruh 3,504,5 jam
dibandingkan dengan UH 1,5 jam. Pada pemberian LMWH, aPTT tidak akan memanjang
sehingga tidak diperlukan evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan rawat jalan.2
Dari berbagai laporan, dilaporkan bahwa LMWh lebih aman, efektif dan memiliki efek yang lebih
baik terhadap regresi trombus dibandingkan dengan UH.
Fondaparinux
Fondaparinux berkerja sebaai inhibitor faktor Xa dengan berikatan dengan anti trombin III (AT III).
Fondaparinux memiliki potensi 300 kali menetralisis faktor Xadengan berikan dengan AT III sehingga
menghambat kaskasde koagulasi. Fondapatinux tidak menginhibisi trombin (faktor IIa) dan fungsi
trombosit, sehingga pada dosis yang direkomendasikan tidak akan berefek terhadap aktivitas
fibrinolitik atau pritrombin time (PT).
Fondapatinux diberikan secara subkutan dengan bioavaibilitas 100 % dan mencapai kadar puncak 3
jam setelah penyuntikan. Eliminasi melalui urine dalam bentuk tidak diubah pada yang memiliki
fungsi ginjal normal dengan waktu paruh eliminasi 17-21 jam. 5
Dosis fondapatinux untuk profilaksis DVT 2,5 mg seklai sehari, sedangkan untuk terapi DVT dan
emboli paru 5 mg (BB<50k) dan 7,5 mg (BB 50-100 kg) dan 10 mg (BB > 100kg) subkutan sekali sehari
diberikan umumnya minimal 5 hari sampai INR dari walfari 2-3. 5
Warfarin umumnya diberikan mengikuti heparin. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah
heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah INR
tercapai 2-3 selama 2 hari berturut-turut (biasanya memerlukan 4-5 hari), heparin dapat dihentikan,
pemberian warfarin diteruskan mengikuti protokol yang digunakan. Tabel penyesuaian dosis
warfarin sebagai berikut: 1
Dabigatran etexilate
Debigatran merupakan inhibitor trombin baik yang bentuk bebas dan terikat. Debigataran etexilate
(suatu produrg) yang cepat dikonversi menjadi debigatran setelah dikonsumsi dan diproses dihati.
Puncak konsentrasi plasma debigataran 1,5 jam dengan waktu paruh 14-17 jam, bioavaibilitas 7,2%
dengan ekskresi utama melalui feses, namum eleminasi setelah diaktifkan terjadi di ginjal sekitar
80%.
Salah satu contoh obat dengan debigatran adalah pradaxa. Dosisnya adalah 150 mg untuk pasien
dengan creatinin clearence(CrCl) > 30 mL/min dua kali sehari dengan atau tanpa disertai makanan
. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal CrCl 15-30 mL/min diberikan 75 mg dua kali sehari.
Sedangkan jika CrCl < 15 mL/min belum diketahui. Untuk menukar menjadi debigatran dari walfarin
tidak terdapat penyesuaian dosis, dapat langsung diberikan setelah walfarin dihentikan ketika INR<2.
Sedangkan pemberian lanjutan dari parenteral antikoagulan, debigatran diberikan 0-2 jam sebelum
pemberian selanjutnya dari parenteral anti koagulan tersebut. Untuk sebaliknya jika akan
menggunakan parenteral anti koagulan pada pasien yang sebelumnya mendapat debigatran,
ditunggu 12 jam (CrCl .30 mL/min) atau 24 jam (CrCl < 30 mL/min) setelah pemberian debigataran
baru diberikan parenteral anti koagulan.6,9
Rivaroxaban
Rivaroxaban merupakan inhibitor faktor Xa. Rivaroxaban mencapai kadar puncak 3 jam setelah di
konsumsi, dengan waktu paruh 4-9 jam. Bioavaibilitas mencapai 80% dan absorbsinya tidak
terpengaruh obat dan makanan lain. Obat ini diekskresikan 66% melalui ginjal, sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan creatinin clerence < 30 mL/min. 7,8
Salah satu nama dagang dari rivaroxaban adalah xarelto. Untuk pasien dengan atrial fibrilasi non-
valvular diberikan 20 mg sekali sehari, sedangkan jika mengalami gangguan ginjal dengan CrCl , 49
mL/min diberikan 15 mg dan tidak direkomendasikan jika CrCl <15 mL/min. pada psien denan deep
vein trombosis (DVT) diberikan 15 mg dua kali sehari selama 3 mingu pertama dan selanjutnya 20
mg sekali sehari. 7
Adapun perbandingan beberapa anti koagulan yang diberikan secara oral diatas dapat dilihat pada
tabel berikut :
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi AF meningkat dengan usia, dari < 0,5% pada 40 - 50 tahun, 5 - 15% pada
80 tahun. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Resiko memiliki AF seumur hidup adalah
25% pada mereka yang telah mencapai usia 40.16
ETIOLOGI
- Kardiomiopati dilatasi
- Kardiomiopati hipertropik
- Perikarditis
- Hipertensi sistemik
- Diabetes mellitus
- Hipertiroidisme
- Neurogenik : system saraf autonom yang mencetuskan AF pada pasien yang sensitive
melalui peninggian tonus vagal atau adrenergic
DIAGNOSA
Diagnosis AF membutuhkan konfirmasi dengan EKG, AF didefinisikan sebagai
aritmia jantung dengan berikut karakteristik :16
(1) Permukaan EKG menunjukkan interval RR yang irregular (Oleh karena itu AF
kadang-kadang dikenal sebagai aritmia absoluta), yaitu RR interval yang tidak
mengikuti pola yang berulang.
(2) Tidak ada gelombang P yang berbeda pada permukaan EKG. Beberapa aktivitas
listrik atrium teratur dapat dilihat pada beberapa EKG, paling sering di lead V1.
(3) Panjang siklus atrium (bila terlihat), yaitu interval antara dua aktivasi atrium, biasanya
bervariasi dan < 200 ms (>300 bpm).
Gambar 1 : EKG AF RVR
Kardioversi
Upaya kembali ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki
hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan, mencegah komplikasi tromboemboli,
mencegah kardiomiopati, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi
atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi
farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Risiko tromboemboli
atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga
rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya 17.
Kardioversi Farmakologis
Sebagian episode AF berakhir secara spontan dalam jam atau hari pertama. Jika
indikasi medis (misalnya keadaan pasien yang terancam), pada pasien dengan gejala yang
menetap meskipun dengan terapi kontrol rate yang memadai, kardioversi farmakologis AF
dapat dilakukan dengan pemberian obat antiaritmia secara bolus.2 beberapa obat yang
digunakan sebagai kardioversi farmakologis :
Flecainide diberikan i.v. untuk pasien dengan AF durasi pendek (khususnya, 24 jam)
memiliki efek (67 - 92% pada 6 jam) dalam mengembalikan irama sinus. Dosis yang
diberikan adalah 2 mg/kgBB selama lebih dari 10 menit. Sebagian besar pasien
mengkonversi dalam satu jam pertama setelah pemberian intravena (IV). Hal ini jarang
efektif untuk penghentian atrial flutter atau AF persisten. Oral flecainide mungkin efektif
untuk AF yang baru terjadi. Dosis yang dianjurkan adalah 200 - 400 mg. Flecainide harus
dihindari pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya yang melibatkan normal
fungsi LV dan iskemia.16
Kardioversi dengan amiodaron terjadi lebih lama dibandingkan dengan flecainide
atau propafenone. Perkiraan konversi tingkat pada 24 jam pada pasien yang diobati dengan
plasebo adalah 40 - 60%, dan meningkat menjadi 80 - 90% setelah pemberian amiodaron.
Dalam jangka pendek dan jangka menengah, amiodaron tidak mencapai kardioversi. Dalam
24 jam, obat ini menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol dalam
beberapa tapi tidak semua penelitian secara random.17
Kardioversi Elektrik
Pasien AF dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang
cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi
300 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek. 17
Pasien dengan paroxysmal AF harus dianggap sebagai memiliki risiko stroke sama
seperti AF persisten atau permanen. Pasien berusia, 60 tahun, dengan 'lone AF', yaitu tidak
memiliki riwayat klinis atau bukti echocardiographic penyakit kardiovaskular, dengan risiko
stroke yang rendah, diperkirakan 1,3% lebih dari 15 tahun. Kemungkinan stroke pada pasien
muda dengan lone AF meningkat dengan bertambahnya umur atau adanya hipertensi,
menekankan pentingnya penilaian kembali faktor risiko stroke selama waktu.16
Risiko stroke pada AF mulai muncul dari usia > 65 tahun, meskipun jelas bahwa
pasien AF berusia 75 tahun (bahkan tanpa faktor risiko lain yang terkait) memiliki risiko
stroke yang signifikan dan memperoleh manfaat dari VKA daripada aspirin. Jika pasien
dengan AF semakin tua, efektivitas relatif dari terapi antiplatelet menurun dalam mencegah
stroke iskemik, sedangkan dengan menggunakan VKA tidak berubah. Dengan demikian,
manfaat mutlak untuk VKA untuk mencegahan stroke meningkat jika pasien AF bertambah
tua.16
Obat Antiplatelet
Obat Antikoagulan
Dalam meta-analisis, penurunan RR dengan VKA sangat signifikan dan sebesar 64%,
sesuai dengan penurunan resiko stroke sebesar 2,7%. Bila hanya dianggap stroke iskemik,
penggunaan VKA disesuaikan dosis dikaitkan dengan penurunan RR sebanyak 67%.
Penurunan ini sama untuk kedua pencegahan primer dan sekunder stroke. Dari catatan,
banyak stroke terjadi pada pasien dengan terapi VKA yang tidak memakai terapi atau yang
menggunakan antikoagulan subterapeutik. Semua penyebab kematian berkurang secara
signifikan (26%) dengan dosis VKA yang disesuaikan vs kontrol. Risiko perdarahan
intrakranial kecil.16
Empat dari uji coba ini adalah plasebo kontrol, dua diantaranya adalah double blind
berkaitan dengan antikoagulan, salah satunya dihentikan lebih awal karena bukti eksternal
bahwa OAC dengan VKA lebih superior dibandingkan dengan plasebo. Dalam tiga uji coba,
dosis VKA telah diatur sesuai dengan rasio waktu protrombin, sementara dua percobaan yang
digunakan Target INR 2,5-4,0 dan 2,0-3,0.16
Ketika aspirin saja dibandingkan dengan plasebo dalam tujuh percobaan, pengobatan
dengan aspirin dikaitkan dengan tidak signifikannya penurunan 19% (95% CI -1% sampai -
35%) insiden stroke. Ada pengurangan risiko absolut dari 0,8% per tahun untuk uji coba
pencegahan primer dan 2,5% per tahun untuk pencegahan sekunder dengan menggunakan
aspirin. Aspirin juga dikaitkan dengan 13% (95% CI -18% sampai -36%) penurunan stroke
yang mematikan dan 29% (95% CI -6% sampai -53%) penurunan stroke non-mematikan.
Ketika stroke hanya diklasifikasikan sebagai iskemik, aspirin dapat menurunkan 21% (95%
CI -1% sampai -38%) pada stroke. ketika data dari semua perbandingan agen antiplatelet dan
plasebo atau kontrol kelompok dimasukkan dalam meta-analisis, terapi antiplatelet
mengurangi stroke sebesar 22% (95% CI 6-35).16
Dosis aspirin berbeda bermakna antara beberapa studi, mulai 50 - 1300 mg sehari, dan
tidak ada heterogenitas yang signifikan antara hasil uji individu. Sebagian besar efek
menguntungkan dari aspirin dihasilkan oleh satu percobaan positif, SPAF-I, yang
menunjukkan penurunan risiko stroke 42% dengan aspirin 325 mg vs plasebo.
Pada Percobaan Atrial Fibrillation Clopidogrel Trial With Irbesartan for Prevention
of Vascular Events (ACTIVE W) trial, terapi antikoagulasi lebih unggul jika dibandingkan
dengan terapi kombinasi clopidogrel ditambah aspirin (RR pengurangan 40%, 95% CI 18-
56), dengan tidak ada perbedaan dalam kejadian perdarahan. Kombinasi VKA (INR 2,0-3,0)
dengan terapi antiplatelet telah dipelajari, tetapi tidak ada efek menguntungkan pada kejadian
stroke iskemik atau kejadian vascular yang terlihat, sementara lebih perdarahan terbukti.
Beberapa obat antikoagulan baru - dibagi dalam dua kelas, obat oral direct thrombin
inhibitor (misalnya dabigatran etexilate dan AZD0837) dan oral faktor Xa inhibitor
(rivaroxaban, apixaban, edoxaban, betrixaban, dll). 1 Tidak memerlukan pemantauan INR dan
memiliki potensi lebih baik untuk penggunaan jangka lama.
Pada RELY study, melibatkan lebih dari 18.000 pasien dengan atrial fibrilasi non-valvular
membandingkan debigatran 110 mg dan debigatran 150 mg dua kali sehari dan walfarin,
diperoleh debigatran 110 mg dua kali sehari tidak hanya memiliki efek anti trombotik yang
sama dengan walfarin dan debigataran 150 mg dua kali sehari, tetapi juga berhubungan
dengan resiko pedarahan yang lebih rendah. 10
Pada ATLAS TIMI study, melibatkan 16.000 pasien dengan acute coronary syndrom,
mendapatkan bahwa dosis rivaroxaban 2,5 mg dan 5 mg dua kali sehari dibandingkan dengan
plasebo atau terapi standart diperoleh penurunan resiko kematian kardiovaskuler, miocardial
infaction dan stroke. Diperoleh juga bahwa semakin tinggi dosis resiko perdarahan semakin
besar. 10
Pada penelitian salim et al, yang membandingkan fondaparinux 2,5 mg sekali sehari
dibandingkan dengan enoxaparin 1 mg/KgBB dua kali sehari pada pasien dengan acute
coronary syndrom pada 20.078 pasien diperoleh bahwa fondaparinux sama dengan
enoxaparin dalam mengurangi resiko iskemik, dan secara significant lebih rendah resiko
perdarahannya. 11
Penelitian sam Schulman et al, membandingkan debigatran dengan walfarin pada kasus DVT
diperoleh bahwa debigatran sama efektifnya dengan walfarin dan tidak memerlukan
monitoring labolatorium. 12
Penelitian ROCKET AF (rivoroxaban once daily oral direct factor Xa Inhibitor compared
with Vitamin K Antagonism for Prevention of Stroke and Embolism Trial in Atrial
Fibrilation), melakukan penelitian pada 14.264 pasien dengan atrial fibrilasi non valvular
denan membandingkan rivaroxaban 20 mg sekali sehari dengan walfarin diperoleh
rivaroxaban non-inferior terhadap walfarin dan tidak terdapat perbedaan dalam hal
perdarahan mayor. 7
Untuk pasien dengan AF, termasuk yang dengan paroxysmal AF, untuk rekomendasi
dalam mendukung antikoagulan oral, disarankan dabigatran 150 mg dua kali sehari daripada
terapi VKA dengan dosis yang disesuaikan (target INR 2,0-3,0) (Kelas 2B).
Penilaian risiko perdarahan harus menjadi bagian dari penilaian pasien sebelum
memulai antikoagulasi. Antikoagulan yang diberikan pasien usia tua dengan AF, tingkat
perdarahan intraserebral jauh lebih rendah daripada di masa lalu, biasanya antara 0,1 dan
0,6% dalam laporan kontemporer. Hal ini mungkin menunjukkan intensitas antikoagulasi
rendah, regulasi dosis lebih hati-hati, atau kontrol hipertensi yang lebih baik. Meningkatnya
perdarahan intrakranial dengan nilai INR 3.5-4.0, dan tidak ada peningkatan risiko
perdarahan dengan INR nilai antara 2,0 dan 3,0 dibandingkan dengan tingkat INR rendah.16
Menggunakan kohort 'real-world' dari 3978 subyek di Eropa dengan AF dari Survei
EuroHeart, skor risiko pendarahan sederhana yang baru, HAS-Bled (hipertensi, kelainan
fungsi ginjal/liver, stroke, riwayat perdarahan atau kecenderungan, labil INR, lansia (>65),
obat/alkohol bersamaan), telah diturunkan (Tabel 10). Ini tampaknya masuk akal untuk
menggunakan skor HAS-Bled untuk menilai risiko perdarahan pada pasien AF, dimana skor
3 menunjukkan 'berisiko tinggi', dan beberapa hati-hati dan memantau pasien secara teratur
diperlukan setelah memulai terapi antitrombotik, apakah dengan VKA atau aspirin.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson JD, Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harisons Principles of internal medicine.
12th ed.New York : McGraw-Hill, 1991 p: 502-7
2. Acang N, Pemakaian dan Pemantauan Obat-obta Antitrombosis, dalam Sudoyo A, Setiyohadi
B, Alwi I, simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jakarta, 2003, p: 795-7
3. Bombeli T, Spahn DR, Updates in perioperative coagulation: physiology and management of
thromboembolism and haemorrhage, available at : Br J Anaesth. 2004 Aug;93(2):275-87
4. Eikelboom J, Weitz J, New Antocoagulants, American Heart Association, Circulation. 2010
p:1523-1532
5. Highlights Of Prescribing Information, glaxosmithkline, available at:
www.glaxosmithkline.com
6. Highlights Of Prescribing Information, Boehringer ingelheim pharmaceuticals, inc, available
at: www. Boehringer.com
7. Patel et al, Rivaroxaban Versus Walfarin in Nonvalvular Atrial Fibrilation, N engl J Med2011,
p:883-91
8. Ma Qing, Development of Oral Anticoagulants, Br J Clin Pharmacol 2007, p: 263265
9. Weitz j, New oral anticoagulants in development, Thrombosis and Haemostasis 2010, P;62-
70
10. Garcia D, Libby E, Crowther M, The new oral anticoagulants, Blood, 2010, p: 15-20
11. Salim et al, Comparison of Fondaparinux and Enoxaparin in Acute Coronary Syndromes, N
engl J Med2006, p:1464-76
12. Sam ScHulman et al, Dabigatran versus Warfarin in the Treatment of Acute Venous
Thromboembolism, N engl J Med2009, p:2342-52
13. Camm AJ, kirchhof P, Lip G, Schotten U, Savelieva I, Guidelines for the management of atrial
fibrillation The Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society
of Cardiology (ESC), available at : www.escardio.org/guidelines
14. King D, Dickerson L, Sack J, Acute Management of Atrial Fibrillation: Part II. Prevention of
Thromboembolic Complications, Am Fam Physician 2002, P:271-2
15. .American Heart Association. Management of Patients with Atrial Fibrillation.
American College of Cardiology Foundation : 2011
16. European Society Cardiology. Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation.
European Heart Journal, (2010) 31, 23692429
17. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Ed IV Kardiologi hal 1522. Mei 2006
18. Capodanno D, Capranzano P, Giachhi G, et al. 2012. Novel oral anticoagulants versus
warfarin in non-valvular atrial fibrillation: A meta-analysis of 50,578 patients. From :
International Journal of Cardiology
19. Spinler S, Shafir V. 2012. American Heart Association : New Oral Anticoagulants for
Atrial Fibrillation. From : http://circ.ahajournals.org/content/126/1/133
20. Heidbutchel H, et al. 2013. EHRA Practical Guide on the Use of New Oral
Anticoagulants in Patients with Non-Valvular Atrial Fibrillation : executive
Summary. From :European Heart Journal
21. Kosar L, Jin M, Kamrul R, Schucter B. 2012. Oral Anticoagulation in Atrial
Fibrillation : Balancing the Risk of Stroke with The Risk of Bleed. From :
www.cfp.ca
22. You J, et al. Antithrombotic Therapy for Atrial Fibrillation. Antithrombotic Therapy
and Prevention of Thrombosis, 9 th ed : ACCP Guidelines. Feb 2012. From :
www.chestspub.org
23. Lip G, Blann A. ABC of Antithrombotic Therapy : An overview of Antithrombotic
Therapy pg 10-13. BMJ Publishing Group : Mei 2003. From : www.bmjbooks.com