Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan perode dari


gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami peningkatan. Penderita
gangguan ini tidak biasanya sembuh sempurna atau bebas dari gejala. Walaupun demikian
dengan pengobatan, banyak orang yang mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala
yang berbeda seperti cara merealisasikan suatu obsesif yang berbeda.
Diagnosis awal dan terapi yang dilakukan secepatnya akan memberikan hasil yang lebih
baik di mana penekanan onset usia dini adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain
itu, mereka yang bergerak di bidang kesehatan harus memahami perbedaan antara gangguan
obsesif-kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana untuk jenis
gangguan kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20 tahun.

Pasien dengan OCD menyadari ketidakrasionalan obsesi dan merasakan


obsesi serta kompulsi sebagai ego-distonik. Walaupun tindakan kompulsi dapat
dilakukan dalam upaya mengurangi ansietas terkait obsesi, tindakan ini tidak selalu
berhasil. Dilakukannya tindakan kompulsif dapat tidak mempengaruhi ansietas dan
bahkan dapat meningkatkannya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Gangguan Obsesif Kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder; OCD)
merupakan gejala obsesi atau kompulsi yang berulang cukup berat hingga
menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya. Obsesi atau
kompulsi memakan waktu dan cukup mengganggu fungsi rutin normal, pekerjaan,
aktivitas sosial biasa, atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD dapat memiliki
obsesi atau kompulsi atau keduanya.
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan
mengganggu. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea atau bayangan mental yang
mendesak kedalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesif dapat
berupa kekhawatiran yang biasa, misalnya apakah pintu sudah dikunci atau belum,
sampai fantasi yang aneh dan menakutkan seperti bertindak kejam terhadap orang
yang disayangi.
Berlawanan dengan obsesi yang merupakan peristiwa mental; Kompulsi
adalah suatu perilaku. Secara rinci, kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar,
dan berulang, seperti menghitung, memeriksa, dan menghindar. Istilah kompulsi
menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
sesuatu. Sering suatu pikiran obsesi mengakibatkan suatu tindakan kompulsif.
Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang sudah
terkunci, kompor yang sudah mati atau menelpon orang yang dicintai untuk
memastikan keselamatannya. Sebagian orang sangat terdorong untuk berulang kali
mencuci tangan setiap beberapa menit atau menghabiskan sangat banyak waktu
untuk membersihkan sekelilingnya dengan tujuan untuk mengurangi rasa akan takut.
Indvidu menghilangkan kecemasannya dengan perbuatan atau buah pikiran
yang berulang-ulang. Pasien mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak
masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak
dapat menghilangkannya dan ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai

2
dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian, bila ia tidak
menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang berat.
Terdapat beberapa persamaan antara obsesi dan kompulsi, antara lain:
1. Suatu pikiran atau dorangan mendesak ke alam sadar secara gigih dan terus
menerus.
2. Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk
menghilangkan pikiran atau dorongan itu.
3. Obsesi dan kompulsi itu dirasakan sebagai benda asing, tidak disukai, tidak
dapat diterima, tetapi tidak dapat ditekan.
4. Pasien tetap sadar akna gangguan ini, ia tetap mengenal bahwa hal ini tidak
akan wajar dan tidak rasional, biarpun obsesi atay kompulsi itu sangat berat.
5. Pasien merasakan suatu kebutuhan yang besar untuk melawan obsesi dan
kompulsi itu.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan
adalah 2 - 3 %. Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesif-
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik.
Gambaran ini membuat OCD menjadi diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah
fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan gangguan depresif berat.
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun
laki-laki memiliki usia awitan sedikit lebih awal (sekitar 19 tahun) dibandingkan
wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari
pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen
pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Awitan gangguan dapat terjadi
pada remaja atau masa kanak-kanak, pada sejumlah kasus awitan paling dini usia 2
tahun. Orang yang hidup lajang lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih
jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih.

3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang
yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-
hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya
menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak
permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan
tidak ramah.

2.3 KOMORBIDITAS
Orang dengan OCD lazim terkena gangguan jiwa lainnya. OCD sering
menyertai depresi atau gangguan ansietas lainnya. Ada bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa gejala akan membaik dengan waktu dan hampir separuhny akan
pulih atau hanya menderita gejala ringan. Diagnosis psikiatri komorbid yang lazim
lainnya pada pasien dengan OCD adalah gangguan penggunaan alkohol, gangguan
ansietas menyeluruh, fobia spesifik, gangguan panik, gangguan makan, dan
gangguan kepribadian. Terdapat juga beberapa gangguan yang bisa merupakan
bagian dari, atau dengan kuat dihubungkan dengan, spektruk OCD, antara lain:
1. Gangguan dismorfik tubuh (Body Dismorfic Disorder). Pada gangguan ini
orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk rupa atau bagian
tubuh mereka berbentuk tidak normal.
2. Trikhotilomania. Orang dengan trikhotilomania terus menerus mencabuti
rambut mereka sehingga timbul daerah-daerah botak.
3. Sindrom Tourettes. Gejala syndrome Tourettes meliputi gerakan yang pendek
dan cepat, tik dan ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol. Insiden
gangguan Tourette pada pasien dengan OCD adalah 5-7% dan 20-30% pasien
OCD dengan riwayat tik.

4
2.4 ETIOLOGI
a. Faktor biologis
1. Neurotransmitter
Davison & Neale (Fausiah & Widury, 2007) menjelaskan bahwa
salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-
kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya
kurangnya jumlah serotonin. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan obat lain yang mempengaruhi
sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam
penyebab gangguan obsesif-kompulsif belum jelas.
2. Genetik
Penelitian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif
telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih
tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif
menemukan bahwa 35% sanak saudara derajat pertama pasien
gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang
dibiasakan. Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan ketakutan
atau kecemasan melalui proses pembiasaan respon, yaitu memasangkannya
dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan
kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimulus
yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dibentuk dalam cara yang berbeda. Seseorang akan
menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan
dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasannya. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi

5
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari.
c. Faktor Psikososial
1. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif berbeda dengan gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan
demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup
untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15-
35% pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.
2. Faktor psikodinamik
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat
karakter obsesif-kompulsif, yaitu isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi.
Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi
isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari
kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang
terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan
dengannya.
Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas,
operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls
dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke
kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi

6
permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi
secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang
cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien
akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
3. Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah
sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
4. Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi
dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan
tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting,
mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional
yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya
benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan
kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi
atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam
hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis
gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan
perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase
perkembangan anal-sadistik
d. Ambivalensi

7
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak
normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta
dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut
mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada
seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan
dengan pilihan.
e. Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh
regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar
terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya
dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan
memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan
obsesif-kompulsif.

2.5 DIAGNOSIS
A. PEDOMAN DIAGNOSIS MENURUT DSM V
Kriteria diagnosis gangguan obsesif-kompulsif (F.42) menurut DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) edisi V.
a. Kehadiran obsesi, kompulsi, atau keduanya:
Obsesi didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Pikiran yang berulang dan terus-menerus, desakan, atau bayangan yang
pernah dialami, di beberapa waktu selama gangguan, yang intrusif dan
tidak serasi, dan pada sebagian besar individu menyebabkan kecemasan
atau distress yang nyata.
2. Individu berupaya untuk mengabaikan atau menekan pikiran, desakan dan
bayangan itu, atau untuk menetralisir mereka dengan beberapa pemikiran
lain atau tindakan (yaitu, dengan melakukan kompulsi).
Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2):

8
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, memesan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
diam-diam) bahwa individu merasa didorong untuk melakukannya
sebagai respon terhadap sebuah obsesi atau sesuai dengan aturan yang
harus diterapkan secara ketat.
2. Perilaku atau tindakan mental yang bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi kecemasan atau tekanan, atau mencegah beberapa peristiwa
atau situasi yang ditakuti; perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka
maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas
berlebihan.
Catatan: Anak-anak kecil mungkin tidak mampu mengartikulasikan tujuan
perilaku tersebut atau tindakan mental.
b. Obsesi atau kompulsi yang memakan waktu (misalnya, mengambil lebih dari
1 jam perhari) atau menyebabkan stress atau gangguan klinis yang signifikan
dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Gejala obsesif-kompulsif tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat tertentu) atau kondisi medis lain.
d. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari gangguan mental
lain (misalnya kekhawatiran yang berlebihan, seperti dalam gangguan cemas
umum; keterpakuan pada penampilan, seperti dalam gangguan dismorfik
tubuh; kesulitan membuang atau berpisah dengan barang, seperti dalam
gangguan penimbunan; menarik rambut, seperti pada trikotilomania
[gangguan menarik rambut-]; mengupas kulit, seperti dalam excoriation
(skin-picking) disorder; stereotypies, seperti dalam gangguan gerakan
stereotipik; perilaku ritual makan, seperti pada gangguan makan; keterpakuan
dengan zat atau perjudian, seperti pada gangguan terkait zat dan adiktif;
keterpakuan dengan memiliki penyakit, seperti dalam gangguan kecemasan
penyakit; dorongan seksual atau fantasi, seperti dalam gangguan paraphilic;
impuls, seperti disruptif, impuls-kontrol, dan gangguan perilaku; rasa
bersalah, seperti dalam depresi mayort; preokupasi thought insertion atau

9
delusional seperti dalam spektrum skizofrenia dan gangguan psikotik
lainnya; atau pola berulang dari perilaku, seperti dalam gangguan spectrum
autisme).

Tentukan jika:
Dengan insight yang baik: Individu mengakui bahwa keyakinan gangguan
obsesif-kompulsif adalah pasti atau mungkin tidak benar atau bahwa mereka
mungkin atau mungkin tidak benar.
Dengan insight yang buruk: Individu berpikir keyakinan gangguan
obsesifkompulsif adalah mungkin benar.
Dengan absen insight/kepercayaan delusional: Individu benar-benar yakin
bahwa keyakinan gangguan obsesif-kompulsif adalah benar.

Tentukan jika:
Tic-related: individu memiliki riwayat sekarang atau masa lalu dari gangguan tik.

B. PEDOMAN DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ III


Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
1. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita.
3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar
perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap
sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas).

10
4. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan
depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif
selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal
tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya
dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi
episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka
prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang
lain menghilang.
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap
sebagai bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik:
Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien).
Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan.
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (Obsesional Rituals)
Pedoman Diagnostik:
Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan
(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan

11
bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau
masalah kerapian dan keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk
menghindari bahaya tersebut.
Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik:
Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana
kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang
demikian.
Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan
dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respon
yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih
respondif terhadap terapi perilaku.
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Adapun diagnosis banding OCD antara lain:
a. Keadaan Medis
Persyaratan diagnostik DSM V pada distress pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit
berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan
dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tic lainnya,
epilepsi lobus temporalis, dan trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.
b. Gangguan Tourette

12
Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang
sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD memiliki
hubungan dan gejala serupa. Sekitar 90% orang dengan gangguan Tourette
memiliki gejala kompulsif dan sebanyak 2/3 memenuhi kriteria diagnosis
OCD.
c. Keadaan psikiatri lain
Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD
adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia dan
gangguan depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu
tidak adanya gejala skizrofrenik lain. Sifat gejala yang kurang bizar, dan
tilikan pasien terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif
kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional terkait dengan OCD.
Fobia dibedakan yaitu tidak ada hubungan antara pikiran obsesif dan
kompulsi. Gangguan depresi berat kadang-kadang dapat disertai gejala
obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD gagal memenuhi kriteria
diagnosa depresif berat.
Keadaan psikiatri lain yang terkait erat dengan OCD adalah
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan impuls
lain seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan ini pasien
memiliki pikiran berulang atau perilaku berulang (contoh kepedulian kana
tubuh) atau perilaku berulang (contoh mencuri).

2.7 GAMBARAN KLINIS


Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu yang sama, yaitu suatu gagasan
atau impuls yang masuk ke dalam kesadaran seseorang secara menetap dan paksa.
Perasaan takut dan cemas menyertai manifestasi utama dan sering menyebabkan
orang mengambil tindakan balasan terhadap gagasan atau impuls awal. Obsesi atau
kompulsi merupakan ego-alien, yaitu dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi
pengalaman diri sebagai makhluk psikologis. Orang dengan penderita obsesif
kompulsif biasanya merasakan keinginan yang kuat untuk menahannya.

13
Gejala-gejala obsesif-kompulsif menurut PPDGJ-III, harus mencakup hal
sebagai berikut :
1. Harus disadari sebagai pikiran atau implus dari diri sendiri.
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas).
4. Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

Gejala klinis pasien gangguan obsesif-kompulsif mungkin berubah sewaktu-


waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering ditemui,
yaitu:
1. Kontaminasi
Pola yang paling lazim ditemukan adalah obsesi terhadap
kontaminasi, biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi menghindar
dari suatu objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya
sulit untuk dihindari, misalnya feses, urine, debu, atau kuman. Pasien
mungkin mengelupas kulit tangan dengan mencuci tangan secara berlebihan
atau mungkin tidak mampu meninggalkan rumah karena takut kuman. Pasien
dengan obsesi kontaminasi biasanya yakin bahwa kontaminasi disebarkan
dari objek ke objek atau dari orang ke orang bahkan melalui kontak kecil.
Walaupun anxietas adalah respon utama yang lazim terhadap objek yang
ditakuti, rasa malu dan jijik obsesif juga lazim.
2. Keraguan Patologis
Pola gejala paling lazim kedua adalah obsesi keraguan, biasanya
diikuti oleh kompulsi memeriksa. Obsesi ini sering melibatkan suatu bahaya
kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.
Sebagai contoh, pemeriksaan ini dapat berupa bolak-balik ke rumah untuk

14
memeriksa kompor. Pasien memiliki obsesi keraguan terhadap dirinya sendiri
dan merasa bersalah karena lupa atau melakukan sesuatu.
3. Pemikiran yang Mengganggu
Pola gejala paling lazim ketiga adalah adanya pikiran obsesi yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi seperti ini biasanya meliputi
pikiran berulang tentang tindakan agresif atau seksual yang tercela bagi
pasien
4. Simetri
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur.
5. Pola Gejala Lain
Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu lazim ditemukan
pada pasien dengan OCD. Trikotilomania (kompulsi menarik-narik rambut)
dan menggigit-gigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkait dengan
OCD.

Onset
Umumnya usia rata-rata penderita obsesif-kompulsif adalah antara 22-36
tahun. Hanya 15 % yang muncul pada usia diatas 35 tahun. Onset rata-rata adalah
kira-kira 20 tahun. Walaupun laki-laki memiliki onset yang lebih awal (rata-rata 19
tahun) dibandingkan wanita (rata-rata 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira per
tiga dari pasien memilki onset gejala sebelum 25 tahun. Gangguan obsesif kompulsif
dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa anak-anak.

2.8 PENATALAKSANAAN
Banyak pasien dengan OCD bertahan menolak upaya terapi. Mereka menolak
meminum obat dan menolak menjalankan tugas rumah serta aktivitas lain yang
disarankan oleh ahli terapi perilaku. Terapi farmakologi, terapi perilaku, atau
kombinasi keduanya sama efektif dalam mengurangi gejala pasien OCD secara
signifikan.

15
A. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau
Clomipramine (Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologis
lain jika obat spesifik serotonin tidak efektif. Obat serotonergik
meningkatkan presentase pasien dengan OCD yang cenderung memberikan
respon terhadap terapi hingga kisaran 50-70%.
Tabel 2.1 Sediaan Obat Anti-Obsesif Kompulsif dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)

a. Penggolongan
1. Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine
2. Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif
Kompulsif. Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1. Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari
mengalami gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-
ciri berikut:

16
Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls
dari diri individu sendiri;
Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan
atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau ansietas);
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak
berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak
lagi dilawan/dielakkan oleh penderita;
2. Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress)
atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)


Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan
kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan
oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali
yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang
dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan
serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk
memperbaiki perilaku stereotipik , perilaku melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang
tinggi. Salah satu alas an utama pemilihan obat-obat penghambat
reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping
yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi
seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative
baik disebabkan oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak
banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian
awal dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek.

17
Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan
dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan.
Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala
cemas.
Clomipramide
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah
obat yang paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake
noreprineprin, dan dalam hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi
reuptake serotonin oleh clomipramine dilampaui hanya oleh sertralin
dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama yang disetujui U.S
FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis
25-50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan
25 mg/hari setiap 2-3 hari, sampai dosis maksimum 250 mg/hari atau
tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine
adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping
antikolinergik, seperti mulut kering. Seperti SRRI, hasil terbaik dari
kombinasi obat dengan terapi perilaku.
Obat Lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan penambahan
Valproat (Depakene), Lithium (Eskalith), atau Karbamazepine
(Tegretol). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan OCD
adalah Venlafaksin (Effexor), Pindolol (Viksen), dan inhibitor
monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil). Agen antipsikotik dapat membantu ketika disertai
gangguan tic atau sindrom Tourette.

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi


seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan
kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian,
umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil
18
pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior
therapy)
B. Terapi Perilaku
Walaupun baru sedikit perbandingan satu per satu yang telah
dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada OCD,
dan sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama
dengan adanya terapi perilaku. Dengan demikian, sebagian klinisi
mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi pilihan OCD.
Terapi perilaku dapat dilakukan di lingkungan rawat inap dan rawat
jalan. Pendekatan perilaku yang penting pada OCD adalah pajanan dan
pencegahan respon. Dalam terapi perilaku, pasien harus benar-benar
berkomitmen terhadap perbaikan.
Leonardo mengatakan bahwa teknik terapi perilaku yang khusus
digunakan untuk pasien anak usia lebih tua dan remaja dengan gangguan
OCD adalah latihan relaksasi dan response prevention technique. Terapi
perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi yang
lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal dan
fakto eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian
mengawasi tingkah laku pasien dalam menghindari situasi yang
menimbulkan kecemasan, menghindari timbulnya gejala kompulsif dan
tingkat kecemasan pasien saat timbul gejala OCD harus diperiksa secara
teliti. Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja, antara
lain:
Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks, kemudian
pasien diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam
sadar. Ketika pikiran obsesi muncul, maka terapi akan meminta
pasien untuk menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara
memukul maja, atau menarik tali elastik yang diikatkan pada tangan.
Hal ini dilakukan di rumah atau di mana saja.
Response prevention technique

19
Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau
pencetus yang menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan
kompulsif. Jika rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara
aktif diberanikan untuk melawan tingkah laku kompulsif, sering
dengan mengalihkan perhatian pasien sehingga tindakan kompulsif
tidak mungkin dilakukan misalnya dengan memukul meja.
Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang
menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif. Hal ini dilakukan dengan
desensitisasi secara sistematik yakni dengan menghadapkan anak atau
remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya pisau, hal-hal yang
kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-pelan samapai
ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.
C. Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya
diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi
suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif
kompulsif walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan, akan
mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Tujuan psikoterapi
suportif adalah:
Menguatkan daya tahan mental yang ada
Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
Mengembalikan keseimbangan adaptif
Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:
Ventilasi atau (psiko) kataris
Persuasi atau bujukan
Sugesti
Penjaminan kembali (reassurance)
Bimbingan dan penyuluhan
Terapi kerja

20
Hipno-terapi dan narkoterapi
Psikoterapi kelompok
Adanya kontak reguler secara terus menerus dengan orang yang
professional, tertarik, simpatik, dan memberi semangat, pasien mungkin
mampu berfungsi dengan bantuan ini, yang tanpanya gejala tersebuat akan
menjadikan mereka lemah. Sehingga dalam dalam upaya ini harus mencakup
perhatian dari anggota keluarga melalui pemberian dukungan emosional,
penenangan, penjelasan, dan saran untuk mengatur dan berespon kepada
pasien.
D. Terapi Lain
Terapi keluarga merupakan teknik pengobatan yang sangat penting
bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam
keluarga, kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota
keluarga atau peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan
mengganggu keberhasilan fungsi masing-masing individu dalam keluarga
termasuk dalam waktu jangka panjang akan berakibat buruk pada anak OCD.
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,
menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu
dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang
mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah
laku yang positif dari setiap individu.

2.9 PROGNOSIS
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki
onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50-70% pasien memiliki onset gejala setelah
suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, dan
kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap merahasiakan
gejalanya, mereka seringkali terlambat 5-10 tahun sebelum pasien datang ke
psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan
meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan
profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien

21
mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang
konstan.
Kira-kira 20-30% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki
gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah
(bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang
aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang
menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)
yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama
gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala
yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang


dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa
untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Diagnosis OCD antara lain ditemukan gejala gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2
minggu berturut turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmitter dan genetika, faktor
psikologi dan faktor psikososial.
Terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif kompulsif
antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi), Exposure and Response Prevention,
terapi keluarga dan terapi perilaku.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sadock, Benjamin J., Virginia A. Sadock. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinik Kaplan dan
Sadock: Gangguan Obsesif Kompulsif. Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC. Hal.247-252.

Marasmis, Willy F., Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa :
Gangguan Obsesif Kompulsif. Edisi 2. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
UNAIR. Hal. 312.

Suarlem, Ageinsia Merlyn. 2017. Referat Gangguan Obsesif Kompulsif. SMF Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura, Ambon.

Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan dan Ringkasan dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Hal. 76-
77.
Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
Jakarta.

Ambari, Saeful. 2013. Referat Gangguan Obsesif Kompulsif. SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Bandar Lampung.

Rahmah, Indah Dwi. 2013. Referat Gangguan Obsesif Kompulsif. SMF Ilmu Kesehatan
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai