Anda di halaman 1dari 24

Skenario IV

pak sony istrinya keceewa

Pak sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bis dating ke poliklinik dengan keluhan
mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3 hari yang lalu. Sudah ke optic tidak
menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada riwayat memakai kacamata sebelumnya, mata
merah,maupun trauma pada mata. Saat bekerja pak sony sering merasa haus dan banyak minum
serta sering kencing di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak 2
bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1 bulan yang lalu,
kedua tangan dan kaki sering kesemutan. Bahan akhir-akhir ini pak sony sering minum jamu
sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun sehingga istrinya selalu merasa kecewa.
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.Penglihatan

Sensasi khusus dengan obyek dilingkungan luar diterima melalui cahaya yang diberikan atau
direfleksikan obyek tersebut yang menstimulasi fotoreseptor pada retina. (Dorland, 2011)

1.2.Kacamata

Lensa yang diletakkan dalam bingkai yang menahannya pada posisi yang sesuai di depan
mata, sebagai alat bantu penglihatan (Dorland, 2014).

1.3.Jamu

Obat tradisional Indonesia berupa bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
(BPOM, 2005)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa pak sony mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari lalu?


2. Mengapa pak sony tidak menemukan kaca mata yang cocok?
3. Apakah hubungan tidak adanya riwayat trauma, mata merah dengan keluhan yang
sekarang?
4. Mengapa pak sony sering haus, sering bak, dan sering lapar?
5. Mengapa BB terus menurun dan sering merasa kesemutan?
6. Kenapa vitalitas pak sony menurun?
7. Apa kemungkinan diagnosis pada pak sony?

BAB III
BRAINSTORMING
3.1. Mengapa pak sony mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari lalu?

Penurunan ketajaman penglihatan yang dialami oleh pak Sony dapat terjadi akibat :

- Kelainan pada mata berdasarkan etiologi :

Kelainan kongenital
Kelainan mata bawaan dari lahir. Dapat berupa penyakit dan juga keabnormalitasan
mata. Contoh : strabismus, buta warna, glaucoma kongenital, katarak kongenital.
Kelainan refraksi
Kelainan pembiasan cahaya oleh media penglihatan yang terdiri dari cornea, lensa
humor aquous dan humor vitreous. Contoh : miopi, hipermetropi, presbiopi.
Kelainan karna Inflamasi
Disebabkan inflamasi, infeksi dapat karna virus, bakteri dan jamur. Contoh :
conjungtivitis, iritis,blefaritis, dan skleritis.
Kelainan degeneratif
Yang disebabkan karna proses penuaan atau karna usia. Contoh : katarak senilis.
Kelainan akibat komplikasi penyakit lain
Gangguan metabolik seperti hipertiroid, diabetes melitus, hipertensi. Contoh :
retinopati diabetikum, retinopati hipertensi.
Kelainan Neoplasma
Keganasan yang terjadi pada mata. Contoh : retinoblastoma.

- Penurunan visus :
Mata tidak merah, visus turun perlahan :
Katarak
Glaukoma
Retinopati sistemik
Kelainan refraksi
Mata tidak merah, visus turun mendadak :
Perdarahan vitreous
Uveitis posterior
Oklusi retina
Oklusi arteri dan vena retina

3.2. Mengapa pak sony tidak menemukan kaca mata yang cocok?

Hal ini disebabkan karena gangguan yang terjadi tidaklah pada bagian lensa.
Dimana fungsi dari penggunaan kacamata ialah membantu daya akomodasi dari lensa
yang mulai menurun. Dapat dikarenakan bentuk lensa yang terlalu cembung, maupun
terlalu cekung. Selian itu penggunaan kacamata juga dapat diberikan pada pasien dengan
adanya gangguan pada bentuk kornea yang biasa kita sebut kelainannya yaitu
astigmatisma. Sedangkan pada kasus, jika dilirik dari gejala yang muncul sebelum
keluhan utama yang dirasakan oleh pasien mengarah pada penyakit diabetes melitus.
Dimana penyakit tersebut memilki 3 gejala khas yaitu poliuri, polidipsi dan polifagi.
Selain itu adanya kemungkinan diabetes melitus yang diderita oleh pasien diperkuat
dengan adanya manifestasi klinis lain yang dapat muncul yaitu adanya penurunan berat
badan yang berlebihan. Adanya kemungkinan diabetes melitus menjadikan faktor resiko
terjadinya retinopati diabetikum. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kadar
glukosa yang sangat tinggi ataupun menahun, biasa kita sebut dengan hiperglikemi
kronik yang dapat menyebabkan adanya pembengkakan pada makula lutea. Sebagaimana
kta ketahui bahwasannya makula lutea merupakan tempat jatuhnya bayangan yang
kemudian nantinya akan dilanjutkan ke nervus opticus untuk diinterpretasikan. Adanya
gangguan makula lutea dapat berpengaruh pada proses penglihatan pasien. Hal inilah
yang mendasari mengapa pasien mengeluh mengalami penurunan ketajaman mata yang
juga tidak dapat dikoreksi dengan kacamata dengan segala tipe dan ukuran lensa yang
ada di optik yang diakibatkan adanya kerusakan pada bagian retina, bukan pada media
akomodasinya (ilyas, 2015)

3.3.Apakah hubungan tidak adanya riwayat trauma, mata merah dengan keluhan yang
sekarang?

Dalam skenario diketahui bahwa Pak Sony merupakan supir bis yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi mie instan 2 bungkus sebelum tidur. Selain itu Pak Sony juga mengeluhkan
mudah haus, mudah lapar, dan mudah berkemih. Hal ini menandakan adanya kandungan
glukosa yang berlebih dalam tubuh Pak Sony. Dari skenario diketahui juga bahwa Pak Sony
tidak mengalami trauma pada mata sebelumnya. Dengan demikian maka trauma mata
dihilangkan dari kecurigaan yang menyebabkan pandangan mata dari Pak Sony yang
mengalami penurunan ketajaman. Efek dari hiperglikemia (kandungan glukosa yang
berlebih), yakni :
Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs)
dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan
endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang
akan memperparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi
dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan
akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan
disfungsi enzim endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C
(PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain
diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh
darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis
dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan
sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor
angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah
baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap
antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran
protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous (Garg and Davis, 2009).

3.4. Mengapa pak sony sering haus, sering bak, dan sering lapar?
Pak sonny diduga terkena penyakit sistem metabolik yaitu Diabetes Melitus dimana pada
pasien dengan DM terjadi Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan
pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena
sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul
keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa
intrasel.

Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi
kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa muncul pada urin,
keadaan ini dinamakan glukosuria. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik
H2O bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering
berkemih).

Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok.
Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan
aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak
adekuat. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan
osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia (rasa
haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi. Defisiensi glukosa
intrasel menyebabkan sel kelaparan akibatnya nafsu makan (appetite) meningkat sehingga
timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan).(Sherwood, 2001).

3.5. Mengapa BB terus menurun dan sering merasa kesemutan?

Berat badan menurun di akibatkan karena pada pasien mengalami diabetes militus, yang dari
diabetes militus ini yang membuat makanan yang di makan oleh pasien tidak dapat di rubah
menjadi energi. Sehingga untuk aktifitas sehari hari tubuh pasien merombak glucagon yang
ada di otot sebagai sumber aktifitas pasien. Sehingga lama kelaman energy atau nutrisi di
otot tersebut habis dan pasien mengalami penurunan berat badan.
Sedangkan mengapa pasien sering mengalami kesemutan, hal ini di tandai adanya
komplikasi ringan dari DM yang membuat pasien tersebut sering merasa kesemutan.
Glukosa yang menumpuk di dalam darah dan bercampur dengan kandungan lemak dalam
darah pada penderita DM akan menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah itu
sendiri. Sehingga bila pasien merasa kesemutan tersebut adalah tanda tanda komplikasi dari
DM.

(Sylvia price, 2006)

3.6. Kenapa vitalitas pak sony menurun?


Penurunan vitalitas disebabkan karena terjadinya hiperglikemia yang lama kemudian
menyebabkan insulin menurun sehingga transport glukosa ke sel menurun akibatnya energi atau
ATP menurun juga. Hal tersebut menyebabkan kemampuan otot untuk kontaksi menurun karena
energi yang dibutuhkan untuk kontaksi sedikit sehingga menyebabkan cepat lelah atau
impotensi.

Impotensi menyebabkan pak sony tidak bisa ereksi. Hal ini karena pembuluh darah
vasodilatasi (darah tertimbun di corpus kavernosa) dan terjadi penyumbatan vena. (Andrews.
2010)

3.7. Apa kemungkinan diagnosis pada pak sony?

Pada kasus tersebut didapatkan pasien dengan keluhan utama yaitu penurunan ketajaman, dan
dengan keluhan penyerta polyuria, polidipsi, dan polifagia, dimana ketiga gejala itu merupakan
cirikhas dari penyakit diabetes mellitus.

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular diabetikum yang merupakan


penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita retinopati diabetikum meningkat
sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang diabetikum. Faktor risiko lain untuk
retinopati diabetikum adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan
hipertensi.Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati
diabetikum.

BAB IV

ANALISIS MASALAH
BAB V

LEARNING OBJECT
5.1.Definisi dan klasifikasi retinopati secara umum?
5.2.Bagaimana DM bisa menyebabkan komplikasi retinopati diabetikum?
5.3.Etiologi dan epidemiologi retinopati diabetikum?
5.4.Factor resiko dan manifestasi klinis retinopati diabetikum?
5.5.Patofisiologi retinopati diabetikum?
5.6.Penegakan diagnosis retinopati diabetikum?
5.7.Tatalaksana retinopati diabetikum?
5.8.Komplikasi dan prognosis retinopati diabetikum?

BAB VI

BELAJAR MANDIRI
BAB VII

REPORTING
7.1. Definisi dan klasifikasi retinopati secara umum

Definisi

Retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata berupa perdarahan,
tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah. Cotton wall patches
merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri prepapil sehingga terjadi
daerah nonperfusi di dalam retina.

Klasifikasi Retinopati

Terdapat beberapa macam :

1. Retinopati diabetikum
Merupakan retinopati yang ditemukan pada penderita diabetes melitus.
Retinopati akibat diabetes melius lama berupa aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak. Makin lama menderita diabetes makin beresiko
terkena retinopati. Gambaran retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular
retina. Hiperglikemi mengakibatkan kematian perisit intramural dan penebalan
membran basalis yang mengakibatkan dinding pembuluh darah melemah.
Penimbunan glukosa dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada retina.

2. Retinopati hipertensi

Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah


retina akibat tekanan darah tinggi. Retinopati hipertensi digambarkan dengan
arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina

3. Retinopati prematuritas

Retinopati prematuritas merupakan pertumbuhan abnormal pembuluh


darah retina pada bayi prematur. Pembuluh darah retina terbentuk 3 bulan sesudah
konsepsi dan berakhir pada saat kelahiran normal. Pada minggu ke 34 dan retina
mempunyai peredaran darah yang sempurna. Bila bayi prematur terlalu
dini lahir akan terjadi gangguan perkembangan mata

4. Retinopati anemia

Pada anemia dapat terlihat perubahan perdarahan dalam dan superfisial,


termasuk edema papil. Gejala retina ini akibat anoksia berat yang terjadi pada
anemia. Anoksia akan menyebabkan infark retina sehingga tidak jarang ditemui
bercak eksudat kapas. Makin berat anemia maka kelainan retina makin berat.

Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

7.2. Bagaimana DM dapat menyebabkan komplikasi retinopati diabetikum?

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati diabetikum


dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor
vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan
endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi
enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).


Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh
PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi
pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada
membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah
perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan
vitreous.

Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular
disease: mecha- nisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.11.

Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopa- thy: Current approaches. Am J Health-Syst
Pharm.2007;64 (Suppl12):S8-14.

7.3. Jelaskan all about Retinipati diabetikum

a. Etiologi

1. Perubahan biokimia
Jalur poliol
Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan osmotic sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel
Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama hiperglikemi
dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi
membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

2. Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap pemeabilitas
vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan proliferasi sel vascular. Dalam
kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesi de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa.
3. Perubahan anatomis
Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
Sumbatan microvaskuuler
Arteriovenous shunt
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada
retina dan discus opticus.
4. Perubahan hematologi:
Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit yang
meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah. Abnormalitas lipid serum
Fibrinolisis yang tidak sempurna . Abnormalitas dari sekresi growth hormone
5. Protein Aminoguanidin
Aminoguanidin (suatu fraksi dari protein esensial), melalui mekanisme yang
masih terus diselidiki, pada tikus percobaan ternyata dapat memperlambat
pertambahan mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler
di retina.
6. Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic retinopathy.
7. Platelets dan blood viscosity
Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi
eritrosit,penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan
adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang
menyebabkan iskemia retina.
8. Perubahan hematologi:
Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit yang
meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
9. Protein Aminoguanidin
Aminoguanidin (suatu fraksi dari protein esensial), melalui mekanisme yang
masih terus diselidiki, pada tikus percobaan ternyata dapat memperlambat
pertambahan mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler
di retina.
10. Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic retinopathy.
11. Platelets dan blood viscosity
Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi eritrosit,
penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan adhesi
memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang
menyebabkan iskemia retina.

Ilyas, S., dan Tanzil, M. (2003). Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

b. Epidemiologi
Retinopati diabetikum paaling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20
sampai 74 tahun.Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding nondiabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan,
retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien setelah 10 tahun, prevalensi
meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah
menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan,
sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai
derajat. (kemenkes RI)

c. Factor Resiko
Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar 50% pasien
menderita retinopati diabetik memiliki penyakit DM lebih dari 10 tahun, risiko
menjadi 70% setelah 20 tahun, dan risiko 90 % setelah 30 tahun dari onset penyakit
diabetes mellitus.
Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki (4:3).
Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada DM tipe I dan II. Studi juga
menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik yang tinggi pada usia muda dapat
memperburuk retinopati diabetik.
Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang
terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
ketidakseimbangan cairan. Sehinnga, pemeriksaan funduskopi bersifat esensial
selama kehamilan. Perubahan hormonal pada kehamilan dan kebutuhan pengontrolan
glukosa yang ketat juga memiliki asosiasi yang kuat dengan perburukan derajat
retinopati.
Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia
(Khurana, 2007).

d. Manifestasi klinis
- Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kaburr
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
- Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok, dan irreguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada
daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, prdarahan subhialoid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu irreguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat
difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina (Paulus and Gariano, 2009).

e. patofisiologi
f. Penegakan Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh
American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat
dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan
primer. Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).
Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai
pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati
DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic
fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan
ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap
terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya
terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
(Williams,2004)

g. Tatalaksana

Non-medikamentosa

Diet

Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk semua orang dan
terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu mencapai pengontrolan
berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan diabetes.

Aktivitas

Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting untuk semua
individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa membantu dengan menjaga
berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal ini dapat membantu meningkatkan
kontrol terhadap diabetes, dan dapat menurunkan komplikasi dari diabetes dan
retinopathy DM.

Medikamentosa

Terapi Laser

Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.

Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :

1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP

pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi

untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif

cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula

2)focal photocoagulation

pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang
terletak 500-3000 m dari tengah fovea
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.

grid photocoagulation

suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi
diarahkan pada daerah edema yang difus

Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation

h. Komplikasi

Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya
hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.

. Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula
yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler

3. Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.

Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke


rongga vitreus.

Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.

Ablasio retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.

Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk
ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi
kabur
i. Prognosis

Faktor prognostik yang menguntungkan

a. Eksudat yang sirkuler.

b. Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.

c. Perfusi sekitar fovea yang baik.

Faktor prognostik yang tidak menguntungkan

d. Edema yang difus / kebocoran yang multiple.

e. Deposisi lipid pada fovea.

f. Iskemia macular.

g. Edema macular kistoid.

h. Visus preoperatif kurang dari 20/200.

i. Hipertensi.
BAB VIII

PENUTUP
8.1.Kesimpulan

Dari skenario, diketahui bahwa pasien mengeluhkan trias diabetikum dan setelah
dilakukan pemeriksaan gula darah, pasien didiagnosis menderita penyakit diabetes melitus ini.
Penyakit pasien kemungkinan besar sudah berlangsung kronik melihat pasien juga sudah
mengeluhkan adanya tanda komplikasi, yakni neuropati yaitu kesemutan, dan juga ada keluhan
vitalitasnya yang menurun.

Kemudian, ketika pasien mengeluhkan adanya pandangan mata kabur. Maka dokter
sudah dapat menduga bahwa keluhannya ni aalaha juga merupakan komplikasi dari penyakit
primernya yaitu doabetes melitus. Pemeriksaan yang selanjutnya diburuhkan adalah isa dengan
funduskopi dan atau fundal fluorescein angiography.

Pasien kemudian dapat didiagnosa retinopati diabetikum apabila dokter menemukan


manifestasi-manifestasi klinis sesuai dengan stadiumnya, seperti adanya mikrovaskularisasi, hard
and soft exudates, cotton wool spot, dan bahkan neovaskularisasi. Selain pemeriksaan tadi,
dokter juga dapat mengajukan pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosa
banding seperti retinopati hipertensi dan prematuritas. Penatalaksanaan yang dapat
diberikan untuk pasien adalah dengan meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan rutin untuk
melakukan pemeriksaan rutin pada dokter mata untuk dapat mencegah penyakitnya masuk pada
stadium yang lebih jauh.Pasien juga diminta untuk mengontrol gula dan tekanan darahnya. Bila
sesuai dengan indikasi, pasie dapat diterapi dengan fotokoagulasi, Injeksi Anti VEGF, atau
bahkan vitrektomi.

8.2.Saran

DAFTAR PUSTAKA
WildS,RoglicG,GreenA,SicreeR,KingH.Globalprevalenceofdiabetes:estimatesfortheyear2000and
projectionsfor2030.DiabetesCare.2004;27:104753.

NobleJ,ChaudharyV.Diabeticretinopathy.CMAJ.2010;182(15):1646.

Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ilyas, S., dan Tanzil, M. (2003). Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

BPOM RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta : Kepala BPOM
Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009 ; 27(4):140-5.
Khurana A. Disease of Retina. Comprehensive Opthalmology. 4 ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited; 2007. p. 249-51, 59-63.
Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging population.
Geriatrics. 2009;64(2):16-26
Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald HR. Single-field fundus
photography for diabetic retinopathy screening: a report by American Academy of
Ophthalmology. Ophthalmology. 2004;111:1055-62.
Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dorland. 2014. Kamus Saku Kedokteran . Jakarta : EGC

Andrews, G. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.


Jakarta. : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai