Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging dapat didefinisikan sebagai bagian tubuh ternak yang tersusun dari
satu atau sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-
perubahan biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Setelah
ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai
waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah
terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).
Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai
terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar
perannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Jumlah
jaringan ikat dalam otot merupakan komponen terpenting dalam menentukan
empuk tidaknya daging. Oleh karena itu penting untuk mempelajari proses
terbentuknya rigor moris dan jaringan ikat.

1.2 Rumusan Masalah.


1. Apa yang dimaksud dengan rigor mortis?
2. Bagaimana proses rigor mortis tebentuk
3. Bagaimana hubungan rigor moris dengan jaringan ikat?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui proses rigor
moris pada daging ternak.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

3.1 Rigor Moris


Rigor moris merupakan hasil dari reaksi biokimia kompleks yang
menyebabkan jaringan oto memendek dan mengejang. Kondisi ini membuat ikan
menjadi keras. Fenomena rigormortis memiliki konsekuensi teknis yang menjadi
concern, missal saat proses filleting, bila pembuangan tulang (deboning)
dilakukan sebelum fase rigor moris, maka panjang fillet akan berkurang sebanyak
30%. Pada saat yang sama. Fillet akan menjadi lebih lebar dan tebal. Kondisi ini
tidak menyebabkan perubahn volume
Proses kejang otot ini berlangsung secara kontinu yang menyebabkan sel
myomer pada jaringan ikat pecah. Proses ini disebut dengan goping (adanya jarak
anatar jaringan otot) dan menyebabkan pemisahan jaringan otot. Fenomena
pembentukan gab. Ini tergantung padatemperatur. Semakin tinggi temperatur
daging saat memasuki fase rigor moris, semakin besar gab yang akan terbentuk.
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada
jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait
dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada
ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat
menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga
proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada
saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh
enzim ATP sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.
Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH
daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya
rigor mortis. Jika pH >5.5 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu
yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan
menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak
bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

2
2.2 Proses Terbentuknya Rigor Moris

Fase Rigor Mortis


Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor
mortis dan fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan dan
fase cepat .
1. Fase pragior
Pada hewan yang akan disembelih, glikolisis berjalan secara aerob dan
penghasilan ATP dalam jumlah banyak melalui jalur asam piruvat. Pada hewan
yang sudah disembelih reaksi glikolisis secaraperlahan akan berdiri dan akan
berlangsung glikolisis secara anaerob dengan mengubah glikogen menjadi
asam laktat, daging yang didapatkan dari hewan yang baru saja disembelih.
Simpanan ATP dari hasil glikolisis tersebut menjadi bantalam atau
pembatas bagi protein miobril berupa aktin dan myosin. Jarak antara aktin dan
myosin menentukan kontraksi otot yag terjadi. Masih tersisanya ATP membuat
jarak aktin dan misin salingberjauhan sehingga kontraksi otot akan jarang
terjadi. Hal ini akan menjadikan tekstur daging menjadi lunak dan masih
kenyal karena pengubahan glikogen menjadi asam laktat masih sangat minim
terjadi. Umunya pada fase prarigor ini paling baik untuk dimasak karena tkstur
daging yang masih lunak dan kenyal, akan tetapi untuk mendapatkan daging
pada fase ini sangatlah sulit.
2. Fase rigor mortis
Pada fase ini hewan sudah terlalu lama di biarkan tanpa perlakuan,
sehingga proses glikolisis akan berhenti dan produksi ATP semakin berkurang.
Proe glikolisi akan diubah secara anaerob untuk dihasilkan asam laktat.
Berkurangnya ATP mebuat pembatas aktin dan myosin semakin tipis sehingga
aktin dan myosin mudah untuk berdekatan dan kemudian bersatu dan
membentuk aktoniosin. Keadaan ini memungkinkan terjadinya kontraksi yang
lebih dan akan menjadikan daging menjadi kaku. Pemasakan daging pada fase
ini sebaiknya dihindari karena tektur daging yang kaku akan mengakibatkan
proses pengolahan yang lama untuk mengumpulkan daging. Pemasakan yang
kurang matang akan mengakibatkan daging menjadi alot.

3
3. Fase post rigor
Semakin lamanya daging terpapar semakin banyak kontaminan mikrobia
didalamnya. Pada fase inidaging akan kembali lunak dikarenkan peranan enzim
katepsin yang membantu pemecahan protein aktomiosin menjadi protein
sederhana. Daging pada fase post rigor baik untuk diolah karena tekstur daging
sudah kembali melunak, namun pengolahan daging harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghindari kontaminasi mikrobia semakin banyak dan
terjadinya perubahan kea rah penurunan mutu terhindari.
Pemaparan daging lebih lanjut akan menjadikan daging semakin
mengalami penurunan mutu. Daging akan menjadilembek dan menghasilkan
aroma busuk. Kebusukan pada daging disebabkan oleh pemecahan protein
menjadi protein sederhana yang menyisakan gugus amino (alkali) dan sulfur
yang merupakan senyawa yang menyebabkan timbulnya bau busuk pada daging.

Waktu pascamerta (jam)

Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis

Aktomiosin
Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan
miofilamen tipis (aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot)

4
dan mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih hidup maka
pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung secara reversible
(ulang alik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua miofilamen bergesek
maka dikatakan terjadi kontraksi dan sarkomer (panjang serat) akan memenedek
sebaliknya pada saat kedua miofilamen saling melepas (tidak terjadi pergesekan)
maka disebut terjadi relaksasi ditnadai dengan sarkomer memanjang.Sesaat
setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP habis
dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan
tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena
akan sangat terasa alot.

Perubahan Karakter Fisikokimia


1. Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis
mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak
dikonsumsi. Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi ekstensibel
akibat kerja sejumlah enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat
proses maturasi).
2. Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih
berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut
sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan
mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada
saat dimasak (lihat modul V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan
untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jika
dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena adanya enzim
Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim
yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada
saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.

pH akhir otot menjadi asam


Akan terbentuk setelah terjadi rigor mortis. Tapi kebanyakan yang terjadi
adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang
normal (pH>5.5 5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk
memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam

5
pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat prarigor,
dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam pengolahan. pH
asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun,
sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.
Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5
5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

Denaturasi protein miofibriler


Dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik mengakibatkan otot
menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai). Hal ini bisa terjadi
pada ternak babi atau ayam yang mengalami stress sangat berat menjelang
disembelih dan akibatnya proses rigor mortis berlangsung sangat cepat; bisa
beberapa menit pada ternak babi.

Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis


Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi
dan tergantung pada:

1) Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor
mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada
kasus PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang
membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna.
Dikatakan sempurna jika rigor mortis terjadi selama 24 jam pada ternak
dengan kondisi cukup istirahat dan full glikogen sebelum disembelih dan
suhu ruangan sekitar 15C.
2) Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu
berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau
tidak cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang
lebih cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup
istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih.
3) Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun
otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat
pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding

6
dengan serat merah. Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak
memperlihatkan pH awal lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih
rendah. Aktivitas ATP ase yang lemah akan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan demikian pada otot merah
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis.

2.3 Hubungannya Dengan Jaringan Ikat Terhadap Terbentuknya Rigor Mortis.

Jaringan ikat memiliki variasi yang sangat luas berdasarkan morfologi,


letak geografis dan strukturnya. Fungsi utama adalah sebagai penghubung
jaringan. Secara embriologis, jaringan ikat berasal dari mesoderm. Dari lapis
mesoderm ini, sel multipoten pada embryo atau dikenal dengan sebutan mesenkim
berkembang menjadi jaringan penyambung, jaringan ikat, tulang, dan darah.
Komponen jaringan ikat terdiri atas sel dan matriks ekstra seluler. Ekstra seluler
tersebut teridi atas substansi dasar dan serabut jaringan ikat. Sel jaringan ikat
merupakan komponen penting pada beberapa jenis jaringan ikat, sedangkan
serabut jaringan ikat juga merupakan komponen penting pada tipe jaringan ikat
yang lainnya.
Fungsi jaringan ikat yaitu sebagai penunjang dan pengikat, media untuk
pertukaran, pertahanan tubuh, dan penyimpan lemak. Fungsi sebagai penunjang
karena jaringan ikat dapat membentuk kapsula yang membungkus organ yang
sekaligus menunjang fungsi organ tersebut. Jaringan ikat juga berperan sebagai
media pertukaran hasil metabolik dalam jaringan dan zat nutrisi serta oksigen di
dalam darah dan pada beberapa sel dalam tubuh. Fungsi pertahanan dan proteksi
diperan kan oleh beberapa sel jaringan ikat seperti sel fagositik, sel
immunokompeten, dan sel penghasil substansi khusus dalam tubuh.
Otot dan jaringan ikat serta keberadaan lemak di dalamnya merupakan
penentu karakteristik kualitatif daging. Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan
daging sangat penting seperti pada jaringan muskuler. Kandungan kualitas dan
penyebara jaringan ikat dalam otot merupakan penanggung jawab utama terhadap
perbedaan kekerasan anta otot.
Menurut Bloom dan Fawcett, (1975)Secara struktural, jaringan ikat terdiri
atas tiga komponen : sel, cairan dasar, dan serat.

7
Terdapat tiga sel dalam jaringan ikat :
a) fibroblast, bertanggung jawab pada sintesa dan pembaharuan bahan-
bahan ekstra seluler
b) adiposit, bertanggung jawab pada penyimpanan dan metabolisme
lemak,
c) makrofak tissuler, bertanggung jawab pada proses pertahanan
immunisasi.
Cairan dasar, merupakan bahan organik dari mukopolisakarida dan terdiri
atas mukoprotein, tropokolagen dan tropoelastin (Fitton-Jackson, 1964). Mc
Intosh (1961) melaporkan bahwa 8 - 12 % nitrogen muskuler diantaranya berasal
dari mukoprotein. Ada tiga serat yang menyusun jaringan ikat : 1) kolagen, terdiri
dari gabungan dari sejumlah serabut-serabut dengan diameter 0,3 - 0,5 m dan
tebalnya 1 - 12 m, 2) retikulin, merupakan mukoprotein dimana bahan dan
ultrastrukturnya serupa dengan kolagen, sekalipun serabut-serabut retikulin lebih
pendek dan strukturnya lebih halus dibandingkan dengan kolagen (Asghar dan
Pearson, 1980), 3) elastin, serat-seratnya bercabang-cabang dan jumlahnya bisa
mencapai 1,9 - 37 % dari jaringan ikat otot sapi. Pada beberapa otot sapi, seperti
Semitendinosus, Latissimus dorsi dan Tensor fascia latae, menyajikan elastin
lebih dari 10 % dari jaringan ikat (Bendall, 1967) Dari ketiga serat yang
menyusun jaringan ikat, kolagen merupakan serat yang paling dominan (95 %)
dan paling besar peranannya dalam menentukan kekerasan/kealotan pada otot.
Dengan demikian bahasan tentang jaringan ikat lebih banyak ditujukan pada
kolagen.
Korelasi yang erat antara kandungan kolagen dengan kekerasan daging
yang dinilai dengan melakukan pemutusan paralel dengan arah serat daging,
koefisien korelasi (R) 0,82 antara kandungan kolagen dengan indeks kekerasan
daging yang diukur menggunakan Warner Bratzles shear force. koefisien relasi
antara daya putus daging dengan kandungan kolagen yang terdapat pada daging
mentah yang telah mengalami maturasi sebesar +0,87. Beberapa penilitian
menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan kolagen pada otot
Longissimus dorsi dan Semitendinosus yang cukup rendah. Kandungan dan
solubilitas kolagen hanya dapat menjelaskan variasi keempukan sebesar 15 20%

8
pada otot Longissimus dorsi dan Semitendinosus dari ternak dengan genotip yang
sama.
Metabolisme energetik jaringan muskular utamanya diorientasikan untuk
produksi energi, yang dimungkinkan oleh karena adanya alat kontraktil.
Dikarakterisasi melalui peranan yang mendalam dari karbohidrat, sekalipun otot
juga menggunakan asam lemak. Pada periode aktivitas kontraktil, glukosa
merupakan sumber yang utama. Degradasi lengkap secara oksidatif dari glukosa
ini memungkinkan untuk pembentukan ATP yang efektif.

Berdasarkan bahwa serat-serat muskuler memiliki cara oksidatif pada saat


katabolisme glukosa atau melalui cara anaerobik (pembentukan asam laktat), kita
membedakan serat-serat menjadi serat merah (kaya akan mitokhondria,
mioglobin, lipid dan serat putih (miskin akan mitokhondria, mioglobin dan lipid,
tetapi kaya akan glikogen).

Aktivitas Kontraktil
Berdasarkan atas kecepatan kontraksi, maka diantara serat-serat dapat
dibedakan atas serat dengan kecepatan kontraksi cepat dan serat dengan kecepatan
kontraksi lambat. Perbedaan kedua jenis kecepatan kontraksi ini ditentukan oleh
perbedaan pada tingkat peralatan pada kepala molekul miosin. Secara umum,
berdasarkan studi histokimia dapat diperlihatkan bahwa serat-serat tipe metabolik
merah dapat memiliki suatu sistim kontraktil dengan tipe lambat atau cepat.
Sebaliknya serat-serat tipe metabolik putih nampaknya hanya dapat memiliki
sistim kontraktil tipe cepat.
Variabilitas Dari Penyusun Otot
Pada ternak yang sama dari otot yang berbeda terdapat variabilitas tipe serat
muskuler. Variasi juga terjadi pada otot yang sama dari jenis ternak yang berbeda
terutama pada spesies yang berbeda.

Perbedaan serat muskuler berdasarkan tipe metabolik dan kontraktilnya,


merupakan penyebab utama dari heterogenisitas antara otot. Penyebab kedua dari
heterogenisitas ini terjadi pada tingkat penggabungan serat sebagai penyusun otot,
yakni pada tingkat jaringan ikat, antara otot menyajikan variasi kuantitatif dan

9
kualitatif demikian juga perbedaan penyebaran jaringan ikat tersebut. Pada spesies
yang sama dan juga pada tipe otot yang sama, umur menjadi faktor yang penting
dari variasi kandungan mioglobin dan lipid, demikian juga dengan struktur
kolagen.

Daging memiliki keempukan yang bervariasi diantara jenis otot, jumlah

jaringan ikat dalam otot yang lebih banyak digerakkan selama ternak masih hidup

seperti otot Pectoralis profundus memiliki tekstur yang lebih kasar, sedangkan

otot yang kurang digerakkan seperti otot Semitendinosus dan Longissimus dorsi

memiliki tekstur yang lebih halus. Otot yang teksturnya kasar akan kurang empuk

dibandingkan dengan otot yang teksturnya halus. pada otot Longissimus dorsi

cenderung menghasilkan residu pengunyahan yang sedikit (empuk) dan memiliki

sensasi jus yang tinggi dan juga flavor yang baik sedangkan pada otot Pectoralis

propundus memiliki residu pengunyahan yang banyak (alot) dan juga sensasi

yang kering.

Jumlah jaringan ikat dalam otot merupakan komponen terpenting dalam

menentukan empuk tidaknya daging, selain itu jaringan ikat juga mempengaruhi

tekstur dari pada daging. Otot yang mengalami banyak aktifitas selama hidup

memiliki tekstur yang lebih kasar, seperti otot Pectoralis profundus. Sedangkan

otot Semitendinosus dan Longissimus dorsi memiliki tekstur yang lebih halus.

Kesalahan penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat

mengakibatkan mutu daging menjadi rendah.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rigormortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih


diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan
terjadinya kekakuan pada otot. Proses kontraksi menyebabkan otot menjadi keras
dan kaku sedangkan proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak
dan empuk Jumlah jaringan ikat dalam otot merupakan komponen terpenting
dalam menentukan empuk tidaknya daging, selain itu jaringan ikat juga
mempengaruhi tekstur dari pada daging.

3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa peternakan kita harus mengetahui bagaimana
kondisi daging ternak yang baik.

11

Anda mungkin juga menyukai