Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

PADA NY. M DI RW 06 DUSUN SENDANG PUTRI DESA


NYATNYONO KECAMATAN UNGARAN BARAT

OLEH :

NI WAYAN YUNIK WINTARI

070116B050

PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia (Lanjut usia)

1. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun (Maryam, 2011). Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh

kembang, dimana mulai berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

akhirnya menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses alami yang

ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami

proses menjadi tua, dimana ini manusia akan mengalami kemunduran

fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

2. Klasifikasi lansia

Menurut Depkes (2003) dalam Maryam (2011), klasifikasi lansia

adalah:

a. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

a. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

b. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

c. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang dan jasa.

d. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

3. Batasan lanjut usia

Menurut WHO dalam (Khalid, 2012), batasan lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

b. Lanjut usia (eldery) usia antara 60-70 tahun.

c. Lanjut usia tua (very old) usia antara 75-90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun.

B. Proses Menua

1. Pengertian proses menua

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses alami yang

tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan

berkesinambungan. Selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis,

fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi

dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2011).

Menurut Constantindes (1994) dalam Azizah (2011), aging process

(proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita . Proses

menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah,


yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh mahkluk hidup.

Penuaan mengakibatkan penurunan kondisi anatomi dan sel akibat

terjadinya penumpukan metabolik yang terjadi didalam sel. Metabolik yang

menumpuk tersebut bersifat racun terhadap sel sehingga perkembangan sel

akan terganggu dan mengalami perubahan (Azizah, 2011).

2. Teori-teori proses penuaan

Nugroho (2008), menjelaskan mengenai teori proses menua antara lain:

a. Teori biologis

1) Teori genetik

Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di

dalam tubuh terdapat biologis yang mengatur gen dan menentukan

proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa, menua itu telah

terprogram secara genetik untuk spesies tertentu.

2) Teori nongenetik

Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory)

menyatakan bahwa mutasi yang berulang dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya

sendiri.

3) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),

menyatakan bahwa teori radikal bebas dapat terbentuk di alam

bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolise atau

proses pernapasan di dalam mitokondria .


4) Teori rantai silang (cross link theory), menjelaskan bahwa menua

di sebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat

(molekul kolagen), bereaksi dengan zat kimia dan radiasi,

menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan

hilangnya fungsi pada proses menua.

b. Teori sosiologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang di anut selama ini

antara lain:

1) Teori interaksi sosial

Teori ini coba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada

suatu situasi tertentu yaitu dasar hal-hal yang di hargai masyarakat.

2) Teori aktivitas dan kegiatan

Teori ini menjelaskan bahwa usia lanjut akan merasakan kepuasan

apabila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktvitas

tersebut selama mungkin.

3) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang

lanjut usia sangat di pengaruhi oleh tipe personalitas yang di

milikinya. Teori ini juga mengungkapkan adanya kesinambungan

dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada

suatu saat merupakan gambarnya kelak pada saat menjadi lanjut

usia.
4) Teori pembebasan atau penarikan diri

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan

masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.

Bertambahnya lanjut usia dan ditambah dengan adanya

kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan

diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan

sekitarnya.

3. Perubahan- perubahan pada lanjut usia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, antara lain: perubahan

fisik dan fungsi, perubahan mental, perubahan psikososial, dan perubahan

spiritual.

a. Perubahan fisik dan fungsi

1) Sel

Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler berkurang, mekanisme perbaikan

sel terganggu, jumlah sel otak menurun.

2) Sistem persarafan

Saraf panca indra mengecil, berat otak menurun 10-20% (sel otak

setiap orang berkurang setiap harinya), respon dan waktu untuk

bereaksi lambat, dan defisit memori.


3) Sistem pendengaran

Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang

mengalami ketegangan.

4) Sistem penglihatan

Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang, daya

membedakan warna berkurang, kekeruhan pada lensa, menjadi

katarak dan daya elastisitas lensa berkurang.

5) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, elastisitas dinding aorta

menurun kemampuan jantung memompa darah menurun

(menurunnya kontraksi dan volume), serta meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

6) Sistem pernapasan

Otot-otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,

kehilangan kekuatannya dan menjadi kaku, paru kehilangan

elastisitas, elastisitas bronkus berkurang, kapasitas residu

meningkat sehingga menarik napas lebih berat (Nugroho, 2008).

b. Perubahan psikososial

Menurut Azizah, (2011) perubahan psikososial yang dialami

oleh lansia adalah sebagai berikut:


a) Pensiun

Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya

transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stress psikososial.

Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat seseorang

lansia pensiunan merasakan kekosongan. Menurut Darmojo dan

Martono (2004), dalam Azizah (2011), bila seseorang pensiun, ia

akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain: kehilangan

finansial, kehilangan status, kehilangan teman atau kenalan,

kehilangan kegiatan atau pekerjaan. Nilai seseorang sering diukur

oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peran dalam

pekerjaan. Hilangnya kontak soial dari area pekerjaan membuat

seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, orang tersebut

secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu luang yang

ada dirumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani

(Azizah, 2011).

b) Perubahan aspek kepribadian

Memasuki lansia maka ia mengalami penurunaan fungsi

kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,

persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian sehingga

menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi makin lambat,

sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan,


tindakan, kordinasi yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan

(Azizah, 2011).

c) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak

fisik, maka muncul gangguan fungsional bahkan kecacatan pada

lansia.

d) Perubahan minat

Lanjut usia mengalami perubahan minat. Minat terhadap diri

makin bertambah, minat terhadap penampilan semakin berkurang.

Berkaitan dengan perubahan, Hurlock (1990) dalam Azizah

(2011), menyatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap

orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut

dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.

c. Perubahan mental

1) Memory (daya ingat, ingatan)

Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu

fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan.

Ingatan jangka panjang (long term memory) kurang mengalami

perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (short term memory)

atau seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam

mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu

menarik perhatiannya dan informasi baru.


2) IQ (Intellegent Quocient

Lansia pengalami perubahan persepsi dan daya membayangkan

(fantasi). Hal ini terutama dalam bidang vokabular (kosakata),

ketrampilan praktis, dan pengetahuan umum.

3) Kemampuan pemahaman (Comprehension)

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada

lansia yang mengalami penurunan. Hal ini di pengaruhi oleh

konsentrasi dan fungsi pendengaran lansia yang mengalami

penurunan (Azizah, 2011).

d. Perubahan spiritual

Menurut Nugroho (2008), perkembangan spiritual usia 70

tahun adalah universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat

ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh


A. Konsep Penyakit
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Corwin, 2008).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Corwin, 2008).
b. Klasifikasi Hipertensi
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial.
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Carpenito,
2009). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
c. Faktor- Faktor Risiko/ Etiologi Hipertensi
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis
kelamin dan genetik.
1) Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu
sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun
(Depkes, 2006). Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan
hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO
memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat
dipakai dalam menentukan adatidaknya hipertensi. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan
oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi
lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik.
2) Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita
(Depkes, 2006). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi
hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada wanita lebihmeningkat dibandingkan
dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.
3) Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya
menderitahipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-
anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes,
2006).
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan
perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet
rendah serat, kurang aktifitas gerak, berat badan
berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau
hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebihsangat
berhubungan erat dengan hipertensi
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter.
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan
darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan
darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).
2) Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi
dan sumber daya 19 (biologis, psikologis dan sosial) yang ada
pada diri seseorang. Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi atau penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi.
Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri
4) Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak,
sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi
untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan
untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Olahraga yang teratur
dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi
penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan
olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan
darahtanpa perlu sampai berat badan turun
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan
alkohol dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah
baru terlihat apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas
ukuran standar setiap harinya.
6) Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan
darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang,
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada
masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih
tinggi. Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama
dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium
dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah
garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk
soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin
(monosodium glutamate). Kelebihan natrium akan menyebabkan
keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan
hipertensi. WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol natrium

d. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah (Carpenito, 2009).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2008).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Carpenito, 2009).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami
penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh 14jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2008).

e. Tanda dan Gejala Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-
debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Kartikasari,
2012).Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan
hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk
terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan
penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma
(Kartikasari, 2012).

Corwin, (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis


timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala
saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan
peningkatan tekanan darah intracranial.

f. Komplikasi Hipertensi
Menurut Corwin (2008), komplikasi hipertensi terdiri dari:
a. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dapat timbul
akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2008).
b. Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Akibathipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2008).
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada
bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya
hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan
air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)
1. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Pengendalian faktor risiko
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor
risikoyang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
1) Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan. Obesitas
bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan,
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki
2) Mengurangi asupan garam didalam tubuh
pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan.Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh)
per hari pada saat memasak.
3) Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah.
4) Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat
menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
akhirnya mengontrol tekanan darah
2) Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup
penderita.
1) Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini
diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam
sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat
influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti
golongan tiazid yang menunjukkan efek hipotensif pada dosis kecil
sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik
curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif masih
tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer
(Nafrialdi, 2009).
2) Penghambat Adrenergik
Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)Beta bloker memblok
beta-adrenoreseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor
beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung
sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru,
pembuluh darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat
ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta-1 dapat dijumpai
pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak (Nafrialdi,
2009).Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu
penglepasan neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas
sistem saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino-
atrial dan miocardiakmeningkatkan heart rate dan kekuatan
kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan
penglepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem renin
angiotensin aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac
output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang
diperantai aldosteron dan retensi air (Nafrialdi, 2009).
3) Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah) yang menurunkan
resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah. Obat-obat ini
menyebabkan stimulasi refleks jantung, menyebabkan gejala
berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan
komsumsi oksigen. Efek tersebut dapat menimbulkan angina
pectoris, infark miokard atau gagal jantung pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi. Vasodilator juga meningkatkan renin
plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air. Efek samping
yang tidak 34diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan
bersama diuretika dan penyekat- . Terdapat beberapa obat yang
termasuk golongan vasodilator antara lain hidralazin, minoksidil,
diakzoksid dan natrium nitroprusid. Efek samping yang sering
terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala
4) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)
Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor)
menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari
prekusor angitensin I yang inaktif, yang terdapat pada pembuluh
darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Selain itu,
degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin
dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi
ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan
tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air dan natrium (Nafrialdi, 2009).Terdapat
beberapa obat yang termasuk golongan ACE- Inhibitor antara lain
benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinoril, moexipril,
penindropil, quinapril, ramipril, trandolapril.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku,
Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat TD, hipotensi postural, takikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin.
3. Integritas Ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, peyempitan kontineu perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optic
7. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocyural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit ginjal, factor resiko etnik : penggunaan pil KB atau
hormone.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (peningkatan tekanan
darah. NANDA 2015-2017 Domain 12 Kenyamanan kelas kenyamanan
fisik (00132) hal 469.
2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga berhubungan dengan
kesulitan ekonomi. NANDA 2015-2017Domain 5 promosi kesehatan
kelas 2 Manajemen kesehatan (000801) hal 164.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi NANDA
2015-2017 Domain 5 persepsi/kognisi kelas 4 kognisi (00126) hal 274
No Tujuan (Noc) Intervensi Nic

1 Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri ( Nic hal 158)


a. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama 4x24 jam
komprehensif
diharapkan nyeri dapat diatasi
b. Observasi adanya petunjuk non
dengan criteria hasil:
verbal mengenai
1. Kontrol nyeri (Noc hal 247)
ketidaknyamanan
- 100502 Mengenali
c. Gali bersama pasien factor-faktor
kapan nyeri terjadi (3-5)
yang dapat menurunkan atau
- 160501
memperberat nyeri
Menggambarkan factor
d. Modifikasi lingkungan
penyebab nyeri (3-5)
e. Ajarkan penggunaan teknik non
- 160503 Menggunakan
farmakologis
tindakan pencegahan
f. Berikan individu penurunan
(3-5)
nyeri yang optimal dengan
- 160504 Menggunkaan
analgetik
tindakan pengurangan
g. Dukung istirahat tidur yang
nyeri tanpa analgetik (3-
adekuat untuk membantu
4)
penurunan nyeri
- 160511 Melaporkan
nyeri yang terkontrol
(3-4)
2. Tingkat nyeri (577)
- 210201 Nyeri yang
dilaporkan
dipertahankan pada
skala 2 ditingkatkan
pada skala 5
- 210206 Ekspresi nyeri
wajah dipertahankan
pada skala 2
ditingkatkan pada skala
5

2 Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan Koping (337)


a. Berikan penilaian mengenai
keperawatan selama 4x24 jam
pemahaman pasien terhadap
diharapkan manajemen
proses penyakit
kesehatan keluarga kembali
b. Sediakan informasi actual
efektif dengan criteria hasil:
mengenai diagnosis,
1. Manajemen hipertensi
penanganan dan prognosis
(291)
c. Sediakan pasien pilihan-
-310701 Memantau tekanan
pilihan yang realistis
darah (3-5)
mengenai aspek perawatan
- 310704 Mempertahankan
d. Instrusikan pasien untuk
target tekanan darah (3-5)
menggunakan teknik
- 310714 Membatasi asupan
relaksasi sesuai kebutuhan
garam (3-4)
2. Pengajaran proses penyakit (300)
- 310713 Mengikuti diit
a. Kaji tingkat pengetahuan
yang direkomendasikan (3-
pasien terkait dengan proses
5)
penyakit
- 310710 Berpartisipasi
b. Kenali pengetahuan pasien
dalam olahraga yang
mengenai penyakitnya
direkomendasikan (3-4
c. Jelaskan tanda dan gejala
2. Prilaku patuh: Diet yang
yang umum dari penyakit
disarankan
sesuai kebutuhan
- 162204 Memakan
d. Diskusikan perubahan gaya
makanan sesuai diet yang di
hidup yang mungkin
tentukan (3-4)
diperlukan untuk mencegah
- 162207 Menghindari
komplikasi atau mengontrol
makanan yang tidak proses penyakit
diperbolehkan sesuai diet e. Diskusikan pilihan terapi atau
yang ditetapkan (3-5). penanganannya
f. Jelaskan alas an dibalik
rekomendasi terapi yang
diberikan
g. Edukasi pasien mengenai
tindakan untuk
mengontrol/meminimalkan
gejala sesuai kebutuhan
Daftar Pustaka

Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Carpenito. 2009/ Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: EGC

Corwin. 2008. Handbook Of Pathophysiology. Third Edition/ State University.

Columbus

Khalid, Mujahidullah. 2012. Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia Dengan Cinta

Dan Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryam, R Siti dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:

Salemba Medika

Padilla. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Nuh Medika.

Anda mungkin juga menyukai