Anda di halaman 1dari 15

KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS :
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang
telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar
mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan
tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi denganpemberian dosis
morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri
bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun
ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami
sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar
diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter,
keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif
dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan
keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu
memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang adakarena
sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan
oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang
terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema
etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu
situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik
tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus
tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema
etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan /
pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :

1. Mengembangkan data dasar


2. Mengidentifikasi konflik
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar :


Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada
mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui :
a) Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga
dokter, dan perawat.
b) Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk
melepas alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin.
c) Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar
peraturan yang berlaku.
d) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu
nafas dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan
perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa
terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :
Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri
yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta
penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan
untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan
klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a) Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat
kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience-Nonmaleficience
b) Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar
nilai autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi


tindakan tersebut
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan
oksigen
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
3) Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin
4) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
5) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
6) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian pasien
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila
diperlukan. .
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup
beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
3) Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :


Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang
secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu
didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari
penambahan dosis tersebut. Perawatmembantu klien dan keluarga klien dalam membuat
keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan
keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme
koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem
berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


1) Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai
2) Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
3) Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien
4) Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
keyakinannya
5) Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah
yang sedang dihadapi
6) Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-
masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan
terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau
meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif
maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan
dilaksanakan.
http://rumah-perawat.blogspot.co.id/2016/11/contoh-kasus-pemecahan-masalah-
dilema.html

KASUS 2

Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit
di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-
bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat
badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini
badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang
sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-
kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A
melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali
tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah
didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima
oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif
terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk
menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat
menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung.
Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini
kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan
dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan
keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh
Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.
http://nersdody.blogspot.co.id/2012/03/etik-dilema-etik-dan-contoh-kasus.html

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu didefinisikan
sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi
tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan
memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar
atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini
khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah
yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang
perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien dan keluarga. Selain itu
dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien
salah satunya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang
kondisi dan penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan
menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada
pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini
penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan.
Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat
harus memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami
tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan
kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat.
Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan
etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena
tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat
termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan
timbul masalah komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas
akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan.
Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara
lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-
ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo danCassel, dan model Thompson dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat
Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan
menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut
:
Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang
dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang
hasil pemeriksaan kepadanya.
Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk
tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A
akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus
memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk
memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral
jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya
karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk
penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan


Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis
yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana yang
bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika
kondisi pasien dan situasinya mendukung.
Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat.
Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang
kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari
keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian
diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga
perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang kondisinya
dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan
bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi
yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan
menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu
bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien
terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada
dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung menginformasikan
kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai
pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada
psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun
mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi,
maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri
berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa
perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan aib yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah
yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A.
Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk
menghindari hal tersebut.
Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A frustasi
dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan
sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan yang bersifat
emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus
mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak
menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat
dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak
yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa
perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan
kode etik dan profesi keperawatan.
2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang mendapatkan
permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-
pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga meminta keluarga untuk tetap
memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut.
Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima
kondisinya dan mempunyai semangat untuk sembuh.

4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis
yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana
alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus
berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu
tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang
meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan
keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat
harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan
tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang
paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A
mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu
memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn.
A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang
penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan
merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan
pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil
pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap
dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai
apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah
dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil


dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung
memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan
dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan
dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-
masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-
pendekatan dan caringserta komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A
beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-
pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya
membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan

Kasus Abortus
Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4
tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor
kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.
Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter
merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah
dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan
tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya
menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan.
Dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi
adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan
menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan
yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu:
apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti.karena kami masih ingin
punya anak. apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi dan apakah operasi saya
bisa diundur dulu suster
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,
ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi
penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain
yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi
Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternyaya.
Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan
operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan saya menunggu suami saya dulu
suster, perawat mengatakan secepatnya ya bu besok ibu sudah akan dioperasitanpa
penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M.
Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak
operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi.
Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami Ibu ibu
tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha dan
perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien
tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk
operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan
dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A kenapa tidak dijelaskan Perawat A
menjawab pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh
menunggu dokter, kepala ruangan mengatakan kalau begitu buat surat pernyataan saja dan
kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang
akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian
Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari
pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi
surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan
mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang
dilakukan staff Rumah Sakit.

3.2 Analisa Kasus


Sebelum menganalisa kasus diatas apakah merupakan pelanggaran etik atau dilema etik,
hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal
ruangan termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat
dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian
asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan
(SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut
nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI),
hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang
harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari
informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:
a. Otonomi pasien
Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan
operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena
Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti
pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat
informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien
sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan
keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga
untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan
pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi.
b. Advokasi perawat terhadap pasien
Advokasi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa:
penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi
dengan tim medis berkaitan dengan masalah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin
mempunyai anak lagi. Bentuk-bentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan
dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik.
2. Berkaitan hak-hak pasien
Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam praktek keperawatan, diantaranya yang berhubungan dengan
kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap, jelas, pasien berhak
memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolanya, pasien juga
berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinya tidak
berkenan.
Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien
berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinya sehingga pasien dapat
menentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah
mendapatkan informasi yang jelas merupakan hak autonomi pasien.
3. Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI), yaitu:
a. Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas
Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus
Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien,
memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada
pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi
dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien.
Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan
dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat
memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas
kondisi yang menimpannya.
b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)
Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil
suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya
perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi
yang berkaitan dengan masalah-masalah yang tergambar pada kasus Ny.M. Tim inilah yang
merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun
akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan
dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis,
keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus
diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan
menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang.
4. Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.
Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi
kepedulian caring terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat
menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari
tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam
menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya
perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak
pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full,
yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. Penting dalam melindungi hak
individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting
juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan
dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat
kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien
dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan
keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan.
5. Tinjauan dari standar praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus
dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan
dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus
dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan
melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan
memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik.
Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada
pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut
telah tersedia dan selalu diperbaharui.
3.3 Penyelesaian Kasus
Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat.
Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam
membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa
hal:
a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa
mereka ditunjuk.
b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi,
fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang
diusulkan.

Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya
untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter
akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif
pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat
primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat
membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat
memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana
operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan
informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan
operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak
autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga,
perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.

Anda mungkin juga menyukai