Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
Bab I. Pendahuluan........................................................................................ 4
ii
2.10 Komunikasi dalam perawatan paliatif............................................... 17
Bab IV . PENUTUP........................................................................................ 32
4.2 Saran.................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
4
1. 2 Rumusan Masalah
1. 3 Tujuan penulisan
5
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi
keperawatan universitas jambi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses
informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative Care,
2013).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri
serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).
7
2.4 Karakteristik Perawat Paliatif
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang
normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan
setelah kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif
memengaruhi perjalanan penyakit.
1. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang
usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan
yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis
yang berat. (Ferrell, & Coyle, 2007)
8
radiasi eksterna, dan kedua dengan brakiterapi. Radiasi eksterna adalah
suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi berada di luar tubuh pasien.
Radiasi ini menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang
ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi
dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan sel
kanker tersebut. Peran radioterapi pada palliative care terutama adalah
untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor
local.
3. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk memperkecil
masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri, terutama pada tumor
yang kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang sensitive terhadap
kemoterapi dan mampu menghilangkan nyeri pada lymphoma. Myeloma,
leukemia, dan kanker tentis.Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif
harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji efek
positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk
mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat
desakan massa tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan yang
dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah untuk mengatasi obstruksi
visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada stadium paliatif
adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang
panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke,
demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang
rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata
mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan memiliki mood yang
lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik. Musik
memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan,
penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset
9
pertama yang membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah
bukti pertama bahwa mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke
dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya
perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra
fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan
sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan penanganan
antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan,
dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi banyak
gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan
terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan
kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
10
5. Tim interdisiplin. Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat,
farmasi, pekerja sosial, sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah,
pemuka agama, psikolog, asisten perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan : Tujuan perawatan paliatif
adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang disebabkan
oleh penyakit maupun pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi : Komunikasi efektif diperlukan dalam
memberikan informasi, mendengarkan aktif, menentukan tujuan,
membantu membuat keputusan medis dan komunikasi efektif terhadap
individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
9. Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluru sistem pelayanan
kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta
kelanjutan perawatan paliatif untuk mencegah krisis dan rujukan yang
tidak diperlukan.
10. Akses yang tepat. Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus
bekerja pada akses yang tepat bagi seluruh cakupanusia, populasi,
kategori diagnosis, komunitas, tanpa memandang ras, etnik, jenis
kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat
kebijakan, pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat
mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas. Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan
evaluasi teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.
11
2.7.2 Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif
adalah kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan
ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut sehingga
menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).
NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan
tidak nyaman atau kekhawatiran yang diseratai oleh respon
otonom, perasaan takut yang disebabkan olehantisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang member tanda
individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut
mengatasinya.
12
ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang
mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang
dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan
yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain
mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).
13
5. Praktek bersama , Tim/ kelompok perawatan paliatif. (Ferrell, & Coyle,
2007)
14
keperawatan pasien dan melaksanakan tindakan keperawatan secara
langsung kepada pasien dan keluarga (Kemenkes RI, 2012).
2.11 Aspek Hubungan Lingkungan Dengan Pasien Perawatan Paliatif
1. Hubungan dengan pasien dan perawat
Saat ini di Rumah Sakit, pasien sering menemui kesulitan untuk
memiliki perawat primer karena jadwal yang berubah-ubah. Pasien
dengan penyakit terminal menghargai hubungan dengan klinisi, namun
berbeda dengan beberapa perawat yang justru menghindari pasien
dengan penyakit terminal karena takut untuk mengatakan atau melakukan
hal yang salah.
2.Hubungan social
Bagi pasien-pasien yang mendekati akhir kehidupan, hubungan
manjadi salah suatu hal yang lebih penting.Bagi beberapa orang, ada suatu
kebutuhan untuk menyambung kembali hubungan yang renggang,
meminta atau memberimaaf, atau memulihkan hubungan.
3.Peran keluarga
Ketika pasien sudah mendekati kematian, satu atau lebih anggota
keluarga dapat berada di sisi pasien terus menerus, hal ini kadang-kadang
disebut dengan “berjaga-jaga dengan kematian.
Selain hal tersebut, aspek komunikasi menjadi hal yang penting
dalam menghadapi pasien terminal.Kemahiran berkomunikasi dalam
perawatan paliatif sangat penting, yaitu bagaimana cara menyampaikan
berita buruk (breaking bad news) mengenai vonis mendekatnya kematian
bagi penderita dan berikutnya kepada keluarga yang hampir pasti dalam
keadaan emosional menjadi sangat penting. Kemahiran berkomunikasi
tidak hanya antar anggota tim saja tetapi juga non medis misalnya ulama
ataupun notaris dalam menuliskan surat wasiat.
15
2.12.1 Komunikasi verbal
Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1. Masalah tehnik,seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan
symbol dari komunikasi.
2. Masalah semantic,seberapa tepat symbol dalam mengirimkan pesan yang
dimaksud
3. Masalah pengaruh,seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi
tingkah laku
2. Paralanguage
Kualitas suara : irama, volume, kejerniha Vocal tanpa suara: suara tanpa
adanya struktur linguistic, misalnya sedu sedan, tertawa, mendengkur,
mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas panjang.
3. Proxemics
1) Jarak intim (sampai dengan 18 inchi)
2) Jarak personal (18 inchi – 4 kaki) untuk seseorang yang dikenal
16
3) Jarak social (4 kaki – 12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu
4) urusan tetapi bukan orang khusus/tertentu.
2.12.3 Sentuhan
Sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, Sentuhan dapat
menunjukan arti “saya peduli.”
17
2.14 Asuhan Keperawatan teoritis perawatan paliatif
1. Tanda-tanda Kematian :
a. Dini :
1) Pernafasan terhenti, penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi.
2) Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3) Kulit pucat.
4) Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5) Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian.
6) Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit
(hilang dengan penyiraman air.
b. Lanjut (Tanda pasti kematian)
1) Lebam mayat (livor mortis).
2) Kaku mayat (rigor mortis).
3) Penurunan suhu tubuh (algor mortis).
4) Pembusukan (dekomposisi).
5) Adiposera (lilin mayat).
6) Mumifikasi
2. Gejala dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem Organ.
a. Sistem Gastrointestinal: Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau,
kandidiasis dan sariawan mulut.
b. Sistem Genitourinaria : Inkontinensia urin.
c. Sistem Integumen : Kulit kering (pecah-pecah) dan dekubitus.
d. Sistem Neurologis : Kejang.
e. Perubahan Status Mental : Kecemasan, halusinasi dan depresi.
A. Pengkajian :
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat
meninggal dengan tenang dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon
terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti
terjadi.
18
4. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun social-spiritual.
19
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
i. Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
20
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi
penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada
perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri,
sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah
semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah
pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien
Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya
mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan
menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi
dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan
ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual
klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
B. Diagnosa Keperawatan :
1. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang
21
tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada
pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian
yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik
diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
C. Intervensi :
1. Diagnosa I :
a. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
1) Berikan kepastian dan kenyamanan.
2) Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan
menghindari pertanyaan.
3) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
4) Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang
cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn
penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
5) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh
informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap pelajaran.
6) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep
yang tidak benar.
22
7) Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan
renson koping positif yang akan datang.
2. Diagnosa II :
a. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna
pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang
umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan
menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang
dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur
dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi
situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
b. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti
yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif
membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
c. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang
positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan
penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
d. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,
jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses
berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan
terjadi di terima.
e. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian
menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut :
1) Membantu berdandan.
2) Mendukung fungsi kemandirian.
3) Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
4) Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).
3. Diagnosa III :
a. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me
23
ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
b. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan
perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
c. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
d. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
e. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
f. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber
lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan
financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga.
4. Diagnosa IV :
a. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau
ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi
kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang
mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual lainnya ,
praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
b. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya
keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan sikap
tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam
mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
c. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan
klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan
lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
d. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya
atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak
24
menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
e. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan
pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien
mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang
penting ( Carson 1989 ).
D. Evaluasi :
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada
perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu
bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa
akan kembali kepadanya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
25
3.1. Skenario Kasus
Bapak Arman (61 tahun) dan Ny. Nani (60 tahun) sudah 35 tahun
menikah. Mereka dikaruniai dua orang anak perempuan yang semuanya
sudah berumahtangga dan memberikan dua orang cucu.
Kondisi ekonomi keluarga Pak Arman cukup baik, memiliki dua
perusahaan yangberjalan dengan baik.
Bapak Arman dan Ny. Nani cukup dikenal di lingkungannya karena
keduanya aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, bahkan Pak Arman
menjadi salah satu donatur tetap pada sebuah panti asuhan.
Walaupun sebelumnya Pak Arman adalah perokok berat, namun sudah
sejak 5 tahun terakhir ini berhenti total merokok dan aktif berolah raga.
Sejak satu tahun yang lalu, Pak Arman kerap kali merasa pusing dan sakit
di daerah lehernya serta batuk-batuk. Pemeriksaan oleh dokter di kantornya
dinyatakan tensinya 130/80 mmHg. Jantung dan paru-parunya baik. Pak
Arman diberi obat simptomatik biasa namun tidak ada perbaikan.
Bagaimana sdr menyikapi kasus ini?
3.2. Step 1
1. Obat simptomatik
adalah obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, seperti
sakit kepala, demam, mual-muntah, diare, ataupun nyeri. Misalnya sakit
kepala yang disebabkan oleh hipertensi.
3.3. Step 2
26
7. Kondisi yang seperti apakah yang bisa diberikan perawatan paliatif?
8. Bagaimana pemberian edukasi terhadap keluarga klien tentang proses
penyakit yang terjadi pada pasien?
9. Bagaimana pengobatan nonfarmakologi pada pasien paliatif?
3.4. Step 3
1. Ada hubungannya, karena pasien perokok aktif selama 5 tahun yang mana
efeknya akan terasa dalam jangka waktu panjang.
2. Untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, seperti sakit kepala,
demam, mual-muntah, diare, ataupun nyeri. Sesuai dengan
namanya, obat ini hanya sebatas mengatasi gejala tapi tidak
menyembuhkan penyebab dasar penyakitnya.
3. Yang harus dilakukan oleh perawat adalah dengan melakukan pendekatan
secara bio, psiko, sosial dan spiritual dan juga mengedukasikan pasien
untuk memakan makanan sehat dan stressor untuk menghindari adanya
pencetus tekanan darah tinggi pasien.
4. EKG, tes paru seperti Spirometri, CT Scan.
5. Fokus asuhan paliatif adalah memastikan agar pasien dapat hidup
senyaman mungkin sesuai keinginan mereka. Asuhan paliatif juga
membantu pasien dan keluarga dalam memahami penyakit serta perawatan
yang tersedia. Asuhan paliatif juga memfasilitasi komunikasi yang terbuka
untuk berdiskusi mengenai keprihatinan emosional atau praktis yang
muncul atas terdiagnosasnya suatu penyakit serius.
6. Dengan melakukan pendekatan yang terapetik agar pasien dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.
7. Ada 4 kelompok yang dapat diberikan tindakan keperawatan paliatif
yaitu ; a) Kelompok 1 – Kondisi mengancam jiwa dimana pengobatan
kuratif mungkin dilakukan tetapi dapat gagal (cth: kanker, kegagalan organ
hati, liver atau ginjal, infeksi).
b) Kelompok 2 – Kondisi dimana kematian dini mungkin terjadi tapi
mungkin ada suatu periode perawatan intensif yang panjang yang
bertujuan memperpanjang hidup (cth: cystic fibrosis, HIV/AIDS,
kelainan kardiovaskular dan prematuritas ekstrem).
27
c) Kelompok 3 – Kondisi progresif tanpa adanya pilihan pengobatan
kuratif, dimana setelah terdiagnosa maka perawatan sepenuhnya
bersifat paliatif (cth: kelainan neuromuscular atau neurodegenerative,
kelainan metabolik yang progresif, abnormalitas kromosom dan
adanya kanker stadium lanjut yang bermetastase sejak kemunculan
awal).
d) Kelompok 4 – Kondisi yang tidak dapat diperbaiki tapi tidak progresif
yang menyebabkan kecacatan parah yang menimbulkan kerentanan
ekstrim terhadap komplikasi kesehatan (cth: cerebral palsy berat,
kelainan genetis, malformasi kongenital, prematuritas, cedera otak atau
tulang punggung).
8. Edukasi keluarga dengan terapetik lakukan pendekatan dan hubungan
saling percaya lalu sampaikan penyakit yang diderita oleh pasien ke
keluarga dengan sejujurnya dan tingkat keparahannya, beritahu juga pasien
memerlukan support system dari keluarga.
9. Ada beberapa terapi non farmakologi untuk palliatif
a) Tehnik relaksasi untuk serangan sesak napas
b) Posisi saat tidur untuk mengurangi sekresi dahak yang tertahan
c) Modifikasi diet pada disfagia
d) Bantuan mobilisasi pada kelumpuhan
e) Akupunktur dan acupressure untuk mual
f) Penggunaan transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
untuk nyeri
g) Komunikasi dan informasi dalam perawatan paliatif
3.5. Step 4
28
3.6. Step 5
BAB IV
PENUTUP
29
4.1 Kesimpulan
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan ialah
semoga makalah ini dapat di jadikan sebagai referensi pembelajaran dan
menambah pengetahuan konsep teori dan asuhan keperawatan paliatif khususnya
30
bagi mahasiswa atau masyarakat umum yang membacanya serta dapat di jadikan
referensi bagi institusi pendidikan khususnya prodi keperawatan universitas
jambi.
DAFTAR PUSTAKA
31
Campbell, M. L. (2013). Nurse to nurse : Perawatan Paliatif. Jakarta:
Salemba Medika.
Cohen, J., Deliens, L., 2012. A public health perspective on end of life
care. Oxford University Press
Hartati, N., & Suheimi. (2010). Cegah dan Deteksi Dini Kanker
Serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo.
32
Windarwati, A. Pawirowiyono, & M. A. Subu, Penerj.) Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
33