Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep dasar teori


1.1.1 Pengertian Autis

Autisme diartikan oleh Leo Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943 adalah suatu
gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada seseorang sehingga secara
tak langsung individu tersebut dapat dikatakan hidup dalam dunianya sendiri (Dr. Melly
Budhiman, 2002).

Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia
2,5 tahun (Devision, 2006).

1.1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1) Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang
disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2) Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan,
kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan
Cytomegalovirus Infection.

3) Faktor Kelahiran dan Persalinan


Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya
gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan
yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin,
ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa
saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang
salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada
usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
1.1.3 Manisfestasi Klinik
1.1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan

Umumnya penderita Autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan
normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, dan berdiri), kemampuan
bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak dengan autis juga dapat meniru
beberapa lagu yang didengarakannya atau dapat menggunakan panca indranya dengan normal
dan secara luas ketika mengeksplorasi lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada
proses pertumbuhannya, pada anak penderita Autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan
organnya, misalnya:

1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran bicara pada
usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan rumit
(Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki dan tangan
(Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic) sehingga tak mampu untuk
mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri, pada
pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia
6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri sehingga anak sering
terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya juga dapat
mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
10) Anak Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2 tahun dan
setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.
1.1.3.2 Pada Tahap Perkembangan

Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan gangguan dalam hal
psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk berkomunikasi dan berprilaku juga
mengalami penyimpangan. Dalam usia 5 tahun, komunikasi anak dan ibu terganggu dengan
adanya sikap anak yang tidak mau menatap ibunya ketika ditimang, hal ini menunjukkan kesan
tidak mengenal.Tidak dapat bercakap-cakap dengan orang lain di sekitar secara mandiri, adanya
gangguan praverbal yang ditunjukkan dengan berteriak dan ekolia (bicara yang mengulang kata
atau ungkapan), padahal anak normal pada usia 6- 18 bulan sudah dapat melakukannya (dalam
kemampuan berbahasa sesuai batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya duduk dalam jangka
waktu yang lama, sibuk dengan tangannya (dengan mengepakkannya, memainkan jarinya atau
bertepuk tangan), tercengang dan menatap terus pada objek tertentu (mengkilap dan bersifat
mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat terikat daripadanya. Gambaran lain adalah
adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak menekankan suatu rutinitas kehidupan harian
tertentu dan menolak suatu perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada
anak normal yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah sering menyeringai, sikap
melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati adanya perubahan suasana hati yang
tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang tidak jelas dan sering diselingi dengan kemarahan yang
bersifat destruktif. Anak sering ketakutan dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara
yang lain. Hal ini juga akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental psikotik
paranoid (takut dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak mempercayai orang lain),
schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri), dan histionik (selalu ingin
diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh keinginannya). Sisi intelektual anak dengan autis
akan dihadapkan dengan adanya retardasi, tetapi ada kecenderungan untuk membaik jika anak
dapat lepas dari sikap menarik diri. Kemampuan olah bicara anak autis sering terhambat pada hal
intonasi dan hal lain yang mengalami gangguan adalah kemampuan untuk menentukan waktu.
Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:

1) Di bidang komunikasi:
(1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti
tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
(2) Terkadang kata kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
(3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dimengerti orang
lain.
(4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).
(5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
(6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit berbicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa.
(7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2) Di bidang interaksi sosial:


(1) Anak autis lebih suka menyendiri
(2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka
atau mata dengan orang lain.
(3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang
lebih tua dari umurnya.
(4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3) Di bidang sensoris:
(1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.
(2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
(3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda yang ada
disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4) Di bidang pola bermain:
(1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
(2) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
(3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
(4) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar.
(5) Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan
sejenisnya.
(6) Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.
5) Di bidang perilaku:
(1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku
berkekurangan (hipoaktif).
(2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
(3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak-
balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
(4) Tidak suka terhadap perubahan.
(5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6) Di bidang emosi:
(1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
(2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
(3) Kadang agresif dan merusak.
(4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
(5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau
didekatnya.

1.1.4 Patofisiologi
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di beberapa
jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar gangguan dengan
berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari perkembangan faktor-faktor yang
mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem otak, dan mengganggu perkembangan otak
waktu lebih dari produk akhir. Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan
teratogen sangat menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari
perkembangan otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk memulai kaskade
patologis peristiwa dalam otak yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Hanya setelah lahir, otak anak-anak autistik cenderung tumbuh lebih cepat dari biasanya, diikuti
dengan normal atau relatif lebih lambat pertumbuhan di masa kanak-kanak. Tidak diketahui
apakah awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi pada semua anak-anak autistik. Tampaknya
menjadi yang paling menonjol di wilayah-wilayah otak yang mendasari perkembangan kognitif
yang lebih tinggi spesialisasi.

Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:

(1) Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak kunci.
(2)Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.
Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap embrionik
kehidupan dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun yang seimbang. Ada
kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang selama periode kritis
neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari beberapa bentuk ASD. Meskipun
beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah ditemukan dalam sub-sub kelompok khusus
individu autistic tidak diketahui apakah kelainan ini relevan dengan atau sekunder untuk proses
penyakit autisme. Sebagaimana autoantibodies ditemukan dalam kondisi selain ASD, dan tidak
selalu hadir dalam ASD, hubungan antara gangguan kekebalan dan autisme tetap tidak jelas dan
controversial. Hubungan antara zat kimia saraf dengan autisme belum dipahami dengan baik;
beberapa telah diselidiki, dengan banyak bukti-bukti untuk peran serotonin dan perbedaan
genetis dalam transportasi.
Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan data lain
berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Beberapa kekeliruan metabolisme bawaan
berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin kurang dari 5% dari kasus. Sistem neuron
cermin (MNS) hypothesizes autisme teori bahwa distorsi dalam perkembangan MNS imitasi
mengganggu dan menyebabkan autisme fitur inti kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan
MNS beroperasi ketika binatang melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang lain
melakukan tindakan yang sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman individu orang lain
dengan mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan melalui simulasi dari tindakan
mereka, niat, dan emosi.
Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning) untuk tugas
gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-beda tergantung
pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial. Di autisme ada bukti untuk
mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan standar, skala besar jaringan otak yang terlibat
sosial dan emosional dalam pengolahan, dengan konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif,
yang digunakan dalam perhatian berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang
dengan autis dua jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan adanya
ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin mencerminkan gangguan
referensial diri berpikir.

1.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua
yaitu:
(1)Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan
dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6
bulan.
(2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan
yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini
berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai
mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati 2007) mengelompokkan
autisme menjadi:
(1)Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena
kelainan sudah timbul sebelum lahir
(2)Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-7 tahun)
sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu-
minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.

1.1.6 Faktor Resiko


Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi.Sehingga
banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk
memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli
berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan
keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut
tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada
anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa
periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.

1) Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada
periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat
berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autism
2) Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya.
Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan
aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat
mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali
pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500
gram).
3) Periode Usia Bayi
Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat
mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan
autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autisme adalah prematuritas,
alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan: kelainan jantung bawaan,
kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan: sering muntah, kolik, sulit buang air
besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf: trauma kepala, kejang, otot atipikal,
kelemahan otot.

1.1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism:
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan didisain
khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada
anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun
mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara
yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot
halusnya dengan benar.
4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek
sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi
dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan
berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis
sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya dan mengajari caranya.
6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar
bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.

8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai
terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya.
Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).
Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat
Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak
ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi
otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan
rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
(1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu
untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya
keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini
bukanlah hal yang mudah.
(2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter.
Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang
mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah
Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif)

1.2 Manajemen Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
(3) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
(4)Riwayat Kesehatan
(5)Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu. Gangguan pada
otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR
SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi
bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).
(6) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau
cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan
kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri,
menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang
memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat
tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.
(7)Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.
(8)Psikososial
(1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
(1) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
(2) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
(3) Perilaku menstimulasi diri
(4) Pola tidur tidak teratur
(5) Permainan stereotip
(6) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
(7) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
(8) Kemampuan bertutur kata menurun
(9) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
11) Neurologis
(1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
(2) Refleks mengisap buruk
(3) Tidak mampu menangis ketika lapar
12) Gastrointestinal
(1) Penurunan nafsu makan
(2) Penurunan berat badan
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1) Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2) Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat
inap di rumah sakit.
3) Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan
1.2.3 Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa I: Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
Hasil yang diharapkan: Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata
atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional
(1)Ketika berkomunikasi dengan (1)Kalimat yang sederhana dan diulang-
anak, bicaralah dengan kalimat ulang mungkin merupakan satu-satunya
singkat yang terdiri atas satu cara berkomunikasi karena anak yang
hingga tiga kata, dan ulangi autistik mungkin tidak mampu
perintah sesuai yang diperlukan. mengembangkan tahap pikiran
Minta anak untuk melihat kepada operasional yang konkret. Kontak mata
anda ketika anda berbicara dan langsung mendorong anak
pantau bahasa tubuhnya dengan berkonsentrasi pada pembicaraan serta
cermat. menghubungkan pembicaraan dengan
bahasa dan komunikasi. Karena
artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa
tubuh dapat menjadi satu-satunya cara
baginya untuk mengomunikasikan
pengenalan atau pemahamannya
terhadap isi pembicaraan
(2)Gunakan irama, musik, dan (3)Gerakan fisik dan suara membantu
gerakan tubuh untuk membantu anak mengenali integritas tubuh serta
perkembangan komunikasi sampai batasan-batasannya sehingga
anak dapat memahami bahasa mendoronnya terpisah dari objek dan
orang lain
(4)Bantu anak mengenali hubungan (5)Memahami konsep penyebab dan efek
antara sebab dan akibat dengan membantu anak membangun
cara menyebutkan perasaannya kemampuan untuk terpisah dari objek
yang khusus dan mengidentifikasi serta orang lain dan mendorongnya
penyebab stimulus bagi mereka mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya melalui kata-kata
(6)Ketika berkomunikasi dengan (7)Biasanya anak austik tidak mampu
anak, bedakan kenyataan dengan membedakan antara realitas dan
fantasi, dalam pernyataan yang fantasi, dan gagal untuk mengenali
singkat dan jelas nyeri atau sensasi lain serta peristiwa
hidup dengan cara yang bermakna.
Menekankan perbedaan antara realitas
dan fantasi membantu anak
mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya.

2) Diagnosa II: Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan:
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak
diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi Rasional
(1)Sediakan lingkungan kondusif dan (1)Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan
program yang teratur dapat mencegah
perasaan frustasi, yang dapat
menuntun pada ledakan kekerasan
(2) Lakukan intervensi (3)Sesi yang singkat dan sering
keperawatan dalam sesingkat dan memungkinkan anak mudah
sering. Dekati anak dengan sikap mengenal perawat serta lingkungan
lembut, bersahabat dan jelaskan apa rumah sakit. Mempertahankan sikap
yang anda akan lakukan dengan tenang, ramah dan mendemontrasikan
kalimat yang jelas, dan sederhana. prosedur pada orang tua, dapat
Apabila dibutuhkan, demontrasikan membantu anak menerima intervensi
prosedur kepada orang tua. sebagai tindakan yang tidak
mengancam, dapat mencegah perilaku
destruktif
(4) Gunakan restrain fisik (5)Restrain fisik dapat mencegah anak
selama prosedur ketika dari tindakan mencederai diri sendiri.
membutuhkannya, untuk Biarkan anak terlibat dalam perilaku
memastikan keamanan anak dan yang tidak terlalu membahayakan,
untuk mengalihkan amarah dan misalnya membanding bantal,
frustasinya, misalnya untuk perilaku semacam ini memungkinkan
mencagah anak dari membenturkan menyalurkan amarahnya, serta
kepalanya ke dinding berulang- mengekpresikan frustasinya dengan
ulang, restrain badan anak pada cara yang aman
bagian atasnya, tetapi
memperbolehkan anak untuk
memukul bantal
(6)Gunakan teknik modifikasi perilaku (7)Pemberian imbalan dan hukuman
yang tepat untuk menghargai dapat membantu mengubah perilaku
perilaku positif dan menghukum anak dan mencegah episode kekerasan
perilaku yang negatif. Misalnya,
hargai perilaku yang positif dengan
cara memberi anak makanan atau
mainan kesukaannya, beri hukuman
untuk perilaku yang negatif dengan
cara mencabut hak istimewanya
(8)Ketika anak berperilaku destruktif, (9)Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres
menyampaikan sesuatu, misalnya meningkat, kemungkinan muncul dari
apakah ia ingin sesuatu untuk kebutuhan untuk mengomunikasikan
dimakan atau diminum atau apakah sesuatu.
ia perlu pergi ke kamar mandi

3) Diagnosa III: Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai
oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional
(1) Anjurkan orang tua untuk (1)Membiarkan orang tua
mengekpresikan perasaan dan mengekpresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka kekhawatiran mereka tentang kondisi
kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan
lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
(2) Rujuk orang tua ke kelompok (3)Kelompok pendukung
pendukung autisme setempat dan memperbolehkan orang tua menemui
kesekolah khusus jika diperlukan orang tua dari anak yang menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
(4) Anjurkan orang tua untuk (5)Kontak dengan kelompok swabantu
mengikuti konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan
dengan autisme
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat dapat
menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan
perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang dibuat dan
menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien
teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang
ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2..1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An. I
TTL : Surabaya, 20 September 2002
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Konghucu
Suku/Bangsa : Cina / Indonesia
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Kapuas FI N0. 22 Wisma Tropodo
(Asrama Paul)
Diagnosa Medis : Autis
1) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sr. F
TTL : Kefa, 1 April 1979
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Katholik
Suku/Bangsa : NTT/ Indonesia
Pendidikan : DII
Alamat : Jl. Kapuas FI N0. 22 Wisma Tropodo
(Asrama Paul)
Hubungan Klien : Suster/Ibu Asuh di Panti
Lama tinggal di panti : 4 tahun
2) Keluhan Utama
Klien tidak bisa berbicara dan asik dengan dirinya sendiri seperti teriak-teriak jika lapar atau
menginginkan sesuatu.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan sekarang
An. I didiagnosa mengalami cerebral autis An. I memiliki kebiasaan asik pada diri
sendiri, hanya memainkan jari jari tangannya, menghindari kontak mata dengan lawan
bicara, lebih senang dengan menyendiri dari pada diajak bermain dengan teman-
temannya, kadang-kadang diam dan berteriak-teriak, tidak peka terhadap rangsangan
nyeri. An. I tidak mampu berbicara, hanya mengerang. Seluruh Activity Daily Living
(ADL) An. I dibantu oleh pengasuh
(2) Riwayat Kesehatan lalu
An. I masuk Panti Asuhan Bakti Luhur pada tanggal 10 maret 2011 dan di antar oleh
orang tuanya. Berdasarkan cerita pengasuh panti yang diperoleh dari orang tuanya An.
pada waktu bayi mengalami panas tinggi dan mengalami kejang, ketika di rumah pada
usia anak 3 tahun selalu menyendiri dan suka main air di kamar mandi berjam-jam
bahkan air di bak sering diminum, BAB dan BAK digosokkan ke rambut dan anggota
tubuh lainnya bahkan sering dimasukan kemulutnya karena melihat keadaan seperti itu
keluarga memutuskan An I di bawa ke panti Bakti Luhur Tropodo Sidoarjo.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data untuk riwayat kesehatan keluarga An.I
(4) Susunan Genogram
Tidak ditemukan data yang lengkap tentang susunan genogram keluarga An. I, yang
diketahui bahwa An. I anak ke dua dari dua bersaudara. An I memiliki satu kakak
perempuan yang tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.
1.1.1. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis, An. I tampak kurus, menggunakan pakaian rapi dan
bersih, tampak duduk ranjang tempat tidurnya dengan diruangan tengah asrama
dengan memainkan dan menggigit jari-jari tangannya ke dalam mulut, An I sering
menekan-nekan lehernya menggunakan jari tangannya, kadang-kadang melompat-
lompat dan berteriak An. I tidak mampu berbicara, hanya mengerang, An I sering
membanting badannya langsung terbaring di tempat tidurnya..
2) Tanda-tanda Vital
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20x/menit
3) Kepala dan Wajah
Rambut berwarna kecoklatan, keadaan baik tidak rontok, tidak ada benjolan pada
kulit kepala. Keadaan hidung bersih tidak ada sekret. Penglihatan dan pendengaran
tidak fokus, An. I tidak pernah merespon ketika dipanggil namanya.
4) Leher dan Tenggorokan
Di leher sebelah kiri nampak seperti lingkaran, berwarna kehitman Tidak ada
peningkatan vena jugularis dan tidak ada pembesaran limfa. Reflek menelan baik.
5) Dada
Bentuk dada simetris. Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada sesak nafas. Bunyi nafas
vesikuler. Pola nafas teratur dengan frekuensi 20x/menit
6) Abdomen
Bentuk perut simetris. Tidak terdapat penonjolan dan nyeri tekan. Bising usus
18x/menit.
7) Ektrimitas
Pergerakan/tonus otot kaku, lemah/terbatas. tidak ada oedem dan sianosis. Keadaan
kulit/turgot elastik. Kekuatan otot 4 4
8) Genetalia 3 3

Keadaan genetalia bersih dan tidak terdapat lesi. Pengeluaran urine normal 5
kali/hari (memakai popok), urine berwarna kuning bening.
1.1.2. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Gizi
Selera makan An. I baik, dapat menghabiskan 1 porsi makanan yang diberikan
dengan reflex menelan baik. BB:16 kg, TB: 100 cm
2) Kemandirian dalam bergaul
An. I tidak mampu beraktifitas/bermain selalu asik dengan dirinya sendiri saat di
panggil namanya pun tidak ada respon.
3) Motorik halus
An. I hanya tidak mampu mamainkan jari-jari tanganya

4) Motorik Kasar
An. I tidak mampu melakukan aktifitas seperti, menulis, melempar, berdiri dan
berjalan dibantu untuk menjaga keseimbangan tubuhnya..
5) Kognitif dan bahasa
An. I tidak mampu berbicara hanya mengerang saja.
6) Psikososial
An. I tidak mampu berinteraksi dengan orang lain, hanya mampu berteriak.

1.1.3. Pola Aktivitas Sehari-hari


No Pola Kebiasaan Keterangan

Nutrisi
a. Frekuensi 3 kali sehari
b. Nafsu Makan/selera Baik
c. Jenis Makanan Nasi, sayur, lauk
Eliminasi
a. BAB 1 kali sehari, lembek
b. BAK 5 kali/hari (memakai popok), urine berwarna
kuning bening
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam 2 jam
b. Malam/jam 8 jam
Personal Hyigene
a. Mandi 2kali/hari
b. Oral Hyegene 2kali/hari

1.1.4. Data Penunjang


An. I diberikan terapi Snozelen (terapi stimulasi multisensory seperti visual, auditori,
taktil, pembauan) dan Fisioterapi (terapi untuk memperbaiki gangguan fungsi alat/fungsi
tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses terapi gerak) pada hari Senin
dan Kamis.

Surabaya, 2 Januari2015
Mahasiswa,

Lisna Waty
2.2 ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS:- Stimulus sensorik yang Kerusakan komunikasi
DO: tidak sesuai Verbal
- An I tampak tidak bisa berbicara
hanya mengerang
- Asik dengan dirinya sendiri
- Teriak-teriak dan hanya berkata
mam-mamjika lapar atau
menginginkan sesuatu.
- An. I mengikuti terapi sensorik
DS: Proses penyakit Kerusakan Interaksi Sosial

DO:
- Sangat menghindari kontak mata
dengan lawan bcara
- Asik pada dirinya sendiri
- An. I tampak kesulitan menggerakan
tangan dan kakinya.
- Tidak ada menunjukan keinginan
untuk bergaul dengan teman-
temannya yang lain
- Hanya diam dan kadang-kadang
eriak-teriak di ranjang tempat
tidurnya
- An. I tidak mampu beraktifitas /
bermain
- An. I tidak mampu melakukan
aktifitas seperti, menulis,
melempar, berdiri dan berjalan.
- An. I tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain, jika dipanggil
namanya tidak ada respon sama
sekali
- An I tidak peka terhadap rangsangan
nyeri.
Ds.; Perilaku hiperaktif Resiko membahayakan dir
Do sendiri dan orang lain.
- An I sering loncat-loncat di
ranjang tempat tidurnya
- An I sering membanting
badannya langsung terbaring di
tempat tidurnya..
- An. I Tampak sering menekan-
nekan bagian leher sebelah kiri
menggunakan tanganya
- An I Sering memainkan dan
menggigit jari-jari tangannya ke
dalam mulu
PRIORITAS MASALAH
1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan sensorik yang tidak sesuai
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan proses penyakit
3. Resiko membahayakan diri atau orang lain berhubungan dengan perilaku
hiperaktif.
2.3 RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: An. I
Ruang Rawat: Wisma Paul
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Dx I: Setelah dilakukan1) Pertahankan konsistensi tugas staf 1) Hal ini memudahkan
tindakan keperawatan untuk memahami tindakan- kepercayaan dan kemampuan
1. Kerusakan
selama 9x5 jam tindakan dan komunikasi anak untuk memahami tindakan-
komunikasi verbal pertemuan diharapkan2) Antisipasi dan penuhi kebutuhan- tindakan dan komunikasi pasien
Anak akan membentuk kebutuhan anak sampai kepuasan 2) Pemenuhan kebutuhan pasien
berhubungan dengan
kepercayaan dengan pola komunikasi terbentuk akan dapat mengurangi
sensorik yang tidak seorang pemberi3) Gunakan tehnik validasi kecemasan anak sehingga anak
perawatan ditandai konsensual dan klarifikasi untuk akan dapat mulai menjalin
sesuai
dengan sikap responsive menguraikan kode pola komunikasi dengan orang lain
dan kontak mata dalam komunikasi dengan asertif
waktu yang telah
4) Gunakan pendekatan tatap muka 3) Teknik-teknik ini digunakan
ditentukan dengan berhadapan untuk menyampaikan untuk memastikan akurasi dari
KRITERIA HASIL: ekspresi-ekspresi nonverbal yang pesan yang diterima,
benar dengan menggunakan menjelaskan pengertian-
1) Pasien mampu contoh pengertian yang tersembunyi di
berkomunikasi dalam pesan. Hati-hati untuk
dengan cara yang tidak berbicara atas nama pasien
dimengerti oleh orang tanpa seinzinnya
lain 4) Kontak mata mengekspresikan
2) Pesan-pesan minat yang murni terhadap dan
nonverbal pasien hormat kepada seseorang
sesuai dengan
pengungkapan verbal
3) Pasien memulai
berinteraksi verbal
dan non verbal
dengan orang lain
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Dx II: Setelah dilakukan 1) Berikan informasi tentang sumber- (1) membantu anak meningkatkan
tindakan kep. Selama sumber dari komuitas interaksi sosial komunitas
2. Kerusakan interaksi
9X5 jam pertemuan 2) Berikan benda-benda yang dikenal (2) Benda-benda ini memberikan rasa
sosial berhubungan pengasuh pasien (misalnya: mainan kesukaan, aman dalam waktu-waktu aman
mengerti tentang selimut) untuk memberikan rasa bila anak merasa distress
dengan proses
pemberian stimulasi aman dalam waktu-waktu tertentu (3) Karakteristik meningkatkan
penyakit kepada anak. agar anak tidak mengalami distress pembentukan dan
KRITERIA HASIL : 3) Berikan sikap yang hangat, mempertahankan hubungan saling
1) Stimulus diberikan dukungan dan ketersediaan ketika percayai
setiap hari oleh anaknberusaha memenuhi
pengasuh kebutuhan dasarnya.
2) Pasien mampu 4) Mulai dengan penguatan yang (4) Anak autis dapat merasa terancam
berinteraksi baik positif pada kontak mata oleh suatu rangsangan yang
dengan anak lain perkenalan secara berangsur- gencar pada pasien tidak terbiasa
3) Pengasuh mampu angsur dengan sentuhan dan
menyediakan pelukan
pengawasan untuk 5) Fasilitasi anak untuk berhubungan (5) Agar anak memiliki teman dan
anak dengan tepat dengan teman sebaya tidak bosan
4) Membina hubungan 6) Fasilitasi perhatian atau kontak (6) Untuk menghilangkan stress dan
kasih sayang merasakan udara segar
dengan teman kelompoknya
(7) Agar tercipta hubungan saling
7) Bangun interaksi satu sama lain percaya

8) Ajarkan pengasuh menyediakan (8) Aktifitas merupakan cara untuk


aktivitas yang dianjurkan untuk menghilangkan stress
pasien berinteraksi dgn teman
sebayanya
(9) Perhatian merupakan kebutuhan
9) Anjurkan pengasuh untuk berikan yang sangat dibutuhkan agar anak
perhatian kepada pasien saat tidak merasa kesepian
dibutuhkan

DX III Setelah dilakukan 1) Sediakan lingkungan kondusif 1) Anak autis dapat berkembang
tindakan keperawatan dan sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang
3. Resiko
selama 9x5 jam sepanjang perawatan periode di kondusif dan rutinitas biasanya
membahayakan diri pertemuan diharapkan panti tidak dapat beradaptasi terhadap
Anak menunjukan 2) Dekati anak dengan sikap perubahan dalam hidup mereka
atau orang lain
penurunan kecenderunan lembut, bersahabat dan jelaskan 2) Mempertahankan program yang
berhubungan dengan melakukan kerusakan apa yang akan dilakukan dengan teratur dapat mencegah perasaan
atau perilaku merusak kalimat yang jelas dan frustasi yang dapat menuntun
perilaku hiperaktif.
diri sendiri sederhana pada ledakan kekerasan
KRITERIA HASIL : 3) Gunakan restrain fisik selama 3) Mempertahankan sikap tenang
1) Sikap agresif prosedur ketika dan ramah dan
berkurang membutuhkannya. mendemontrasikan prosedur
2) Tidak melakukan pada orang tua dapat membantu
kebiasaan-kebiasaan anak menerima tindakan yang
yang membahayakan tidak mengecap dapat mencegah
diri perilaku destruktif.
2.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Dx Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
Rabu, I 1) Mempertahankan konsistensi tugas S: -
4 Januari 2015 staf untuk memahami tindakan- O: -
tindakan dan komunikasi anak A: Masalah belum teratasi
2) Menggunakan pendekatan tatap muka
P: Lanjutkan Intervensi
berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang
benar dengan menggunakan contoh

Rabu, II 1) Mmperkenalkan benda-benda yang S:


4 Januari 2015 dikenal (misalnya: mainan kesukaan, O: -
selimut) untuk memberikan rasa A: Masalah belum teratasi
aman dalam waktu-waktu tertentu
P: Lanjutkan intervensi
agar anak tidak mengalami distress
2) memberikan sikap yang hangat,
dukungan dan ketersediaan ketika
anaknberusaha memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3) memberikan penguatan yang positif
pada kontak mata perkenalan secara
berangsur-angsur dengan sentuhan
dan pelukan
4) memfasilitasi anak untuk
berhubungan dengan teman sebaya
5) memfasilitasi perhatian atau kontak
dengan teman kelompoknya
6) Menyediakan aktivitas yang
dianjurkan untuk pasien berinteraksi
dgn teman sebayanya
7) Memberikan perhatian kepada pasien
saat dibutuhkan
Jumat, III 1) Sediakan lingkungan kondusif dan S: -
5 januari 2015 sebanyak mungkin rutinitas O: -
sepanjang perawatan periode di A: Masalah belum teratasi
panti
P: Lanjutkan Intervensi
2) Dekati anak dengan sikap lembut,
bersahabat dan jelaskan apa yang
akan dilakukan dengan kalimat
yang jelas dan sederhana
3) Gunakan restrain fisik selama
prosedur ketika membutuhkannya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. I
DENGAN AUTIS DI PANTI BAKTI LUHUR SURABAYA

OLEH:

Lisna Waty
2010.C.1B.0008

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2015

Anda mungkin juga menyukai