Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

1. Pengertian Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan
puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan
diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan
darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk
menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan
ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan bahwa tekanan
darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).
2. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal.
Seseoarang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi
dari 140/90 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal 356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih.
(Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg.
Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran
tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi
adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.

2. Penyebab Hipertensi
Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan
kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau
kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang
hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan
bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa
terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun
atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya
umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu
terjadinya hipertensi.

2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang
cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi
6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria
dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan)
didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain mengatakan pria lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai
pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita
lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena
terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut
Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang
tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya
kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur)
daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat
genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi
terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan
dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya,
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari
pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama.
Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti
mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah
juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan
berada pada level tinggi sepanjang hari.

2) Konsumsi Asin/Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan
hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume
plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di
samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi orang terhadap natrium berbeda-
beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi,
walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan
darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak
natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi
hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan
tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah.
Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari
setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Menurut Alison Hull, penelitian
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa
individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang
meningkatkan volume darah.

3) Konsumsi Lemak Jenuh


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan
yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi
lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.

4) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan
lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh
berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak
jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam
lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar
45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi
asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ
dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90%
komposisinya adalah ALTJ. Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan
bisa menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas.
Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah
hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan
makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah,
akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian
dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak.
Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-gorengan pinggir jalan,
dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya sudah berubah menjadi coklat tua
sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan cukup sederhana yaitu demi mengirit
biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali
Komsan, bagi mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi
dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena
akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat
menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu,
seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.

5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung
hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti.
Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan
konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus
hipertensi.
Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan
risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol
meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi
kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan akan
merusak jantung dan organ-organ lain.

6) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25
(berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor
risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang
obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas
tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi
dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan
dengan pengobatan terhadap hipertensi.
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45
menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.
Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan
bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi
juga akan bertambah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi lemak.
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin
dalam darah.
Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi
lansia obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Obesitas
mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami
kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan
bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 % mengakibatkan
kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan dengan
membatasi kalori bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah positif untuk
mencegah terjadinya hipertensi.
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan
lebih.

7) Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

8) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis,
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara
pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan
tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.
Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi
disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita rasakan
saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan
kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa
stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu.
Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Menurut Slamet
Suyono stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf
simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah
hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres
dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat
menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

9) Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada
data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari
dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.12 MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan. Oleh karena hipertensi
timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang
telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya
hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka pencegahan
hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat
menjadi sangat penting.

3. Tanda dan Gejala dari Hipertensi


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hali ini berari
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
a. Gejala yang lazim
Lemas, kelelahan
Sesak nafas
Gelisah
Kesadaran menurun
Mimisan
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Peninggian tekanan
darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang
dan pusing.

4. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata rata 2 kali
pengukuran pada masing masing kunjungan. Perbandingan klasifikasi tekanan
darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat di tabel berikut:

Kategori Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan
Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Dan/atau Sistolik (mmHg)
( JNC VII)
( JNC VII)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre
_ 120 139 mmHg Atau 80 89 mmHg
Hipertensi
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
_ Normal Tinggi 130 139 mmHg Atau 85 89 mmHg
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 159 mmHg Atau 90 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 179 mmHg Atau 100 109 mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya
oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).
6. Pathway

Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress,


kurang olahraga, genetik, alkohol, konsumsi garam, obesitas

Tekanan HIPERTENSI Perubahan Gelisah


Sistemik Darah Situasi
Beban Kerja Kerusakan Sering
Jantung Vaskuler Bertanya
Pembuluh Darah
Kontraksi Cemas
Hipertropi Perubahan
Ventrikel Kiri
Struktur
Kelainan PK : Gagal
Informasi Krisis
Kontraktilitas Jantung Penyumbatan yang Minim Situasional
Miokardium Kiri Pembuluh Darah
Misinterpretasi Metode
Peningkatan Gangguan Sirkulasi Informasi Koping Tidak
Sirkulasi Paru Efektif
Kurang
Pengetahuan Koping
Penurunan Tekanan Onkotik
Individu
Tidak Efektif
Penurunan Ekspansi Paru
Pola Nafas Sesak
Tidak Efektif

Otak Ginjal Pembuluh Retina


Darah
Vasokontriksi Spasme
Resistensi Suplai O2 Pembuluh Arterial
Pembuluh Otak Darah Ginjal Sistemik Koroner
Darah Menurun
Otak
Meningkat
Oedem Otak Menurunnya Blood Flow Vasokontriksi Iskemia Diplopia
Metabolisme Darah Miokard
TIK Diotak Menurun Afterload Gangguan
Meningkat Meningkat Rangsangan Persepsi
Aktivitas Ujung Saraf Sensori
Respon Renin
Neuronal Angiotensi I Pengelihaan
Nyeri Menurun & II
Kepala Impuls
Penurunan Merangsang Serabut C
Kesadaran Aldosteron
Lamina II
Resiko Retensi Na & III Cornu
Cedera
Dorsalis
Edema Tract
Spinothalamus
Anterior
Kelebihan Lateralis
Volume
Cairan Cortex
Cardiac Cerebri
Penurunan
Output Suplai O2 ke Persepsi
Menurun Jaringan Perifer Nyeri
Penurunan Menurunnya Nyeri Dada
Curah energi
Jantung
Nyeri
Fatique

Intoleransi Aktivitas

7. Faktor Risiko Hipertensi pada Lansia


Hipertensi merupakan salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular yang
sering sekali terjadi pada lansia. Dengan bertambahnya usia, jantung serta
pembuluh darah akan mengalami beberapa perubahan struktur dan fungsi. Salah
satu perubahan fungsional terkait dengan pembuluh darah adalah meningkatnya
tekanan sistolik yang akan terjadi secara progresif. Menurut American Heart
Association nilai sistolik 160 mmHg merupakan batas normal tertinggi untuk
lansia. Sedangkan menurut International Society of Hypertension (ISH) tekanan
sistolik diatas 140 mmHg sudah dapat dikatakan sebagai hipertensi derajat I.
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi
adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan terlebih
dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
bahwa semakin tua seseorang maka risiko mengalami hipertensi akan semakin
tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan elastisitas pembuluh darah
arteri seiring dengan pertambahan umur. Hipertensi bisa dijumpai pada semua
usia, namun paling sering ditemukan pada usia 35 tahun atau lebih dan
meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun. Selain itu pada wanita
menopause akan lebih berisiko mengalami hipertensi. Walaupun belum dapat
dibuktikan dalam penelitian, namun hormon estrogen diperkirakan dapat
meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan LDL yang dapat
menurunkan risiko terjadi hipertensi.
b. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang
tidak dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-penelitian
oleh beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
salah satu dari orang tua kita mempunyai hipertensi, sepanjang hidup kita
mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sheps,
2005). Selain itu peran faktor genetic juga dapat dibuktikan dengan
ditemukannya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot
daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko lain
yang dapat dimodifikasi, antara lain:
c. Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko paling
penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia. Kandungan-
kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan banyak
sekali kerugian pada tubuh, diantaranya adalah; menurunkan kadar HDL,
meningkatkan adhesivtas trombosit dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen
dengan karbon dioksida pada molekul hemoglobin, serta meningkatkan
konsumsi oksigen di miokardium. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
memberikan penjelasan kepada lansia tentang keuntungan yang dapat
diperoleh dengan berhenti merokok serta kerugian-kerugian yang akan di
dapat apabila tetap mengkonsumsi rokok tersebut.
d. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan dengan
konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan peningatan berat badan dan
nantinya akan menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi. Peningkatan LDL
dan penurunan HDL adalah tanda yang penting untuk penyakit arteri koroner
atau aterosklerosis berkaitan dengan kenaikan tekanan darah baik pada pria
maupun wanita.
e. Diabetes melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat maka
tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang mengalami diabetes
biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan berat badan pada lansia akan
sangat bukan hanya untuk diabetes namun untuk hipertensi dan
hiperlipidemia yang menyertainya.
f. Gaya hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor
risiko terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini maka tonus
otot akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak yang akan digantikan
dengan jaringan lemak yang akan mengakibatkan penigkatan risiko penyakit
kardiovaskular. Aktivitas fisik yang cukup juga akan menjaga berat badan
yang ideal. Selain itu stress dapat pula berpengaruh pada hipertensi maka gaya
hidup sehat sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko hipertensi
g. Diet tinggi garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi sebesar 4.35.
Garam yang memiliki sifat menarik air, akan menyebabkan peningkatan
volume plasma dan tekanan darah. Lansia dan ras Afrika Amerika mungkin
memiliki sensitivitas tinggi terhadap intak sodium terhadap perkembangan
hipertensi (Vollmer et a., 2001 dalam Miller ).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan konsumsi kafein
yang dapat menjadi faktor risisko terjadinya hipertensi. Meskipun tidak
signifikan kafein dan alcohol akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang
dapat merangsang sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH) yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan timbulnya asma dan
kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi
kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian
8. Pencegahan Hipertensi
Ada tiga cara untuk mencegah hipertensi, yaitu :
a. Pencegahan dengan pola hidup sehat
Menerapkan pola hidup yang sehat dalam keseharian kita sangat
penting dalam pencegahan hipertensi. Sebaliknya pola hidup yang tidak sehat
beresiko tinggi terkena penyakit hipertensi.
Termasuk dalam pola hidup yang tidak sehat misalnya merokok,
minum alkohol, suka makan enak alias banyak mengandung kolesterol,
makanan yang gurih dengan kadar garam berlebih, minuman berkafein, dll.
Sementara pada saat yang sama kurang berolahraga atau kurang beraktifitas,
sering stress, minim air putih, serta kurang makan buah dan sayuran.
b. Pencegahan dengan medical check up
Mengunjungi seorang dokter atau tenaga para medis, jangan selalu
diartikan mau berobat. Bisa juga dalam rangka pencegahan satu penyakit,
misalnya pencegahan hipertensi. Itulah yang disebut pencegahan /
pemeriksaan secara medis (medical check up).
Orang yang rentan terhadap hipertensi, baik karena faktor keturunan
atau pun gaya hidup, sebaiknya rajin memeriksakan diri tekanan darahnya ke
dokter atau tenaga medis lain. Sebab, darah tinggi atau hipertensi bila tidak
segera diatasi adalah pra kondisi bagi penyakit lain yang lebih serius. Dengan
demikian, mencegah darah tinggi berarti pula mencegah diri kita dari penyakit
lain. Jika dalam pemeriksaan ditemukan tanda atau gejala hipertensi, seorang
dokter akan memberikan advise penanganannya. Sebaliknya jika tidak berarti
ditemukan gejala apapun.

c. Pencegahan dengan cara tradisional


Indonesia adalah negara yang kaya dengan tanaman obat tradisional.
Beberapa diantara tanaman tradisional (serta hasilnya) yang bisa menurunkan
tekanan darah misalnya : bayam, biji bungan matahari, kacang-kacangan, dark
coklat, pisang, kedelai, kentang, alpukat, mentimun, bawang putih, daun
seledri, belimbing, pace atau mengkudu, pepaya, selada air, cincau hijau dan
lain-lain. Beberapa tanaman diantaranya sudah diteliti dan diuji secara medis,
seperti :
1) Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya
melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi
tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi
tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya. Penelitian
telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat
menyebabkan serangan jantung dan stroke.
2) Biji bunga matahari.
Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga matahari
mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam
tubuh. Kolesterol tinggi merupakan pemicu tekanan darah tinggi, karena
dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Tapi, pastikan
mengonsumsi kuaci segar yang tidak diberi garam.

3) Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah
mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup efektif
menurunkan tekanan darah tinggi.
4) Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat
tekanan darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi
yang bermanfaat mencegah penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan
bahwa satu pisang sehari cukup untuk membantu mencegah tekanan darah
tinggi.
5) Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi
kesehatan. Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan
darah tinggi. Kandungan isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi
kesehatan.
6) Kentang
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak
sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat
tinggi yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.
7) Cokelat pekat (dark chocolate)
Karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat membantu
menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat oksida.
Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk lebih
relaks, dan menyebabkan aliran darah meningkat.
8) Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol.
Selain itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk
kesehatan jantung.
Selain dengan tanaman obat tradisional, cara tradisional lain yang juga
dapat menurunkan tekanan darah, sekaligus pencegahan hipertensi,
misalnya terapi bekam. Bekam merupakan cara tradisional yang sudah
sangat terkenal, dan bermanfaat untuk pencegahan berbagai macam
penyakit

9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD
2) Urine : Urinelisa dan kultur urine.
3) EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
4) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana).
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama) :
1) Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus tertentu),
biopsi renald (kasus tertentu).
2) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
3) Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk Katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid (VMA). (Brooker,2001)

10. Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan bahwa tujuan dari tiap
program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Menurut Kurniawan
(2006), penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologis :
a. Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut Dalimartha (2008) terapi nonfarmakologis yang dapat
dilakukan pada penderia hipertensi adalah terapi diet, olahraga, dan berhenti
merokok :
1) Terapi diet
(a) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 gr garam
dapur perhari dan menghindari makanan yang kandungan garamnya
tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin, terasi, minuman dan makanan
yang mengandung ikatan natrium.Tujuan diet rendah garam adalah
untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun rendah
garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini adalah
komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik
kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang. Menurut
Dalimartha (2008) diet rendah garam penderita hipertensi dibagi
menjadi 3 yaitu diet garam rendah I, diet garam rendah II dan diet
garam rendah III :
a) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites
dan / atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
b) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema,
asites, dan / atau hipertensi tidak berat. Pemberian makanan sehari
sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya
boleh menggunakan sdt garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
c) Diet garam rendah III (1000 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan
diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan 1 sdt garam dapur.
(b) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol
darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding
pembuluh darah. Lama-kelamaan jika endapan kolesterol bertambah
akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak
langsung memperparah hipertensi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengatur diet lemak antara lain sebagai berikut :
a) Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,
terutama makanan yang digoreng dengan minyak
b) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta
sea food (udang, kepiting), minyak kelapa,dan santan
c) Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream
d) Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir seminggu
(c) Makan banyak buah dan sayuran segar
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan
mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat
membantu menurunkan tekanan darah yang ringan. Peningkatan
masukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari) dapat memberikan
efek penurunan darah. Selain itu, pemberian kalium juga membantu
untuk mengganti kehilangan kalium akibat dari rendahnya natrium.
(d) Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan
fisik sehari-hari atau berolahraga secara teratur. Manfaat olahraga
teratur terbukti bahwa dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi
risiko terhadap stroke, serangan jantung, gagal ginjal, gagal jantung,
dan penyakit pembuluh darah lainya.
(e) Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan
tekanan darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada hubungan yang
linear antara jumlah alkohol yang diminum dengan laju kenaikan
tekanan sistolik arteri.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah komplikasi
hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat
yang tidak mengganggu gaya hidup/menyebabkan simptomatologi yang
bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali. Penurunan
tekanan arteri jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat stroke,
gagal jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan dengan obat belum
memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi risiko penyakit koroner.
Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering digunakan adalah obat yang
daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal,
diutamakan diuretika yang hemat kalium. Obat yang banyak beredar
adalah Spironolactone, HCT, Chlortalidone dan Indopanide.
2) Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa yang
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan darah. Karena
efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat (hipotensi
ortostatik dan takikardi) maka jarang digunakan. Obat yang termasuk
dalam Alfa-blocker adalah Prazosin dan Terazosin.
3) Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan pasti.
Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung sehingga
mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan demikian,
tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik. Obat yang
terkenal dari jenis Beta-blocker adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol dsb.
4) Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin
sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergic perifir dan turunnya
tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi
ortostatik. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Clonidine,
Guanfacine dan Metildopa.
5) Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding arteriole
sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah menurun. Obat
yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine.
6) Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion
kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek vasodilatasi
dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal
adalah Nifedipine dan Verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya vasokontriksi
kuat. Obat jenis penghambat ACE yang popular adalah Captopril
(Capoten) dan Enalapril.

11. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik dapat
berdampak pada :
1. Stroke
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak
(stroke). Stroke sendiri merupakan kematian jaringan otak yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Biasanya kasus ini terjadi secara
mendadak dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (complete stroke)
2. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah dan menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung
mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras
jantung untuk memompa darah
3. Gagal ginjal
Tingginya tekanan darah membuat pembuluh darah dalam ginjal tertekan dan akhirnya
menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi ginjal menurun hingga mengalami
gagal ginjal. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna
dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang sudah
berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan pada pembuluh darah akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan permeabilitas (kelenturan) dinding pembuluh darah
berkurang. Sementara itu, nefrosklerosis maligna meruapakan kelainan ginjal yang
ditandai dengan naiknya tekanan diastole diatas 130 mmHg yang terganggunya fungsi
ginjal
4. Kerusakan pada mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebakan kerusakan pembuluh darah dan saraf
pada mata.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012-2014.
Jakarta : EGC
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut Jantung. (Online). Available:
https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-Denyut-Jantung.
Diakses pada Selasa, 27 Oktober 2015 pukul 19.15 WITA

Mengetahui . . 2016
Mengetahui
Pembimbing Akademik / CT Mahasiswa
Pembimbing Praktik / CI

Made Sintia Meilina Dewi


..............................................................
NIP. NIM. P07120215062
NIP.

Anda mungkin juga menyukai