Anda di halaman 1dari 29

Penerapan Tradisional Game Learning (Bebentengan) untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar


Kognitif dalam Menentukan Ciri Makhluk Hidup pada Siswa
Kelas 3 SDN 1 Srengat Kabupaten Blitar

PROPOSAL

OLEH

YULIA DEWI SAPUTRI

NIM 160341606020

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


NOVEMBER 2017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada tingkat Sekolah Dasar (SD)
merupakan pelajaran eksak diajarkan guru kepada siswa. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006, mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) untuk Sekolah Dasar bertujuan menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Dari
situ diketahui bahwa pelajaran IPA merupakan pelajaran yang penting,karena
mengajarkan anak-anak untuk mengenal apa yang ada pada dirinya dan hubunga
dengan lingkungan , maka dari itu pelajaran IPA seharusnya diajarkan sesuai
kompetensi dasar siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu
materi IPA di tingkat Sekolah Dasar yang berkaitan langsung dengan diri kita
sendiri dan lingkungan adalah mengenal ciri-ciri makhluk hidup. Materi tersebut
merupakan materi yang sangat mendasar dan berkaitan erat dengan kehidupan.
Dengan mengenal ciri-ciri makhluk hidup siswa akan mampu membedakan
makhluk hidup dengan makhluk tak hidup. Mengenal ciri makhluk hidup
merupakan unsure terpenting dalam pelajaran IPA sehingga siswa diharapkan
mengetahui dan memahami materi tersebut.

Dalam praktiknya pembelajaran IPA belum dilaksanakan dengan baik


sehingga output berupa hasil belajar siswa salah satunya kemampuan kognitif
dan kemampuan bepikir kritis belum terlalu berkembang. Padahal menurut Sri
Sulistyorini (2007) proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Proses pembelajaran IPA yang kurang baik
dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Rata-rata nilai
pelajaran IPA pada tingkat SD merupakan baik , namun belum berkembang
menjadi lebih baik. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor yaitu siswa
kurang memahami materi yang diajarkan bisa jadi, guru lebih banyak mengajar
dengan metode ceramah yang kurang memberi kesempatan siswa
mengembangkan aktivitas berpikir kritis. Hal tersebut kurang menarik karena
kehidupan anak merupakan dunia bermain. Jika metode yang diterapkan tidak
mampu menarik siswa dalam belajar akan mengakibatkan hasil belajar menurun.
Maka dari itu perlu dilakukan penerapan metode pembelajaran yang unik, menarik
dan mempermudahkan sisa dalam menangkap materi yang disampaikan. Dengan
metode pembelajaran yang kreatif dan unik akan membuat siswa tidak bosan dan
dengan mudah menerima materi yang diajarkan. Selain itu dengan metode
pembelajaran yang cocok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
terhadap materi IPA.

Pada era modern ini diharapakan guru mampu menerapkan metode yang
juga membawa pengetahuan tentang hal baru,seperti unsur budaya. Dalam
penelitian menerapkan metode tradisional game learning (bebentengan) untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif. Kemapuan
berpikir kritis menurut Presseisen (dalam Costa,1985) adalah, berpikir kritis
merupakan aktivitas berpikir melalui proses berpikir kompleks untuk
menganalisis pernyataan atau argumen dan generalisasi menuju makna dan
interpretasi khusus, melalui pola-pola penalaran logis dan pemahaman asumsi.
Sedangkan hasil belajar kognitif lebih kearah intelektual seperti pemahaman
mengenai materi tersebut.

Peneliti mengambil metode penerapan permainan tradisional karena pada


era yang berkembang sekarang ini semakin marak anak-anak yang lebih menyukai
permainan modern ketimbang permainan tradisional. Bahkan banyak anak-anak
yang sudah tidak mengenal tentang permainan tradisional. Maka dari itu dalam
pembelajaran IPA khususnya dalam materi menentukan ciri-ciri makhluk hidup
diterapkan metode permainan tradisional yaitu bebentengan. Alasan peneliti
memilih metode ini karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya dengan
metode pembelajaran dengan menerapkan permainan tradisional siswa mampu
mengenal tentang permainan tradisional, siswa tidak akan bosan dalam proses
belajaranya karena metode ini diterapkan dengan prinsip bermain dan belajar.
Peneliti mengambil judul yaitu Penerapan Tradisional Game Learning
(Bebentengan) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Kognitif dalam Menentukan Ciri Makhluk Hidup pada Siswa Kelas
3 SDN 1 Srengat Kabupaten Blitar. Berdasarkan study literature mengenai
penerapan metode pembelajaran dengan menerapkan tradisional game learning
(bebentengan) mampu meningkatakan hasil belajar siswa. Hal ini sudah
diterapkan oleh Nadia Istiqomah (2014) dalam karyanya yang berjudul
Penerapan Metode Penelitian Permainan Tradisional Bebentengan Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Akuntansi Perusahaan Jasa Di
Kelas XI IPS 3 SMAN 6 Tangerang Selatan dan dikembangkan dalam penelitian
pribadi dari Iwan Purwanto (2013) yang berjudul Desain Metode Pembelajaran
Melalui Permainan Anak Tradisional Sebagai Implementasi Pendidikan Karakter.
Sehingga nanti diharapkan dengan metode ini mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan


tradisional game learning (Bebentengan) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar kognitif dalam menentukan ciri makhluk hidup
pada siswa kelas 3 SDN 1 Srengat Kabupaten Blitar ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir


kritis dan hasil belajar kognitif siswa dalam menentukan ciri makhluk hidup
melalui penerapan tradisional game learning (Bebentengan) di kelas 3 SDN 1
Srengat Kabupaten Blitar.

D.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru terhadap


cara pembelajaran di kelas dengan cara yang berbeda dan memberikan pengenalan
terhadap siswa tentang permainan tradisional yang sudah jarang ditemui.

2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolak ukur untuk mengembangkan
dan menciptakan cara pembelajaran yang lebih menarik, tidak membosankan dan
sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan ide baru yang positif dan
dikembangkan dalam menunjang pembelajaran di kelas serta sebagai cara untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan mutu pembelajaran di sekolah.
4. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang
mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang lebih berkualitas.

E. Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas beberapa variabel seperti tertera pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Penelitian

NO. VARIABEL INDIKATOR INSTRUMEN


1. VARIABEL TINDAKAN : Menurut Pamuji Sukoco 1.Lembar Observasi
Metode Pembelajaran melalui (2010:8) : Keterlaksanaan
Tradisional Game Learning 1. Perencanaan Metode Tradisonal
(Bebentengan) Program Game Learning oleh
2. Mainstreaming
Guru
Program
2.Lembar Observasi
3. Strategi
Keterlaksanaan
Pembelajaran
Metode Tradisonal
Permainan
Game Learning oleh
Siswa

2. VARIABEL MASALAH : Menurut Lelana (2010) 1.Test kemampuan


- Kemampuan Berpikir kemampuan berpikir berpikir kritis
Kritis kritis dapat dicapai
dengan beberapa indicator
dibawah
(1)melakukan
pengamatan,
(2)merumuskan
hipotesis,
(3)melakukan diskusi,
(4)keterampilan siswa
bertanya,
(5)keterampilan siswa
menjawab pertanyaan,
- Hasil Belajar Kognitif
(6)membuat kesimpulan,
(7)menerapkan konsep
Berdasarkan Blooms 1.Tes Kemampuan
Cognitive Wheel yang Kognitif
telah direvisi (20I1)
indicator ranah kognitif :
1. Mengingat
2. Memahami
3. Menerapkan
4.Menganalisis
5.Mengevaluasi/Menilai
6.Mencipta

F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian ini adalah penerapan tradisional game learning
(bebentengan) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
kognitif dalam menentukan ciri makhluk hidup pada siswa kelas 3 SDN 1 Srengat
Kabupaten Blitar.

G. Definisi Operasional
1. Metode pembelajaran melalui tradisional game learning (bebentengan) adalah
salah satu pendekatan atau metode pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip belajar sambil bermain , bermain sambil belajar dengan membentuk siswa
dalam dua kelompok besar, lalu dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang
sudah disiapkan sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar kognitif. Permainan tradisional yang merupakan
suatu permainan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak dalam rangka
berfantasi, berekreasi, berolah raga dan sebagai sarana untuk berlatih hidup sopan
dan terampil dalam bermasyarakat (Sujarno,2010).
2. Kemampuan berpikir kritis menurut Presseisen (dalam Costa, 1985) ,
merupakan aktivitas berpikir melalui proses berpikir kompleks untuk
menganalisis pernyataan atau argumen dan generalisasi menuju makna dan
interpretasi khusus, melalui pola-pola penalaran logis dan pemahaman asumsi.
3. Hasil Belajar Kognitif merupakan hasil belajar yang berisi perilaku yang
menekankan aspek intelektual , seperti pengetahuan dan kemampuan berpikir dan
mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Bloom
dalam Utari,R. 2011).
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tradisional Game Learning


a). Definisi Permainan Tradisional
Bermain dan permainan merupakan dua hal yang sangat berhubungan
dengan dunia anak. Maka dari itu sering didengar bahwa dunia anak adalah dunia
bermain.Monk dalam Pitadjeng (2006:95) menuliskan bahwa anak dan permainan
merupakan dua pengertian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bermain
dan permainan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan dan
merupakan suatu aktivitas yang menarik dalam dunia anak.
Menurut Kimpraswil (dalam Asadi, 2009:26) permainan adalah suatu
usaha yang terdiri atas olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang bermanfaat bagi
peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam
melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi.Intinya bahwa perminan
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan mengolah pikiran dalam otak
maupun secara langsug melalui fisik yang nanti membawa tujuan agar mampu
meningkatkan dan mengembangaka potensi diri yang berkaitan dengan
kemampuan diri sendiri dalam berbagai hal, seperti kemampuan berpikir.

Sedangkan menurut Mulyani (2013) mendefiniskan permainan sebagai


suatu perbuatan yang dilakukan seseorang bertujuan untuk menghibur hati , dan
dilakukan dapat dengan menggunakan alat atau bisa juga dengan tidak
menggunakan alat. Dari sini diketahui bahwa pada kalangan anak , bermain
merupakan hal yang sangat essensial dalam kehidupannya karena dalam bermain
menimbulkan sensasi kesan yang dapat membahagiakan hati.
Sejalan dengan pendapat Mulyadi diatas bahwa menurut Ahmadi dalam
Pitadjeng (2006: 95) menyatakan bahwa permainan adalah suatu perbuatan yang
mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan
dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan kegiatan
tersebut.

Dalam permainan terdapat beberapa komponen utama, yaitu:


1. Adanya pemain
2. Adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi
3. Adanya aturan-aturan main
4. Adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Sedangkan definisi bermain menurut Mulyadi(2004:30) bermain
disebutkan dalam beberapa pengertian, sebagai berikut :
1) Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak,
2) Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik,
3) Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih
oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak,
4) Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan
bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan
social.
Jadi dapat disimpulkan dari pengertian diatas mengenai permainan dan
bermainan itu maka dunia anak tidak lepas dari dunia permainan dan bermainan.
Karena bagi anak segala sesuatu yang dilakukan dengan bermain akan terasa asik
dan menyenangkan. Baik dalam hala belajar juga, dalam belajar jika anak
menggunakan permainan yang mampu meningkatkan pemahamannya terhadap
materi tersebut belajar akan mejadi hal yang menarik. Sehingga dapat disebut
belajar dengan bermain dan bermain dengan belajar. Maka dari itu zaman
sekarang banyak metode pembelajaran dengan berbasis game learning, karena
dimungkinan memiliki peluang lebih besar dalam meningkatkan potensi dan hasil
belajar anak. Metode permainan yang sudah diterapkan pada zaman sekarang
yaitu game based learning dapat dengan digital game dan tradisional game
learning. Pada saat ini lebih banyak para pengajar meggunakan permainan
tradisional sebagai metode pembelajarannya, karena selain dianggap mampu
meningkatkan hasil belajar siswa namun juga dapat memotivasi siswa dalam
belajar. Selain itu dengan penerapan permainan tradisional dalam beajar pada era
globalisasi juga sangat penting untuk mengenalkan permainan daerah yang mulai
sekarang sudah luntur dikalangan anak-anak.
Menurut James Danandjaja dalam Dharmamulya (2008:10) permainan
tradisional adalah salah satu bentuk yang berupa permainan anak-anak, yang
beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan
diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Sedangkan menurut
Sujarno (2010: 148), permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar
nilainya bagi anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berolah raga dan sebagai
sarana untuk berlatih hidup sopan dan terampil dalam bermasyarakat. Permainan
tradisional sangat erat kaitannya dengan budaya suatu daerah, suatu permainan
tradsional merupakan salah satu ciri khas dari suatu daerah tersebut. Maka dari itu
permainan tradisional pada zaman sekarang diharapkan tidak dilupakan oleh
generasi muda utamanya anak-anak. Dalam permainan tradisional anak dapat
belajar budaya serta nilai-nilai sosial yang diperlukan sebagai pedoman dalam
pergaulan di masyarakat Sujarno (2010). Sejalan dengan pmikiran Dharmamulya,
(2008: 21), yang menyatakan bahwa permainan tradisional anak mengandung
beberapa nilai-nilai tertentu yang dapat ditanamkan dalam diri anak dan
membiasakan anak pada berbagai interaksi dengan individu dan kelompok
masyarakatnya.

b). Manfaat Penerapan Permainan Tradisional


Penerapan permainan tradisional dalam pembelajaran memberikan banyak
manfaat selain memberikan pengetahuan mengenai unsure kebudayaan
daerah,penerpan permainan tradisional juga dapat menjadikan anak , sebagai
berikut :
1. Anak menjadi lebih kreatif. Hal ini disebabkan karena tidak semua permainan
tradisional menggunakan alat instan namun juga ada yang dapat dibuat sendiri
oleh pemainnya. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan
alat-alat permainan.
2. Mengembangkan kecerdasan intelektual anak. Permainan tradisional seperti
permainan Gagarudaan, Oray-Orayan, ular naga, ancak-ancak alis dan Pa
Cici-Cici Putri mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan
intelektualnya. Seorang anak yang bermain secara langsung atau tidak langsung
pikirannya akan selalu berkembang karena dalam bermain terdapat hubungan
yang mendukung satu sama lain. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan
akademik anak yang berpengaruh terhadap bidang ilmu pengetahuan lainnya.

3. Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak.Hampir semua


permainan tradisional dilakukan dengan cara berkelompok. Dengan melakukan
ermainn dalam berkelompok anak akan dituntut untuk mengendalikan emosinya
terhadap sesama. Contoh dari permainan tradisionalnya yaitu permainan
Bebentengan, Adang-Adangan, Anjang-Anjangan, Kasti.

4. Mengembangkan kecerdasan logika anak. Pada beberapa permainan


tradisional melatih anak untuk berhitung dengannadanya proses menghitung
disitu terdapat kemampuan logika diasah misalnya: Engklek, Congkak,
Macanan, Dam Daman, Lompat tali/Spintrong, Engrak/Entrengan, Bola bekel,
Tebak-Tebakan.

5. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Pada umumnya, permainan


tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak. Missal, Lompat tali,
engklek.

c). Peranan Penerapan Permainan Tradisional dalam Aspek Perkembangan


Anak
Setelah melihat beberapa manfaat penerapan permainan tradisional bagi
pemainnya maka dari itu mulai sekarang tradisional game learning semakan
marak dilaksankana dalam proses belajar dan mengajar. Manfaat permainan
tradisional dapat diringkas dalam mengembangkan beberapa aspek perkembagan
anak yaitu sebagi berikut, menurut Mulyani (2013) :
Aspek Motorik : melatih daya tahan , daya lentur, sensorimotorik, motorik
kasar, motorik halus.
Aspek Kognitif : mengembangkan maginasi, kreatvitas, problem solving ,
strategi antisipatif, pemahaman konsektual.
Aspek Emosi : mengasah empati dan pengendalian diri.
Asepek Bahasa : pemahan konsep-konsep nilai.
Aspek Social : menjalin relasi , kerjasama, melatih kematangan social
dengan teman sebaya.
Aspek Spiritual :menyadari keterhubungan dengan sesutau yang bersifat
agung.
Aspek Ekologi : memahami pemanfaatan elemen-elemen alam seitar secara
bijaksana.
Aspek Moral : menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi
terdahulu ke generasi selanjutnya.

d). Aspek Penerapan Permainan Tradisional


Menurut Pamuji Sukoco (2010 : 8) prinsip pengembangan dalam
pembelajaran permainan tradisional untuk anak harus memperhatikan
beberapa aspek, yaitu sebagai berikut

1) Perencanaan program
Merencanakan program pembelajaran permainan tradisional merupakan aspek
paling utama alam melaksakan permainan. Program pembelajaran dengan
permainan tradisonal harus memperhatikan tingkat kebutuhan anak yang
sesuai dengan kebutuhan akan perkembangan geraknya sehingga dapat berguna
bagi kehidupannya.Selain kesesuaian dengan pertumbuhan dan perkembangan
geraknya, ditinjau juga keberadaan dana, alat vasilitas, sumber daya manusia, dan
rencana kegiatan atau penjadwalan. Intinya dalam aspek perencanaan program
harus memikirkan segala sesuatunya yang terdapat pada pelaku permainan
tradisional yang sudah ditentukan. Pada perencanaan program perlu diperhatikan
hal sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi kemampuan peserta didik berdasarkan kelainan dan tingkat
kebutuhannya.
b) Mengklasifikasikan ke dalam kelompok yang memungkinkan dapat
dilaksanakan proses pembelajaran secara klasikal.
c) Mempersiapkan program berdasarkan tingkat kemampuan individu atau
kelompok.
d) Melaksanakan pembelajaran berdasarkan program yang telah disusun.
e) Melaksanakan evaluasi terhadap perkembangan atau kemajuan belajar.

2) Mainstreaming Program
Aspek ini bertujuan untuk meniadakan diskriminasi terhadap anak yang memiliki
kekurangan dan anak normal dalam memperoleh hak bermain dengan permainan
tradisional dengan cara yang sama seperti anak normal yang tidak memiliki
kekurangan sehingga tidak menjadikan alas an tersebut sebagai hambatan dalam
proses pembelajaran dengan permainan tradisional. Intinya bahwa setiap anak
harus menjadi bagian proses pembelajaran permainan tradisional.

3) Strategi Pembelajaran Permainan


Aspek strategi pembelajaran permainan tradisional dapat dilakukan dengan
memilih cara menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Untuk
menyesuaikan kebutuhan peserta didik dapat dilakukan modifikasi
pembelajaran permainan tradisional. Modifikasi pembelajaran permainan
tradisional dapat dilakukan melalui seperti modifikasi alat fasilitas, modifikasi
peraturan permainan, modifikasi pendekatan pembelajaran, dan modifikasi
variasi keterampilan yang diajarkan.
a) Modifikasi Alat: Modifikasi alat dalam pembelajaran permainan
tradisional dapat dilakukan dengan memperkecil lapangan permainan
tradisional yang disesuaikan dengan jumlah peserta yang memiliki
kebutuhan yang sama dalam perkembangan geraknya, atau dengan
ukuran lapangan yang tetap tetapi jumlah pesertanya diperbanyak selama
tingkat kebutuhanya sama.

b) Modifikasi Peraturan Permainan: Modifikasi peraturan permainan


tradisional ini disesuikan dengan kebutuhan, kesulitan dan tingkat
keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik.
c) Modifikasi Pendekatan Pembelajaran: Pendekat Tujuan modifikasi
pendekatan pembelajarn ini mengarah pada proses belajar siswa yang
dengan optimal. Dalam hal ini berkaitan dengan gaya mengajar guru dan
metode pembelajaran. Penggunaan kombinasi berbagai metode atau gaya
mengajar sangat diperlukan agar tujuan dari pembelajarn dapat tercapai.

d)Pengembangan variasi Keterampilan: Dalam hal ini variasi


pembelajaran permainan tradisional dapat dilakukan dengan
mengembangkan berbagai tingkat kesulitan materi atau dengan
menggabungkan berbagai tingkat keterampilan dalam permainan
tradisional.

E. Permainan Tradisional yang diterapkan Peneliti


Permainan tradisional memiliki jumlah yang sangat banyak pada setiap
daerah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan permainan tradisional
Bebentengan sebagai metode pembelajaran yang diterapkannya. Permainan
tradisional bentengan berasal dari Jawa Barat permainan ini lebih dikenal dengan
nama rerebonan, sedangkan di daerah lain permainan ini lebih dikenal dengan
nama pris-prisan, omer, dan jek jekan. Bebentengan berasal dari kata benteng
atau pertahanan, kata bebentengan adalah dwipurwa (pengulangan suku kata
pertama) dengan memakai akhiran an yang artinya menyerupa atau berbuat seperti
atau bukan sebenarnya. Permainan bebentengan memiliki hubungan dengan
dengan kehidupan Indonesia pada saat menghadapi penjajah Belanda para
pejuang menggunakan benteng sebagai tempat perlindungan hingga akhirnya
benteng tersebut dianalogikan terhadap kehidupan anak-anak lalu dilahirkan
istilah bebentengan untuk sebutan permainan tradisional (Iwan,2013) .
Permainan tradisional bentengan biasanya dimainkan oleh dua kelompok,
masing - masing terdiri dari 4 orang atau lebih. Dalam penerapannya masing -
masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang,
pohon atau pilar sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini adalah untuk
menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh pohon, tiang
atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya.
Dalam perkembangan permainan ini dapat dimainkan di luar lapangan ( out
door) dan di dalam ruang tertutup ( in door ).

Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah penerapan metode


pembelajaran dengan permainan tradisional berupa bebentengan di kelas yang
telah dimodifikasi dari peraturan permainan dan tata-tata cara permainan
bebentengan pada aslinya dengan alokasi waktu 2 x 25 menit , bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil beljaar kognitif siswa berikut
langkah-langkah yang digunakan mengadopsi dari Nadia Istiqomah (2014) :

1. Kelas dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan absen ganjil


dan genap.
2. Siswa dipersilahkan untuk bergabung dengan teman
sekelompoknya.
3. Guru memberitahu atau membacakan aturan serta langkah-langkah
permainan bebentengan, yaitu :
- Terdapat sepuluh soal rebutan yang akan diselesaikan
- Setiap kelomok mempunyai kesempatan untuk menjawab soal
- Di tengah kelas, terdapat meja yang berfungsi sebagi tempat
menaruh spidol untuk soal rebutan
- Permainan dimulai dengan pembacaan soal pertama oleh guru
- Masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban dari soal yang
dibacakan guru
- Bagi kelompok yang sudah tahu jawaban soal. Perwakilan
kelompoknya diperbolehkan merebut spidol di atas meja di tengah
kelas.
- Kelompok lawan memikirkan kira-kira siap yang akan ditunjuk
dari kelompok yang maju, untuk menjelaskan jawaban soal yang sudah
berhasil dikerjakan teman sekelompoknya.
- Bagi perwakilan kelompok yang belum tepat mengerjakan soal di
depan kelas. Akan dijadikan sebagai tawanan kelompok lawannya
- Namun dua orang siswa dari kelompok yang maju dan ditunjuk
leh kelompok lawan,bolehme mperbaiki jawaban soal serta
menjelaskannya.
- Apabila jawaban tidak benar, maka tawanan boleh dilepaskan dari
kelompok kawan. Dan soal dicatat sebagai hasil pengerjaan kelompok
yang membenarkannya
- Bagi kelompok yang paling banyak menyelasaikan soal di depan
kelas. Maka memiliki kesempatan untuk melepaskan satu tawanan
kelompoknya.
- Perhitungan kelompok pemenang berdasarkan berapa banyak
tawanan yang ada pada kelompok awan. Semakin sedikit maka
kelompok tersebut adalah kelompok pemenang.

B. Kemampuan Berpikir Kritis


a). Definisi Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan aktivitas yang selalu mendasari seseorang untuk
melakukan tindakan dan interkasi dengan yang lainnya. Berpikir dilakukan
dengan menggunakan akal ikiran atau akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesutau hal yang berkaitan dengan masalah yang ada. Menurut
Trianto(2010: 95) berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik,
dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang
saksama. Sedangkan menurut De Bono (1990: 36) berpikir adalah eksploitasi
pengalaman yang dilakukan secara sadardalam mencapai suatu tujuan.
Tujuan dalam hal berpikir berbentuk pemecahan masalah, pengambilan keputusan
itu salah satu tujuan yang dimaksudkan. Dari pengertian para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah proses sistematis yang melibatkan
struktur kognitif untuk memecahkan suatu masalah, pengambilan keputusan dan
tindakan.
Menurut Winkel (2009) kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan
untuk meng-identifikasi dan merumuskan suatu problem, yang mencakup
menentukan intinya, menemukan kesamaan dan perbedaan, menggali informasi
serta data yang relevan, kemampuan untuk mempertimbangkan dan menilai,
yang meliputi membedakan antara fakta dan pendapat, menemukan asumsi
atau pengandaian, memisahkan prasangka dan pengaruh emosional,
menimbang konsistensi dalam berpikir dan menarik kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan data yang relevan serta memperkirakan
akibat yang dapat timbul. Dari sini diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
memiliki hubungan erat dengan perkekmbangan kognitif, karena berkaitan dengan
kemampuan siswa bagaimana dalam menghadapi suatu masalah. Sedangkan
menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis (critical thinking)
adalah mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi
berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan. Dengan
adanya kemampuan kritis yang tinggi seseorang dapat membuat sebuah
pandangan mengenai suatu hal yang sebelumnya sudah diamati, dianalisis, dan
dipertimbangkan. Serta kemampuan brpikir kritis juga dapat membuat peserta
didik mampu memecahkan masalah dengan secara cermat dan logis. Intinya
kemampuan berpikir kritis ini merupakan bagian dari perkembangan siswa pada
ranah kognitif, yaitu berkaitan tentang kemampuan dan intelektual.

Paul & Elder (2007: 18) mengungkapkan 5 (lima) tujuan berpikir


kritis yaitu: (a) siswa dapat memunculkan pertanyaan dan masalah yang
penting dan merumuskannya dengan jelas dan tepat; (b) dapat
mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan serta menggunakan ideide
abstrak untuk menafsirkannya secara efektif; (c) siswa dapat menyimpulkan
dan memberikan solusi yang baik, dan mengujinya berdasarkan kriteria dan
standar yang relevan; (d) memiliki keterbukaan pemikiran terhadap
pemikiran, pengakuan dan nilai lain; (e) dapat unikasi secara efektif dengan
orang lain untuk memecahkan masalah yang kompleks.

Berhubungan dengan tujuan berpikir kritis pada pernyataan diatas bahwa


Pithers (2000) menyatakan kemampuan berpikir kritis membantu siswa untuk
belajar berpikir dengan benar sehingga siswa dapat menyelesaikan suatu
permasalahan. Sejalan dengan pemikiran Pithers (2010) yang menyatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis membantu siswa dalam belajar , hal tersebut sangat
benar karena dengan berpikir kritis potensi anak menjadi lebih berkembang.
Kemampuan berpikir kritis tidak hanya memengaruhi perkembangan kognitif
namun juga yangblainnya seperti afektif dan prikomotor. Seorang yang memilik
kemampuan berpikir kritis mereka akan lebih tau bagaimana menentukan sikap
dalam memecahkan masalah yang ada. Karena pentingnya keberadaan
kemampuan berpikir kritis maka dalam proses belajar dan mengajar harus
menggunakan metode pembelajaran yang tepat tujuannya untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.

b). Aspek-aspek Berpikir kritis


Berpikir kritis merupakan salah satu unsure mendasar dalam proses
belajar, sehingga harapannya dalam impelementasinya kemampuan berpikir kritis
dapat ditingkatkan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan
dengan mengikuti beberapa indicator dan aspek kemampuan berpikir kritis agar
tujuan awa dapat tercapai. Menurut Facione (2007) kemampuan dalam berpikir
kritis meliputi kemampuan kognitif dan watak. Adapun kemampuan kognitif
yang menjadi inti dari berpikir kritis menurut Facione (2007) adalah:
menginterpretasi(interpretation),menganalisis(analysis),mengevaluasi(evaluation),
menyimpulkan (inference), menjelaskan (explanation), dan mengatur diri sendiri
(self regulation). Kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dengan beberapa aspek,
dalam makalah yang berjudul Student-Centered Learning Berbasis ICT
(Ahmad, 2004: 8) menyatakan bahwa ada beberapa aspek dalam berpikir
kritis :
a. Importance : penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan
b.Novelty : kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-
ide atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide- ide
barusiswa lain
c. Outside material : menggunakan pengalamannya sendiri atau bahanbahan
yang diterimanya disekolah/reference
d. Ambiguity clarified: mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut
biladirasa ada ketidak jelasan
e. Thingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide, atau pandangan
serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
f. Justificatio : memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap
suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya
senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan)dan
kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
g. Critical assessmen: melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang
datang dari dalam dirinya maupun dari siswa lain, serta memberikan
prompts untuk terjadi evaluasi yang kritis
h. Practicalutility : ide-ide yang dikemukakannya selalu dilihat pula
dari sudut kepraktisannya (practicality) dalam penerapan
i. Widthof understanding: diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat
meluaskan isi/materi diskusi.
Berdasarakan beberapa aspek diatas, maka dapat ditetentukan indicator
dalam mencapai kekmampuan berpikir kritis, dalam penelitian ini menggunakan
beberapa indicator menurut Lelana (2010) yaitu (1) melakukan pengamatan, (2)
merumuskan hipotesis, (3) melakukan diskusi, (4) keterampilan siswa bertanya,
(5) keterampilan siswa menjawab pertanyaan, (6) membuat kesimpulan, dan
(7) menerapkan konsep.

C. Hasil Belajar Kognitif


Dalam proses pembelajaran tentunya memiliki harapan dapat mencapai
segala tujuan pembelajaran sepeti meningkatkan hasil belajar berupa penguasaan
pengetahuan atau keterampilan peserta didik pada mata pelajaran yang telah
disampaikan. Menurut Nashar (2004: 77) bahwa hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Sejalan dengan
pendapat tersebut Sudjana (2011: 22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dari situ dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu
kemampuan baru yang diperolah setelah sesorang melakukan sesuau, contnya dari
tidak tahu menjadi tahu akan hal sesuatu.
Bloom(dalam Sudjana, 2001: 23) merumuskan hasil belajar sebagai
perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotorik.Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual,
ranah afektif berkenaan dengan sikap dan ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Sehingga hasil
belajar mencakup hal-hal seperti pengetahuan,pengertian,kebiasaan,
keterampilan, apersepsi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan
sikap. Karena hasil belajar erat kaitannya dengan ranah kognitif maka , indikator
hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini, dari aspek kognitif meliputi
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis.

Departemen Pendidikan Nasional (2005) juga menjelaskan kemampuan


kognitif anak sebagai kemampuan berpikir logis, kritis, memberi alasan,
memecahkan masalah,dan menemukan hubungan sebab akibat. Bila disimpulkan
maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang mencakup segala
bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada diri
individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial
dengan lingkungan seperti: dalam aktivitas mengamati, menafsirkan
memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan
Taxsonomy Blooms (2001) menyatakan bahwa ranah kognitif berisi perilaku yang
menentukan aspek intelektual , seperti pengetahuan dan keterampilan berpikir
kritis. Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Ranah kognitif dibagi menjai enam levels yaitu (1) Knowledge
(pengetahuan), (2) Comprehension (permahaman atau persepsi), (3) Asolication
(penerapan) , (4) Analysis (penguraian), (5) Synthesis (pemaduan), (6) Evaluation
(penilaian).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus.
Masing-masing siklus terdiri atas tahap-tahap planning, implementing,
observing, dan reflecting. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif.

B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah seluruh siswa kelas 3 SDN 1
Srengat Kabupaten Blitar dengan jumlah 30 orang, terdiri atas 18 orang
laki-laki dan 12 orang perempuan.

C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2017 sampai Februari
2018. Secara rinci jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tidakan Kelas

NO. KEGIATAN WAKTU


1. PLANNING I Oktober 2017
2. IMPLEMENTING I Oktober 2017
3. OBSERVING I November 2017
4. REFLECTING I November 2017
5. PLANNING II Januari 2018
6. IMPLEMENTING II Januari 2018
7. REFLECTING II Februari 2018
8. REPORTING Februari 2018

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi catatan
lapangan,dan Paper Test seperti tertera pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian

NO. VARIAB INDIKATOR TEKNIK SUMBE INSTRUM


EL PENGUMPUL R DATA EN
AN DATA
1. Metode Menurut Pamuji 1.Observasi Guru dan 1.Lembar
Pembelaj Sukoco (2010:8) Siswa Observasi
aran : Keterlaksana
melalui 1.Perencanaan an Metode
Tradision Program Tradisonal
al Game 2.Mainstreaming Game
Learning Program Learning
3.Strategi oleh Guru
Pembelajaran 2.Lembar
Permainan Observasi
Keterlaksana
an Metode
Tradisonal
Game
Learning
oleh
Siswa
2. Kemamp Menurut Lelana 1.Test Siswa 1.Test
uan (2010) 2.Observasi kemampuan
Berpikir kemampuan berpikir
Kritis berpikir kritis kritis
dapat dicapai
dengan beberapa
indicator
dibawah
(1)melakukan
pengamatan,
(2)merumuskan
hipotesis,
(3)melakukan
diskusi,
(4)keterampilan
siswa bertanya,
(5)keterampilan
-Hasil
siswa menjawab
Belajar
pertanyaan,
Kognitif 1.Tes
(6)membuat
Kemampuan
kesimpulan,
Kognitif
(7)menerapkan
konsep
1.Test Siswa
Berdasarkan
Blooms
Cognitive Wheel
yang telah
direvisis (2001)
indicator ranah
kognitif :
1. Mengingat
2. Memahami
3. Menerapkan
4.Menganalisis
5.Mengevaluasi/
Menilai
6.Mencipta

E. Prosedur Penelitian
1.Planning
a. Menyusun RPP
b. Menyusun instrumen
c. Menyiapkan media
d. Menyiapkan LKS
e. Menyiapkan sumber belajar

2. Implementing
Implementing dilakukan sesuai dengan planning di atas yang telah dibuat , sesuai
dengan RPP.

3. Observing
Pada saat implementing dilakukan observing menggunakan instrumen yang telah
disiapkan.

4. Reflecting
Reflecting merupakan tahap analisis data yang telah diperoleh pada saat observing
guna mengetahui apakah penelitian telah berhasil atau belum.

Indikator keberhasilan penelitian digunakan pedoman sebagai berikut :


1. Kemampuan Berpikir Kritis
Indikator kemampuan berpikir kritis siswa dapat diukur dari hasil
observasi dan hasil tes kemampuan berpikir kritis, dengan kriteria
ketuntasan sebesar 75% .
2. Hasil Belajar Kognitif
Indikator keberhasilan tindakan ditinjau dari hasil tes belajar kognitif,
dikatakan tercapai jika minimal 85% siswa tuntas. Adapun kriteria
ketuntasan adalah 75%.

DAFTAR RUJUKAN
Ahmad. 2004. Makalah Student-Centered Learning Berbasis
ICT.Makalah.ppp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/jte_e0ccce.doc. Diakses
pada 12 Oktober 2017.

Asadi,M.2009. The Power of Outbound Training. Yogyakarta : Diva


Press.

Bennett,Neville, Liz Wood,Sue Rogers.2005. Teaching Trough Play.(Alih


bahasa: Frans Kowa). Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Bloom dalam Utari,R.2011. TAKSONOMI BLOOM. Pusdiklat KNPK.

Costa,A.L.(Eds).1985. Developing Minds; AResource Book for Teaching


Thinking.Virginia: ASDC Publications.

DeBono, Edward.1990. Mengajar Berpikir. Jakarta: . Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional.2005.Pedoman Pembelajaran Di Taman


Kanak-Kanak.Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan
Menengah.

Dharmamulya, S. Permainan Tradisional Jawa. 2008. Yogyakarta : Kepel


Press.

Dike, Daniel.2010.Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


dengan Model TASC (Thinking Actively in a Social Context) pada
Pembelajaran IPS. Jurnal Penelitian.

Facione, A.P.Critical.2007.Thinking:WhatIt Is and Why It Counts ;


Update. http://www.insightassessment.com/t.html. . Diakses tanggal 5
Oktober 2017.

Facione, A. P.(1990).The California Critical Thinking Skills Test; College


Level.Online pada tanggal 1 Oktober 2017
http://www.insightassessment.com/test-cctst.html.
Fitri Aprilyani Husain. 2013. Survei Pemahaman Permainan Tradisional
dalam Pembelajaran Penjasorkes pada Siswa di Sekolah Dasar se-
Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal.Sksipsi. FIK UNES: Semarang.

Iwan Purwanto.2013.Desain Metde Pembelajaran Melalui Permainan


Anak Tradisional Sebagai Implementasi Pendidikan Karakter . Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Lelana,Dwi Putra.2010.Penerapan Model Pembelajaran Berbasis


Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Siswa. Skripsi. www.academia.edu/1208233/. Diakses tanggal
12 Oktober 2017.

McGuire Lauren A.2010. Improving student critical thinking and


perceptions of critical thinking through direct instruction in
rhetorical analysis (Doctoral dissertation). UMI Number 3408479.

Meier, D. 2002. The accelerated learning handbook : Panduan Kreatif &


Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung:
Kaifa.

Mulyadi, S. 2004. Bermain dan Kreativitas (Upaya Mengembangkan


Kreativitas Anak melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Mulyani,Sri.2013.Permainan Tradisional Anak Indonesia. Yogyakarta


:Langensari Publishing.

Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal. Jakarta : Delia


Press.

Pamuji Sukoco. 2010. Pengembangan Permainan Tradisional dalam


Pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta. Jurnal. FIK-UNY.

Pitadjeng.2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta:


Depdiknas.
Pithers,R.T.,2000.Critical Thinking in Education: a review. Educational
Research, 42(3) 237-249.

Sudjana,Nana. 2011. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Remaja


Rosdakarya. Bandung.

Sujarno. 2013. Pemanfaatan Permainan Tradisional dalam Pembentukan


Karakter Anak. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta

Winkel, W.S., 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Anda mungkin juga menyukai