Bab I Tonsilitis
Bab I Tonsilitis
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas penulisan laporan
kasus di SMF THT-KL
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Fisiologi
Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa
tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari
cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid
lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan
medial terdapat kripta (Amarudin, 2007). Tonsila palatina merupakan
jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh
terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk
ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). Mekanisme
pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen
menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama
akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2003).
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid
yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh
pada orang dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%,
sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun
kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan
antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke
sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil
merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi
utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan
sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik (Kartika, 2008).
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang
terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk
memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan
sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi
untuk membantu melawan infeksi (Edgren, 2002). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh
fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil
terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum
(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid) (Kartika, 2008). Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda
asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas
imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun (Amarudin,
2007).
3.3 Tonsilitis Kronik
3.3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau
inflamasi pada tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis
Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme
patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang
lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan
tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001).
3.3.2 Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara
foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan (Farokah, 2003).
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil,
atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna
(Colman, 2001).
Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein
Barr, bahkan virus Herpes (Boeis, 1989). Penelitian Abdulrahman AS,
Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman
patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus
beta hemolitikus grup A, E.coli dan Klebsiela (Abdulrahman, 2008).
Mekanisme imunologi lokal penting dalam tonsilitis kronis.
Distribusi sel dendritik dan sel penyajian antigen berubah selama
penyakit, dengan sel dendritik lebih sedikit pada epitel permukaan dan
lebih banyak lagi di daerah kriptografi dan ekstrafikuler. Studi penanda
imunologi memungkinkan pembedaan antara tonsilitis rekuren dan
kronis. Penanda semacam itu dalam satu penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak lebih sering mengalami tonsilitis rekuren, sedangkan orang
dewasa perlu tindakan tonsilektomi sering mengalami tonsilitis kronis.
(Shah, 2017)
3.3.3 Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak; Namun,
kondisinya jarang terjadi pada anak di bawah 2 tahun. Tonsilitis yang
disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-
15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak yang
lebih muda. Abses peritonsillar biasanya terjadi pada remaja atau dewasa
muda namun mungkin terjadi lebih awal. (Shah, 2017)
Faringitis menyertai banyak infeksi saluran pernafasan bagian
atas. Antara 2,5% dan 10,9% anak-anak dapat didefinisikan sebagai
pembawa. Dalam sebuah penelitian, prevalensi rata-rata status pembawa
anak-anak sekolah untuk kelompok A Streptococcus, penyebab tonsilitis,
adalah 15,9%. (Shah, 2017)
Menurut Herzon dkk, anak-anak menyumbang sekitar sepertiga
episode abses peritonsillar di Amerika Serikat. Tonsilitis berulang
dilaporkan pada 11,7% anak-anak Norwegia dalam satu studi dan
diperkirakan dalam penelitian lain untuk mempengaruhi 12,1% anak-anak
Turki. (Shah, 2017)
Tonsilitis kronik pula merupakan peradangan pada tonsila palatina
yang lebih dari 3 bulan ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut
kajian yang dilakukan oleh National Center of Health Statistics pada
Januari 1997 di United State, penyakit kronik pada tonsil dan adenoid
adalah tinggi, dengan prevalensi 24,9% per 1000 orang anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. (Farokah, 2003)
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di
Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik
adalah yang tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak
3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai
23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP
Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998
ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah
kunjungan. (Farokah, 2003)