Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan cincin Waldeyer terdiri atas susunan saraf
limfa yang terdapat dalam rongga mulut disebabkan oleh infeksi (virus atau
bakteri) dan inflamasi pada tonsil. (Sembiring dkk, 2013)
Salah satu penyakit yang paling sering berulang pada bagian tenggorokan
adalah tonsillitis kronis terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi
disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian
pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut. Ketidaktepatan terapi
antibiotik pada penderita tonsilitis akut akan merubah mikroflora pada tonsil,
merubah struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor
predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis. (Dias dkk,
2009)
Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut
yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme
patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang
lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh
penderita mengalami penurunan (Colman, 2001)
Data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia, prevalensi
tonsilitis kronis sebesar 3,8% tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6%. Hasil
pemeriksaan pada anak-anak dan dewasa menunjukkan total penyakit pada
telinga hidung dan tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan
didapati 38,4% diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.
(Nadhilla dan Merry, 2016)

1.2 Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas penulisan laporan
kasus di SMF THT-KL
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Tonsil


Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Tonsil mulai berkembang di
awal bulan ketiga kehidupan janin. Mereka berasal dari lapisan endoderm,
kantong faring kedua, dan mesoderm membran faring kedua dan daerah yang
berdekatan dari lengkungan pertama dan kedua. Epitel dari kantong kedua
berkembang biak membentuk tunas endodermal padat, tumbuh menjadi
mesoderm yang mendasarinya; Kuncup ini menimbulkan stroma tonsillar.
Sel-sel pusat tunas kemudian mati dan mengelupas, mengubah kuncup padat
menjadi kripta tonsil yang berongga, yang disusupi oleh jaringan limfoid.
(Viswanatha, 2015)

Gambar 1. Anatomi Tonsil (Paulsen dan Washcke, 2013)


Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual.
3.1.1 Tonsila Faringeal
Adenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan massa
limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan
yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya. Adenoid
bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer, yang duktus
eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis
semu bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan dari dalam
hidung dan mukosa sekitar nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah
dari A.Karotis Interna dan sebagian kecil cabang palatina A.Maksilaris.
Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis
Interna. Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang kemudian masuk
ke dalam kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal,
cabang N IX serta N. Vagus.(Kumar dkk, 1999)

Gambar 2. Potongan sagital dan anterior tonsil (Viswanatha, 2015)

3.1.2 Tonsila Lingualis


Tonsila Lingualis merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak
berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina, dan
meluas ke arah anteroposterior dari papila sirkumvalata ke epiglotis. Pada
permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit.
Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel
epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus. Tonsila lingualis
mendapat perdarahan dari A.Lingualis yang merupakan cabang dari
A.Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V.Lingualis ke Vena
Jugularis Interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.
Persarafannya melalui cabang lingual N. IX. (Kumar dkk, 1999)

3.1.3 Tonsila Palatina


Tonsila palatina yang lebih dikenal sebagai tonsil dalam pengertian
sehari-hari terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan berat
sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar
anterior (arkus palatina anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi
oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole
atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. palatina membentuk palatum
molle. Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m. konstriktor
faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil membentuk
septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.(Kumar dkk, 1999)
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai
lekukan yang merupakan muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar
10-20 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.
Kripta yang paling besar terletak di pole atas, sering menjadi tempat
pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk
pertumbuhan kuman, dan juga karena tersedianya substansi makanan di
daerah tersebut.(Kumar dkk, 1999)
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plica
triangularis dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang
membesar. Plika ini penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris,
sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.(Kumar dkk, 1999)
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit,
disebut sebagai plica semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak,
letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris
mukosa dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses
peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak, antara tonsil
dangan fossa tonsilaris mudah dipisahkan.(Kumar dkk, 1999)
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik
sering menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu:
1) Ruang peritonsil (ruang supratonsil). Berbentuk hampir segitiga dengan
batas-batas :
a. Anterior : M. Palatoglossus
b. Lateral dan posterior : M. Palatofaringeus
c. Dasar segitiga : Pole atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivari Weber, yang bila
terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses
peritonial.(Kumar dkk, 1999)
d. Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval,
merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula.
Di sebelah medial terdapat m. buccinator, sementara pada bagian
posteromedialnya terdapat m. pterigoideus internus dan bagian atas
terdapat fasikulus longus m. temporalis. bila terjadi abses hebat
pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai
sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses
peritonsilar.(Kumar dkk, 1999)
e. Ruang parafaring (ruang faringomaksilar; ruang pterigomandibula)
Ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat
pembuluh darah besar, sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali.
Adapun batas-batas ruang ini adalah :
i. Superior : basis cranii dekat foramen jugular
ii. Inferior : os hyoid
iii. Medial : m. Konstriktor faringeus superior
iv. Lateral : ramus asendens mandibula, tempat m. pterigoideus
Interna dan bagian posterior kelenjar parotis
v. Posterior : otot-otot prevertebra
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh
prosessus styloideus dan otot-otot yang melekat pada prosessus
styloideus tersebut.(Kumar dkk, 1999)
f. Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena
radang tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan
operatif.
g. Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat A. Karotis
Interna, V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :
1) A.Palatina Asendens, cabang A.Fasialis memperdarahi bagian postero
inferior
2) A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero inferior
3) A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi
daerah antero media
4) A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi
daerah postero superior
5) A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor
memperdarahi daerah antero superior.
Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke
V.Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke
V.Jugularis Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,
menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding
faring.(Kumar dkk, 1999)
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari
parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang
terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada
permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor faringeus
superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya
menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh
darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian
aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada untuk
selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.(Kumar dkk, 1999)
Inervasi tonsil terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor
(cabang N V) dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering
menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi
membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons
Nerve.(Kumar dkk, 1999)

Gambar 3. Inervasi pada tonsil (Paulsen dan Washcke, 2013)

3.2 Fisiologi
Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa
tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari
cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid
lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan
medial terdapat kripta (Amarudin, 2007). Tonsila palatina merupakan
jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh
terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk
ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). Mekanisme
pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen
menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama
akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2003).
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid
yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh
pada orang dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%,
sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun
kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan
antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke
sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil
merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi
utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan
sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik (Kartika, 2008).
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang
terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk
memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan
sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi
untuk membantu melawan infeksi (Edgren, 2002). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh
fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil
terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum
(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid) (Kartika, 2008). Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda
asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas
imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun (Amarudin,
2007).
3.3 Tonsilitis Kronik
3.3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau
inflamasi pada tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis
Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme
patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang
lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan
tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001).

3.3.2 Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara
foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan (Farokah, 2003).
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil,
atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna
(Colman, 2001).
Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein
Barr, bahkan virus Herpes (Boeis, 1989). Penelitian Abdulrahman AS,
Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman
patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus
beta hemolitikus grup A, E.coli dan Klebsiela (Abdulrahman, 2008).
Mekanisme imunologi lokal penting dalam tonsilitis kronis.
Distribusi sel dendritik dan sel penyajian antigen berubah selama
penyakit, dengan sel dendritik lebih sedikit pada epitel permukaan dan
lebih banyak lagi di daerah kriptografi dan ekstrafikuler. Studi penanda
imunologi memungkinkan pembedaan antara tonsilitis rekuren dan
kronis. Penanda semacam itu dalam satu penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak lebih sering mengalami tonsilitis rekuren, sedangkan orang
dewasa perlu tindakan tonsilektomi sering mengalami tonsilitis kronis.
(Shah, 2017)

3.3.3 Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak; Namun,
kondisinya jarang terjadi pada anak di bawah 2 tahun. Tonsilitis yang
disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-
15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak yang
lebih muda. Abses peritonsillar biasanya terjadi pada remaja atau dewasa
muda namun mungkin terjadi lebih awal. (Shah, 2017)
Faringitis menyertai banyak infeksi saluran pernafasan bagian
atas. Antara 2,5% dan 10,9% anak-anak dapat didefinisikan sebagai
pembawa. Dalam sebuah penelitian, prevalensi rata-rata status pembawa
anak-anak sekolah untuk kelompok A Streptococcus, penyebab tonsilitis,
adalah 15,9%. (Shah, 2017)
Menurut Herzon dkk, anak-anak menyumbang sekitar sepertiga
episode abses peritonsillar di Amerika Serikat. Tonsilitis berulang
dilaporkan pada 11,7% anak-anak Norwegia dalam satu studi dan
diperkirakan dalam penelitian lain untuk mempengaruhi 12,1% anak-anak
Turki. (Shah, 2017)
Tonsilitis kronik pula merupakan peradangan pada tonsila palatina
yang lebih dari 3 bulan ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut
kajian yang dilakukan oleh National Center of Health Statistics pada
Januari 1997 di United State, penyakit kronik pada tonsil dan adenoid
adalah tinggi, dengan prevalensi 24,9% per 1000 orang anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. (Farokah, 2003)
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di
Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik
adalah yang tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak
3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai
23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP
Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998
ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah
kunjungan. (Farokah, 2003)

Anda mungkin juga menyukai