OLEH :
Fausiah Jamil C 111 12 111
PEMBIMBING:
dr. Sulmiawati
SUPERVISOR:
Dr. dr. Habibah S. Muhidin, Sp.M (K)
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Konsulen, Pembimbing,
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Bugis
Alamat : Pangkep
No. Rekam Medik : 035755
Pekerjaan : Petani
Tanggal Pemeriksaan : 08 Agustus 2017
Rumah Sakit : RS Universitas Hasanuddin
II. ANAMNESIS
Keluhanutama :
Selaput putih kemerahan pada mata hitam mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak +5 tahun yang lalu. Awalnya tidak bergejala, namun semakin
lama semakin melebar dan menimbulkan rasa mengganjal pada mata kanan.
Mata merah ada, mata sering berair ada, kotoran mata yang berlebihan tidak
ada. Silau ada. Gatal dan bengkak tidak ada. Penurunan penglihatan ada.
Riwayat sering terpapar sinar matahari ada. Riwayat pemakaian kaca mata
sebelumnya ada untuk membaca. Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak
ada. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat hipertensi
disangkal. Riwayat diabetes disangkal. Riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga tidak ada.
III. FOTO KLINIS
OD OS
IV. PEMERIKSAAN
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 C
Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (+), tampak Hiperemis (-), normal
selaput berbentuk
segitiga di daerah nasal,
dengan apeks melewati
limbus dan sudah
mencapai daerah
pupil.
Bola Mata Normal Normal
Mekanisme Muskular Kesegala arah Kesegala arah
Palpasi
OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
NyeriTekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
GlandulaPreAurikuler Tidak Ada Pembesaran Tidak Ada Pembesaran
Tonometri
Tekanan Oculi Dextra : 14 mmHg
Tekanan Oculi Sinistra : 12 mmHg
Visus
VOD : 20/40
VOS : 20/20
Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Penyinaran oblik
OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+),tampak Hiperemis (-), normal
selaput berbentuk
segitiga di daerah
nasal, dengan apeks
melewati limbus dan
sudah mencapai
daerah pupil.
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat, kripte(+) Coklat, kripte(+)
Pupil Bulat, Sentral, RC(+) Bulat, Sentral, RC(+)
Lensa Jernih Jernih
Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
Slit lamp
o SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput berbentuk
segitiga di daerah nasal, dengan apeks melewati limbus dan sudah
mencapai daerah pupil. Kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih
V. RESUME
Pasien laki laki umur 50 tahun datang dengan keluhan selaput putih pada
mata hitam mata kanan dialami sejak +5 tahun yang lalu. Awalnya tidak
bergejala, namun semakin lama semakin melebar dan menimbulkan rasa
mengganjal pada mata kanan. Mata merah ada, mata sering berair ada. Silau ada.
Gatal dan bengkak tidak ada. Penurunan penglihatan ada. Riwayat sering
terpapar sinar matahari ada. Riwayat pemakaian kaca mata sebelumnya ada
untuk membaca. Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada. Riwayat alergi
tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Pada pemeriksaan oftalmologi,
VOD:20/40, VOS: 20/20, TODS : Tn. Pada pemeriksaaan slit lamp ditemukan
SLOD: Pada Konjungtiva hiperemis (+),tampak selaput berbentuk segitiga di
daerah nasal dengan apex melewati limbus dan mencapai pupil, kornea
jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa jernih. SLOS: segmen anterior dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS
OD Pterygium Stadium III
VII. DIAGNOSIS BANDING
PseudoPterygium
Pinguekula
VIII. TERAPI
C lyteers ED 1 gtt / 4 jam / ODS
Rencana eksisi pterygium metode conjungtival graft
A. DISKUSI KASUS
Pasien ini didiagnosis dengan OD Pterygium stadium III berdasarkan
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Dari
hasil anamnesis, didapatkan keluhan adanya selaput putih menonjol yang
dialami sejak +5 tahun sebelum ke poliklinik. Pada pemeriksaan inspeksi,
pada OD didapatkan adanya selaput pada konjungtiva dengan apeks
melewati limbus, dan sudah mencapai pupil, yang menunjukkan tanda
Pterygium stadium III.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationem : Dubia et Bonam
Quo ad kosmeticum : Dubia
BAB I
PENDAHULUAN
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pterygos yang artinya sayap
(wing). Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, bersifat degeneratif
dan invasif, dan umumnya bilateral pada sisi nasal ataupun pada sisi temporal
yang meluas ke daerah kornea, biasanya berbentuk segitiga dengan bagian apeks
menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada
cantus.Penyakit ini sering terjadi di masyarakat dan menimbulkan kecacatan,
dengan gangguan pada penglihatan dan mata itu sendiri.Karena pada awalnya
pterygium sering tidak bergejala, telah dilakukan penelitian mengenai sejarah dan
pengobatan, dan kebanyakan ahli mata menganggap ini adalah masalah sepele,
hingga lesi mengganggu axis visual. 1,2
Pterygium pertama kali ditemukan oleh Susruta (India) dokter ahli bedah
mata pertama di dunia 1000 tahun sebelum masehi dan dilaporkan dua kali lebih
banyak terjadi pada pria dibanding wanita. Sedangkan menurut usia, pterygium
muncul pada usia 20 tahun. Prevalensi tertinggi pada pasien di atas 40 tahun, di
mana pasien usia 20-40 tahun dilaporkan merupakan insiden tertinggi terjadinya
pterygium. Diperkirakan pterygium disebabkan oleh karena sering terpajan sinar
matahari dan radiasi ultraviolet serta iritasi dari debu, pasir, area dengan angin
kencang. UV-B yang bersifat mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai
tumor suppressor gene pada stem sel di basal limbus. 2,3
Pterygium dapat bervariasi bentuknya dari yang kecil, lesi atrofi sampai
lesi fibrovaskular besar yang tumbuh agresif dan cepat yang dapat merusak
topografi kornea, dan yang selanjutnya, mengaburkan bagian tengah optik kornea.
Gejala yang dialami pasien seperti merasakan sensasi benda asing, nyeri,
lakrimasi dan penglihatan kabur.Jika Pterygium membesar dan meluas sampai ke
daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea
superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan
eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pterygos yang artinya sayap
(wing).Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, bersifat degeneratif
dan invasif.Pterygium biasanya berbentuk segitiga dengan bagian apeks
menghadap ke sentral kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi,
maka bagian Pterygium akan tampak berwarna kemerahan. Pterygium dapat
mengenai kedua mata. Pterygium biasa bervariasi dari lesi berukuran kecil sampai
lesi berukuran besar dan tumbuh secara cepat dan agresif, yang pada kasus lanjut
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kornea sebagai salah satu media
refraksi. 1,2
B. Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim yang
panas dan kering. Studi epidemiologis menemukan adanya asosiasi terhadap
paparan sinar matahari yang kronis, dengan meningkatnyaprevalensi geografis
'sabuk Pterygium'dalam garis peri-khatulistiwa 37o lintang utara dan selatan
khatulistiwa.Pada populasi yang terkena, pertumbuhan Pterygium telah terlihat
pada remaja muda dan banyak terjadi di masyarakat di padang
pasir.Pterygiumterlihat hampir dua kali lebih sering pada laki-laki daripada
wanita. 1,2,3,4
1. Usia
Prevalensi Pterygium meningkat dengan pertambahan usia, banyak
ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan Pterygium berhubungan dengan paparan yang sering
dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari Pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei
yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian Pterygium yang lebih tinggi.
Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama
kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko
penderita Pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih
selatan.
4. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara
autosomal dominan.
5. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab
Pterygium.
1. Konjungtiva palpebralis.
2. Konjungtiva bulbaris
Melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat pada limbuskornea.Di
sana epitel konjungtiva bergabung dangan epitel kornea. Bagian ini dipisahkan
dari sklera anterioroleh jaringan episcleral dan kapsul Tenon.Konjungtiva bulbi
juga melekat pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon
Terdapat sebuah dataran tinggi 3 mmdari konjungtiva bulbaris sekitar kornea
disebutkonjungtiva limbal.
3. Konjungtiva fornix
1. Epitel.
Lapisan ini disebut juga lapisan limfoiddan terdiri dari retikulum jaringan
ikat halusdengan jerat di mana terdapat limfosit. Lapisan inipaling pesat
perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak di temukan ketika bayi lahir
tapiakan berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal ini menjelaskan
bahwa peradangankonjungtiva pada bayi tidak menghasilkan reaksi folikuler.
3. Lapisan fibrosa.
Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis.Lapisan inilebih tebal
darilapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana lapisan ini
sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari konjungtiva.
Lapisan ini bersatu dengan mendasari kapsul Tenon di daerah konjungtiva bulbar.
E. Patofisiologi
Insidens Pterygium meningkat pada orang dan populasi yang terus menerus
terpapar radiasi matahari yang berlebihan.Dalam hal ini sinar UV memainkan
bagian yang penting dalam patogenesis penyakit ini. Sinar UV memulai rantai
peristiwa terjadinya Pterygium pada level intraselular dan ekstraselular yang
melibatkan DNA, RNA, dan komposisi matriks ekstraselular.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan Pterygium dibandingkan dengan bagian
temporal.
Tseng dkk juga berspekulasi bahwa Pterygium mungkin dapat terjadi pada
daerah yang kekurangan limbal stem cell.7Limbal stem cell adalah sumber
regenerasi epitel kornea.Defisiensi limbal stem cell menyebabkan
konjungtivalisasi kornea dari segala arah. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi inflamasi kronis, kerusakan
membran pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
Pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa Pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral
limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar UV terjadi kerusakan stem cell di
daerah interpalpebra.
F. Klasifikasi
a. Tipe I
Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi
kornea pada tepinya saja.Lesi meluas <2 mm dari kornea.Stockers line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala Pterygium.Lesi sering
asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan.Pasien yang memakai
lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
b. Tipe II
disebut juga Pterygium tipe primer advanced atau Pterygium rekuren tanpa
keterlibatan zona optic. Pada tubuh Pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang
membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah
operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat.
c. Tipe III
Pterygium primer atau rekuren dangan keterlibatan zona optic.Merupakan
bentuk Pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optic membedakan tipe ini
dengan tipe yang lain. Lesi mengenai kornea >4mm dan mengganggu aksis
visual.Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan
fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
G. Gambaran Klinis
- Caput
Gambar 8. (A) Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang
kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan menghancurkan lapisan
bowman pada kornea. (B) Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang
menginvasi kornea. (C) Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang
vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan Pterygium datang dengan berbagai keluhan, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala kemerahan yang signifikan, pembengkakan, gatal,
iritasi, dan penglihatan kabur berhubungan dengan elevasi lesi dari konjungtiva
dan dekat kornea pada satu atau kedua mata.
Pterygiuma dalah kondisi asimtomatik pada tahap awal, kecuali pada
intoleransi kosmetik. Pterygium hanya akan bergejala ketika bagian kepalanya
menginvasi bagian tengah kornea dan aksis visual. Kekuatan tarikan yang terjadi
pada kornea dapat menyebabkanastigmatismekornea. Pterygium lanjut yang
menyebabkan skar pada jaringan konjungtiva juga dapat secara perlahan-lahan
mengganggu motilitas okular,pasien kemudian akanmengalami penglihatan ganda
atau diplopia.11
2. Pemeriksaan fisik
Suatu Pterygium dapat tampak sebagai salah satu dari berbagai perubahan
fibrovaskula rpada permukaan konjungtiva dan kornea. Pterygium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat
pula ditemukan Pterygium pada daerah temporal, serta di lokasi lainnya.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada Pterygium adalah
topografi kornea yang dapat sangat berguna dalam menentukan derajat seberapa
besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang di sebabkan oleh Pterygium.
I. Penatalaksanaan
2. Terapi pembedahan
Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang dapat
diindikasikan untuk, menurut Ziegler :
- Mengganggu visus
- Mengganggu pergerakan bola mata
- Berkembang progresif
- Mendahului suatu operasi intraokuler
- Kosmetik
3. Terapi Adjuvant
J. Diagnosis Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau temporal
limbus. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena
kualitas air mata yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetapi
pada kasus tertentu dapat diberikan steroid topikal.
Tidak dapat
Dapat dimasukkan
Sonde dimasukkan - -
dibawahnya
dibawahnya
K. Komplikasi
Pre-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh Pterygium adalah astigmat
karena Pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh Pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian
horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat.Mekanisme
pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat tear meniscus antara
puncak kornea dan peninggian Pterygium.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan
dan menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
Pasca-operatif:
L. Prognosis