Anda di halaman 1dari 10

Guru Sebagai Agen Pembelajaran

1. 1. BAB I PENDAHULUAN Bangsa yang maju adalah bangsa yang baik pendidikannya;
bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju. ---
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono--- Salah satu komponen penting dalam upaya
meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas,
profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga
mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran. Guru yang profesional adalah
guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku
anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar
dan menjadi manusia pembelajar (learning person). Selain sebagai sebuah profesi,
seorang guru adalah fasilitator, motivator, inspirator dan inovator dalam transformasi
pembelajaran pada anak didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI adalah seorang
saintis yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai ilmuwan, guru
tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru
sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia. Profesi guru adalah profesi
saintis plus yang harus menguasai IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator.
Sebagai motivator dan fasilitator proses belajar, guru adalah seorang komunikator ulung
karena ia harus mampu memberi jiwa terhadap informasi yang diberikan oleh saran
komunikasi yang super canggih. Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun
sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semakin terdidik suatu masyarakat semakin
besar peluang memiliki SDM yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin
besar kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan
dengan SDM dalam mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara
diperlihatkan oleh United Nation Development Program (UNDP). 1
2. 2. I. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk mengetahui berbagai macam peranan
guru sebagai agen pembelajaran kepada peserta didik guna meningkatkan dalam proses
belajar mengajar. Disamping itu pula, guru mempunyai pengaruh besar dalam
menentukan kualitas dan kuantitas peserta didik. II. TUJUAN 1. Memotivasi guru untuk
lebih berkreasi dan berinovasi dalam merencanakan, melaksanakan, serta menilai proses
dan hasil pembelajaran. 2. Mendorong guru untuk selalu meningkatkan kemampuan
meneliti, mengkaji, mengevaluasi, mengembangkan kreativitas, dan inovasi untuk
menghasilkan pembelajaran yang bermutu. 3. Menanamkan budaya, minat, bakat dan
kebiasaan untuk pengembangan hasil kegiatan pengembangan profesi baik lisan maupun
tulisan secara baik dan benar . 4. Menyebarluaskan berbagai pengalaman guru yang
berhasil meningkatkan mutu pembelajaran, sehingga dapat dimanfaatkan dan dijadikan
referensi bagi guru lainnya. BAB II 2
3. 3. PEMBAHASAN GURU SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN Banyak tugas harus
dilaksanakan oleh guru sebagai orang yang sangat berperan dalam dunia pendidikan.
Salah satunya adalah sebagai agen pembelajaran. Guru sebagai agen pembelajaran
berperan memfasilitasi siswa agar dapat belajar secara nyaman dan berhasil menguasai
kompetensi yang sudah ditentukan. Untuk itu guru yang agen pembelajaran ini perlu
merancang, agar proses pembelajaran berjalan lancar, dan mencapai hasil optimal. Ada
empat hal harus dipertimbangkan dalam menyusun rancangan pembelajaran, yakni:
persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Apabila ketiga hal ini sudah terlaksana, maka satu
tambahan yang harus dipertimbangkan agen pembelajaran adalah melakukan refleksi.
Berikut ini disajikan penjelasan singkat mengenai hal-hal dimaksud. 1. Persiapan, apa
pun pekerjaan kita, apabila kita menginginkan hasil maksimal, maka kita harus membuat
persiapan yang matang. Begitu juga dalam proses pembelajaran. Seorang guru yang
menjadi agen (agen pembelajaran) tidak akan dapat melaksanakan tugasnya sebagai agen
yang baik tanpa adanya persiapan yang baik pula. Yang perlu dipertimbangkan agen
pembelajaran dalam persiapan ini, terkait dengan kompetensi yang diharapkan dicapai
oleh siswa, ialah bagaimana menyiapkan materi pembelajaran, fasilitas atau media
pembelajaran yang tepat, skenario pembelajaran apa yang akan diterapkan untuk
membantu siswa mencapai kompetensi, kemudian bagaimana melaksanakan evaluasinya.
2. Pelaksanaan, pelaksanaan pembelajaran seyogianya merujuk pada persiapan yang
sudah ditentukan, meskipun tidak harus kaku. Dengan merujuk pada persiapan yang
sudah ada, tugas guru sebagai agen pembelajaran ini akan lebih mudah, dalam kaitannya
dengan pencapaian kompetensi yang harus dikuasai peserta didik atau siswa. Dalam
pelaksanaan pembelajaran, siswa biasanya akan bekerja dengan baik jika suasana hatinya
memang sedang baik. Artinya, siswa akan bekerja secara maksimal apabila mereka tidak
sedang dalam keadaan tertekan. Sebab itu perlu diciptakan suasana yang
menyenangkan. Di samping menyenangkan, suasana belajar dan pembelajaran harus pula
menantang rasa ingin tahu siswa, memotivasi untuk bekerja terbaik, menginspirasi, dan
mampu mengembangkan kreativitas siswa. 3
4. 4. 3. Penilaian, setiap kegiatan pembelajaran harus diukur hasilnya. Karena itu agen
pembelajaran juga harus melakukan penilaian atas apa yang dilakukan bersama siswa
dalam proses pembelajaran. Tolak ukur dalam menyusun alat penilaian adalah
kompetensi atau tujuan pembelajaran. Misalnya tujuan atau kompetensinya: siswa
mampu menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, maka penilaian yang
dilakukan pun harus tepat. Misalnya masing- masing siswa disuruh bercerita satu per
satu, atau melalui tes tertulis, baik bentuk objektif maupun bentuk uraian. Jelasnya,
teknik dan jenis penilaian tergantung pada kebutuhan, terserah agen mau pilih yang
mana, yang penting memenuhi unsur validitas dan reliabilitas. 4. Refleksi, refleksi
penting dilakukan untuk tindak lanjut. Apabila dari hasil penilaian diketahui bahwa
prestasi siswa sudah sesuai dengan yang diharapkan, atau siswa sudah mencapai
kompetensi belajar, maka pelajaran di waktu yang akan datang dapat dilanjutkan ke
materi berikutnya. Sebaliknya, apabila dari hasil penilaian itu diketahui bahwa hasil
belum sesuai yang diharapkan, maka agen pembelajaran dan siswa dapat mendiskusikan
mengenai hal-hal yang membuat siswa belum berhasil. Mungkin pembelajaran harus
diulang untuk seluruh kelas, atau siswa yang sudah menguasai kompetensi dapat
membantu teman-temannya yang belum menguasai kompetensi tadi agar dapat
menguasainya. Selain itu, refleksi juga berguna untuk membiasakan peserta didik
melakukan introspeksi, mawas diri, menilai diri sendiri, atau apa pun namanya, sehingga
membangun kesadaran untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Apabila guru
sebagai agen pembelajaran dapat melaksanakan keempat kegiatan (persiapan,
pelaksanaan, penilaian, dan refleksi) dalam setiap proses pembelajaran secara baik, maka
berarti tugas guru sebagai agen pembelajaran ini sudah berada pada jalur yang benar. Ini
akan semakin memudahkan sang agen dalam mewujudkan cita-citanya menjadi guru
profesional, sebagai bagian dari karakteristik seorang guru yang sukses. Selain keempat
hal di atas yang diperlukan untuk menjadi guru yang berkompeten. Guru pun di tuntut
untuk dapat menjadi agen pembelajaran, dibutuhkan juga beberapa peranan dari seorang
agen agar dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dalam pembelajaran. Adapun
beberapa peranan guru dalam proses pembelajaran diantaranya adalah: A. Guru sebagai
Fasilitator 4
5. 5. Dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk
kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan
pendidikan nonformal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih
menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai
diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran
guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar. Wina Senjaya (2008)
menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator
membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih
bersifat top-down ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat top-down,
guru seringkali diposisikan sebagai atasan yang cenderung bersifat otoriter, sarat
komando, instruksi bergaya birokrat. Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai
bawahan yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang
dikehendaki oleh guru. Berbeda dengan pola hubungan top-down, hubungan kemitraan
antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya
dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru
dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi
prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa
siswa akan belajar dengan baik apabila: 1. Siswa secara penuh dapat mengambil bagian
dalam setiap aktivitas pembelajaran 2. Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis
(usable). 3. Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh
pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup. 4. Pembelajaran dapat
mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman- pengalaman sebelumnya dan
daya pikir siswa. 5. Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik-
karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar siswa, diantaranya: 1.
Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda-beda. 2. Setiap
siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri. 3. Siswa lebih
memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannnya. 5
6. 6. 4. Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan menilai
lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. 5. Siswa lebih menyenangi hal-hal yang
bersifat kongkrit dan praktis. 6. Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada
diceramahi. 7. Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada
hukuman (punishment). Selain dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar dan
memperhatikan karakteristik individual, juga guru dapat memperhatikan asas-asas
pembelajaran sebagai berikut: 1. Kemitraan, siswa tidak dianggap sebagai bawahan
melainkan diperlakukan sebagai mitra kerjanya 2. Pengalaman nyata, materi
pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-
hari siswa. 3. Kebersamaan, pembelajaran dilaksanakan melalui kelompok dan
kolaboratif. 4. Partisipasi, setiap siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut,
sekaligus juga bertanggung atas setiap kegiatan belajar yang dilaksanakannya. 5.
Keswadayaan, mendorong tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas
setiap aktivitas belajar yang dilaksanakannya. 6. Manfaat, materi pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang mau pun yang akan datang. 7.
Lokalitas, materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi
dan permasalahan di wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan
berbeda satu tempat dengan tempat lainnya. Pada bagian lain, Wina Senjaya (2008)
mengemukakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator,
maka guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai
media dan sumber belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya
sebagai fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok
dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai
satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya. Terkait dengan sikap dan perilaku guru
sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru
untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses: 6
7. 7. 1. Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama
dalam pembelajaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi kesempatan agar siswa
dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit
demi sedikit. 2. Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang
dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang
lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas
kesempatan belajar siswa. 3. Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai
siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan
pengalaman mereka 4. Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan
siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka. 5. Bersikap
sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai
teman atau mitra kerja oleh siswanya 6. Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan
siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati
(interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam
berhubungan dengan guru. 7. Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman,
pendirian, dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri
sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman dengan
siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya diantara keduanya. 8. Berwibawa.
Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai, seorang
fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan
siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya. 9. Tidak memihak dan mengkritik.
Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini,
diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-
pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluarnya. 10.
Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan
kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus
terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua
orang selalu masih perlu belajar 11. Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk
mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan
sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap
siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan 7
8. 8. B. Guru sebagai Motivator Sejalan dengan pergeseran makna pembelajaran dari
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa (student oriented), maka peran guru dalam proses pembelajaran
pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah penguatan peran guru sebagai
motivator. Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi
dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi
belajar siswa, sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif. Dalam perspektif
manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi
(motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan dapat membantu para
manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi para
siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul. Kendati
demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya untuk menerapkan teori-
teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat
bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang
berkaitan dengan perilaku individu (siswa), baik yang terkait dengan faktor-faktor
internal dari individu itu sendiri maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada
pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk umum
bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa 1. Memperjelas tujuan yang
ingin dicapai. Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin
dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa
untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa.
Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan
terlebih dulu tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat
dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan tujuan belajar beserta cara-cara untuk
mencapainya. 8
9. 9. 2. Membangkitkan minat siswa. Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka
memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa
merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa, diantaranya : Hubungkan
bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh
manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya.
Dengan demikian guru perlu enjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan
siswa. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa.
Materi pelaaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari
pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit
tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal
mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk
belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam
belajar. Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya
diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain. 3. Ciptakan suasana
yang menyenangkan dalam belajar. Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik
manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut.
Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang.
Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang lucu. 4. Berilah pujian yang
wajar terhadap setiap keberhasilan siswa. Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa
dihargai. Memberikanpujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata. Pujian
sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan
yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan. 9
10. 10. 5. Berikan penilaian. Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai
bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi
motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan
segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan
secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. 6. Berilah komentar
terhadap hasil pekerjaan siswa. Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan
dengan memberikan komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas,
sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan bagus
atau teruskan pekerjaanmu dan lain sebagainya. Komentar yang positif dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa. 7. Ciptakan persaingan dan kerja sama. Persaingan
yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses
pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun
antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan,
terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab
itu pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan
persaingan antarkelompok. Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi
belajar siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara
lain yang sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran, dan kecaman,
memberikan tugas yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu
hanya bisa digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan
membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan siswa.
Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya
membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari. C. Guru sebagai Inspirator Guru
Sebagai inspirator, guru harus memberikan inspirasi bagi kemajuan belajar siswa.
Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik, guru harus dapat memberikan
petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. 10
11. 11. Kalau kita mengatakan Profesi Guru itu sebagai Inspirator, barangkali ini merupakan
pernyataan yang terlambat, karena pada hakikat guru dilahirkan hanyalah untuk
menempati ranah pemberi inspirasi. Jika posisi ini dapat dilakukan maka harapan
Andreas Harefa untuk membentuk manusia pembelajar akan tercapai dengan segera.
Inspirator itu sebenarnya bukan hal yang mudah, karena seorang inspirator itu akan
diteropong khusus oleh orang yang dinspirasi, teropong itu mirip miscroscop, dapat
digunakan untuk memperbesar hingga 10 juta kali obyeknya. Terkait dengan posisi
sebagai inspirator siswa, guru adalah sosok yang sanggup menerapkan gagasan cerdas
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, 2ING+1TUT [TWO-ING ONE-TUT].
Ing Ngarsa Sun Tuladha-Ing Madya Mangun Karsa-Tut Wuri Handayani. D. Guru
sebagai Inovator Guru sebagai Inovator, guru berfungsi melakukan kegiatan kreatif,
menemukan strategi, metode, cara-cara, atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran.
sebagai inovator harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan berbagai
pembaharuan di sekolah. Gagasan baru itu misalnya penggunaan teknologi informasi
dalam pembelajaran. Penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran maksudnya
menggunakan manfaat internet atau intranet sebagai media pembelajaran. Kehidupan
selalu mengalami perubahan sebab kehidupan memang sebuah proses yang dinamis.
Dinamisasi pola kehidupan seringkali jauh melebihi kemampuan adaptasi yang dimiliki
oleh seseorang sehingga seringkali terjadi satu atau beberapa perbedaan sehingga muncul
friksi/ gesekan yang pada akhirnya menjadikan perbedaan konsep. Dan, anak didik
adalah sosok yang belum stabil dalam segala aspek sehingga setiap kali menghadapi
persoalan dalam hidup atau proses hidup, maka sebuah teladan bagus agar tidak salah
dalam mengambil keputusan. Oleh karena itulah, maka eksistensi guru sebagai innovator
kegiatan, khususnya dalam pola pembelajaran sangat diperlukan. Kehidupan yang
dinamis memberikan konsekuensi logis yang menuntut setiap orang untuk memberikan
sesuatu yang baru sehingga selalu sejalan dengan perkembangan pola kehidupan. BAB
III 11
12. 12. PENUTUP A. KESIMPULAN Guru mempunyai berbagai peranan penting dalam
metode pembelajaran yaitu; sebagai fasilitator, motivator, inspirator dan inovator untuk
mencapai hasil tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru di sekolah adalah
pendidik,tugasnya membimbing dan mendampingi siswa agar kelak dapat hidup mandiri,
Peran guru sebagai perncana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah
yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan
alternative pemecahannya. B. SARAN Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan
untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini
merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang
berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama
untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. 12

Anda mungkin juga menyukai