Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2017

UNIVERSITAS HASANUDDIN

KOLESTEATOMA EKSTERNA

OLEH:

Fausiah Jamil ( C111 12 111 )


Anugrah ( C111 12 115 )
Asvira Anis Anwar ( C111 12 126 )

PEMBIMBING:

dr. Amelia Dian Utami

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Fausiah Jamil ( C111 12 111 )

Anugrah ( C111 12 115 )

Asvira Anis Anwar ( C111 12 126 )

Judul Refarat : KOLESTEATOMA EKSTERNA

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2017

Dokter Pembimbing

dr. Amelia Dian Utami

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ............................................................................................................ 2


Daftar Isi.............................................................................................................................. 3
Pendahuluan ........................................................................................................................ 4
Anatomi Telinga.................................................................................................................. 6
Definisi ............................................................................................................................. .10
Epidemiologi .................................................................................................................... .11
Patofisiologi ..................................................................................................................... 11
Klasifikasi ........................................................................................................................ 11
Gejala Klinis...................................................................................................................... 12
Diagnosis ........................................................................................................................... 13
Penatalaksanaan ............................................................................................................... 14
Komplikasi ....................................................................................................................... 16
Prognosis .......................................................................................................................... 17
Kesimpulan ....................................................................................................................... 18
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 19

3
PENDAHULUAN

Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang
temporal. Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf
pusat (misalnya, abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier,
tetapi dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruh awal
abad ke-20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid
dieksenterasi, dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan
membuka saluran telinga sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk
menjamin pertukaran udara yang memadai dan untuk memudahkan melakukan
inspeksi visual.1
Kolesteatoma pada meatus akustikus eksternus (MAE) merupakan keadaan
patologi yang sangat jarang terjadi. Kebanyakan literatur menggambarkan kasus
sekunder, dengan beberapa laporan dari kolesteatoma primer. Hal ini ditandai
dengan erosi dari bagian tulang MAE yang disebabkan proliferasi dari jaringan
skuamosa yang berdekatan. 2
Deskripsi awal mengenai kolesteatoma kanalis auditorius eksternal
diperkenalkan oleh Toynbee pada tahun 1850, tetapi definisi yang tepat dari
penyakit ini dipaparkan oleh Piepergerdes et al pada tahun 1980, ketika telah
ditemukan perbedaan antara kolesteatoma kanalis auditorius eksternal dengan
keratosis obturans. Kolesteatoma didefinisikan sebagai akumulasi dari keratin yang
diproduksi oleh pengelupasan kulit kanalis auditorius eksternal. Di sisi lain,
kolesteatoma kanalis auditorius eksternal ini ditandai oleh erosi tulang sebagian dari
kanalis auditorius eksternal dari jaringan skuamosa yang berdekatan.2
Kolesteatoma liang telinga atau sering disebut sebagai kolesteatoma eksterna
adalah suatu penyakit yang berasal dari liang telinga. Meskipun kolesteatoma
merupakan penyakit yang sering ditemukan, pada liang telinga kolesteatoma sangat
jarang terjadi. Sering digambarkan sebagai divertikulum lokal yang mendestruksi
jaringan mesenkim dan tulang liang telinga, dan umumnya terdapat pada bagian
inferior liang telinga. Toynbee (1850) menggambarkan kolesteatoma eksterna
sebagai suatu penumpukan epidermal pada liang telinga.1,2

4
Definisi kolesteatoma eksterna pertama kali dijelaskan oleh Pipergerdes dkk.
Sebagai suatu invasi jaringan skuamosa ke dalam tulang liang telinga yang bersifat
lokal. Kolesteatoma eksterna merupakan penyakit yang jarang ditemukan,
diperkirakan satu dari 1000 pasien baru yang datang ke poliklinik THT. Pasien
dengan kolesteatoma eksterna datang dengan telinga berair yang biasanya purulen
dan nyeri kronis telinga yang bersifat tumpul akibat invasi lokal jaringan skuamosa
ke dalam tulang liang telinga. Pasien biasanya tidak mengalami gangguan
pendengaran.2

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebuah pendekatan baru diperkenalkan oleh
William dan Howard Otologic DPR Medical Group. Bedah anatomi wajah
digambarkan dan dijelaskan oleh William House, MD, seorang perintis ahli penyakit
telinga dari abad ke-20. Operasi melalui reses wajah menghasilkan akses ke telinga
tengah melalui tulang mastoid tanpa menghapus dinding kanal posterior. Dengan
teknik ini, kolesteatoma dapat dihilangkan tanpa menghancurkan dinding kanal
posterior.1
Seiring waktu, semakin banyak ahli bedah berusaha untuk membiarkan
dasar-dasar struktur anatomi telinga dan tulang temporal tetap utuh dengan menjaga
keutuhan dinding kanal. Paham yang berupaya untuk menjaga anatomi di dekat
telinga tetap normal mengundang kontroversi besar. Para ahli bedah cenderung
untuk memilih antara teknik lama canal wall-down atau filosofi baru yaitu, canal
wall-up.1
Selama dua dekade terakhir, sebagian besar ahli bedah otologi mengambil
jalan tengah. Kebanyakan ahli bedah otologi di Amerika Serikat sekarang melakukan
kedua teknik tersebut, memilih satu atau yang lain dari operasi ini tergantung pada
keadaan individual pasien masing-masing.2

5
PEMBAHASAN

A. Anatomi Telinga
Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Auris
berfungsi ganda: untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Membrana
tymphanica memisahkan auris externa dari auris media atau cavum tymphani. Tuba
auditiva (tuba Eustachius) menghubungkan auris dengan nasopharynx.2

Gambar 1. Anatomi Telinga

Telinga Tengah
Auris media terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Auris media
terdiri dari cavitas tymphanica, yakni rongga yang terletak langsung di sebelah
dalam membrana tymphanica, dan recessuss epitymphanicus. Ke depan auris media
berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva. Ke arah poterosuperior
cavitas tympanica berhubungan dengan cellulae mastoidea melalui antrum
mastoideum. Cavitas tympanica dilapisi membran mukosa yang bersinambungan

6
dengan membran mukosa pelapis tuba auditiva, cellulae mastoidea, dan antrum
mastoideum.
Di dalam auris media terdapat2 :
Ossicula auditoris (malleus, incus, stapes)
Musculus stapedius dan musculus tensor tympani
Chorda tympani, cabang nervus cranialis VII
Plexus tympanicus pada promontorium

Auris media yang berbentuk seperti kotak sempit, memiliki sebuah atap,
sebuah dasar, dan empat dinding. Atapnya (dinding tegmental) dibentuk oleh
selembar tulang yang tipis, yaitu tegmen tympani, yang memisahkan cavum
tympanica dari dura pada dasar fossa cranii media. Dasarnya (dinding jugular)
dibentuk oleh selapis tulang yang memisahkan cavum tympanica dari bulbus
superior vena jugularis interna. Dinding lateral (bagian berupa selaput) dibentuk
hampir seluruhnya oleh membrana tympanica; di sebelah superior, dinding ini
dibentuk oleh dinding lateral recessus epitympanicus yang berupa tulang
(manubrium mallei terbaur dalam membrana tympanica, dan caput mallei menonjol
ke dalam recessus epitympanicus).2
Dinding medial atau dinding labirintal memisahkan cavitas tympanica dari
auris interna. Dinding anterior (dinding karotid) memisahkan cavitas tympanica dari
canalis carotis, pada bagian superior dinding ini terdapat ostium pharyngeum tubae
auditoriae dan terusan musculus tensor tympani. Dinding posterior (dinding
mastoid) dihubungkan dengan antrum mastoid melalui aditus dan selanjutnya dengan
cellulae mastoideus; ke arah anteroinferior antrum mastoideum berhubungan dengan
canalis facialis.2
Tuba auditiva menghubungkan cavitas tympanica dengan nasopharynx;
muaranya disini terdapat di bagian belakang meatus nasalis inferior pada cavum nasi.
Bagian sepertiga posterior tuba auditiva terdiri dari tulang dan sisanya berupa tulang
rawan. Tuba auditiva dilapisi membran mukosa yang ke posterior sinambung dengan
membran mukosa nasopharynx. Tuba auditiva berfungsi sebagai pemerata tekanan
dalam auris media dan tekanan udara lingkungan, dan dengan demikian menjamin
bahwa membran tympani dapat bergerak secara bebas. Dengan memungkinkan udara

7
memasuki dan meninggalkan cavum tympani, tekanan di kedua sisi membran
tympani disamakan.2

Ossicula Auditoria
Ossicula auditoria (malleus, incus, dan stapes) membentuk sebuah rangkaian
tulang yang teratur melintang di dalam cavitas tympanica, dari membranan
tympanica ke fenestra vestibuli. Malleus melekat pada membran tympani, dan stapes
menempati fenestra vestibuli. Incus terdapat di antara dua tulang tersebut dan
bersendi dengan keduanya. Ossicula auditoria dilapisi membran mukosa yang juga
melapisi cavum tympani.2

Gambar 2. Kavum Tympani

8
Bagian superior malleus yang agak membulat, yakni caput mallei, terletak di
dalam recessus epitympanicus. Collum mallei terdapat pada bagian membran
tympani yang kendur, dan manubrium mallei tertanam di dalam membran tympani
dan bergerak bersamanya. Caput mallei bersendi dengan incus, dan tendo musculus
tensor tympani berinsersi pada manubrium mallei. Chorda tympani menyilang
permukaan medial collum mallei.2
Corpus incudis yang besar, terletak di dalam recessus epitympanicus dan
disini bersendi dengan caput mallei. Crus longum incudis bersendi dengan stapes,
dan crus breve incudis berhubungan dengan dinding posterior cavum tympani
melalui sebuah ligamentum. Basis stapedis, tulang pendengar terkecil, menempati
fenestra vestibuli pada dinding medial cavum tympani. Capur stapedis yang
mengarah ke lateral, bersendi dengan incus.2
Malleus berfungsi sebagai pengungkit yang lengan panjangnya melekat pada
membran tympani. Basis stapedis berukuran jauh lebih kecil daripada membran
tympani. Akibatnya ialah bahwa gaya getar stapes 10 kali gaya getar membran
tympani. Maka, ossicula auditoris meningkatkan gaya getaran, tetapi menurunkan
amplitudi getaran yang disalurkan dari membran tympani.2
Terdapat dua otot menggerakkan ossicula auditoris dan dengan demikian
mempengaruhi membran tympani, yaitu : musculus tensor tympani dan musculus
stapedius. Musculus tensor tympani berinsersi di manubrium mallei dipersarafi oleh
nervus mandibullaris, menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan membran
tympani, dan mempersempit amplitudo getarannya. Ini cenderung mencegah
terjadinya kerusakan pada auris interna sewaktu harus menerima bunyi yang keras.
Musculus stapedius berinsersi di collum stapedis dipersarafi oleh nervus cranialis
VII, menarik stapes ke posterior dan menjungkitkan basis stapedis pada fenestra
vestibuli, dan dengan demikian menarik ketat ligamentum annulare stapediale dan
memperkecil amplitudo getaran. Otot ini juga mencegah terjadinya gerak stapes
yang berlebih.2

9
B. Definisi

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel


(keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun
1838 karena disangka tumor yang ternyata bukan. Seluruh epitel kulit (keratinizing
stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/
terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-
sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama,
maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap
sehingga membentuk kolesteatoma.3

Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang


telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang
dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan bagian
tulang liang telinga. Hal yang terakhir ini disebut sebagai kolesteatoma eksterna.
Kolesteatoma eksterna disusun atas epitel gepeng & debris tumpukan pengelupasan
keratin, sehingga akan lembab karena menyerap air sehingga mengundang infeksi.
Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh
penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas.3
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis
cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah,
atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang
mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya
kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam
tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas
tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher,
sistem saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup
besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat
desakan massa.1
Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang
menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka
apabila mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua,
aktivitas enzim pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada

10
tulang, yang nantinya akan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim
osteolitik ini tampaknya meningkat apabila kolesteatoma terinfeksi.3

C. Epidemiologi
Insiden kolesteatoma eksterna sangat jarang terjadi pada anak- anak, sering
terjadi pada orang tua, pada penelitian diperkirakan 1:200 atau 5:1000 kasus tiap
tahun. Akan tetapi kolesteatoma tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif
sedang pada anak-anak dan orang dewasa.1

D. Patofisiologi
Kolesteatoma eksterna merupakan penyakit yang jarang ditemukan,
diperkirakan satu dari 1000 pasien baru yang datang di poliklinik THT. Pasien
dengan kolesteatoma eksterna datang dengan telinga berair yang biasanya purulen
dan nyeri kronis telinga yang bersifat tumpul akibat invasi lokal jaringan skuamosa
ke dalam tulang liang telinga. Pasien biasanya tidak mengalami gangguan
pendengaran.5
Patofisiologi kolesteatoma eksterna sampai saat ini masih belum jelas. Ada
dua teori utama :6
1. Terdapat suatu trauma minor pada kulit liang telinga yang menimbulkan reaksi
inflamasi dan ulserasi, proses selanjutnya akan menyebabkan terjadinya periosteitis
dan nekrosis pada tulang di liang telinga. Epitel skuamosa akan masuk ke dalamnya
dan berproliferasi, proses akhir adalah akan terbentuk kolesteatoma di daerah
tersebut.
2. Proses penuaan pada epitel kulit liang telinga mengakibatkan aliran darah di
tempat tersebut berkurang, jaringan kulit akan mengalami hipoksia sehingga proses
normal migrasi epitel menurun. Terjadinya penumpukan sel epitel akan
menyebabkan terbentuknya kolesteatoma.

D. Klasifikasi
Klasifikasi dari kolesteatoma kanalis auditorius eksternal dapat didasarkan pada teori
patogenesis. Klasifikasi yang diusulkan Tos ialah :10
1. Kolesteatoma kanalis auditorius eksternal primer, etiologinya belum diketahui

11
2. Kolesteatoma kanalis auditorius eksternal sekunder, berkaitan dengan berbagai
kondisi terutama pasca operasi, meskipun faktor-faktor seperti peradangan berulang
serta post inflamasi dan pasca trauma stenosis atau atresia dengan obstruksi saluran
telinga juga terjadi. Selain itu, terapi radiasi pada saluran telinga juga dapat
menyebabkan kolesteatoma kanalis auditorius eksternal
3. Kolesteatoma terkait dengan atresia kongenital saluran telinga

Klasifikasi berdasarkan faktor penyebab dari kolesteatoma eksterna :10


1. Kolesteatoma spontan ( tidak terdapat penyakit pada telinga sebelumnya, trauma
atau riwayat operasi telinga ).
2. Kolesteatoma congenital ( stenosis kongenital pada liang telinga )
3. Kolesteatoma iatrogenik ( terdapat riwayat operasi telinga )
4. Kolesteatoma post trauma ( terdapat riwayat fraktur tulang temporal )
5. Kolesteatoma post obstruksi ( terdapat lesi sekunder yang menimbulkan oklusi
liang telinga )

Stadium kolesteatoma eksterna dikelompokkan atas :10


Stadium I : hyperplasia dan hiperemis pada epitel liang telinga
Stadium II : Periostitis atau inflamasi lokal
Stadium III : Destruksi tulang liang telinga
Stadium IV : Destruksi spontan struktur anatomi yang berdekatan dengan
liang telinga

E. Gejala Klinis
Pasien dengan kolesteatoma kanalis auditorius eksternal biasanya datang
dengan otore dan otalgia kronis, juga dapat disertai gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran ini jarang terjadi mungkin dihubungkan dengan oklusi dari
kanal eksternal oleh kolesteatoma. Tuli konduktif ini dijelaskan dalam laporan kasus
sebagai kolesteatoma raksasa dari kanalis auditorius eksternal. Otore diduga
berhubungan dengan infeksi lokal yang terkait dengan berbagai organisme, paling
sering adalah Pseudomonas aeruginosa. Jika sangat besar, mungkin kolesteatoma
kanalis auditorius eksternal mengakibatkan paresis saraf wajah fasialis.10

12
Analisis patologis kolesteatoma kanalis auditorius eksternal menunjukkan
erosi luas pada tulang kanalis auditorius ekstenal dengan perluasan epitel skuamosa
bertingkat keratinizing dengan periostitis lokal dan penyerapan tulang. Membran
timpani biasanya normal. Permukaan antara kolesteatoma kanalis auditorius
eksternal dan tulang tereosi. Hal ini diduga terkait dengan proteolitik enzim
sepanjang margin lesi diproduksi dalam lapisan kista, ini melemahkan tulang dan
mengakibatkan periostitis dan penyerapan tulang. Erosi juga bisa sebagian terkait
dengan akumulasi puing keratin, yang terperangkap dan menghasilkan suatu infeksi
bakteri yang dapat menyebabkan ulserasi dari lapisan epitel dan jaringan granulasi
pada pasien yang mengalami infeksi.9
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis
akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi.
Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan
antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik topikal sangat sulit dilakukan.,9

F. Diagnosis
Diagnosis kolesteatoma eksterna ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan radiologi berguna untuk menentukan perluasan penyakit ke
telinga tengah atau ke struktur neurovaskuler. Dari pemeriksaan fisis yang paling
sering dijumpai adalah retensi debris skuamosa dalam liang telinga, dengan berbagai
variasi jumlah lokasi destruksi tulang liang telinga.10

Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan dapat bermanfaat dalam evaluasi kolesteatoma kanalis auditorius
eksternal. Namun, dalam literatur dikatakan bahwa pada CT, kolesteatoma kanalis
auditorius eksternal tidak dapat digambarkan dengan jelas. Bahkan, istilah keratosis
obturans dan kolesteatoma kanalis auditorius eksternal sering digunakan secara
bergantian. Dengan resolusi tinggi pada pemeriksaan CT tulang temporal,
kolesteatoma kanalis auditorius eksternal ini paling sering dilihat sebagai massa
jaringan lunak dengan erosi tulang dan fragmen tulang intramural.10

Tulang erosi yang berdekatan dengan massa jaringan lunak mungkin halus,
mirip dengan kolesteatoma telinga tengah. Namun, erosi dapat menjadi sekunder

13
tidak teratur dengan nekrotik tulang dan periostitis. Biasanya, dinding inferior dan
posterior terlibat. Penting untuk mengevaluasi perluasan ke telinga tengah dan untuk
keutuhan saluran saraf wajah, tegmen timpani, dan mastoid, karena dapat mengubah
manajemen operasi. 10

G. Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma eksterna.
Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak
memungkinkan untuk anestesi umum harus membersihkan telinga mereka secara
teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat
memperlambat pertumbuhan kolesteatoma, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi
lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antibiotik yang
utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai
terapi tambahan.4,7
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes
telinga lebih baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan
antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab.
Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan
klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret
hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret kuning pekat seringkali
disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh
golongan anaerob.5
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai
apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap
kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila
sukar mentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-
sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai
adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia
anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat hati-hati pada
anak kurang dari 12 tahun.5
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti
Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam

14
fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak
mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas.5

Terapi Pembedahan
Pembedahan direkomendasikan untuk kolesteatoma auditorius eksterna,
terutama dalam kasus yang kronis, infeksi yang terus menerus terjadi dan yang telah
terjadi komplikasi seperti hypoacusis, kelumpuhan nervus fasial, vertigo kronis, lesi
yang berkembang progresif, keterlibatan hypotympanum, jugularis foramen ,
keterlibatan mastoid. Tergantung stadiumnya, untuk stadium I: pendekatan
transkanal, untuk stadium II dan III : pendekatan endaural dengan anestesi local dan
untuk stadium IV: insisi postauricular diikuti dengan teknik kanal wall down.10

Sekuester yang kecil di kanalis auditorius dapat dihilangkan melalui kuretase


dengan anestesi lokal. Bagaimanapun, kolesteatoma kanalis auditorius eksternal
yang besar dan luas harus terapi dengan debridement melalui pendekatan
postaurikular. Setelah diangkat, penyembuhan berlangsung dalam 10 minggu.
Setelah sembuh, kanalis auditorius umumnya membutuhkan periode pembersihan
untuk mencegah reakumulasi debris keratin dalam depresi tulang. Skin graft
bermanfaat bagi defek kulit kanalis yang besar. Mastoidektomi kanal wall down
digunakan untuk defek dinding posterior yang besar dan disfungsi tuba estachius
atau penyakit telinga tengah. Mastoidektomi dinding kanal intak digunakan ketika
fungsi telinga tengah normal. Tulang kortikal digunakan untuk merekonstruksi kanal
eksternal.10

Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Dalam


keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik
canal wall up atau canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode
kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa
depan, teknik canal wall down adalah yang paling sesuai.10
Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down. Pasien
tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami
bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan
beberapa serial prosedur pembedahan.10

15
Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi
relatif di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai
alasan sendiri mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas
berbeda adalah bahwa timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha
maksimal mempertahankan bentuk fisiologis liang telinga dan telinga tengah.10

G. Komplikasi
Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi
berdasarkan komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk
parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan,
fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal.
Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi segera. 5
Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi
tandur, stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang
pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak
disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah
pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars
horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek daerah bawah
inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani. Trauma dapat lebih
mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan baik,
misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya,
destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma. 5
Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi
House-Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat
kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan. 5
Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo
pasca-operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena
cedera operasi. Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total.
Manipulasi di daerah aditus ad antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang
ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan matriks koleteatoma dapat menyebabkan
fistel labirin. 5
Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem
konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap

16
dinding sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak,
bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit
sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus
jugularis, dan vena emissari dapat menyebabkan perdarahan besar. 5

H. Prognosis
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin
memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan
berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang
ini jarang terjadi. Kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli
konduktif. 7

17
KESIMPULAN

Kolesteatoma liang telinga atau sering disebut sebagai kolesteatoma eksterna


adalah suatu penyakit yang berasal dari liang telinga. Meskipun kolesteatoma
merupakan penyakit yang sering ditemukan, pada liang telinga kolesteatoma sangat
jarang terjadi. Meskipun banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai
terbentuknya kolesteatoma, patogenesis dari terbentuknya kolesteatoma sebenarnya
masih belum pasti hingga saat ini. Sangat penting untuk memiliki pengetahuan dasar
yang memadai mengenai karkteristik anatomi dan fungsional dari telinga tengah
untuk mencapai penatalaksanaan yang memuaskan untuk kolesteatoma.
Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk
mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan aman
dari infeksi berulang. Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-
masing pasien sesuai dengan keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma
itu sendiri. Ahli bedah harus sangat waspada terhadap komplikasi pasca-pembedahan
yang mengancam nyawa ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien
seperti cedera nervus fasialis.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25,
2009).
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2008
3. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited
August 27, 2009).
4. Sanna M, Russo A, Donato G. Chronic Suppurative Otitis Media With Choleastoma
In: Color Atlas of Otoscopy . From Diagnosis to Surgery. New york : Thieme;1999
5. Persaud RAP, Hajioff, Thevasagayam. Keratosis Obturans and eksternal ear canal
cholesteatoma: howa and why we should distinghuis between these conditions. Clin.
Otolarinyngol. 2004; 29:577-81
6. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile
of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online]
1989 [cited 2009 Sep 5];35:93.
7. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch
Department of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25, 2009).
8. M. M Zarandy , J. Rutka , Disease of the Inner Ear. Berlin: Springer-Verlag; 2010
9. Vrabec JT, Chaljub G. External Canal Cholesteatoma. Am J Otol. 2000;21:608-14
10. Naim R, Fred L, Shen T Classification of the External Auditory Canal
Cholesteatoma. The Laryngoscope. 2005;115:455-60

19

Anda mungkin juga menyukai