2) Prinsip Kerja
PLTU supercritical beroperasi diatas temperatur dan tekanan kritis air 374 C (705 F)
o o
221 bar (3210 psia) dimana air hanya berada dalam fase gas. PLTU Subcritical pada
awal sejarahnya hanya memiliki efisiensi 33 % hingga 34 %, namun saat ini dengan
adanya peningkatan pada turbin uap dan sistem feedwater heater, maka efisiensi dapat
mencapai 38-40 %. PLTU supercritical dapat meningkatkan efisiensi 3-5 % dari
subcritical.
Tabel 1. Perbandingan Kinerja PLTU Batubara konvensional
dan moderen
Sumber: Burr,1999
Steam Generator dan Turbin uap boiler merupakan pembangkit uap yang
digunakan untuk mensuplai kebutuhan turbin uap. Turbin uap mengkonversi energi pada
uap menjadi energi rotasi mekanik. Turbin uap dapat meliputi beberapa stage. Masing-
masing stage dapat digambarkan kan dengan menganalisis steam expansion dari tekanan
tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Pada PLTU, ada dua tipe turbin uap, yaitu: non-
reheat dan reheat. Non-reheat turbine biasanya digunakan untuk PLTU skala kecil-
menengah yaitu hingga 65-70MW, sedangkan tipe reheat untuk PLTU diatas 100MW.
Pada tipe reheat, turbin dapat dibedakan beberapa tahap/stage yaitu HP (High pressure),
IP (Intermediate Pressure) dan LP (Low Pressure). Pada turbin non-reheat, tahapnya
hanya HP saja dan uap keluarnya sudah saturated langsung dimasukkan kedalam
kondensor. Pada Turbin reheat keluaran uap dari HP (High Pressure) masih superheated
dan harus dinaikkan tekanan dan temperatur di boiler (bagian reheater) kemudian
diumpankan kembali ke turbin tahap IP dan LP, keluaran dari LP yang dimasukkan
kedalam kondensor. Pada turbin tipe reheat, maka boiler yang digunakan harus
mempunyai reheater.
Balance of Plant (BOP) diperlukan untuk interkoneksi proses siklus uap dan antara
satu komponen proses utama satu dengan lainnya, seperti Deaerator, Boiler Feed Pump,
Plant water system, Condenser, dll. Pada PLTU skala besar, diperlukan beberapa
feedwater heater untuk menaikkan temperatur air masuk ke boiler. Semakin tinggi
temperatur masuk boiler, akan menaikkan efisiensi PLTU secara keseluruhan. Pada PLTU
skala besar 400 keatas umunnya menggunakan 7-8 feedwater heater.
Cooling water (air pendingin) diperlukan untuk dibantu proses kondensasi uap
keluaran dari turbin pada condenser. Air pendingin ini dipompakan kedalam condenser.
Buangan air pendingin keluaran dari condenser dapat dialirkan ke sungai atau di umpan
balik dengan menggunakan cooling tower untuk penurunan temperatur air.
Water treatment & demineralization plant systems dapat menggunakan air tanah
atau air sungai sebagai alternatifnya. Water treatment plant didesain untuk keperluan
pottable water dan service water, dan demineral water sebagai wake-up water untuk
Boiler.
(Cahyadi, 2011)
3) Tantangan kedepan
Pangsa bahan bakar tertinggi adalah konsumsi bahan bakar batu bara yang
mencapai 33% pada tahun 2002. Selama kurun waktu 1990 s.d. 2002, konsumsi batubara
meningkat dari 4,4 juta ton menjadi 14,05 juta ton, sedangkan kapasitas PLTU-B
meningkat dari 3,4 GW menjadi 6,9 GW. Tingginya konsumsi batubara karena PLTU-
Batubara mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, namun pengembangan
PLTU-B secara besar-besaran, terutama di Pulau Jawa dikhawatirkan terbentur masalah
ketersediaan lahan dan lokasi untuk pelabuhan penerima batubara. Untuk mengatasi
kendala tersebut, dapat dilakukan dengan jalan mengembangkan PLTU batubara di
Sumatera Selatan dan mentransmisikan listriknya ke pulau Jawa melalui kabel bawah
laut (Nurdyatstuti, 2007).
B. PLTGU
1) Potensi
Pada tahun 2002, total cadangan minyak bumi nasional mencapai sekitar 9,75
milyar barel minyak (billion barrel oil) dengan cadangan terbukti hanya sekitar 4,72
miliar barel. Pada tahun yang sama, produksi minyak bumi nasional mencapai 455,6 juta
barel, sehingga rasio antara cadangan terbukti dan produksi adalah sebesar 10 tahun.
Keterbatasan cadangan minyak bumi yang dibarengi dengan peningkatan harga BBM
menyebabkan pemanfaatan BBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Pemanfaatan BBM lebih diarahkan pada wilayah-
wilayah yang belum tersedia jaringan transmisi atau pada wilayah yang terisolasi. Pada
wilayah yang yang sudah tersedia jaringan transmisi, pemanfaatan BBM hanya sebagai
bahan pengganti ketika alokasi gas bumi dan batubara belum tersedia.
Sumberdaya gas bumi cukup signifikan mencapai 178 TCF pada tahun 2002
dengan cadangan terbukti (R) sebesar 91,17 TCF. Hanya sekitar 6,6% sumberdaya gas
bumi tersebut terdapat di Jawa, selebihnya terdapat di Sumatera (24,5%), Natuna
(30,8%), Kalimantan Timur (25%), Papua (10,9%), dan Sulawesi (2,3%). Tingkat
produksi (P) gas bumi pada tahun 2002 adalah sekitar 3 TCF, sehingga R/P mencapai 30
tahun. Jumlah cadangan gas yang relatif besar menyebabkan pemanfaatan gas bumi pada
pembangkit listrik meningkat cukup pesat. Jenis pembangkit yang menggunakan gas
bumi adalah PLTGU dan PLTG. Pengoperasian PLTGU untuk memenuhi beban dasar
dan menengah, sedangkan pengoperasian PLTG untuk memenuhi beban puncak.
Pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar akan meningkat seiring dengan tersedianya
infrastruktur pipa gas yang menghubungkan antara sisi produsen (di luar Jawa) dengan
sisi konsumen (Jawa).
(Nurdyatstuti, 2007)
2) Prinsip Kerja
Pada PLTGU ini ada dua siklus yang terlibat untuk membuat kesetimbangan energi,
yaitu: siklus Rankine dan Brayton. Siklus udara standar untuk gas turbine power plant
mengacu pada siklus Brayton, dimana seperti siklus Rankine, terdiri dari dua reversible
adiabatik dan dua reversibel isobar, namun pada siklus ini tidak terjadi perubahan fasa.
Gambar 2. GT-ST combined cycle plant dengan pembakaran tambahan
Gambar 3. Peralatan Utama Combined Cycle Plant
menaikkan kondisi uap dan mengakibatkan peningkatan efisiensi steam cycle. Pada
CC plant pembakaran maksimum, dilakukan pembakaran bahan bakar
semaksimum mungkin tergantung availibilitas kandungan oksigen pada keluaran
gas turbine. Steam cycle biasanya menggunakan tipe konvensional dengan reheat
dan regeneration. Keluaran gas turbine yang panas digunakan sebagai udara.
pembakaran dan air preheater tidak diperlukan, namun fresh air fan juga disediakan
apabila GT tidak beroperasi sehingga meningkatkan availibitas unit. Namun,
pembakaran yang terlalu besar pada CC plant akan menaikkan temperatur inlet GT
yang dapat mengakibatkan penurunan efisiensi. Oleh karena itu aplikasinya sangat
tebatas dan lebih disukai menggunakan CC plant yang ringkas seperti pada tipe
pembakaran terbatas.
Gas Turbine mengkonversi energi dengan menggunakan gas hasil pembakaran
sebagai medium fluida untuk menggerakkan blade/sudu yang akan memproduksi
energi rotasi mekanik, sehingga dikategorikan sebagai internal combustion plant.
Tidak seperti recriprocating internal combustion engine, gas turbine merupakan alat
dengan laju yang steady state dan sudu dikenakan temperatur gas yang tertinggi.
Steam Turbine: mengkonversi energi pada uap menjadi energi rotasi
mekanik. Mesin akan dipilih dari sejumlah sistem siklus yang ada. Turbin uap
dapat meliputi beberapa stage. Masing-masing stage dapat digbr.kan dengan
menganalisis steam expansion dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Uap dapat merupakan wet, submerged, dry atau superheated.
Balance of Plant (BOP) diperlukan untuk interkoneksi proses antara GT dan
ST cycle dan antara satu komponen proses utama satu dengan lainnya, seperti
Deaerator, Boiler Feed Pump, Plant water system, Condenser, Compressor, dan
lain-lain.
Cooling water (air pendingin) diperlukan untuk dibantu proses
kondensasi uap keluaran dari turbin pada condenser. Air pendingin ini dipompakan
kedalam condenser. Buangan air pendingin keluaran dari condenser dapat dialirkan
ke sungai atau di umpan balik dengan menggunakan cooling tower untuk
penurunan temperatur air.
Water treatment & demineralization plant system dapat menggunakan
air tanah atau air sungai sebagai alternatifnya. Water treatment plant didesain untuk
keperluan pottable water dan service water, dan demineral water sebagai wake-up
water untuk HRSG.
Fuel handling system akan didesain berdasarkan kondisi dan jenis
bahan bakar. Apabila berbahan bakar gas perlu dilihat kondisi tekanan gas apakah
mencukupi untuk disuplai ke GT atau perlu gas compressor tambahan. Untuk BBM
perlu diperhitungkan ukuran dan piping dari tangki timbun. Selain itu, GT perlu
dilengkapi dual fuel system apabila diinginkan dapat membakar gas dan BBM.
(Cahyadi, 2011)
3) Tantangan
Dominasi gas bumi dalam pembangkitan listrik dimungkinkan dengan akan
dibangunnya jaringan pipa gas bumi dari Sumatera ke Jawa, beroperasinya Blok
Cepu, serta kemungkinan instalasi jaringan pipa gas Kalimantan ke Jawa. ambaran
pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik di Indonesia Tahun 2003
dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 1, sedangkan pangsa pemakaian bahan bakar
untuk pembangkit listrik di Jawa Tahun 2003 dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 2.
Grafik 1. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik Indonesia
Tahun 2003 dan 2020
Selama kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 s.d. 2002 pemakaian bahan
bakar gas untuk pembangkit listrik mengalami peningkatan tertinggi, yaitu sebesar
25,3% per tahun, kemudian diikuti pemakaian bahan bakar batubara, sedangkan
pemakaian minyak diesel/solar dan minyak bakar untuk pembangkit listrik selama
kurun waktu yang sama mengalami penurunan. Penurunan pemakaian minyak
diesel/solar dan minyak bakar pada pembangkit listrik umumnya berlangsung di
luar Jawa dan penurunan ini dapat menunjukkan keberhasilan Pemerintah dalam
diversifikasi pemakaian bahan bakar untuk mengurangi atau menggantikan BBM.
(Nurdyatstuti, 2007).
2. PLT Arus dan Gelombang Laut
1) Potensi
Laut Indonesia memiliki luas kurang lebih 5,6 juta km2 dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, memiliki keragaman hayati yang tinggi, lautan
Indonesia adalah tempat melintasnya dua arus dari samudra pasifik dan samudra
Indonesia, sehingga potensi energi arus laut sangat besar. Potensi energi yang
yang dikandung oleh laut di antaranya adalah potensi energi kinetik (arus laut,
arus pasang surut), energi potensial (gelombang laut, tinggi pasang surut), energi
biomassa (mikro dan makro algae), energi temperatur laut, dan energi kimia laut
(salinitas). Energi arus laut sebagai energi terbarukan adalah energi yang cukup
potensial di wilayah pesisir terutama pulau-pulau kecil di kawasan timur
(Erwandi, 2006). Untuk itu pembahasan potensi energi arus laut merupakan
salah satu upaya penting dalam mengekplorasi sumber energi non-konvesional
dari laut. Energi arus laut memiliki peranan yang besar dalam upaya pengadaan
energi alternatif.
Gelombang laut merupakan energi dalam transisi, merupakan energi
yang terbawa oleh sifat aslinya. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut adalah
sebagai berikut (waldopo,2008): Jika ada dua massa benda yang berbeda
kerapatannya ( densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang
geraknya akan terbentuk gelombang. Gelombang merupakan gerakan naik
turunnya air laut. Hal ini seperti ditunjukkan pada gambar 1.
3) Tantangan ke depan
Pemanfaatan bahan bakar terbarukan khususnya tenaga air dan panas bumi
selama tahun 1990 s.d. tahun 2002 cukup signifikan, sehingga pangsa konsumsi
tenaga air dan panasbumi pada tahun 2002 mencapai 24% terhadap total konsumsi
bahan bakar untuk pembangkit listrik. Pada periode tersebut, kapasitas PLTA dan
PLTP meningkat dari 2,1 GW ke 3,16 GW untuk PLTA dan dari 0,14 GW ke 0,8
GW untuk PLTP. Tingginya kapasitas kedua jenis pembangkit energi terbarukan
tersebut berlangsung terutama di pulau Jawa dan dioperasikan sebagai beban dasar
dan beban menengah. Pemanfaatan bahan bakar energi baru di luar Jawa dianggap
belum kompetitif karena terbatasnya kapasitas pembangkit, adanya subsidi harga
BBM, dan harga jual listrik yang belum ditetapkan sesuai nilai ekonominya.
Seiring dengan pengurangan subsidi harga BBM dan penetapan harga jual listrik
sesuai dengan nilai keekonomiannya, diharapkan pemanfaatan pembangkit listrik
berbahan bakar energi terbarukan semakin berkembang. Pemanfaatan bahan bakar
energi baru juga akan berkembang ketika produksi BBM nasional terbatas.