Anda di halaman 1dari 13

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2017

Kode Mata Kuliah : Teknik Tenaga Listrik


Dosen : Dimas Fajar Uman P. ST., MT.

Nama : Filo Sofia Kamila Mukmin


NRP : 2315030064
Mata Kuliah : Teknik Tenaga Listrik
Kelas :B
1. A. PLTU
1) Potensi
Sumber daya batu bara pada tahun 2002 mencapai 57 miliar ton dengan
cadangan terbukti sekitar 12,47 miliar ton, sedangkan perkiraan cadangan yang ekonomis
untuk diproduksi mencapai 6,9 miliar ton. Dengan tingkat produksi seperti tahun 2002,
yaitu sekitar 100 juta ton, cadangan tersebut akan habis dalam 69 tahun. Pemanfaatan
batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik diperkirakan akan terus meningkat
mengingat biaya pembangkitan PLTU Batubara relatif lebih murah dibanding dengan
jenis pembangkit lainnya. Kendala dari pemanfaatan batubara pada pembangkit listrik
terutama di Jawa adalah ketersediaan pelabuhan penerima karena umumnya lahan di
Pantura sudah ada kepemilikannya, sedangkan lahan di pantai selatan Jawa memerlukan
biaya infrastruktur yang lebih mahal (Nurdyatstuti, 2007).
Sejak tahun 2006 Pemerintah menggulirkan beberapa kebijakan untuk mendukung
pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW menggunakan bukan Bahan Bakar Minyak
atau non-BBM. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif kepada perusahaan
batubara pemasok pembangkit listrik PLTU. Insentif yang diberikan berupa pemotongan
dana pengembangan batubara yang merupakan bagian dari Dana Hasil Produsen
Batubara (DHPB) yang disetor perusahaan tambang ke kas negara. Insentif tersebut
diberikan hanya untuk kebutuhan pembangunan pembangkit listrik dan tidak boleh
digunakan untuk keperluan ekspor. Meningkatnya pemakaian BBM untuk pembangkit
listrik tenaga diesel (PLTD) dan listrik tenaga uap (PLTU) memberatkan PLN dari segi
biaya, di samping berdampak timbul masalah gangguan kualitas lingkungan. Salah satu
solusi jangka panjang untuk menekan beban PLN dengan menggunakan batubara untuk
pembangkit listrik yang akan dibangun maupun yang telah beroperasi. Batu bara sebagai
bahan bakar PLTU pengganti BBM dilandasi alasan karena batubara lebih murah dan
cadangannya cukup besar, sehingga menjamin pasokan. Kebijakan Energi Nasional
2003-2009 menyebutkan bahwa penggunaan batubara dapat mendorong pengembangan
batubara kalori rendah di dalam negeri, selaras hasil penelitian yang menyebutkan bahwa
Indonesia memiliki potensi batubara kalori rendah cukup besar yang selama ini belum
dieksplorasi (Sunarjanto, 2009).

2) Prinsip Kerja
PLTU supercritical beroperasi diatas temperatur dan tekanan kritis air 374 C (705 F)
o o

221 bar (3210 psia) dimana air hanya berada dalam fase gas. PLTU Subcritical pada
awal sejarahnya hanya memiliki efisiensi 33 % hingga 34 %, namun saat ini dengan
adanya peningkatan pada turbin uap dan sistem feedwater heater, maka efisiensi dapat
mencapai 38-40 %. PLTU supercritical dapat meningkatkan efisiensi 3-5 % dari
subcritical.
Tabel 1. Perbandingan Kinerja PLTU Batubara konvensional
dan moderen

Sumber: Burr,1999

Gambar 1. Tipikal siklus uap PLTU dengan turbin reheat

Steam Generator dan Turbin uap boiler merupakan pembangkit uap yang
digunakan untuk mensuplai kebutuhan turbin uap. Turbin uap mengkonversi energi pada
uap menjadi energi rotasi mekanik. Turbin uap dapat meliputi beberapa stage. Masing-
masing stage dapat digambarkan kan dengan menganalisis steam expansion dari tekanan
tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Pada PLTU, ada dua tipe turbin uap, yaitu: non-
reheat dan reheat. Non-reheat turbine biasanya digunakan untuk PLTU skala kecil-
menengah yaitu hingga 65-70MW, sedangkan tipe reheat untuk PLTU diatas 100MW.
Pada tipe reheat, turbin dapat dibedakan beberapa tahap/stage yaitu HP (High pressure),
IP (Intermediate Pressure) dan LP (Low Pressure). Pada turbin non-reheat, tahapnya
hanya HP saja dan uap keluarnya sudah saturated langsung dimasukkan kedalam
kondensor. Pada Turbin reheat keluaran uap dari HP (High Pressure) masih superheated
dan harus dinaikkan tekanan dan temperatur di boiler (bagian reheater) kemudian
diumpankan kembali ke turbin tahap IP dan LP, keluaran dari LP yang dimasukkan
kedalam kondensor. Pada turbin tipe reheat, maka boiler yang digunakan harus
mempunyai reheater.
Balance of Plant (BOP) diperlukan untuk interkoneksi proses siklus uap dan antara
satu komponen proses utama satu dengan lainnya, seperti Deaerator, Boiler Feed Pump,
Plant water system, Condenser, dll. Pada PLTU skala besar, diperlukan beberapa
feedwater heater untuk menaikkan temperatur air masuk ke boiler. Semakin tinggi
temperatur masuk boiler, akan menaikkan efisiensi PLTU secara keseluruhan. Pada PLTU
skala besar 400 keatas umunnya menggunakan 7-8 feedwater heater.
Cooling water (air pendingin) diperlukan untuk dibantu proses kondensasi uap
keluaran dari turbin pada condenser. Air pendingin ini dipompakan kedalam condenser.
Buangan air pendingin keluaran dari condenser dapat dialirkan ke sungai atau di umpan
balik dengan menggunakan cooling tower untuk penurunan temperatur air.
Water treatment & demineralization plant systems dapat menggunakan air tanah
atau air sungai sebagai alternatifnya. Water treatment plant didesain untuk keperluan
pottable water dan service water, dan demineral water sebagai wake-up water untuk
Boiler.
(Cahyadi, 2011)
3) Tantangan kedepan
Pangsa bahan bakar tertinggi adalah konsumsi bahan bakar batu bara yang
mencapai 33% pada tahun 2002. Selama kurun waktu 1990 s.d. 2002, konsumsi batubara
meningkat dari 4,4 juta ton menjadi 14,05 juta ton, sedangkan kapasitas PLTU-B
meningkat dari 3,4 GW menjadi 6,9 GW. Tingginya konsumsi batubara karena PLTU-
Batubara mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, namun pengembangan
PLTU-B secara besar-besaran, terutama di Pulau Jawa dikhawatirkan terbentur masalah
ketersediaan lahan dan lokasi untuk pelabuhan penerima batubara. Untuk mengatasi
kendala tersebut, dapat dilakukan dengan jalan mengembangkan PLTU batubara di
Sumatera Selatan dan mentransmisikan listriknya ke pulau Jawa melalui kabel bawah
laut (Nurdyatstuti, 2007).

B. PLTGU
1) Potensi
Pada tahun 2002, total cadangan minyak bumi nasional mencapai sekitar 9,75
milyar barel minyak (billion barrel oil) dengan cadangan terbukti hanya sekitar 4,72
miliar barel. Pada tahun yang sama, produksi minyak bumi nasional mencapai 455,6 juta
barel, sehingga rasio antara cadangan terbukti dan produksi adalah sebesar 10 tahun.
Keterbatasan cadangan minyak bumi yang dibarengi dengan peningkatan harga BBM
menyebabkan pemanfaatan BBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Pemanfaatan BBM lebih diarahkan pada wilayah-
wilayah yang belum tersedia jaringan transmisi atau pada wilayah yang terisolasi. Pada
wilayah yang yang sudah tersedia jaringan transmisi, pemanfaatan BBM hanya sebagai
bahan pengganti ketika alokasi gas bumi dan batubara belum tersedia.
Sumberdaya gas bumi cukup signifikan mencapai 178 TCF pada tahun 2002
dengan cadangan terbukti (R) sebesar 91,17 TCF. Hanya sekitar 6,6% sumberdaya gas
bumi tersebut terdapat di Jawa, selebihnya terdapat di Sumatera (24,5%), Natuna
(30,8%), Kalimantan Timur (25%), Papua (10,9%), dan Sulawesi (2,3%). Tingkat
produksi (P) gas bumi pada tahun 2002 adalah sekitar 3 TCF, sehingga R/P mencapai 30
tahun. Jumlah cadangan gas yang relatif besar menyebabkan pemanfaatan gas bumi pada
pembangkit listrik meningkat cukup pesat. Jenis pembangkit yang menggunakan gas
bumi adalah PLTGU dan PLTG. Pengoperasian PLTGU untuk memenuhi beban dasar
dan menengah, sedangkan pengoperasian PLTG untuk memenuhi beban puncak.
Pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar akan meningkat seiring dengan tersedianya
infrastruktur pipa gas yang menghubungkan antara sisi produsen (di luar Jawa) dengan
sisi konsumen (Jawa).
(Nurdyatstuti, 2007)
2) Prinsip Kerja
Pada PLTGU ini ada dua siklus yang terlibat untuk membuat kesetimbangan energi,
yaitu: siklus Rankine dan Brayton. Siklus udara standar untuk gas turbine power plant
mengacu pada siklus Brayton, dimana seperti siklus Rankine, terdiri dari dua reversible
adiabatik dan dua reversibel isobar, namun pada siklus ini tidak terjadi perubahan fasa.
Gambar 2. GT-ST combined cycle plant dengan pembakaran tambahan
Gambar 3. Peralatan Utama Combined Cycle Plant

Steam Generator (HRSG) merupakan pembangkit uap yang digunakan untuk


mensuplai kebutuhan steam turbine. Ada dua tipe combined cycle yang dibedakan
dari jenis HRSG, yaitu: CC plant dengan pembakaran terbatas dan CC plant dengan
pembakaran maksimum. CC plant dengan pembakaran terbatas bertujuan untuk
menaikkan temperatur exhaust gas turbine hingga 800 hingga 900 C. Hal ini
o o

menaikkan kondisi uap dan mengakibatkan peningkatan efisiensi steam cycle. Pada
CC plant pembakaran maksimum, dilakukan pembakaran bahan bakar
semaksimum mungkin tergantung availibilitas kandungan oksigen pada keluaran
gas turbine. Steam cycle biasanya menggunakan tipe konvensional dengan reheat
dan regeneration. Keluaran gas turbine yang panas digunakan sebagai udara.
pembakaran dan air preheater tidak diperlukan, namun fresh air fan juga disediakan
apabila GT tidak beroperasi sehingga meningkatkan availibitas unit. Namun,
pembakaran yang terlalu besar pada CC plant akan menaikkan temperatur inlet GT
yang dapat mengakibatkan penurunan efisiensi. Oleh karena itu aplikasinya sangat
tebatas dan lebih disukai menggunakan CC plant yang ringkas seperti pada tipe
pembakaran terbatas.
Gas Turbine mengkonversi energi dengan menggunakan gas hasil pembakaran
sebagai medium fluida untuk menggerakkan blade/sudu yang akan memproduksi
energi rotasi mekanik, sehingga dikategorikan sebagai internal combustion plant.
Tidak seperti recriprocating internal combustion engine, gas turbine merupakan alat
dengan laju yang steady state dan sudu dikenakan temperatur gas yang tertinggi.
Steam Turbine: mengkonversi energi pada uap menjadi energi rotasi
mekanik. Mesin akan dipilih dari sejumlah sistem siklus yang ada. Turbin uap
dapat meliputi beberapa stage. Masing-masing stage dapat digbr.kan dengan
menganalisis steam expansion dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Uap dapat merupakan wet, submerged, dry atau superheated.
Balance of Plant (BOP) diperlukan untuk interkoneksi proses antara GT dan
ST cycle dan antara satu komponen proses utama satu dengan lainnya, seperti
Deaerator, Boiler Feed Pump, Plant water system, Condenser, Compressor, dan
lain-lain.
Cooling water (air pendingin) diperlukan untuk dibantu proses
kondensasi uap keluaran dari turbin pada condenser. Air pendingin ini dipompakan
kedalam condenser. Buangan air pendingin keluaran dari condenser dapat dialirkan
ke sungai atau di umpan balik dengan menggunakan cooling tower untuk
penurunan temperatur air.
Water treatment & demineralization plant system dapat menggunakan
air tanah atau air sungai sebagai alternatifnya. Water treatment plant didesain untuk
keperluan pottable water dan service water, dan demineral water sebagai wake-up
water untuk HRSG.
Fuel handling system akan didesain berdasarkan kondisi dan jenis
bahan bakar. Apabila berbahan bakar gas perlu dilihat kondisi tekanan gas apakah
mencukupi untuk disuplai ke GT atau perlu gas compressor tambahan. Untuk BBM
perlu diperhitungkan ukuran dan piping dari tangki timbun. Selain itu, GT perlu
dilengkapi dual fuel system apabila diinginkan dapat membakar gas dan BBM.
(Cahyadi, 2011)
3) Tantangan
Dominasi gas bumi dalam pembangkitan listrik dimungkinkan dengan akan
dibangunnya jaringan pipa gas bumi dari Sumatera ke Jawa, beroperasinya Blok
Cepu, serta kemungkinan instalasi jaringan pipa gas Kalimantan ke Jawa. ambaran
pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik di Indonesia Tahun 2003
dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 1, sedangkan pangsa pemakaian bahan bakar
untuk pembangkit listrik di Jawa Tahun 2003 dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 2.
Grafik 1. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik Indonesia
Tahun 2003 dan 2020

Grafik 2. Pangsa Pemakaian Bahan Bakar Untuk Pembangkit Listrik di Jawa


Tahun 2003 dan 2020

Selama kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 s.d. 2002 pemakaian bahan
bakar gas untuk pembangkit listrik mengalami peningkatan tertinggi, yaitu sebesar
25,3% per tahun, kemudian diikuti pemakaian bahan bakar batubara, sedangkan
pemakaian minyak diesel/solar dan minyak bakar untuk pembangkit listrik selama
kurun waktu yang sama mengalami penurunan. Penurunan pemakaian minyak
diesel/solar dan minyak bakar pada pembangkit listrik umumnya berlangsung di
luar Jawa dan penurunan ini dapat menunjukkan keberhasilan Pemerintah dalam
diversifikasi pemakaian bahan bakar untuk mengurangi atau menggantikan BBM.
(Nurdyatstuti, 2007).
2. PLT Arus dan Gelombang Laut
1) Potensi
Laut Indonesia memiliki luas kurang lebih 5,6 juta km2 dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, memiliki keragaman hayati yang tinggi, lautan
Indonesia adalah tempat melintasnya dua arus dari samudra pasifik dan samudra
Indonesia, sehingga potensi energi arus laut sangat besar. Potensi energi yang
yang dikandung oleh laut di antaranya adalah potensi energi kinetik (arus laut,
arus pasang surut), energi potensial (gelombang laut, tinggi pasang surut), energi
biomassa (mikro dan makro algae), energi temperatur laut, dan energi kimia laut
(salinitas). Energi arus laut sebagai energi terbarukan adalah energi yang cukup
potensial di wilayah pesisir terutama pulau-pulau kecil di kawasan timur
(Erwandi, 2006). Untuk itu pembahasan potensi energi arus laut merupakan
salah satu upaya penting dalam mengekplorasi sumber energi non-konvesional
dari laut. Energi arus laut memiliki peranan yang besar dalam upaya pengadaan
energi alternatif.
Gelombang laut merupakan energi dalam transisi, merupakan energi
yang terbawa oleh sifat aslinya. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut adalah
sebagai berikut (waldopo,2008): Jika ada dua massa benda yang berbeda
kerapatannya ( densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang
geraknya akan terbentuk gelombang. Gelombang merupakan gerakan naik
turunnya air laut. Hal ini seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 4. Gambar pergerakan air laut.


Sumber: Waldopo ,2008

Gelombang permukaan merupakan gambaran yang sederhana untuk


menunjukkan bentuk dari suatu energi lautan. Gejala energi gelombang
bersumber pada fenomena-fenomena sebagai berikut (Pudjanarsa, 2006):
Benda (body) yang bergerak pada atau dekat permukaan yang menyebabkan
terjadinya gelombang dengan periode kecil, energi kecil pula.
Angin merupakan sumber penyebab utama gelombang lautan.
Gangguan seismik yang menyebabkan terjadinya gelombang pasang atau
tsunami. Contoh gangguan seismik adalah: gempa bumi, dan lain-lain.
(Wijaya, 2010)
2) Prinsip Kerja

Dalam sistem pembangkitan tenaga gelombang


laut, ada beberapa peralatan penting yang sangat
berperan mulai dari awal proses pembangkitan
hingga tenaga listrik dihasilkan yang nantinya tenaga
listrik tersebut akan disalurkan kepada para
konsumen. Peralatan-peralatan tersebut adalah:
a. Mesin konversi energi gelombang laut
Berfungsi untuk menyalurkan energi kinetik yang
dihasilkan oleh gelombang laut yang kemudian
dialirkan ke turbin.
b. Turbin
Berfungsi untuk mengubah energi kinetik
gelombang menjadi energi mekanik yang
dihasilkan oleh perputaran rotor pada turbin.
c. Generator
Di dalam generator ini energi mekanik dari turbin
dirubah kembali menjadi energi listrik atau boleh
dikatakan generator ini sebagai pembangkit
tenaga listrik.
Sistem pembangkitan pada pembangkit listrik
tenaga gelombang ini dapat dijelaskan melalui skema
dibawah ini.

Gambar 5. Skema sistem pembangkitan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang


Pertama-tama aliran gelombang laut yang
mempunyai energi kinetik masuk kedalam mesin
konversi energi gelombang. Kemudian dari mesin
konversi aliran gelombang yang mempunyai energi
kinetik ini dialirkan menuju turbin. Di dalam turbin
ini, energi kinetik yang dihasilkan gelombang
digunakan untuk memutar rotor. Kemudian dari
perputaran rotor inilah energi mekanik yang
kemudian disalurkan menuju generator. Di dalam
generator, energi mekanik ini dirubah menjadi energi
listrik (daya listrik). Dari generator ini, daya listrik
yang dihasilkan dialirkan lagi menuju sistem tranmisi
(beban) melalui kabel laut. Daya listrik yang
disalurkan melalui kabel laut ini adalah daya listrik
arus searah (DC).
(Wijaya, 2010)

3) Tantangan ke depan

Pemanfaatan bahan bakar terbarukan khususnya tenaga air dan panas bumi
selama tahun 1990 s.d. tahun 2002 cukup signifikan, sehingga pangsa konsumsi
tenaga air dan panasbumi pada tahun 2002 mencapai 24% terhadap total konsumsi
bahan bakar untuk pembangkit listrik. Pada periode tersebut, kapasitas PLTA dan
PLTP meningkat dari 2,1 GW ke 3,16 GW untuk PLTA dan dari 0,14 GW ke 0,8
GW untuk PLTP. Tingginya kapasitas kedua jenis pembangkit energi terbarukan
tersebut berlangsung terutama di pulau Jawa dan dioperasikan sebagai beban dasar
dan beban menengah. Pemanfaatan bahan bakar energi baru di luar Jawa dianggap
belum kompetitif karena terbatasnya kapasitas pembangkit, adanya subsidi harga
BBM, dan harga jual listrik yang belum ditetapkan sesuai nilai ekonominya.
Seiring dengan pengurangan subsidi harga BBM dan penetapan harga jual listrik
sesuai dengan nilai keekonomiannya, diharapkan pemanfaatan pembangkit listrik
berbahan bakar energi terbarukan semakin berkembang. Pemanfaatan bahan bakar
energi baru juga akan berkembang ketika produksi BBM nasional terbatas.

3. peran jurusan dalam membantu pengembangan sumber renewable energy


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai