Anda di halaman 1dari 173

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pengembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan
yang penting dalam kemajuan bangsa. Pengembangan tersebut bertujuan supaya
pemanfaatan dan penguasaan bidang ini dapat berfungsi untuk meningkatkan
sumber daya manusia, proses pembaharuan, peningkatan harkat dan martabat
bangsa serta peningkatan kesejahteraan rakyat.
Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dilaksanakan pula pembangunan di bidang pendidikan. Dengan pendidikan maka
peningkatan sumber daya manusia akan lebih terorgansir secara komunal baik
untuk bidang-bidang khusus seperti teknik kimia maupun dalam bidang-bidang
umum lainnya. Pendidikan yang mengorientasikan pada perbaikan kualitas hidup
dan mampu menghadapi masa depan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pasar bebas dunia,
menuntut masyarakat Indonesia untuk mampu menciptakan sumber daya manusia
yang profesional, berkualitas, dan berpotensi sehingga mampu bersaing dengan
tenaga ahli dari negara lain. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibutuhkan kerjasama yang baik
antara perguruan tinggi, industri, lembaga-lembaga pemerintahan, dan non
pemerintahan.
Perguruan tinggi sebagai salah satu dari sistem pendidikan di Indonesia
bertujuan membina dan mengembangkan mahasiswa untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesi yang tanggap
terhadap kebutuhan masa depan. Serta melengkapinya dengan kemampuan non
akademik. Sehingga mahasiswa dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang
bijaksana sesuai dengan TRIDARMA perguruan tinggi dan dapat diabdikan kepada
bangsa dan negara.
Sebagai mahasiswa D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang memang disiapkan untuk mengetahui
seluruh hal mengenai industri kimia mulai dari bahan baku hingga produk jadi.
Untuk mengoptimalkan kemampuan teoritis dan praktis, serta mengasah daya
analisis mahasiswa, mahasiswa diberikan kesempatan untuk menjalani nuansa

1
industri dengan mempelajari bidang produksi yang berhubungan dengan manusia,
material, proses kimia, utilitas, pengolahan limbah, dan metode yang digunakan
dalam suatu proses industri. Jurusan D3 Teknik Kimia FTI - ITS menjembatani
mahasiswa melalui pelaksanaan program kerja praktek.
Gula memegang peranan penting dalam ekonomi pangan Indonesia.
Keberadaan gula sebagai salah satu dari sembilan bahan kebutuhan bahan pokok
masyarakat sekarang cenderung meningkat, menjadikan perusahaan dan pabrik –
pabrik gula mempunyai posisi strategis dalam transformasi ekonomi.
Keberadaan gula semakin penting karena selain dapat dikonsumsi langsung,
gula juga merupakan bahan baku bagi industri makanan dan minuman, tapi seiring
dengan perkembangan ekonomi dan krisis moneter, banyak pabrik gula yang
terancam ditutup dan tidak dapat memproduksi gula sesuai kebutuhan masyarakat.
PG Kebon Agung merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang
pengolahan hasil pertanian, oleh karena itu penyusun memilih Pabrik Gula untuk
melaksanakan kerja praktek. Dengan melaksanakan kerja praktek di PG Kebon
Agung Malang, penyusun berharap sebagai bekal nantinya ke masyarakat maupun
dalam industri dan sebagai pedoman dalam menerapkan dan mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh.

I.2 Tujuan Kerja Praktek


Kegiatan kerja praktek di PG Kebon Agung Malang bertujuan untuk :
1. Menambah pengetahuan mahasiswa khususnya dalam hal proses produksi gula
di PG Kebon Agung Malang.
2. Mahasiswa dapat melihat langsung tentang keadaan dan dimensi serta
implementasi proses dalam skala pabrik.
3. Membandingkan proses dan teori dari yang didapatkan di perkuliahan dengan
aplikasi dalam industri sebenarnya.
4. Mengaplikasikan ilmu keteknik kimiaan dalam dunia industri yang selama ini
diperoleh di bangku perkuliahan.
5. Mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga kerja yang profesional dan kreatif
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
6. Mengetahui proses dan metode pengetahuan limbah di PG Kebon Agung
Malang.

2
I.3 Manfaat Kerja Praktek
Adapun manfaat kegiatan kerja praktek di PG Kebon Agung Malang yaitu :
I.3.1 Bagi Mahasiswa
Dengan melaksanakan kegiatan kerja praktek maka mahasiswa diharapkan
dapat lebih memahami maksud dari teori yang diterima dalam kuliah sehari - hari
dari suatu disiplin ilmu tertentu yang akan memudahkan penerapannya serta
alternatif interaksinya dengan disiplin ilmu lain yang sesuai dengan tantangan dan
arah perkembangan teknologi.
Kegiatan kerja praktek ini juga dapat mengembangkan wawasan berpikir,
bernalar, menganalisa, dan mengantisipasi suatu permasalahan, dengan mengacu
pada materi teoritis dari disiplin.
Ilmu yang ditempuh dan mengkaitkannya dengan kondisi sesungguhnya,
sehingga mahasiswa dapat lebih sigap dan siap menghadapi berbagai problema di
lapangan, serta mempunyai kemampuan untuk mengembangkan ide - ide kreatif
dan inovatif.
Pada akhirnya kerja praktek dapat diharapkan menjadi sarana untuk
menjalin hubungan yang baik dengan tidak mengabaikan kemungkinan taraf
pengembangan kerja sama antara mahasiswa dan perguruan tinggi serta kalangan
industri.
I.3.2 Bagi Perusahaan
Sedangkan kerja praktek sendiri tentulah bermanfaat bagi perusahaan
tempat kerja praktek dilaksanakan, karena akan diperoleh masukan - masukan
untuk menentukan kebijaksanaan di masa mendatang.
Dengan program kerja praktek ini, perusahaan mendapatkan masukan
berupa konsep-konsep perbaikan dengan mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat melalui hasil analisa pada penelitian yang dilakukan pada saat kerja
praktek.

I.4 Runag Lingkup Kerja Praktek


I.4.1 Penimbangan
Bahan baku yang diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik akan
ditimbang dan dipindahkan ke meja tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan
pendahuluan pengolahan gula kristal.

3
I.4.2 Penggilingan
Bahan baku tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu akan mengalami
perlakuan pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang
lebih kecil, terakhir mengalami penggilingan. Penggilingan dimaksud untuk
mengambil nira mentah batang tebu dan memisahkannya dari ampas. Saat
penggilingan diberikan air imbibisi untuk mengurangi kehilangan gula pada ampas,
akibat dari kurang sempurnanya daya perah unit gilingan.
I.4.3 Pemurnian
Tujuan pemurnian adalang membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula
dan mengusahakan agar kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal.
Pemurnian dngan susu kapur dilakukan di SO2 tower (bejana yang berfungsi untuk
mencampurkan susu kapur dengan nira mentah).
I.4.4 Penguapan
Nira jernih hasil pemurnian masih banyak mengandung air. Untuk bahan
masakan dibutuhkan nira yang mendekati jenuh. Tujuan penguapan adalah untuk
memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang
diharapakan (30 oBe).
I.4.5 Masakan
Di stasiun masakan dilakukan proses kristalisasi yang dimaksudkan untuk
mengambil gula dalam nira kental sebanyak-banyaknya untuk dijadikan kristal
dengan ukuran tertentu yang dikehendaki. Di dalam proses kristalisasi diperoleh
larutan kristal gula yang disebut ‘Maseculte’ serta diperoleh hasil samping berupa
air kondensat yang dimanfaaatkan sebagai air umpan distasiun ketel.
I.4.6 Pemutaran
Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya
(Stroop) menggunakan proses sentrifugal dalam saringan sehingga massa akan
terlempar. Kristal akan tertahan didinding saringan dan cairan menembus lubang
saringan. Saat pemutaran sesekali diberi air siraman untuk mempermudah
pemisahan kristal gula dengan larutannya.
I.4.7 Pengemasan
Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam
kerusakan dengan menggunakan wadah. Gula produk ditimbang dengan timbangan
curah dengan skala yang sudah diatur untuk berat bersihnya dan langsung masuk ke

4
karung plastik dan dijahit otomatis. Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang
memenuhi syarat untuk disimpan dan didistribusikan.

I.5 Waktu dan Pelaksanaan Kerja Praktek


Pelaksaan Kerja Praktek akan dilaksanakan pada tanggal 11 Juli – 10
Agustus di PG. Kebon Agung, Malang, Jawa Timur.

I.6 Profil Perusahaan


I.6.1 Sejarah dan Akte Pendirian / Anggaran Dasar Perseroan
Pabrik Gula Kebon Agung mulai didirikan pada tahun 1905 di Malang oleh
seorang pengusaha bernama Tan Tjwan Bie. Kapasitas giling pada waktu itu 500
tth. Sekitar tahun 1917 pengelolaan PG Kebon Agung diserahkan kepada NV.
Handel & Landbouws Maatschapij Tideman van Kerchem sebagai Direksinya,
kemudian dibentuk Perusahaan dengan nama NV. Suiker Fabriek Kebon Agoeng
yang disebut PG Kebon Agung dan disahkan dengan akte Notaris Hendrik Willem
Hazenberg pada tanggal 20 Maret 1918 dengan No. 155, dan disahkan dengan Surat
Keputusan Sekretaris Gubernur Hindia Belanda tanggal 30 Mei 1918 No. 42,
didaftar dalam register Kantor Pengadilan Negeri, Surabaya dengan No. 143.
Pada tahun 1932 seluruh saham PG Kebon Agung tergadaikan kepada de
Javasche Bank Malang dan pada tahun 1936 PG Kebon Agung dimiliki oleh de
Javasche Bank. Dalam RUPS Perseroan tahun 1954 ditetapkan bahwa Pemegang
Saham PG Kebon Agung adalah Spaarfonds voer Beamten van de Bank Indonesia
(yang kemudian bernama Yayasan Dana Tabungan Pegawai Bank Indonesia) dan
Bank Indonesia (atas nama Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank
Indonesia).
Pada tahun 1957 PG Kebon Agung dikelola oleh Badan Pimpinan Umum
Perusahaan Perkebunan Gula atau BPU-PPN Gula dan tahun 1962 perseroan ini
membeli seluruh saham NV Cultuur Matschapij Trangkil di Pati yang didirikan
tahun 1835 (semula dimiliki oleh Ny. A de Donariere EMSDA Janiers van Hamrut)
dengan kapasitas giling 300 tth. Pada saat itu pula Pemegang Saham bergabung
menjadi satu badan hukum sendiri bernama Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan
Hari Tua Bank Indonesia (YDP THT BI) sebagai Pemegang Saham tunggal.
Setelah BPU-PPN Gula dilikuidasi pada tahun 1967, PG Kebon Agung
dikembalikan kepada YDP THT BI, dan pada tanggal 17 Juli 1968 Direksi Bank

5
Indonesia Unit I (sekarang bernama Bank Indonesia) yang merupakan Pemegang
Saham tunggal PG Kebon Agung menunjuk PT Biro Usaha Manajemen Tri
Gunabina atau PT Tri Gunabina sebagi pengelola PG Kebon Agung di Malang dan
PG Trangkil di Pati.
Masa pengoperasian PG Kebon Agung yang berakhir pada tanggal 20 Maret
1993, diperpanjang hingga 75 tahun mendatang dengan Akte Notaris Achmad
Bajumi, S.H. dengan No. 120 tanggal 27 Februari 1993, disahkan dengan
Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 18 Maret 1993 No. C2-1717
HT.01.04.Th.93, didaftar dalam register Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No. 1099/1993 dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI No. 2607 tanggal 8
Juni 1993, Tambahan Berita Negara RI No.46 tanggal 8 Juni 1993.
Dengan didirikannya Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia
(YKK-BI) oleh Direksi Bank Indonesia pada tanggal 25 Februari 1992 yang
diresmikan dengan akte Notaris Abdul Latif dengan No. 29 tanggal 23 Februari
1992 dan adanya kebijakan dari Departemen Kehakiman yang mengatur bahwa
Direksi suatu Perseroan tidak boleh berupa badan hukum tetapi harus orang
perseorangan, maka dalam RUPS-LB tanggal 22 Maret 1993 diputuskan bahwa
YKK-BI menjadi Pemegang Saham tunggal PG Kebon Agung. Dan pada tanggal 1
April 1993 bertempat di Kantor Bank Indonesia Cabang Surabaya dilakukan serah
terima pengurusan dan pengelolaan PG Kebon Agung dari Direksi PT Tri Gunabina
kepada Saudara Sukanto (alm.) selaku Direktur PG Kebon Agung.
Perubahan Anggaran Dasar terakhir dibuat berdasarkan akte Notaris Hartati
Marsono, SH No. 58 tanggal 22 Juli 1996 akte No. 32 tanggal 31 Januari 1997 dan
akte No. 8 tanggal 15 Juli 1997, yang telah disetujui oleh Menteri Kehakiman RI
dengan Surat Keputusan No.C2.11161 MT 01.04.Th.97 tanggal 28 Oktober 1997
dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI No. 743/1998 tanggal 3 Februari
1998, Tambahan Berita Negara RI No. 10 Tanggal 3 Februari 1998.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
maka dalam RUPS-LB tanggal 26 Juli 1996 diputuskan bahwa Pemegang Saham
PG Kebon Agung terdiri dari YKK-BI dengan pemilikian saham sebanyak 2.490
lembar atau sebesar 99,6 % dan Koperasi Karyawan PG Kebon Agung “Rosan
Agung” dengan pemilikan saham sebanyak 10 lembar atau sebesar 0,4 %.

6
Tabel I.1 Kepemilikan PG. Kebon Agung
Periode Pemilik Badan Hukum
1905-1918 Tan Tjwan Bie Tan Tjwan Bie
1918-1940 Bank Indonesia Firma TVK
1940-1945 Bank Indonesia Pemerintah Jepang
1945-1949 Bank Indonesia Pemerintah RI
1949-1957 Bank Indonesia Firma TVK
1957-1968 Bank Indonesia BPU PPN gula
1968-1993 Bank Indonesia PT.Triguna Bina
1993-sekarang Bank Indonesia PG Kebon Agung
I.6.2 Unit Usaha
a. PG Kebon Agung
Didirikan tahun 1905 dan terletak di Desa Kebon Agung, Kecamatan
Pakisaji, 5 km selatan kota Malang – Jawa Timur.
b. PG Trangkil
Didirikan tahun 1835 dan terletak di Desa Trangkil, 10 km sebelah utara
kota Pati – Jawa Tengah.

7
I.7 Struktur Organisasi PG Kebon Agung

8
I.8 Profil PG Kebon Agung
I.8.1 Sejarah Berdirinya Pabrik
PG Kebon Agung berdiri tahun 1905, sejak didirikan dengan kapasitas
giling terpasang 1.500 tth. Tahun 1937 kapasitas giling dinaikkan menjadi 1.800
tth. Pada tahun 1976 s.d. 1978 diadakan Rehabilitasi, Perluasan dan Modernisasi
(RPM) kapasitas giling menjadi 3.000 tth, tahun 1998 s.d. 2001 dilakukan Program
Penyehatan sehingga kapasitas giling menjadi 4.700 tth. Dari tahun 2001 hingga
2004 dilakukan perbaikan dan penggantian mesin untuk meningkatkan kemantapan
kinerja dan efisiensi pabrik dengan sasaran kapasitas giling 5.000 tth. Sejak tahun
2005 PG Kebon Agung melakukan Program Pengembangan PG Kebon Agung
dengan sasaran kapasitas giling 5.750 tth.
I.8.2 Gambaran Umum
a. Alamat Pabrik :
Desa : Kebon Agung
Kelurahan :-
Kecamatan : Pakisaji
Kabupaten : Malang
Propinsi : Jawa Timur
Kode Pos : 65102
Terletak :110 km dari Ibukota Propinsi 5 km dari Ibukota Kabupaten
b. Topografi
 Tinggi di atas permukaan laut : 500 – 700 m di atas permukaan laut.
 Jenis tanah : Aluvial, Litosol, Andosol, Mediteran.
c. Pengairan
 Teknis : 10 %
 Pompa :- %
 Tadah hujan : 90 %
 Lainnya :- %
e. Prasarana Pendukung
1. Sumber air (pabrik) : air sungai
2. Sumber bahan baku pendukung : Belerang, kapur, pupuk Sp-36
3. Kelas jalan : Jalan Propinsi
4. Fasilitas social : Poliklinik, Masjid, Lapangan olah raga

9
f. Kondisi Pabrik
 Tahun pembuatan : 1905
 Kepemilikan : Swasta
 Jenis prosessing : Sulfitasi
 Jenis gula yang dihasilkan : Kualitas GKP - I
g. Lahan
 Hak Guna Usaha : 11,5 Ha
 Hak Guna Bangunan : 46,423 Ha, termasuk hak pakai 9,600 Ha
 Layout Perusahaan
Penyusunan layout yang tepat dapat memperlancar proses produksi sehingga
dapat diperoleh dengan seefektif mungkin. Untuk itu, selain lokasi yang tepat,
layout juga menunjang jalannya proses produksi. Areal tanah yang digunakan PG
Kebon Agung seluas ± 70.459 m2, terbagi menjadi :
Bangunan utama : 17.472 m2
Perumahan : 4.250 m2
Bengkel : 800 m2
Gudang : 900 m2
Jalan : 11.850 m2
Tempat parkir : 9.000 m2
Saluran pembuangan : 437 m2
Taman : 3.170 m2
Pengolahan limbah cair : 6.000 m2
Lain – lain : 16.000 m2
I.8.3 Perkembangan Pabrik
Dengan adanya modal yang cukup dan untuk meningkatkan produksi maka
diadakan perbaikan antara lain :
1. Tahun 1937 dilakukan pembaharuan dan perbaikan mesin giling di stasiun
gilingan.
2. Tahun 1954 dilakukan pembaharuan pembangunan.
3. Tahun 1964 dilakukan penambahan ketel Borsig di stasiun ketel.
4. Tahun 1970 dilakukan perubahan pada stasiun putaran dari manual menjadi
semi otomatis.

10
5. Tahun 1975 dilakukan pembaharuan mesin gilingan di stasiun gilingan dan
perluasan area penanaman tebu.
6. Tahun 1982 dilakukan penambahan alat putaran otomatis di stasiun putaran.
7. Tahun 1989 dilakukan penambahan alat talofiltrat pada stasiun pemurnian dan
pembangunan fasilitas pengolahan limbah cair
8. Tahun 1990 dilakukan penambahan alat talodura pada stasiun pemurnian.
9. Tahun 1992 dilakukan penambahan crane atau katrol tebu pada emplacement.
10. Tahun 1993 dilakukan penambahan Dust Collector pada stasiun ketel.
11. Tahun 1993 dilakukan indicator pada evaporator.
12. Tahun 1997 dilakukan penambahan alat Uningator pada stasiun gilingan.
13. Tahun 1997 dilakukan penambahan alat putaran Low Grade dan High Grade
pada stasiun putaran.
14. Tahun 1999 dilakukan penambahan Water Tube Boiler, Flash Tank, dan Air
Reservoir.
15. Tahun 2000 dilakukan penambahan Pre Evaporator pada stasiun penguapan.
16. Tahun 2004 dilakukan penambahan alat putar Discontinous Sentrifugal pada
stasiun putaran.
17. Tahun 2005 dilakukan penambahan ketel Yoshimine kapasitas 120 T/V.
18. Tahun 2006 dilakukan penambahan alat Single Clarifier.
19. Tahun 2007 dilakukan pengantian alat Rotary Drum Vaccum Filter sejumlah 2
buah pada stasiun pemurnian dan pemasangan SO2 tower.
20. Tahun 2008 dilakukan pengantian gilingan no. 1 diameter lama 39” dan
diameter baru 45” x 90” dan puteran Brod Beent.
21. Tahun 2008 alat talodura clarifier di stasiun pemurnian tidak digunakan.
22. Tahun 2009 dilakukan pengantian gilingan no.5 diameter lama 39” dan
diameter baru 45” x 90” dan puteran Brood Bent dan masakan no. 11.
23. Tahun 2010 dilakukan penggantian gilingan no 2,3,4 diameter 45”x 90” dan
penambahan masakan no. 12 dan cooling tower 4 buah.
24. Tahun 2011 dilakukan penggantian alat defekator dengan static mixer untuk
proses calcium sakarat pada stasiun pemurnian.
25. Tahun 2012 dilakukan penambahan alat clarifier sebagai pengganti alat yang
lama pada stasium pemurnian
26. Tahun 2012 dilakukan pembaharuan alat puteran sebagai pengganti alat yang
lama pada stasiun puteran

11
27. Tahun 2012 dilakukan penambahan alat HDHS sebagai pengganti pengganti
alat yang lama pada stasiun gilingan
28. Pada tahun 2013 dilakukan pengadaan alat baru, rotary vocum filter (RVF)
untuk proses pada stasiun pemurnian, broad bent putaran diskonti (putaran satu
siklus), broad bent putaran konti (putaran terus menerus), dan penambahan Pre-
evaporator dengan kapasitas LR 4000m2 di tambah vacuum crystallizer
29. Tahun 2014 dilakukan pengadaan alat baru broad bent putaran diskonti (putaran
satu siklus), broad bent putaran konti (putaran terus menerus), vacuum pan
dengan kapasitas 500 HL, rotary juice seen, vacuum crystallizer, pemindahan
alat RVF dan perubahan letak vacuum pan.

I.8.4 Tujuan Perusahaan


Setiap perusahaaan baik yang bergerak dalam industri manufacture maupun
jasa dalam usahanya pasti memepunyai 1 tujuan yang ingin dicapai dalam waktu
dekat maupun dalam waktu lama begitu juga dengan PG Kebon Agung Malang,
memepunyai tujuan secara umum yaitu meningkatkan volume produksi setiap
tahun serta mengembangkan perusahaan.
A. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek adalah tujuan perusahaan yang harus dicapai dalam
waktu yang relatif singkat,umumnya kurang dari 5 tahun. Tujuan jangka pendek
perusahaan adalah:
a. Meningkatkan volume produksi dan penjualan.
b. Berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi permintaan konsumen baik
dari kualitas maupun kuantitas.
c. Berusaha menekan biaya agar seefisien mungkin, baik biaya produksi maupun
lainnya.
B. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang merupakan kelanjutan dari tujuan jangka pendek
yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Tujuan jangka panjang PG Kebon Agung
Malang adalah :
a. Mengadakan ekspansi dalam bidang pemasaran.
b. Mencapai tingkat laba optimal.
c. Menjaga kontinuitas perusahaan.
d. Menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

12
C. Visi dan Misi PG Kebon Agung
1. Visi
Menuju Pabrik Gula yang berdaya saing kuat dengan produk berkualitas
dan proses produksi efisien sehingga menuju pabrik sehat dan bertumbuh
kembang serta berwawasan lingkungan.
2. Misi
Dengan program Pembangunan Pabrik Gula Kebon Agung (PPKA)
menuju pabrik gula dengan kapasitas giling 15.000 TCD rendemen tebu 8 dan
kualitas gula.
3. Struktur Organisasi
Stuktur organisasi merupakan bagian yang penting bagi perusahaan,
karena untuk melakukan kegiatan perusahaan, perusahaan harus diatur
sedemikian rupa yaitu dengan jalan memisahkan antara pemimpin dan
pelaksana sehingga disusunlah struktur organisasi sedemikian rupa dan dapat
menghasilkan kerja sama yang baik. Dengan tujuan apa yang direncanakan oleh
perusahaan dapat berjalan dengan semestinya tanpa adanya penyimpangan
berarti.
Adapun struktur organisasi yang berlaku di PG Kebon Agung Malang
berbentuk garis (line). Pada sistem ini, perintah mengalir dari puncak pimpinan
ke bawah dengan maksud agar dapat mengadakan pengawasan secara efektif.
PG Kebon Agung dikepalai oleh seorang pimpinan membawahi empat bagian.
Kepala bagian membawahi seksi dan sub-seksi.
Adapun tugas pokok,wewenang dan tanggung jawab dari masing
masing bagian adalah sebagai berikut :
a. Pemimpin Pabrik
Pemimpin di bawah pengawasan langsung dan dengan persetujuan
direksi melakukan manajemen PG. Kebon Agung. Tugas pemimpin secara
garis besar adalah:
 Membuat dan melaksanakan rencana yang terperinci sesuai dengan
rencana jangka panjang dari perusahaan yang bekerja sama dengan
kepala–kepala bagian.
 Melakukan pengawasan pelaksanaan kerja dari berbagai bagian dalam
pabrik.

13
 Memelihara dan mempertahankan mutu dari tiap–tiap pelaksanaan
tugas, efektifitas kerja pabrik dan penggunaan secara produktif.
 Mewakili pabrik dalam perundingan dengan pihak lain.
 Meninjau secara teratur pelaksanaan pekerjaan dari tiap – tiap bagian
dan member standart yang telah ditentukan.
b. Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan ( TUK )
Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh:
A. Seksi EDP
B. Seksi akuntansi, logistic, dan keuangan
C. Seksi umum, personalia
Tugas Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan secara garis besar:
 Melaksanakan kebijaksanaan dari system akutansi dan prosedur yang
telah disepakati.
 Merencanakan dan melaksanakan RAB bagian tata usaha dan
keuangan (TUK).
 Memeriksa kebutuhan modal kerja dan rencana bulanan.
 Mengusahakan catatan akutansi yang cermat dan membuat laporan
keuangan yang teliti dan tepat pada waktunya.
 Mengusahakan analisa biaya dan laporan dari varian pada waktunya.
 Mengawasi verifikasi keuangan dari seluruh bagian.
c. Kepala Bagian Teknik
Kepala Bagian teknik dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh:
a. Seksi gilingan, Resime
b. Seksi pabrik tengah
c. Seksi listrik, ketel dan bengkel
Tugas dari Kepala Bagian teknik secara garis besar adalah:
 Membuat rencan dan jadwal reparasi serta pemeliharaan semua mesin
dan perlengkapan pabrik.
 Melaksanakan rencana pemeliharaan dan reparasi yang telah disetujui
dengan mutu pekerjaan yang tinggi dan biaya yang ekonomis.
 Mengusahakan bekerjanya ketel, pembangkit tenaga listrik, instalasi
air minum untuk menjamin kontinuitas penyediaan uap, listrik dan air
yang baik.

14
 Mengusahakan pekerja bengkel besi, kayu dan pekerjaan sipil berjalan
dengan baik.
 Mengkoordinir penyusunan RAB di bagian teknik.
d. Kepala Bagian Pabrikasi
Kepala Bagian Pabrikasi dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh:
a. Seksi Timbangan dan Laboratorium
b. Seksi Pemurnian Nira
c. Seksi Penguapan
d. Seksi Masakan
e. Seksi Putaran dan Pembungkusan
Tugas dari Kepala Bagian pabrikasi secara garis besar adalah:
 Membuat rencana kegiatan produksi.
 Menjalankan kegiatan produksi yang telah disetujui.
 Mengusahakan penetapan kegiatan giling dan menjamin hasil perahan
tebu yang optimal.
 Mengusahakan kerjanya peralatan pengolahan untuk mendapatkan
hasil gula yang maksimum serta pembungkusan gula yang efisien dan
ekonomis.
e. Kepala Bagian Tanaman
Kepala Bagian tanaman dalam menjalankan tugasnya dibantu seksi-seksi
yang terdiri dari:
a. Seksi wilayah selatan
b. Seksi wilayah utara
c. Seksi wilayah tengah
d. Seksi penerimaan tebu
Tugas Kepala Bagian bagian tanaman secara garis besar adalah:
 Membuat rencana kegiatan operasi tanaman.
 Memberi penyuluhan kepada petani tebu untuk mempertinggi mutu
hasil tebunya.
 Mengusahakan penanaman tebu dengan teknik yang menjamin hasil
produksi yang maksimum dengan biaya yang ekonomis.
 Merumuskan rencana dan strategi peningkatan kualitas maupun
kuantitas tebu rakyat untuk kepentingan petani tebu dan perusahaan.

15
 Mengusahakan penebangan dan pengangkutan tebu dengan biaya yang
ekonomis untuk menjaga kelancaran dan kontuniutas proses
perusahaan.
 Membuat laporan terkait kegiatan bagian tanaman.
Stuktur organisasi di bawah teknik, dikepalai oleh seorang manajer
mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab seperti dijelaskan di atas.
Seorang Kepala Bagian teknik membawahi :
 Bidang Pendidikan dan Personalia
Bertugas mempersiapkan dan mengelola SDM serta mengadakan
kegiatan-kegiatan perbaikan dan kebutuhan karyawan teknik.
 Bidang logistik
Bertugas mengurus masalah persedian spare part dan material di
bagian teknik
 Bidang T.P.P.L
Mengurus pengolahan limbah lingkungan, baik gas, cair maupun
padat.
Selain itu Kepala Bagian teknik membawahi seksi-seksi yang berhubungan, yaitu :
a. Kasie I, Membawahi :
 Listrik dan instrumentasi
 Besali
 Ketel
b. Kasie II, membawahi :
 Gilingan
 Dok Loko
 Rail ban atau jalan roli
 Bangunan
 Garasi
D. Komposisi Personalia Perusahaan
Komposisi karyawan yang baik adalah sesuia dengan kebutuhan
perusahaan,tidak melebihi ataupun kekurangan karyawan. Dengan komposisi
karyawan yang sesuai diharapkan perusahaan dapat bekerja seefektif dan seefisien
mungkin sehingga biaya produksi dapat dioptimalkan dan perusahaan dapat
meningkatkan keuntungan.

16
Karyawan PG Kebon Agung terdiri atas empat bagian, yaitu :
 Karyawan staf atau pimpinan
Merupakan tenaga kerja yang pengangkatanya melalui direksi di
Surabaya,dimana tugas pokoknya sebagai pemanage yang bertanggung jawab
atas kelangsungan hidup perusahaan.Sedangkan tugas dan pelaksanaanya
dibantu oleh karyawan pelaksana
 Karyawan pelaksana
Merupakan tenaga kerja yang melaksanakan kerja dan wewenang serta instruksi
dari pemimpin.
E. Jam Kerja Karyawan
Jam kerja bagi karyawan diberikan dengan maksud sebagai pendisiplinan
diri sehingga mereka dapat bekarja pada waktu yang telah ditentukan dan pulang
pada waktunya. Demikian juga di PG Kebon Agung menetapkan jam kerja dengan
maksud untuk meningkatkan kinerja karyawan supaya memiliki daya saing yang
handal. Semua karyawan berkewajiban melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab dilandasi kedisiplinan dan kejujuran.
Pembagian jam kerja bagi karyawan di bagi menjadi dua menurut jenis
karyawan yaitu karyawan yang terkait shift dan tidak terkait shift. Pembagiannya
sebagai berikut :
1. Waktu kerja bagi karyawan yang terkait shift/ploeg
a) Waktu pembagian shift adalah pukul 05.00, 13.00, dan 21.00 WIB
b) Suling dibunyikan satu kali setiap pergantian shift
c) Bagi karyawan yang akan diganti tidak diperkenankan meninggalkan
pekerjaan sebelum pengantinya datang
d) Waktu kerja selama 8 jam kerja setiap hari
e) Jam kerja shift dibagi
 Shift pagi masuk pukul 05.00 – 13.00
 Shift siang masuk pukul 13.00 – 21.00
 Shift malam masuk pukul 21.00 – 05.00
2. Waktu kerja bagi karyawan yang tidak terkait shift
a) Hari Senin sampai Kamis
 Pukul 07.00 – 11.30 WIB
 Pukul 11.30 – 12.30 WIB (istirahat)
 Pukul 12.30 – 15.00 WIB
17
b) Hari Jumat
 Pukul 07.00 – 11.00 WIB
 Pukul 11.00 – 13.00 WIB (istirahat)
 Pukul 13.00 – 15.30
c) Hari Sabtu
 Pukul 07.00 – 12.30 WIB
F. Kesejahteraan dan Keselamatan Karyawan
Kesejahteraan dan keselamatan bagi karyawan sangat diperlukan dan
dibutuhkan oleh karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan.Kesejahteraan yang
dibutuhkan adalah penyediaan berbagai fasilitas yang berhubungan langsung
dengan pekerjaanya, misalnya penyediaan tempat sampah, kamar kecil, sarana
komunikasi (telepon), tempat ibadah, dll. Sedangkan keselamatan yang dibutuhkan
adalah rasa aman dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat bekerja dengan
tenang, pemberian benda-benda pengaman yang mempunyai tingkat kecelakann
yang tinggi seperti helm, masker, dll.
A. Kesejahteraan Karyawan
Kesejahteraan diberikan oleh perusahaan untuk kepentingan pekerja
dengan maksud agar pekerjan merasa betah sehingga menimbulkan motivasi
untuk bekerja lebih giat sehingga akan menciptakan produktivitas yang tinggi
dan ini akan menguntungkan perusahaan. Demikian juga dengan PG Kebon
Agung Malang memberikan berbagai fasilitas bagi pekerja seperti :
a. Pemberian rumah dinas bagi pekerja tetap dengan jangka waktu tertentu
sesuai dengan kebijakan perusahaan
b. Tempat ibadah di sekitar perusahaan
c. Poliklinik dan pelayanan dokter kesehatan bagi pekerja dan keluarganya,
dadakan:
 Dalam musim giling : 3 kali seminggu
 Luar musim giling : 1 kali seminggu
Termasuk :
 Perawatan gigi
 Perawatan dan pengobatan mata
d. Taman bermain didalam lingkungan perusahaan
e. Fasilitas olah raga
f. Koperasi,memberikan tujuan seperti :

18
 Tunjangan hari raya keagamaan
 Tunjangan waktu meninggal
g. Kesempatan membeli gula untuk konsumsidengan harga di bawah pasar
h. Sarana angkutan untuk anak sekolah (berupa bus sekolah)
i. Rekreasai diadakan setahun sekali setelah musim giling selesai
j. Pemberian bingkisan selesai giling dan hiburan gratis serta pertandingan olah
raga persahabatan
k. Cuti kerja yang diberikan kepada pekerja :
 Cuti tahunan
 Cuti (hari perkawinan keluarga)
 Cuti (ada keluarga meninggal)
 Cuti melahirkan dan haid (bagi pekerja wanita)
 Cuti untuk sakit yang terus menerus
B. Keselamatan karyawan
Untuk melindungi karyawan dari hal –hal yang dianggap rawan serta
membahayakan keselamatan dan kesehatan karyawan selama kerja maka PG
Kebon Agung dilengkapi dengan sarana dan prasarana kesehatan dan
keselamatan kerja, adapun sarana dan prasarana tersebut antara lain :
a. Pemadam kebakaran yang terdiri dari dari hidran, busa serta tepung (untuk
pemadam api listrik)
b. Pelindung bagi mesin yang berputar
c. Pemakaian masker untuk tempat yang berdebu
d. Pelindung telinga untuk tempat yang bisisng
e. Pemakaian pelindung kepala (helm)
f. Pemakaian sabuk pengaman
g. Pemakaian sepatu karetuntuk pekerja yang berhubungan dengan listrik
h. Pemakaian pelindung dada dan kacamata untuk pekerjaan mengelas
i. Dipasang slogan-slogan himbauan keselamatan dan kesehatan kerja
j. Diadakan pemeriksaan berkala
G. Macam Produk
Produk dihasilkan oleh PG. Kebon Agung adalah :
a. Gula Kristal putih (GKP)
b. Tetes tebu
c. Ampas dari proses tebu yang bisa dijadikan pupuk.

19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Gula


Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan
adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan
atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan
enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Imam,
2009).
Gula merupakan sukrosa yaitu disakarida yang terbentuk dari ikatan antara glukosa
dan fruktosa. Rumus kimia sukrosa adalah C12H22O11. Sukrosa memiliki sifat-sifat antara
lain :
 Sifat fisik : Tak berwarna, larut dalam air,
tidak larut dalam eter dan kloroform, titik lebur 1800C, bentuk
kristal.monoklin, bersifat optis aktif, densitas kristal 1588 kg/m3(pada 15
0
C).
 Sifat kimia : Dalam suasana asam dan suhu tinggi akan mengalami inverse menjadi
glukosa dan fruktosa.
Tabel II.1 Komposisi Kimia Gula
Komponen Satuan Komposisi / 100 gram
Kalori Kal 364
Karbohidrat G 94
Kalsium Mg 5
Fosfor Mg 1
Besi Mg 0.1
Air G 5.4
Sumber : Imam (2007)
Sukrosa atau sakarosa adalah zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan
glukosa dan fruktosa. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan gugus formil atau karbonil
bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi (Sudarmadji, dkk. 1997).

20
Gambar II.1 Struktur Kimia Sukrosa
Sumber : Moerdokusumo, 1993
Sukrosa mempunyai rumus empiris C12H22O11 dengan berat molekul 342,3. Kristal
sukrosa mempunyai densitas 1,588 sedangkan dalam bentuk larutan 26 % (w/w)
mempunyai densitas 1,108175 pada suhu 20 oC. Sukrosa mempunyai rotasi spesifik [] 20D
+ 66,53 pada saat digunakan dalam berat normal (26 gr/100 ml). Titik lebur sukrosa pada
suhu 188oC (370 0F) dan akan terdekomposisi pada saat melebur. Indeks refraksi sebesar
1,3740 untuk larutan 26% (w/w). Bentuk kristalnya adalah monoklin, yang merupakan
kristal yang tidak berwarna dan bebas air. Viskositasnya naik apabila kadar gula naik dan
sebaliknya (Chen and Chou, 1993).
Sukrosa pada temperatur tinggi akan mengalami inversi yaitu terurainya sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut sebagai gula invert. Hal ini disebabkan oleh
adanya mikroorganisme mengeluarkan enzim yang bekerja sebagai katalisator. Inversi
sukrosa dapat pula terjadi pada suasana asam sehingga sukrosa tidak dapat membentuk
kristal karena kelarutan glukosa dan fruktosa sangat besar (Winarno, 1997). Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa D-glukosa D-fruktosa
Standar kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu,
kadar air dan kadar gula reduksi. Semakin tinggi polarisasinya, semakin tinggi kadar
sukrosanya dan semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam penyimpanan yang
juga ditentukan oleh kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah kualitas
gulanya, sebab kadar abu menunjukkan adanya bahan anorganik yang akan berpengaruh
pada warna dan sifat higroskospis gula. Kadar gula reduksi akan mempengaruhi nilai
polarisasi. Apabila kadar gula reduksi tinggi maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan
jumlah sakarosa yang terdapat dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah sehingga
lebih mudah rusak. (Moerdokusumo, 1993). Pada Tabel 1 dapat dilihat Standart Gula untuk

21
konsumsi dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Kepala BULOG 1982, No. Kep.
130/KA/05/1982.
Tabel II.2 Standar Nasional Gula
Warna Nilai Pol pada
Kadar Air BJ Butir
Macam Gula Remisi suhu 20º C
(%) (g/cm³)
direduksi (%)
SH II No. 21 DC 0,15 0,8-1,1 99,2
SH I No. 23 DC 0,15 0,8-1,1 99,2
SHS II 53,0-58,9 0,10 0,8-1,1 99,8
SHS I Standart 59,0-59,9 0,10 0,8-1,1 99,8
SHS I C 60,0-64,9 0,10 0,8-1,1 99,8
SHS I B 65,0-69,9 0,10 0,8-1,1 99,8
SHS I A 70 0,10 0,8-1,1 99,8
Sumber : Mubyarto (1991)

II.2 Bahan Baku


1. Tebu
Gula putih adalah salah satu hasil dari pengolahan batang tumbuhan tebu
(Saccharum offcinarum L). Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan
berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Di dalam klasifikasi
tumbuh – tumbuhan, tanaman tebu termasuk dalam :
Divission : Spermatophyta
Klass : Monocotyledone
Ordo : Glumoceae
Famili : Graminiae
Group : Andropogenceae
Genus : Saccharum
Species : Saccarum officinarum
Saccharum terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Saccharum spentanium (glagah)
2. Saccharum officinarum (tebu)
Tebu cocok pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah sampai 1300 meter di
atas permukaan laut. Tebu termasuk tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi tanaman tebu
berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi

22
oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu berwujud belaian
dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter
dengan permukaan kasar dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk
di puncak sebuah poros gelagah. Sedang akarnya berbentuk serabut (Maskur, 2007). Tebu
yang sudah dipotong akan terdapat serat – serat dan cairan yang terasa manis.
Perbandingan persentase dari sabut yang terdiri dari serat dan kulit tebu sekitar 12,5 % dari
bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase sekitar 87,5% (Maskur, 2007).
Pada nira terdapat kandungan amylum 0,5-1,5 %, sakarosa atau gula tebu 11,19 %
dan fruktosa (gula invert) 0,5-1,5 %. Sakarosa mempunyai kandungan yang maksimal pada
waktu tanam mengalami kemasakan optimal yaitu menjelang berbunga. Apabila
ditambahkan air, sakarosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa. Kandungan glukosa
makin tinggi saat tanaman semakin tua (Sukardjo, 1994).
Tabel II.3 Komposisi Tanaman Tebu
Komponen Persentase (%)
 Sabut 12,5
 Nira 87,5
a. Air 65,6 – 70
b. Bahan kering : 17,5 – 21,8
- bahan terlarut 3,2 – 4,4
- bahan tidak terlarut 0,4 – 1,1
Sumber: Sukardjo (1994)
Kandungan sukrosa maksimal pada waktu tanaman mengalami kemasakan
optimal yakni menjelang berbunga. Apabila ditambah air, sukrosa, akan terurai menjadi
glukosa dan fruktosa. Kandungan glukosa makin tinggi saat tanaman semakin tua
(Sukardjo, 1994).
Komponen yang ada dalam tebu terdiri dari :
1. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam tebu, sehingga untuk mendapatkan gula,
maka air harus dihilangkan sebanyak-banyaknya dalam proses penguapan dan
kristalisasi.

2. Senyawa anorganik

23
Zat-zat anorganik yang terkandung dalam tebu biasanya berbentuk oksida, antara lain :
Oksida besi (Fe2O3), Kalsium oksida (CaO), Aluminium oksida (Al2O3), Magnesium
oksida (MgO), Asam phospat, K2O, SO2, dan H2SO4.
3. Senyawa organik
Asam oksalat, Asam suksinat, Asam laktat, dan Asam glukonat. Sebagian dari asam-
asam tersebut terikat sebagai garam-garam dalam keadaan basa. Karena sebagian besar
kandungan senyawa organik dalam nira berupa asam maka pH nira tebu 5,5 - 5,6.
4. Gula reduksi
Gula reduksi yaitu glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang berlebihan satu
sama lain. Makin masak tebu maka kandungan gula reduksinya makin kecil. Proses
pemecahan dalam gula reduksi akan menimbulkan kerugian pada industri gula. Suhu
tinggi dan pH tinggi akan mempercepat pemecahan gula reduksi, oleh karena itu harus
dihindari.
5. Senyawa phospate
Senyawa ini merupakan senyawa yang penting dalam proses pemurnian, karena pada
proses pengendapan dapat menarik kotoran, menurut reaksi sebagai berikut :
P2O5 + 3 H2O 2 H3PO4
2 H3PO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O
Dilihat dari reaksi diatas maka keperluan kapur dan senyawa phospate harus
mencukupi, karena itu dalam permurnian harus ditambah susu kapur dan asam
phospate (250-300ppm).
6. Zat warna
Banyak terdapat pada kulit, daun, dan zat warna ini sulit larut dalam air (air dalam suhu
kamar). Zat warna ini dapat dihilangkan pada pemurnian.
7. Zat bergetah
Terdapat pada sabut. Pada proses penggilingan kemungkinan zat ini bisa terikut dalam
nira dan hanya sebagian saja yang dapat dihilangkan.
8. Sabut
Yaitu kumpulan zat-zat padat pada tebu yang tidak terdapat dalam air tebu dan nira, zat
ini dapat berupa selulosa, lignin dan sebagian abu. Ampas terdiri dari sebagian besar
sabut.

Umur panen tebu tergantung dari jenis tebu :

24
a. Varietas masak awal, adalah tebu yang dipanen pada umur ≤ 12 bulan seperti BZ
132, PS 80-1484, PS 85-21050, dan triton.
b. Varietas masak tengah, adalah tebu yang dipanen pada umur 12-14 bulan seperti PS
81-1321 dan PS 851.
c. Varietas masak akhir, adalah tebu yang dipanen pada umur > 14 bulan seperti BZ
148 dan PS 863.
Panen dilakukan pada bulan Agustus pada saat rendemen (% gula tebu) maksimal
dicapai. Panen dilakukan satu kali pada akhir musim tanam (Anonymous, 2007).
2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu yang diperlukan sebagai pelengkap formula dan sebagai bahan
proses produksi gula di Pabrik Gula (Istiadi, 2002), meliputi :
a. Desinfektan
Desinfektan, berfungsi untuk membunuh mikroorganisme dalam nira yang dapat
merusak nira. Zat ini diberikan pada saat penggilingan dan awal pemurnian.
b. Susu Kapur
Berfungsi untuk menaikkan atau menetralkan pH nira, mencegah terjadinya inversi,
dan apabila bereaksi dengan phospat dan SO2 akan membentuk endapan bersama dengan
kotoran yang ada dalam nira. Reaksi pembentukan susu kapur sebagai berikut :
CaO + H2O Ca(OH)2
c. Gas Belerang (SO2)
Gas belerang berfungsi untuk membantu proses pemurnian dan pemasakan, yaitu
untuk menetralkan kelebihan kapur dan memutihkan warna gula yang terjadi. Gas ini
diperoleh dari hasil pembakaran belerang. Reaksinya adalah sebagai berikut :
S (s) S (l)
S (l) S (g)
S (g) + O2 (g) SO2 (g)
d. Flokulan
Flokulan berfungsi untuk mengikat kotoran sehingga mempercepat proses
pengendapan. Penambahan flokulan dapat mengatasi flok-flok kecil yang mengendap
secara lambat yang dihasilkan dari koagulan. Flokulan yang digunakan jenis Anionik
sebanyak 2,5b – 3 ppm. Penambahan flokulan dilakukan sebanyak 6 kg setiap 8 jam.
Pemasukan flokulan ke dalam air yang akan dikoagulasikan dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu :

25
 Liquid feeder, yaitu banyaknya larutan dapat diatur sebanding dengan tingkat aliran
air. Untuk tipe–tipe ini koagulan dikeluarkan sudah dalam bentuk larutan, dengan
terlebih dahulu dilarutkan didalam tangki-tangki pelarut.
 Dry feeder, yaitu diperlukan bahan-bahan dalam bentuk serbuk. Keuntungan dari dry
feeder adalah sifat korosif dari bahan ini tidak seperti dalam bentuk larutan.

II.3 Proses Produksi Gula


1. Penimbangan
Bahan baku yang diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik akan
ditimbang dan menggunakan truk tersebut dipindahkan menuju meja tebu sebagai tempat
dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan gula kristal (Suntogo, 1994).
2. Penggilingan
Bahan baku tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu akan mengalami perlakuan
pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil, terakhir
mengalami penggilingan. Penggilingan dimaksudkan untuk mengambil nira mentah batang
tebu dan memisahkannya dari ampas. Saat penggilingan diberikan air imbibisi untuk
mengurangi kehilangan gula dalam ampas, akibat dari kurang sempurnanya daya perah
unit gilingan (Soejardi, 1985).
Setelah tercacah tebu dimasukkan ke dalam gilingan. Dimana terdapat 5 buah unit
gilingan, cacahan tebu yang pertama masuk ke gilingan I, kemudian ampas tersebut
diangkut dengan menggunakan intermediate carrier dan dibasahi dengan nira gilingan II.
Nira hasil gilingan I dan II dilewatkan saringan DSM (Delivery Screen Maceration) dan
kemudian menuju ke tangki nira yang selanjutnya ke stasiun pemurnian. Ampas gilingan II
masuk gilingan II yang sebelumnya telah dibasahi dengan nira gilingan IV. Begitu
seterusnya hingga gilingan V, dimana di sini terjadi penambahan air imbibisi yang
digunakan untuk meyempurnakan ekstraksi nira dari cacahan tebu dan juga untuk menekan
kehilangan gula didalam ampas (Istiadi, 2002).
3. Pemurnian
Tujuan pemurnian adalah membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula dan
mengusahakan agar kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal. Pemurnian
dengan susu kapur dilakukan dalam peti defecator (bejana yang berfungsi untuk
mencampurkan susu kapur dengan nira mentah) dengan pH 10 (Sudarmadji dkk, 1997).
Menurut Soejardi (1985), ada tiga macam proses pembuatan gula ditinjau dari
proses pemurniannya. Ketiga proses tersebut adalah:

26
a. Proses defekasi
Proses defekasi adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya
hanya menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Proses defekasi merupakan cara
pengolahan gula yang paling sederhana sehingga banyak disukai. Cara ini digunakan oleh
pabrik yang memproduksi gula merah. Prinsip kerja :
a) Pengapuran, yaitu proses penambahan susu kapur pada nira
mentah tertimbang dengan kekentalan 15º Be (148 g CaO/l nira). Proses pengapuran
dilakukan di defekator.
b) Pengendapan, yaitu proses pemisahan antara nira bersih dan nira
kotor yang dilakukan di tangki pengendap.
c) Penyaringan, yaitu proses pemisahan nira dengan blotong yang
dilakukan dengan kain filter press.
Berdasarkan cara pembersihan kapur, dibedakan menjadi lima macam, antara lain :
 Defekasi Dingin
Pada defekasi dingin, susu kapur ditambahkan pada nira yang masih dingin, artinya
tanpa pemanasan terlebih dahulu.
 Defekasi Panas
Pada defekasi panas ini, penambahan susu kapur dilakukan setelah nira mentah
dipanaskan.
Keuntungan defekasi panas adalah :
 Susu kapur yang ditambahkan lebih sedikit
dibandingkan dengan cara dingin
 Jumlah endapan lebih banyak sehingga kecepatan
pengendapan lebih besar.
 Baik digunakan untuk nira yang mengandung
phosphat lebih besar dari 150 ppm.
 Defekasi Terbagi
Defekasi terbagi ini berdasar pada defekasi panas.
 Defekasi Rangkap dan Pemanasan Rangkap
Pada defekasi ini pemberian susu kapur dilakukan dua kali dan masing-masing diikuti
pemanasan. Keuntungan dari defekasi cara ini adalah :
 Pengendapan lebih cepat
 Harga kemurnian yang dibutuhkan lebih sedikit

27
 Volume kapur lebih kecil
 Jumlah koloid yang terbuang meningkat

 Defekasi Tunggal dan Pemanasan Rangkap


Pada defekasi ini mula-mula dilakukan pemanasan pertama sampai mendidih, kemudian
ditambahkan susu kapur dan diendapkan. Kemudian nira yang telah disaring, dididihkan
dan disaring lagi (Soerjadi, 1975).
Namun Pabrik Gula Kebon Agung pada masa giling tahun 2011 ini, proses
pemurnian gula menggunakan proses sulfitasi sakarat. Yang membedakan sistem ini
dengan yang lain adalah pada cara penambahan susu kapur pada proses pemurniannya
yaitu diberikan dalam bentuk kalsium sakarat. Proses ini digunakan untuk menggantikan
proses defekasi yang mempunyai waktu tinggal lebih lama. Sedangkan apabila
menggunakan static mixer, dapat diketahui waktu tinggalnya lebih cepat, hanya dalam
hitungan detik saja.
Dalam proses pemurnian di pabrik gula, penetralan nira dilakukan dengan
menambahkan susu kapur, hidroksida kapur yang terlarut mengalami ionisasi dari ion Ca 2+
bereaksi dengan asam. Konsentrasi ion Ca2+ dipengaruhi oleh kelarutan kapur, dan ternyata
kelarutan kapur cukup kecil, yaitu pada suhu 25◦C hanya terlarut 0,12 ℅ yang berarti
kecepatan reaksi penetralan juga lambat. Sifat sakarida mampu membentuk ikatan dengan
kation, termasuk kapur membentuk sakarat sehingga kadar kapur aktif tampak menaik atau
kelarutan kapur dalam larutan gula meningkat. Pada larutan sukrosa 10 % dapat
mengandung CaO 1,5 %.
Kelarutan hidroksida kalsium akan turun bila suhu naik. Jadi larutan jenuh pada
suhu kamar bila dididihkan atau dipanaskan akan terjadi pengendapan. Kelarutan juga
dipengaruhi oleh sifat partikel kapur. Kelarutan hidriksida kalsium (kapur) juga akan naik
pada pelarut berupa larutan gula. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula, maka kelarutan
kapur juga akan bertambah. Larutnya kapur akan menaikkan kadar kapur dalam larutan
gula. Jika kadar kapur dalam larutan gula tinggi, maka terdapat kapur aktif yang tinggi pula
yang berarti reaktifitas kapur akan meningkat. Hal ini yang menjadi dasar pemilihan sistem
sakarat pada proses pemurnian.
Untuk menerapkan sistem sakarat ini, ada literatur yang menggunakan nira pekat
dengan kadar brix 68 dicampur dengan menggunakan susu kapur dengan kadar 15 oBe
dengan perbandingan 7:1 dengan waktu reaksi selama 5 menit dengan adanya pengadukan
28
(mixing). Walaupun sebenarnya dapat dibuat juga dengan campuran nira mentah dan susu
kapur. Larutan sakarat yang terbentuk mempunyai pH berkisar 11,0 – 11,5. Selanjutnya
sakarat diinjeksikan sesuai dosis yang cocok pada nira mentah, tiap bahan (nira mentah)
mempunyai karakteristik tertentu sehingga perlu adanya percobaan di laboratorium dalam
penentuan dosisnya. Ada juga yang mencoba sakarat dengan perbandingan +/- 1% terhadap
nira mentah yang diolah. Adapun injeksinya dilakukan pada pipa setelah tahapan pemanas
pertama (JH/PP I).
Perlu menjadi perhatian dalam pembuatan sakarat, nira pekat pada kondisi pH yang
tinggi (pH 11,0 – 11,5), beberapa gula reduksi yang telah rusak akan meningkatkan kadar
asam organik dalam bentuk garam kalsium dan akan menurunkan pH. Selain itu, asam
amino yang ada akan bereaksi dengan reducing sugar yang menyebabkan reaksi maillard.
Proses degradasi ini bertambah banyak seiring dengan lamanya waktu tinggal, sehingga
memperhitungkan waktu tinggal dalam proses pembuatan sakarat menjadi penting.
Dalam operasi sakarat, kontrol pH menjadi sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Idealnya, proses pemurnian pada zaman yang sudah maju ini
menggunakan kontrol pH otomatis yang dihubungkan dengan modutrol di sistem penjatah
kapur. Hal ini akan memudahkan pengontrolan pH dan efeknya adalah lebih sempurnanya
proses pemurnian sesuai dengan keinginan.
Penggunaan pH meter digital di stasiun pemurnian sebenarnya sudah banyak
diterapkan pada pabrik gula di jawa. Hal ini merupakan sesuatu yang kurang mendapat
perhatian, sehingga pabrik-pabrik yang latah untuk menjadi modern yaitu dengan
menggunakan pH meter digital di stasiun pemurnian kecewa dengan performanya. Untuk
itu perlu diperhitungkan dan diperhatikan jenis-jenis pH meter yang akan digunakan.
Tujuan penggunaan sakarat ini adalah untuk mendapatkan nira encer dengan
turbidity yang lebih baik disbanding proses defekasi biasa. Pengalaman di berbagai Negara
membuktikan bahwa proses sakarat menhasilkan nira encer dengan turbidity rendah,
semula dengan teknologi lama, volume nira kotornya meningkat. Namun kini masalah
tersebut telah dapat diatasi dengan menggunakan reactor cepat.
Hal terpenting yang berpengaruh besar pada keberhasilan proses ini adalah
penyiapan campuran susu kapur dan nira kental.
Tergantung pada kondisi fisik dan kimiawi pada saat reaksi antara oksida kapur dan
sukrosa, akan dihasilkan sakarat dengan struktur yang berbeda: mono, di dan tri kalsium
sakarat. Dari ketiga jenis tersebut, mono-kalsium sakarat adalah yang paling mudah larut
dan struktur ini yang paling diharapkan.

29
Kondisi yang harus diusahakan untuk mendapat mono-kalsium sakarat maksimal
adalah menjaga agar perbandingan sukrosa:kalsium = 7:1.
Perbandingan stoichiometric sukrosa dan kalsium untuk mendapatkan
monokalsium sakarat maksimal adalah 6,1:1 atau secara praktis 7:1. Ini dimaksudkan agar
ada cukup sukrosa berlebih untuk kebutuhan reaksi tersebut.
Dari beberapa hasil penelitian disimpulkan bahwa pengapuran intermediate
memberikan hasil yang lebih efektif (53%) dibanding pengapuran fraksional dan
pengapuran panas menghasilkan nira encer dengan turbidity paling rendah. Sebagai
tambahan, proses sakarat menghasilkan nira encer dengan turbidity yang lebih rendah
(51%) dibandingkan dengan cara pengapuran biasa.
Cara sakarat ini akan memberikan keuntungan tambahan diantaranya: kemungkinan
terjadinya kebuntuan atau pengendapan kapur pada pompa, pipa, valve dan reactor jauh
lebih kecil dibanding cara pengapuran biasa, cara sakarat memperbaiki secara nyata,
akurasi control penambahan kapur ke dalam nira, penelitian di Africa selatan membuktikan
bahwa nira encer yang dihasilkan memiliki turbidity, warna dan fosfat yang lebih baik.
Namun demikian di Australia, dengan teknologi yang ada saat itu, dilaporkan bahwa ada
peningkatan kadar kapur dalam nira encer, apabila proses sakarat digunakan. Namun
dengan menggunakan reactor cepat, kini masalah tersebut telah dapat diatasi.
Perubahan proses sistim defekasi ke proses sakarat, membuka peluang untuk
perbaiakan kinerja pabrik. Dengan memahami aspek negatif proses tersebut, maka adanya
usaha untuk memperkecil pengaruh yang merugikan akan semakin meningkatkan kinerja
pabrik secara keseluruhan.
b. Proses sulfitasi
Proses sulfitasi adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya
menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pemurni. Sekarang banyak digunakan proses
sulfitasi dimana nira sebelum disulfitasi dipanaskan lbih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar
reaksi penggaraman berjalan sempurna. Gula yang didapat dari proses ini berwarna putih
(Moerdokusumo, 1993). Sulfitasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Sulfitasi Batch
Pada cara ini, nira diberi susu kapur pada suatu bejana, setelah itu nira diproses pada
proses selanjutnya.
2. Sulfitasi Continue
Pada cara ini pengeluaran dan pemasukan nira dalam bejana reaksi berjalan terus-
menerus.

30
Merupakan perbaikan dari proses defekasi dalam memperoleh kristal gula yang
lebih baik (SHS I). Pada prinsipnya, proses sulfitasi yaitu penambahan susu kapur yang
berlebihan dan kelebihannya dinetralkan dengan gas SO 2 kotoran yang dapat dihilangkan
pada proses sulfitasi sebanyak 12-15%.
Prinsip kerja sulfitasi terdiri dari atas 5 proses sebagai berikut :
1. Pemanasan
Proses ini memberikan panas kepada nira mentah yang dilakukan dengan juice
heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat nira
belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan pemanasan pendahuluan I, kemudian pada
saat setalah nira ditambahkan susu kapur dan gas SO2 yang dinamakan pemanasan
pendahuluan II.
2. Pengapuran (Liming)
Proses ini merupakan pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan
derajat kekentalan 8 °Be (1,7 ku CaO tiap 1000 ku nira). Pemberian susu kapur dilakukan
dengan static mixer.
3. Sulfitasi
Proses ini memberikan gas SO2 pada nira mentah, yang terjadi di tangki sulfitasi.
4. Pengendapan
Proses ini memisahkan antara nira bersih dengan nira kotor. Pemisahan dilakukan
dengan Clarifier.
5. Penyaringan nira kotor
Proses ini memisahkan antara nira bersih dan nira kotor yang dilakukan dengan
filter press.
Berdasarkan cara pengaturan pH dikenal 3 macam sulfitasi, yaitu :
a. Sulfitasi asam
Pada sulfitasi asam dilakukan sulfitasi pendahuluan pada nira mentah sampai pH
rendah. Selanjutnya diikuti proses netralisasi dengan susu kapur.
Prinsip kerjanya:
>> Nira mentah dimasukkan ke dalam peti sulfitasi dengan diberi gas SO 2 sampai pH
mencapai 3,8 - 4,5. selanjutnya nira diberi kapur sampai pH 8,5 di dalam peti
defekasi, kemudian dinetralkan dengna pemberian gas SO2 kembali di dalam peti
sulfitir sampai pH 7,0 - 7,2 dan kemudian dibawa dalam peti pengendapan.
b. Sulfitasi basa
Pada sulfitasi basa, sebagian waktu proses digunakan reaksi alkalis keras.

31
Prinsip kerjanya :
>> Nira terlebih dahulu ditambahkan dengan susu kapur hingga pH 8,9 dalam peti
defekator. Setelah pH trcapai, maka nira yang dalam suasana basa itu dinetralkan
dengan pemberian gas SO2 sampai pH 7,0-7,2. kemudian dipanaskan dan
diendapkan dalam peti pengendapan.
c. Sulfitasi netral
Pada sulfitasi netral, pH selama proses ditahan pada keadaan netral.
Prinsip kerjanya:
>> Pada sulfitasi netral hampir sama dengan sulfitasi basa. Perbedaannya terletak pada
penambahan susu kapur. Pada sulfitasi netral, penambhan susu kapur dihentikan
jika pH nira telah mencapai 7,5.
c. Proses karbonatasi
Proses karbonatasi adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya
menggunakan kapur dan CO2 sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO 2 berguna bagi
bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi CaCO 3. jumlah
kapur yang digunakan pada proses ini hampir sepuluh kali banyaknya dibandingkan untuk
proses sulfitasi, tetapi proses karbonatasi mempunyai beberapa keuntungan :
a. Lebih banyak bahan bukan gula yang tersaring
b. Mutu gula putih yang dihasilkan relative lebih baik dibandingkan proses sulfitasi
c. Kemurnian gulanya tinggi sehingga baik digunakan sebagai bahan industri minuman,
susu kental dan coklat
Proses karbonatasi terdiri dari empat macam proses, antara lain (Wardhani, 2013) :
1. Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater, dengan jumlah pemanas
tergantung jenis karbonatasi.
2. Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat kekentalan tertentu,
tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran dilakukan di tangki karbonatasi
bersama-sama dengan penambahan CO2.
3. Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO2 yang dilakukan di tangki karbonatasi.
4. Penyaringan, yaitu proses pemisahan antara nira jernih dan blotong.
Ada tiga jenis karbonatasi, yaitu :
a. Single Carbonation (karbonatasi tunggal)
b. Double Carbonation (karbonatasi ganda)
c. Middle Juice Carbonation (karbonatasi nira setengah kental)

32
Perbedaan proses sulfitasi dengan karbonatasi adalah (Soejardi, 1985):
 Penghilangan zat-zat bukan gula pada proses karbonatasi lebih besar bila
dibandingkan proses sulfitasi, sehingga dapat dihasilkan gula lebih putih.
 Kualitas gula yang dihasilkan oleh pabrik cara karbonatasi lebih bagus bila
dibandingkan dengan pabrik cara sulfitasi.
 Gula karbonatasi lebih sedikit kotorannya dan lebih disukai untuk gula
dalam industri, misalnya pabrik minuman, pabrik susu, pabrik coklat, dan lain - lain.
 Biaya untuk proses karbonatasi lebih mahal dari pada proses sulfitasi.
4. Penguapan
Nira jernih hasil pemurnian masih banyak mengandung air. Untuk bahan masakan
dibutuhkan nira yang mendekati jenuh. Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan nira
encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (30 ºBe). Pada proses
penguapan terkadang adanya pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses
pemurnian. Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses
(Anonim, 1997).
Prinsip kerja pre evaporator dan evaporator adalah sama hanya bedanya pada
susunan pemakaian dan pemanas yang digunakan, yaitu pada pre evaporator menggunakan
single effect, yaitu susunan pemakaian secara tunggal (dimana panas diberikan oleh satu
luas permukaan pindah panas sehingga uap yang digunakan sebagai pemanas di pre
evaporator akan terkondensasi) dan evaporator menggunkan multiple effect yaitu susunan
yang berantai antara evaporator yang satu dengan yang lain (dimana uap yang dikeluarkan
untuk evaporator I digunakan untuk memenaskan evaporator ke II, begitu juga sebaliknya
(Istiadi, 2002).
5. Pengkristalan
Kristalisasi adalah proses pemisahan padatan-cairan melalui alih massa dari fase
cair ke fase kristal padat murni dengan cara pendinginan, penguapan atau kombinasi
keduanya. Prinsip serupa berlaku pula pada pembentukan kristal akibat penambahan
substansi ketiga yang dapat bereaksi membentuk endapan kristal atau menurunkan
kelarutan bahan yang diendapkan. Oleh sebab itu, kelarutan bahan yang membentuk kristal
merupakan faktor penting dalam kristalisasi (Soejardi, 1985).
Ada beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam kristalisasi,
antara lain yaitu hasil kristal, kemurnian, ukuran dan keseragaman serta bentuknya. Bentuk

33
kristal umumnya teratur, dapat berupa sistem kubik, tetragonal, orthohombik, hexagonal,
monoklinik, triklinik atau trigonal (Soejardi, 1985).
Apabila dalam suatu campuran sejenis terjadi kristalisasi, suatu fase padatan baru
akan terbentuk. Pemahaman mekanisme pembentukan kristal tersebut, yang kemudian
tumbuh, Sangat bermanfaat dalam merancang dan mengoperasikan alat kristalisasi
(Soejardi, 1985).
Keseluruhan kristalisasi dari suatu larutan lewat jenuh (supersaturated) dianggap
terdiri atas dua tahap yaitu dasar pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal. Apabila
larutannya bebas dari semua pertikel padat, substansi asing ataupun substansi yang
mengkristal, pembentukan inti hariuslah terjadi terlebih dahulu sebelum mulai
pertumbuhan kristal. Inti kristal baru dapat terus terbentuk, disamping pertumbuhan yang
telah ada. Tenaga pendorong unyuk tahap pembentukan inti dan tahap pertumbuhan adalah
keadaan lewat jenuh atau supersaturasi. Kedua tahap ini tidak akan berlangsung dalam
larutan jenuh (saturated) atau kurang jenuh (unsaturated) (Gautara. S, 1985).
6. Pemutaran
Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya (Stroop)
menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga massa akan terlempar. Kristal
akan tertahan didinding saringan dan cairan menembus lubang saringan. Saat oemutaran
sesekali diberi air siraman untuk mempermudah pemisahan kristal gula dengan larutannya
(Lutony, 1993).
7. Pengeringan, Pendinginan, dan Penyaringan
Pengeringan dilakukan dalam talang getar, dimana gula akan melompat-lompat
sehingga mempercepat pengeringan karena seluruh kristal terkena hembusan udara panas
dari pengering gula. Pendinginan gula dengan menghembuskan udara dingin sampai suhu
gula sama dengan suhu udara. Setelah dingin dan kering, gula disaring untuk memisahkan
antara gula halus, gula kasar, dan gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur
kembali, sedangkan gula produk ditimbang dan dikemas (Fitriani, 2013).
8. Pengemasan
Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam
kerusakan dengan menggunakan wadah. Gula produk ditimbang dengan timbangan curah
dengan skala yang sudah diatur untuk berat bersihnya, dan langsung masuk ke karung
plastik dan dijahit secara otomatis. Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang memenuhi
syarat untuk disimpan dan di distribusikan ke konsumen (Wawan, 2011).

34
II.4 Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik (Wawan, 2011).
Limbah didefinisikan sebagai buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan yaitu limbah padat, cair, dan gas.
Beberapa ciri limbah adalah mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan atau
reduktor, iritasi bahan radioaktif, mutagenik, patogenik, dan mudah membusuk.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada
jenis dan karakteristik limbah. Karakteristik limbah antara lain berukuran mikro, dinamis,
berdampak luas (penyebarannya), berdampak jangka panjang (antar generasi). Kualitas
limbah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu volume limbah, kandungan bahan
pencemar, frekuensi pembuangan limbah (Ginting, 1992).
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi empat
bagian :
 Limbah cair
 Limbah padat
 Limbah gas dan partikel
 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Kandungan senyawa organik dalam limbah sangat beragam dan sangat tergantung
dari sumbernya, tetapi secara umum kandungan senyawa organik tersebut dapat ditentukan
dengan tes BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TOC
(Total Organic Carbon), dan TSS (Total Suspended Solid) (Saidi, 2002).
Pengolahan limbah secara biologik adalah untuk menghilangkan bahan organik dan
anorganik yang terlarut dalam air serta bahan yang tidak mau mengendap melalui proses
penguraian biologik dan jika perlu untuk menjadikan limbah tersebut tidak berbahaya
dalam perlakuan berikutnya. Penanganan limbah secara biologik melibatkan peranan

35
populasi mikroorganisme campuran, susunannya tergantung pada sejumlah besar faktor-
faktor seperti sifat dan susunan air yang harus ditangani, suhu, dan waktu tinggalnya air
(Supriyadi, 1992).
II.5 Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu merupakan usaha yang mutlak dilakukan terutama untuk
industri pengolahan untuk mempertahankan kualitas, kontinuitas, spesifikasi produk yang
telah ditetapkan serta agar toleransinya dapat disukai dan diterima konsumen. Kepercayaan
dan kepuasan konsumen / pembeli adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan tolak
ukur keberhasilan dalam usaha melaksanakan sistem jaminan mutu. Diatas kepercayaan
dan kepuasan konsumen itulah perusahaan mendasarkan perkembangan usahanya
(Supriyadi, 1992).
Pengendalian proses dalam pabrik dilaksanakan dengan jalan mengatur cara proses
dan kerja alat selama proses produksi berlangsung dengan tujuan untuk mendapatkan mutu
produk yang dapat memuaskan pembeli. Mutu seragam, tetapi tidak konsisten, tidak sama
dari waktu ke waktu, juga tidak akan memuaskan dan mendapatkan kepercayaan dari
konsumen (Susanto dan Saneto, 1994).

36
BAB III
PROSES PRODUKSI GULA

PG. Kebon Agung menghasilkan produk utama gula kristal putih I (GKP I) dengan
kualitas IA dan hasil sampingnya adalah ampas, tetes, dan blotong. Proses produksi gula
terbagi dalam beberapa proses, yaitu penggilingan, pemurnian, penguapan, pengkristalan,
putaran, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG. Kebon Agung proses
tersebut terbagi dalam stasiun, yaitu stasiun penerimaan, stasiun timbangan, stasiun
gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun putaran, dan
stasiun pembungkusan. Halaman pabrik (emplacement) berfungsi untuk menerima dan
menimbang tebu yang datang dari kebun menggunakan truk dan mengatur
penyimpanannya sampai tebu tersebut tergiling.Halaman pabrik harus cukup luas agar
mampu menampung tebu sesuai dengan kapasitas giling agar pabrik dapat beroperasi
dengan lancar.Untuk menjaga kelancaran giling maka persediaan tebu harus terpenuhi.

Gambar III.1 Diagram Alir Proses Keseluruhan


37
III.1 Stasiun Penerimaan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gula Kristal adalah tebu (Sacharum
Officinarum) yang dapat tumbuh di daerah sawah dan tegal atau daerah iklim tropis dan
subtropis. Tanaman tebu yang akan diproses adalah bagian batang yang mengandung gula
(sukrosa). Nilai rendemen tebu merupakan faktor penting dalam pembuatan gula.Semakin
besar rendemen maka semakin banyak gula yang dihasilkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen tebu adalah kondisi tanah, iklim curah
hujan, ketinggian tempat, varietas, pemeliharaan tanaman, pengangkutan dan penanganan
sebelum giling.
Tanaman tebu diklasifikasikan sebagai:
Family : Gramineae
Sub Family : Andropagane
Genus : Saccharum
Species : Saccharum Officinarum
Gula sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk disakarida.Sukrosa dihasilkan
dari sintesa biokimia antara 2 buah monosakarida yaitu D-Glukosa dan D-Fruktosa.
Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan dari proses fotosintesis gas CO 2 dan
H2O dengan bantuan sinar matahari.
Pengawasan dan persediaan bahan baku ditangani oleh bagian tanaman seksi
tebang angkut. Untuk mengontrol mutu tebangan, PG Kebon Agung menetapkan bahwa
tebu yang boleh masuk untuk digiling harus memenuhi syarat Manis Bersih Segar (MBS),
antara lain:
1. Manis
Tebu harus sudah masak atau tua. Tebu harus memiliki % Brix yang tinggi atau
lebih dari 15%, hal ini dapat diketahui dari kadar % Brix yang terukur.
2. Bersih
Hasil tebang yang dikirim ke pabrik harus bersih dari kotoran (slamper,
pucukan, akar, tanah, dan lain-lain). Tebu yang masuk tidak mengandung trash,
yang terdiri dari daduk, akar, tanah, pucuk/sogolan, pasir, dan kerikil karena
dapat menurunkan kapasitas gilingan dan akan menyulitkan proses pemurnian

38
bila terdapat koloid tanah (Al, Si, Fe), kebersihan tebu layak giling hanya
dianalisa secara kualitatif atau dengan menggunakan indera penglihatan.

3. Segar
Waktu antara tebu ditebang dan digiling tidak lebih dari 1 hari dan maksimal 4
hari setelah dipanen, analisa kualitatif atau dengan menggunakan indera
penglihatan.
Tujuan dari stasiun ini adalah:
1. Melakukan analisa awal (% Brix) sampel tebu yang masuk.
2. Mencatat keterangan truk tebu yang masuk (nomer polisi truk dan kode register)
dan hasil analisa awal (% Brix) tebu pada DPT (Daftar Penerimaan Tebu).
3. Membagi nomer antrian dan mengatur jalur masuk truk tebu yang akan masuk ke
stasiun gilingan.

Gambar III.2 Stasiun Penerimaan


Sebelum melewati pos penerimaan tebu, setiap truk yang mengangkut tebu harus
membawa Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) yang dapat diambil di kantor PA.
Ada 2 jenis Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA), yaitu:
1. SPTA KUD milik rakyat
2. SPTA tebang sendiri milik PG Kebon Agung
Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) terdiri dari lima lembar yang berbeda
warna. Lembar I (putih) sebagai arsip PDE, lembar II (hijau) sebagai arsip sopir, lembar III
(biru) sebagai arsip bina wilayah, lembar IV (kuning) sebagai arsip pabrikasi, dan lembar V
(merah) sebagai arsip bagian tebang dan angkut (penerimaan).
Truk yang telah membawa Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) langsung
menuju pos penerimaan tebu untuk dilihat jenis tebunya, mencatat keterangan truk tebu
dan melakukan analisa awal (% Brix) tebu yang masuk.

39
Tebu yang masuk pada pos penerimaan diharuskan mempunyai kadar brix ≥ 15.
Truk pengangkut tebu yang tidak memenuhi syarat akan ditolak dan tidak mendapatkan
kartu antrian bongkar. Selanjutnya truk yang lolos seleksi akan melewati stasiun
timbangan.
III.2 Stasiun Timbangan
Stasiun timbangan tebu berfungsi untuk mengetahui berat tebu yang masuk ke
dalam emplacement. Dalam operasionalnya, PG Kebon Agung telah menggunakan sistem
komputerisasi untuk pencatatan berat tebu walaupun masih didukung oleh sistem manual.
Ada 3 unit timbangan yang digunakan di PG. Kebon Agung 2 unit timbangan truk tebu dan
1 unit timbangan truk non-tebu dengan kapasitas timbangan yang berbeda, yaitu:
a. Dua unit timbangan truk dengan kapasitas 40 ton dan 80 ton yang berfungsi untuk
mengukur berat tebu yang masuk dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut :
Berat truk isi tebu (bruto) = x ton
Berat truk kosong (tara) = y ton
Berat tebu (netto) = x–y ton
Jumlah truk tebu yang ditimbang dengan menggunakan timbangan truk tebu ± 1000
– 1500 truk/hari dengan bobot muatan rata-rata 6-10 ton.
b. Timbangan truk non-tebu, berfungsi untuk mengukur berat bahan non-tebu yang
keluar masuk PG Kebon Agung. Bahan-bahan itu diantaranya adalah tetes
(mollases), abu, besi, residu premium solar (minyak residu), belerang, gamping
(kapur tohor) dan asam phospat. Bobot muatan maksimal timbangan ini adalah 80
ton dengan bilangan terkecil 5 kg.

Gambar III.3 Stasiun Timbangan

40
Truk tebu setelah melewati stasiun penerimaan, selanjutnya menuju timbangan
untuk ditimbang berat brutonya. Setelah itu truk harus mengantri giliran bongkar muatan
disebelah cane table pada stasiun gilingan. Truk yang telah dalam keadaan kosong
langsung menuju timbangan lagi untuk ditimbang berat taranya.

III.3 Stasiun Gilingan (Pemerahan Nira)


Tujuan utama stasiun pemerahan nira yaitu untuk mendapatkan nira mentah
sebanyak mungkin atau memisahkan nira dari ampas tebu dengan cara digiling. Didalam
pemerahan ini perlu ditambahkan air imbibisi agar kandungan gula yang masih ada
didalam ampas akan larut, sehingga ampas akhir diharapkan mengandung kadar gula
serendah mungkin.
Stasiun pemerahan nira melakukan 2 perlakuan yaitu perlakuan pendahuluan
(preparasi) dan perlakuan pemerahan. Stasiun pemerahan nira dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu alat preparasi dan alat pemerah nira.

A. Alat Preparasi
1. Cane Crane
Alat yang berfungsi untuk membongkar tebu dari truk atau dengan cara
mengangkat tebu tersebut dan meletakkannya di cane table. Penggerak utama cane crane
adalah motor listrik dan dioperasikan oleh operator. PG Kebon Agung mempunyai 2 buah
cane crane berkapasitas masing-masing 10 ton yang beroperasi bergantian.
2. Meja Tebu (Cane Table)
Alat ini berfungsi untuk menampung dan mengatur tebu masuk ke cane crane.
Meja tebu dilengkapi dengan rantai penggerak yang digerakkan oleh motor listrik. Dalam
meja tebu terdapat perata tebu (leveler) yang berfungsi agar jatuhnya tebu ke cane carrier
tidak terlalu banyak (tetap stabil). Dalam meja tebu terdapat rantai dan cakar/pengait yang
berfungsi untuk membuat tebu bergerak dan jatuh kearah cane carrier.
3. Cane Carrier
Tebu dari cane table selanjutnya dijatuhkan ke cane carrier untuk di bawa ke cane
cutter. PG Kebon Agung mempunyai 2 unit cane carrier. Cane carrier I berfungsi untuk
membawa tebu utuh dari cane table, sedangkan cane carrier II berfungsi untuk membawa
tebu yang telah melewati cane cutter dan unigrator menuju unit gilingan.
4. Pisau Tebu (Cane Cutter)

41
Alat ini berfungsi untuk mencacah tebu menjadi begian yang lebih kecil agar sel-
selnya terbuka sehingga memudahkan proses penggilingan. PG Kebon Agung mempunyai
2 Cane Cutter. Cane Cutter I memiliki 56 buah mata pisau dengan jarak 25 cm dari carrier
dan Cane Cutter II memiliki 80 buah mata pisau dengan jarak 30 cm dari carrier. Tebu
dipotong dan dicacah di dalam Cane Cutter dengan kecepatan putar sekitar 600 rpm,
bergantung pada jumlah dan jenis tebu yang masuk.
Mekanisme kerja alat ini yaitu putaran proses cane cutter yang diteruskan ke
piringan baja sehingga dapat berputar. Pada ujung piringan baja terdapat pisau dan pada
saat berputar pisau akan memotong dan menyayat tebu menjadi cacahan yang mempunyai
ukuran kurang lebih sama, sehingga sel-sel tebu menjadi terbuka dan akan lebih mudah
untuk diambil niranya. Arah putaran cane cutter berlawanan dengan arah cane carrier.
5. Unigrator atau Heavy Duty Hammer Shredder (HDHS)
Karena sifatnya masih kasar, maka perlu dihaluskan lagi dengan HDHS (Heavy
Duty Hammer Shredder) yang sifatnya sama dengan penumbuk dan pemotong yang
bekerja secara bersamaan dengan cara memotong dan memukul tebu yang masuk, sehingga
menjadi ukuran yang lebih kecil. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan
nira. Putaran HDHS (Heavy Duty Hammer Shredder) berkisar 950 rpm. HDHS (Heavy
Duty Hammer Shredder) digerakkan oleh turbin dengan kecepatan putar 907 rpm dan
tekanan 7,8 kgf/cm2.

B. Alat Pemerah Nira


1. Gilingan
Tujuan alat pemerah nira atau gilingan adalah untuk memerah nira, memisahkan
dengan sabut tebu dengan cara penekanan diantara rol-rol gilingan. Hasil pemerahan nira
dari setiap unitnya menunjukkan kemurnian yang berbeda-beda, dimana semakin
kebelakang kemurniannya semakin rendah.
Pemerahan nira dapat dibedakan menjadi:
a. Pemerahan kering (dry crushing) pada gilingan gilingan I
b. Pemerahan basah (wet crushing) pada gilingan berikutnya
Pada pemerahan basah dimana memerah nira dari bagian yang sulit diperah, maka
dengan bantuan air imbibisi diusahakan nira tebu yang terperah bisa maksimal.
Keberhasilan pemerahan dari gilingan I akan mempengaruhi keberhasilan gilingan
berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses pemerahan nira yaitu:
a. Hasil kerja alat preparasi dalam membuka sel-sel tebu

42
b. Tekanan hidrolik dan kecepatan rol gilingan
c. Kadar sabut tebu
d. Pencampuran, jumlah dan suhu air imbibisi

Gambar III.4 Stasiun Penggilingan


Setelah tercacah, tebu dibawa ke dalam gilingan oleh cane carrier II dengan
kecepatan putar 1350 rpm. Di PG Kebon Agung mempunyai 5 set rol gilingan dengan
kapasitas giling yang terpasang 15.000 ton/hari. Tekanan steam yang masuk untuk
menggerakkan gilingan 18-22 kgf/cm2. Tiap set rol gilingan terdiri atas 3 rol gilingan yaitu
rol depan, rol belakang, dan rol atas serta dilengkapi dengan rol pengumpan. Setiap ampas
atau sabut tebu yang melewati unit gilingan akan terperah 2 kali yaitu pada rol atas dan rol
depan serta pada rol atas dan rol belakang.
Nira yang keluar dari gilingan I dan II dipompa menuju saringan nira mentah,
ditampung kemudian dialirkan menuju penampung nira mentah (Raw Juice Tank) dengan
flowrate sebesar 399 m3/jam, nira hasil gilingan I dan II dilewatkan ke DSM dan di alirkan
ke tangki nira mentah yang selanjutnya dibawa ke pos pemurnian, sedangkan ampas yang
tertahan di saringan akan dikembalikan ke gilingan I. Kecepatan putar pada gilingan I
berkisar 4000 rpm dengan tekanan 11,2 kgf/cm2.
Lalu ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju
gilingan II dan dibasahi dengan nira gilingan III. Pada gilingan II memilki kecepatan putar
berkisar 4200 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2.
Kemudian ampas gilingan II diangkut dengan menggunakan intermediet carrier
menuju gilingan III dan dibasahi dengan nira gilingan IV serta air inbibisi dengan suhu 70
o
C. Tujuan pemberian air inbibisi adalah untuk melarutkan kandungan gula pada ampas,
sehingga ampas akhir diharapkan mengandung gula serendah mungkin. Bila suhu terlalu
tinggi, maka akan dapat merusak alat dan dapat melarutkan getah lilin yang terkandung

43
dalam tebu. Pada gilingan III memilki kecepatan putar berkisar 4300 rpm dengan tekanan
13,8 kgf/cm2.
Lalu ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju
gilingan IV dan dibasahi dengan nira gilingan V serta air inbibisi dengan suhu 70 oC. Pada
gilingan IV memilki kecepatan putar berkisar 4400 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2.
Dan yang terakhir ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet
carrier menuju gilingan V dan dibasahi dengan air inbibisi dengan suhu 70 oC. Pada
gilingan V memilki kecepatan putar berkisar 4500 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2.
Nira yang keluar dari gilingan III-V ditambahkan susu kapur pada talang nira yang
akan masuk ke saringan nira dengan tujuan mengurangi inverse sukrosa, serta dapat
mengurangi korosi pada gilingan. Ampas dari gilingan akhir dikirim ke stasiun ketel
dengan menggunakan main carrier. Ampas ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar di
stasiun ketel untuk menghasilkan uap.
2. Alat Pembantu
a. Intermediate Carrier
Alat ini berfungsi sebagai pembawa ampas dari gilingan yang satu ke
gilingan berikutnya dan sebagai alat pengumpan.
b. Alat pembantu penekan gilingan (Hidrolik)
Alat ini berfungsi untuk memeriksa tekanan pada rol gilingan atas pada saat
melakukan pemerahan, sehingga tekanan yang diberikan gilingan pada ampas tetap
konstan. Alat yang digunakan di PG Kebon Agung adalah akumulator gas.
c. Plat ampas
Alat ini berfungsi untuk mengantarkan ampas dari bukaan kerja depan ke
belakang, sehingga ampas tidak jatuh terikut bersama nira. Alat ini terpasang antara
rol depan dengan belakang.
d. Juice strainer
Alat ini berfungsi untuk memisahkan nira dan ampas halus yang terbawa
bersama nira pada gilingan I dan II. Kemudian membawa kembali ampas halus
yang tersaring ke gilingan I.
e. Main Carrier
Alat ini berfungsi sebagai pembawa ampas dari gilingan akhir menuju
stasiun ketel.

C. Imbibisi

44
Imbibisi bertujuan untuk mengurangi kehilangan gula yang terbawa oleh ampas
sebagai akibat keterbatasan daya perah dari unit gilingan dan karena sifat dari sabut yang
mampu menyerap cairan seberat sabut itu sendiri.Banyaknya air imbibisi yang diberikan
dapat dilihat pada alat water meter.
PG Kebon Agung menggunakan sistem ambibisi majemuk dengan suhu 60-70 oC
yang berasal dari tangki kondensat. Faktor-faktor yang mempengaruhi imbibisi antara lain:
a. Jumlah air yang ditambahkan
Pemberian imbibisi mencapai optimum 200% sabut, apabila terlalu besar akan
memberatkan kerja di evaporator.
b. Preparation Index
Mekanisme imbibisi adalah pengenceran, air akan masuk ke dalam sel yang sudah
terbuka dan terjadi proses pengenceran.
c. Suhu air imbibisi
Suhu air ambibisi harus optimum 60-70 oC karena gula mempunyai kelarutan pada
suhu yang tinggi, tetapi apabila terlalu tinggi akan melarutkan bahan-bahan lain
sehingga dapat mengganggu proses pemurnian nira.

45
Gambar III.5 Diagram Alir Stasiun Gilingan

III.4 Stasiun Pemurnian


Tujuan stasiun pemurnian untuk memisahkan gula dan kotoran-kotoran (non-gula)
yang terdapat dalam nira menggunakan cara kimia dan cara fisika. Dalam proses ini
diupayakan kerusakan yang terjadi pasa sukrosa (gula) seminimal mungkin, karena jika
kerusakan yang terjadi terlalu besar maka kandungan gula dalam nira akan menurun.
Syarat nira ketika masuk ke Stasiun Pemurnian:
1. pH minimal 5,5-5,6
2. Kadar phospat sekitar 250-300 ppm
3. Kadar kapur sebesar ±1000 ppm
4. Harga Kemurnian 72%
Nira yang telah ditampung di dalam Raw Juice Tank kemudian ditambah dengan
H3PO4 dengan tujuan:
1. Menyerap koloid dan zat warna
2. Mempermudah proses pengendapan (pembentukan floc), sehingga nira yang
dihasilkan lebih jernih
Dalam proses pemurnian ada 3 macam yaitu cara defekasi, karbonatasi dan
sulfitasi. Di PG kebon agung proses pemurnian yang digunakan adalah sulfitasi. Nira yang
telah disaring di DSM Screen dialirkan ke tangki nira mentah tertimbang yang sebelumnya
telah ditimbang dengan menggunakan elecktromagnetic flowmeter lalu ditambahkan H3PO4
secara kontinu sampai kadarnya dalam nira mentah sekitar 300-350 ppm untuk
mendapatkan hasil pemurnian yang bagus.
Kapasitas pemurnian nira mentah/jam pada PG. Kebon Agung mencapai 487
ton/jam. Namun hal ini belum memenuhi target pabrik yang seharusnya mencapai 500
ton/jam. Nira yang telah memiliki pH 5,3-5,6, kemudian di panaskan dalam juice heater I
(PP I) (pemanas pendahuluan) sampai suhu 75-80 OC dengan menggunakan pemanas uap
bleeding dari penguapan yang bertekanan 0,4-0,5 kgf/cm2. Hal ini bertujuan untuk
membunuh bakteri dan menjaga agar keasaman nira tidak rusak serta mempercepat
terbentuknya reaksi pembentukan endapan.

46
Gambar III.5 Stasiun Pemurnian
Kemudian nira dialirkan ke defikator untuk diberikan susu kapur sampai dengan pH
7-7,2. Keluar dari defikator, nira lalu masuk ke static mixer dan terjadi penambahan susu
kapur lagi akan tetapi dalam bentuk sakarat sampai pH 8,5-9.
Setelah itu nira masuk ke bejana sulfitasi (sulfur tower) untuk dialiri gas SO2
sampai pH menjadi 7-7,3. Kemudian campuran nira dan SO 2 dimasukkan ke Sulfitated
Raw Juice Tank untuk menyempurnakan reaksi nira dan gas SO2 sehingga terjadi reaksi
pembentukan endapan garam Calsium Sulfite [CaSO3].
Proses selanjutnya adalah nira dipanaskan kembali di juice heater II (PP II) sampai
suhu 103-105 oC untuk menyempurnakan reaksi antara nira mentah, susu kapur dan gas
SO2, mempercepat pengendapan, serta meningkatkan suhu nira untuk memudahkan proses
pengeluaran gelembung gas dan udara dalam nira di flash tank.
Lalu nira masuk ke flash tank dengan suhu berkisar 100 oC untuk melepaskan gas-
gas sisa reaksi yang tidak diperlukan yang terdapat dalam nira agar gangguan dalam proses
pengendapan kotoran dapat dikurangi. Nira dalam flash tank dialirkan dalam pipa dan
masuk ke dalam single tray clarifier, di sinilah nira ditambahkan flokulan berjenis anion,
bermerk dagang Accofloc A100-H dengan dosis sebesar 2 kg dalam 450 liter air per 2 jam.
Tujuannya agar terbentuk endapan, dalam clarifier ini dihasilkan nira jernih dan nira kotor
dengan suhu mencapai 100 oC dan pH mendekati 7. Nira kotor akan mengendap di bawah
sedangkan nira jernih berada di atas. Nira jernih hasil pemisahan disaring pada DSM
Screen untuk menyaring kotoran-kotoran halus yang masih terkandung dalam nira jernih.
Nira jernih hasil penyaringan di pompa ke juice heater III (PP III). Suhu operasi
berkisar 105-110 oC untuk mendekati suhu pre-heater sehingga dapat mengurangi beban
penguapan pada stasiun penguapan dan mempercepat proses penguapan.
Nira kotor yang mengendap pada Clarifier dialirkan ke penampungan nira kotor,
kemudian dialirkan lebih lanjut ke mudmixer. Di dalam mudmixer, nira kotor ditambahkan

47
ampas halus (bagacillo) untuk mengentalkan nira kotor, mempertebal blotong dan
membentuk pori-pori pada permukaan Rotary Vacum Filter. Pada Rotary Vacum Filter
disemprotkan air panas dengan suhu berkisar 70 oC untuk melarutkan gula yang berada di
dalam blotong dan diserap melalui saringan nira tapis.
A. Penimbangan Nira Mentah dan Penambahan H3PO4
Di PG kebon agung nira diukur menggunakan alat pengukur debit nira mentah
(flowmeter) untuk mengetahui jumlah nira mentah yang di olah, angka yang terbaca
merupakan jumlah nira mentah yang masuk pada bak penampung nira. Di dalam bak
penampung tersebut,nira ditambahkan larutah H3PO4. Setelah penambahan diharapkan
kadar posphat dalam nira berkisar 300 ppm, akan tetapi angka tersebut merupakan hal
mutlak, yang terpenting perbandingan antara P 2O5 dengan jumlah Fe Si dan Al harus lebih
besar dari 0,25 sehingga membentuk endapan.
B. Pemanas Pendahuluan (juice heater)
PG kebon agung memiliki 9 unit pemanas, 6 unit yang beroperasi sedangkan 3 unit
lainnya sebagai cadangan apabila dilakukan pembersihan (skrap). Juice heater I dan II
menggunakan uap yang di suplai dari evaporator I. Pembersihan pipa pamanas harus rutin
dilakukan untuk menjaga agar tidak terbentuk kerak yang akan menghalangi transfer
panas.
Tujuan pemanasan pada juice heater I (PP I) adalah :
1. Agar reaksi antara nira dan susu kapur pada defikator berjalan dengan baik
2. Menggumpalkan koloid organik
3. Mematikan jasad renik
Tujuan pemanasan pada juice heater II (PP II) adalah :
1. Menyempurnakan reaksi
2. Mempermudah keluarnya gas-gas yang tidak dibutuhkan
3. Menurunkan viskositas nira
Tujuan pemanaasan pada Juice heater III (PP III) adalah :
1. Menaikkan suhu
2. Membantu kerja pre-evaporator.
C. Proses Defekasi pada Defekator dan Penambahan Sakarat
Proses defekasi adalah proses pencampuran antara susu kapur dengan nira sehingga
terjadi reaksi penetralan dan penggumpalan koloid. Sakarat adalah nira kental (nira yang
keluar dari badan evaporator terakhir) yang dicampur dengan CaO.

48
Dari proses tersebut pencampuran sakarat dan nira mentah. Susu kapur bereaksi
dengan komponen nira phosphat membentuk Calsium phospat dengan pH 8,5 seperti
mekanisme di bawah ini :
CaO + H2O Ca(OH)2
C12H22O11 + Ca(OH)2 C12H20O11Ca + 2H2O
P2O5 + 3 H2O 2 H3PO4
3 C12H20O11Ca + 2 H3PO4 3C12H22O11 + Ca3(PO4)2
D. Pembuatan Susu Kapur
Pertama batu kapur atau kapur tohor (CaO) direaksikan dengan air panas kemudian
dihasilkan susu kapur. Reaksi yang terjadi :
CaO + H2O  Ca (OH)2
Pembuatan susu kapur dilakukan pada sebuah tromol yang berputar dan mencacah
bongkahan kapur tohor. Tromol dipasang miring dan di dalam nya terdapat sekat-sekat. Di
dalam tromol, kapur tohot diberi air panas untuk membuat butiran lembut, selanjutnya
susukapur melewati saringan untuk memisahkan batu kerikil dengan susu kapur yang telah
terbentuk. Susu kapur melewati bak pengendapan untuk mengendapkan kotoran pasir dan
tanah kemudian dialirkan ke tangki pengenceran susu kapur yang diberi air dingin dan
diaduk agar campuran homogen.
Tabel III.1 Jumlah Susu Kapur dan Nira Kental Sesuai dengan Kapasitas Giling
Kapasitas
Susu Kapur (liter/jam) Nira Kental (1/menit)
Giling
Flow NM
Ton
(m3/jam)
TCD tebu/ja 10oBe 12oBe 15oBe 25oBe 28oBe 30oBe
m
5500 229 251 3,15 2,57 2 3,01 2,71 2,5
6000 250 274 3,44 2,8 2,29 3,28 2,95 2,73
6500 271 297 3,73 3,03 2,37 3,55 3,2 2,96
7000 292 319 4,02 3,27 2,55 3,83 3,44 3,29
7500 313 342 4,3 3,5 2,73 4,3 3,69 3,42
8000 333 365 4,59 3,73 2,91 4,37 3,93 3,64
8500 354 388 4,88 3,96 3,1 4,65 4,18 3,87
9000 375 411 5,16 4,2 3,28 4,92 4,43 4,1
9500 396 434 5,45 4,43 3,46 5,29 4,67 4,33
10000 417 456 5,74 4,66 3,64 5,47 4,92 4,55
10500 438 479 6,02 4,9 3,83 5,74 5,16 4,78
11000 458 502 6,31 5,13 4,01 6,01 5,41 5,01
11500 479 525 6,6 5,36 4,19 6,28 5,66 5,24
12000 500 548 6,88 5,6 4,37 6,56 5,9 5,47
12500 521 570 7,17 5,83 4,55 6,83 6,15 5,69
49
13000 542 593 7,46 6,06 4,74 7,1 6,39 5,92
13500 563 616 7,74 6,3 4,92 7,38 6,64 6,15
14000 583 639 8,03 6,53 5,1 7,65 6,89 6,38
14500 604 662 8,32 6,76 5,28 7,92 7,13 6,6
15000 625 685 8,6 7 5,47 8,2 7,38 6,83
E. Pembuatan Sakarat
Sakarat ini merupakan suatu metode terbaru yang dikembangkan oleh pabrik gula
Kebon Agung dalam sistem pemurnian nira. Hal ini dikarenakan kelarutan CaO dalam nira
kurang lebih 50 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air.
Penggunaan sakarat ini dimaksudkan untuk memperoleh waktu tinggal yang lebih cepat
dalam waktu hitungan detik. Kelarutan hidroksida kalsium akan turun bila suhu naik. Jadi,
larutan jenuh pada suhu kamar bila dididihkan atau dipanaskan akan terjadi pengendapan.
Kelarutan juga dipengaruhi oleh sifat partikel kapur. Kelarutan hidroksida kalsium
(kapur) juga akan naik pada pelarut berupa larutan gula. Semakin tinggi konsentrasi larutan
gula, maka larutan kapur juga akan bertambah. Larutnya kapur akan menaikkan kadar
kapur dalam larutan gula. Jika kadar kapur dalam larutan gula tinggi, maka terdapat kapur
aktif yang tinggi pula yang berarti reaktifitas kapur akan meningkat. Hal ini yang
mendasari pemilihan sistem sakarat pada proses pemurnian. Dalam pembuatan sakarat
debit nira kental dan CaO perlu diatur agar pH sakarat berkisar 8,5-9.
Nira kental dengan kekentalan 30oBe/60%brix dengan CaO (sebagai susu kapur)
kekentalannya 12oBe/30%brix.
Reaksi yang terjadi :
C12H22O11 + Ca(OH)2 C12H20O11Ca + 2H2O
F. Sulfitasi
Sulfitasi bertujuan untuk menetralkan kelebihan susu kapur yang diberikan pada
nira mentah dengan absorbs gas SO2 sehingga pada akhir reaksi sulfitasi pH nira 7-7,3 dan
didapatkan endapan CaSO3.
Alur dalam shulphur tower adalah sebagai berikut. Nira masuk pada bagian atas
Shulphur tower sedangkan gas SO2 mengalir dari bagian bawah. Gas SO2 mengalir ke atas
dengan bantuan blower. Di dalam Shulphur tower terdapat saringan – saringan yang
disusun secara bertingkat sehingga nira yang mengalir ke bawah dapat terabsorbsi
sempurna oleh gas SO2. Hal ini dikarenakan luas permukaan nira menjadi lebih besar. Nira
yang tebawa ke atas oleh gas SO2 di saring oleh juice cacther sedangakan gas SO2 dibuang
ke udara bebas. Dari Shulphur tower, campuran nira dan gas SO2 dimasukkan ke Sulfitated
raw juice tank untuk menyempurnakan reaksi nira dengan gas SO2. Dalam Sulfitated raw

50
juice tank terjadi reaksi pembentukan endapan garam calsium sulfite (CaSO3) untuk
menyelubungi inti endapan yang terbentuk dalam proses defekasi sehingga menjadi
gumpalan yang lebih besar dan akan lebih mudah diendapkan. Nira yang telah tersulfitasi
kemudian turun dan tertampung ke Sulfited Raw Juice Tank.
Di dalam Sulfitated raw juice tank ini terjadi reaksi antara gas SO2 dengan sisa susu
kapur, dengan mekanisme sebagai berikut :
CaO + H2O Ca(OH)2
C12H22O11 + Ca(OH)2 C12H20O11Ca + 2H2O
SO2 + H2O H2SO3
C12H20O11Ca + H2SO3 C12H22O11 + CaSO3
Nira yang telah ditampung ke Sulfited Raw Juice Tank kemudian dipompa menuju
ke Flash Tank. Flash Tank merupakan alat yang berputar dengan cepat yang berfungsi
untuk menghilangkan gelembung-gelembung sisa hasil reaksi sulfitasi sebelumnya, agar
tidak mengganggu proses selanjutnya. Kemudian nira ditampung di dalam Clarifier Single
Tray, yang bertujuan untuk memisahkan antara endapan dengan nira encer. Di dalam
Clarifier, nira diberi flokulan jenis Acco Flox A110 sebesar 7 kg setiap 8 jam untuk
memperbesar bentuk endapan. Kotoran dalam nira akan turun karena perbedaan massa
jenis dengan nira, kemudian mengendap sehingga membentuk dua lapisan. Lapisan atas
merupakan nira jernih dan lapisan bawah merupakan campuran antara endapan dan nira.
Nira jernih kemudian disaring pada DSM screen untuk menyaring kotoran-kotoran
halus yang masih terkandung di dalamnya. Setelah disaring, nira jernih kemudian dipompa
ke heater III dengan suhu operasi berkisar antara 105-110 oC yang bertujuan untuk
menaikkan suhu nira agar tidak terlalu membebani evaporator pada proses selanjutnya.
Nira kotor yang mengendap pada Clarifier dialirkan ke penampung nira kotor,
kemudian dialirkan lebih lanjut ke mud mixer. Di dalam mixer tank, nira kotor ditambah
dengan ampas halus (bagacillo). Tujuannya adalah untuk mengentalkan nira kotor,
mempertebal blotong dan membentuk pori – pori pada permukaan vacuum filter agar air
siraman mudah masuk ke dalam blotong. Dari mixer tank, campuran nira kotor dan ampas
halus ditapis dengan Rotary Vacuum Filter
G. Pembuatan Gas SO2 di Rotary Sulphur Burner
Bahan baku yang digunakan adalah belerang. Gas SO2 yang digunakan terlebih
dahulu mengalami proses sebagai berikut :
 Belerang padat dari sulfur bin dimasukkan secara bertahap ke Rotary Sulphur
Burner melalui screw conveyor. Di dalam Rotary Sulphur Burner, belerang padat

51
dibakar pada suhu tidak boleh lebih dari 300 0C sampai lebur dan menghasilkan gas
(asap). Suhu pada Rotary Sulphur Burner harus dijaga dengan mengaliri air pada
permukaan luar burner untuk meninimalisir pembentukan gas SO2 . Rotary Sulphur
Burner berjumlah dua buah yang digunakan secara bergantian. Belerang padat yang
digunakan ada dua jenis, yaitu pastiles (padatan kecil) dan padatan besar. Yang lebih
sering dipakai adalah jenis pastiles dengan jumlah ± 1 ton tiap 8 jam.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
400 oC
S (s) + panas S (l)
250 oC
S (l) + panas S (g)
80-100 oC
S (g) + O2 (g) SO2 (g) + panas
 Gas yang terbentuk (SO2) dialirkan melalui suatu pipa
pendingin dan dimasukkan dalam tangki sublimasi untuk mencegah terjadinya gas SO3.
 Di dalam Rotary Sulphur Burner terbentuk gas SO2, namun ketika gas SO2 keluar
dari Rotary Sulphur Burner, kemungkinan masih mengandung sedikit sulfur padat,
karena adanya excess sulfur. Sehingga perlu dilewatkan ke sublimator. Di dalam
sublimator, terdapat dua saringan, berupa batu tahan api, yang berfungsi untuk
menyaring kotoran dan sulfur padat yang terikut dalam gas SO 2 sehingga dapat
dihasilkan gas SO2 yang bersih.
 Gas SO2 yang telah disaring kemudian ditarik oleh blower untuk dimasukkan ke
Sulphurtower dan selanjutnya terabsorbsi oleh nira.

H. Unit Proses Penapisan (Rotary Vacuum Filter)


Alat untuk unit proses penapisan yaitu Rotary Vacuum Filter dilengkapi dengan
peralatan pembuat hampa yaitu kondensor, pompa injeksi, pompa vacuum, dan peralatan
pembantu seperti bagacillo fan, mixer bagacillo. Proses ini bertujuan untuk memisahkan
antara nira tapis dengan blotong. Nira tapis akan dialirkan kembali ke tangki penampung
nira mentah untuk dimurnikan lagi. Sedangkan, blotong diolah menjadi biokompos di
Sempal Wadak. Bagian utama alat Rotary Vacuum Filter adalah silinder yang berputar.
Pada permukaaan silinder tersebut, terdapat saringan yang berjumlah 90 buah dan di
bagian dalamnya terdapat peralatan pembuat hampa. Dengan adanya hampa maka larutan
akan tersedot, sedangkan kotoran/blotong akan tertahan di permukaan saringan. Untuk
mengurangi kadar gula dalam blotong (pol ± 2 %), maka ditambahkan air siraman yang
bersuhu 70-800C. Makin banyak air siraman dan makin kecil kecepatan putar RVF, maka
makin kecil kadar gula yang terbuang dalam blotong.

52
I. Mekanisme penapisan nira kotor di Rotary Vacuum Filter
Nira kotor yang telah dicampur dengan ampas halus (baggasilo) dimasukkan ke
dalam bak penampung nira kotor yang berada di bawah tromol. Pemisahan nira tapis
dengan blotong berdasarkan prinsip perbedaan tekanan. Ada 3 daerah di Rotary Vacuum
Filter dengan tekanan yang berbeda-beda, yaitu:
 Daerah low vacuum, merupakan tempat menempelnya nira kotor pada permukaan
RVF. Daerah ini mempunyai tekanan vakum 20-30 cmHg.
 Daerah high vacuum, merupakan daerah penyerap filtrat yang masih terkandung
nira kotor, serta daerah pencucian blotong. Daerah ini mempunyai tekanan
vacuum 40-50 cmHg.
 Daerah non vacuum, merupakan daerah pelepasan blotong oleh scrapper. Daerah
ini mempunyai tekanan 1 atm.
Pada saat bagian tromol berada pada daerah low vacuum, terjadi penempelan nira
kotor yang berada dalam bak penampung. Tromol terus berputar dan sampai pada daerah
high vacuum, dimana saat itu kotoran yang menempel disemprot dengan menggunakanair
panas yang bersuhu ± 70 oC, agar gula yang terkandung di dalam blotong dapat terlarut dan
gula yang terpisah itu kemudian diserap melalui saringan nira tapis. Sedangkan kotoran
yang tidak mengandung gula ini disebut blotong. Nira tapis kemudian ditampung ke bak
penampung nira tapis, untuk selanjutnya dipompa ke tangki nira mentah untuk dicampur
dengan nira mentah untuk dilakukan proses pemurnian lagi. Selanjutnya tromol saringan
sampai pada daerah non vacuum, dimana pada daerah ini terjadi pengikisan blotong yang
menempel pada permukaan tromol dan untuk selanjutnya blotong dibawa menuju truk
penampung untuk dikirim ke unit pengolahan kompos. Biasanya, pupuk kompos yang
dibuat merupakan campuran antara blotong, ampas tebu, abu, dan bakteri yang akan
mengalami proses fermentasi selama 1-2 minggu. Blotong yang dihasilkan per shift
berkisar 25 truck.

53
Gambar III.6 Geometri Rotary Vacuum Filter

54
Gambar III.7 Diagram Alir Stasiun Pemurnian

55
III.5 Stasiun Penguapan
Tujuannya untuk menguapkan air yang terkandung dalam nira encer sehingga di
peroleh nira dengan kekentalan tertentu. Kadar air yang akan diuapkan pada stasiun ini
±80% sehingga menghasilkan nira yang kekentalnya 28-32 oBe. Penguapan nira dilakukan
pada temperatur 60-120 oC. Nira yang keluar dari stasiun penguapan diharapkan akan
mencapai 60 % brix.
Untuk memperoleh kecepatan penguapan yang tinggi dan meminimalisir kerusakan
gula selama proses penguapan maka penguapan dilakukan dalam ruang hampa (vacuum
pan). PG kebon Agung menggunakan alat penguapan (evaporator) sistem multiple effect
dengan tipe Quintiple effect, yaitu lima badan penguapan yang digunakan secara seri.
Penggunaan sistem Quintiple effect dengan pararel badan akhir karena selain effisiensi
penguapan juga mempertimbangkan perbedaan suhu pada setiap evaporator. Jumlah
seluruh evaporator yang ada seluruhnya sebanyak 9 buah. Dari 9 bejana yang ada, hanya 7
yang aktif digunakan sedangkan 2 sebagai cadangan. Proses pembersihan evaporator
dengan cara pemberian chemical ( soda kaustik dan scrub ) untuk pembersihan terhadap
kerak yang timbul. Pembersihan sendiri dilakukan sekitar 2 hari sekali secara berkala.

Gambar III.8 Stasiun Penguapan


Dalam suatu seri badan penguap, tekanan masing-masing badan semakin ke
belakang akan semakin rendah, karena perbedaan tekanan tersebut maka uap air dari nira
pada badan penguapan I dapat mengalir ke badan penguapan II dan digunakan sebagai
steam pemanas untuk memanaskan nira, begitu pula uap air nira dari badan penguapan II
ke badan penguapan 3 dan seterusnya.
Sistem evaporator multiple effect memiliki keuntungan sebagai berikut:
1. Dapat menghemat penggunaan steam karena dengan sekali penggunaan steam pada
badan I akan menguapkan 5 badan penguapan lainnya

56
2. Dapat menghindari penguapan dengan suhu tinggi sehingga akan meminimalisir
kerusakan sukrosa (gula) akibat pengaruh suhu dan waktu
1. Mekanisme Evaporator
Nira dan uap (steam) masuk ke dalam evaporator melalui rangkaian saluran pipa
seri yang berbeda. Di dalam evaporator nira dan uap (steam) tidak berkontak langsung,
melainkan nira masuk ke dalam tube–tube sedangkan uap (steam) masuk ke dalam shell
(ruang antar tube), sehingga hanya terjadi proses perpindahan (transfer) panas dari uap ke
nira di permukaan tube. Selanjutnya Uap (steam) terkondensasi (berubah fase menjadi cair)
kemudian air kondensat masuk ke dalam pipa kondensat.

Gambar III.9 Bagian Dalam Evaporator


Berikut adalah alur dan kondisi pengoperasian nira dalam evaporator:
 Pre-evaporator
Nira jernih yang telah dipanaskan di Heater III (110°C), dipompa masuk ke Pre-
evaporator. pH nira yang masuk badan pre-evaporator harus mendekati netral antara 7-
7,2, karena jika dalam kondisi basa (pH > 7), akan terjadi reaksi karamelisasi, sehingga
terbentuk caramel yang akan menimbulkan kerak yang akan menyumbat pipa nira.
Sedangkan jika kondisi asam (pH < 7), sukrosa akan terinversi, sehingga tidak mampu
membentuk kristal. Uap (steam) yang digunakan di pre-evaporator adalah uap (steam)
bekas dari turbin, dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm2. Jumlah uap (steam) pada Pre-
evaporator disesuaikan dengan kebutuhan uap (steam) untuk stasiun masakan. Hal ini
dikarenakan uap (steam) pada Pre-evaporator akan dialirkan ke stasiun masakan. Suhu
dan tekanan ruang badan Pre-evaporator adalah 120-125°C dan 0,8 kgf/cm2.
Konsentrasi sebesar 15-16% brix. Dari Pre-evaporator, nira akan dialirkan ke rangkaian
5 evaporator (Quintiple effect). Sedangkan uap hasil pemanasan nira pre-evaporator
digunakan untuk pemanas di pan masakan. Dari Pre-evaporator ke evaporator I
dialirkan dengan bantuan pompa dikarenakan tekanan kedua evaporator tersebut sama.

57
 Evaporator I
Steam yang digunakan di badan evaporator I berasal dari uap bekas dari turbin, dengan
tekanan 0,8-1 kgf/cm2. Suhu dan tekanan ruang badan evaporator I adalah 100-110°C
dan 0,4-0,5 kgf/cm2. Konsentrasi sebesar 19% brix. Sedangkan uap hasil pemanasan
nira Evaporator I digunakan untuk pemanas di CVP (Continue Vacum Pan), PP1 dan
PP2 serta Evaporator II, selanjutnya uap dan nira dialirkan ke badan evaporator II
dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator II
Uap nira yang dihasilkan di badan evaporator I, diinputkan ke badan evaporator II
sebagai steam pemanas.Suhu dan tekanan ruang badan evaporator II adalah 80-90°C
dan 0,1 kgf/cm2. Konsentrasi sebesar 20-25% brix. Selanjutnya uap dan nira dialirkan
ke badan evaporator III dengan prinsip beda tekanan.
 Evaporator III
Suhu ruang badan evaporator III adalah 70-80°C dengan tekanan ruang vakum 10
cmHg. Konsentrasi sebesar 28-36% brix. Steam yang digunakan di badan evaporator III
berasal dari uap badan evaporator II. Selanjutnya uap dan nira dari evaporator III
dialirkan ke badan evaporator IV dengan bantuan pompa vacuum.
 Evaporator IV
Suhu ruang badan evaporator IV adalah 55-60°C dengan tekanan ruang vakum 25-30
cmHg. Konsentrasi sebesar 40% brix. Uap yang dihasilkan di badan evaporator III,
diinputkan ke badan evaporator IV sebagai steam pemanas. Selanjutnya uap dan nira
dari evaporator IV dialirkan ke badan evaporator V dengan bantuan pompa vacuum
untuk membantu proses penguapan mencapai titik didih serta membantu evakuasi nira
dan uap.
 Evaporator V
Steam yang digunakan di badan evaporator V berasal dari uap nira dari badan
evaporator IV. Di evaporator V digunakan 2 badan evaporator yang uapnya disusun
secara paralel agar luas perpindahan panasnya lebih besar. Suhu ruang badan
evaporator V adalah 50-58°C dengan tekanan vakum 59-62 cmHg. Konsentrasi sebesar
60% brix atau sebesar 30◦Be.
2. Sulfitasi
Selanjutnya nira kental dari evaporator V dialirkan ke peti penampung nira kental.
Nira kental yang keluar dari badan akhir evaporator ini berwarna gelap, untuk menurunkan
intensitas warna nira menjadi lebih terang (kristal gula yang dihasilkan nantinya akan

58
putih), nira kemudian dialirkan ke bejana sulfitasi untuk diberi gas SO2 kembali. Setelah itu
nira ditampung di peti nira kental tersulfitasi yang kemudian dialirkan ke stasiun masakan.
Sedangkan uap (steam) pemanas dari badan evaporator V dialirkan ke Juice catcher, untuk
menangkap nira yang terikut dalam steam.

Gambar III.10 Penampung Nira Kental


Nira dari uap yang tertangkap Juice catcher akan ditampung di tangki penampung
nira untuk selanjutnya dialirkan ke tangki nira kental pada stasiun penguapan untuk diolah
kembali.
3. Kondensor
Prinsip kerja Kondensor adalah mengontakkan air injeksi (± 30°C) dari Cooling
tower melalui pipa injeksi dengan uap air yang keluar dari Juice catcher, sehingga terjadi
perubahan uap air menjadi embun yang kemudian jatuh ke bawah sebagai air jatuhan (54-
60 °C) yang kemudian dialirkan ke cooling tower. Tekanan pada kondensor berkisar 60-65
cmHg dengan ketinggian kurang lebih 10 meter.

59
Gambar III.11 Condensor Gambar III.12 Juice Catcher
Air kondensat yang mengalir melalui pipa kondensat selanjutnya digunakan untuk
ketel feed water. Analisa untuk memisahkan antara air kondensat yang bergula dan tidak
bergula, uap dari stasiun masakan, stasiun penguapan dan heater dilakukan menggunakan
analisa manual dan otomatis.
Untuk analisa manual dilakukan dengan cara mengambil sedikit sample, kemudian
ditetesi dengan asam sulfat dan alfanatol masing-masing 4 tetes. Apabila berwarna
kekuningan, maka air tersebut tidak mengandung gula, dan dapat digunakan untuk pengisi
air ketel. Dan apabila berwarna merah, maka air tersebut bergula dan selanjutnya
digunakan untuk air proses. Untuk analisa otomatis menggunakan sensor yang nantinya
dihubungkan dengan monitor.
Dalam proses penguapan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a) Tekanan uap nira tiap evaporator harus konstan karena dapat mempengaruhi
kecepatan penguapan.
b) Pengaturan level nira pada setiap evaporator mempengaruhi kecepatan penguapan.
Pengaturan level 30-40 % dari tinggi ruang pemanas sehingga terjadi climbing film.
Level nira akan mempengaruhi nilai U (koefisien perpindahan panas) dari nira
c) Adanya gas-gas yang tak terembunkan dalam ruang pemanas.
d) Adanya kehilangan panas akibat adanya kebocoran valve.
e) Air embun harus dikeluarkan dengan lancar karena dapat menghambat perpindahan
panas dan memperkecil ruang pemanas, Idealnya 20 cm dari tube plat bawah.
f) Adanya kerak yang menghambat transfer panas dan mempengaruhi kecepatan
penguapan.

60
g) Nira yang keluar dari tanki sulfitasi dijaga pada pH 5,4 karena jika pH nira
tersulfitasi >5,4 maka Kristal yang terbentuk pada stasiun masakan akan berwarna
coklat dan berukuran besar

Gambar III.13 Diagram Proses Penguapan

Gambar III.14 Diagram Alir Proses Penguapan

61
III.6 Stasiun Masakan
Stasiun masakan bertujuan untuk mengkristalkan gula atau mengubah bentuk
sukrosa dari zat terlarut dalam nira menjadi zat padat berbentuk kristal gula. Pada stasiun
ini terjadi proses penguapan air lebih lanjut dari nira kental yang dihasilkan pada stasiun
penguapan. Stasiun masakan memiliki 13 buah pan masakan (A=8 pan masakan, A2 = 2
pan masakan , C=2 pan masakan, D2 = 4 pan masakan) dan 1 buah Continous Vacum Pan
(CVP), dengan kapasitas pan A = 700 HL, pan C = 500 HL dan pan D = 500 HL. Stasiun
ini memiliki beberapa alat utama, antara lain : vacuum pan dan palung pendingin. Pada pan
masakan terjadi proses penguapan untuk membuat nira kental menjadi lewat jenuh
sehingga sukrosa mengkristal. Oleh karena itu, untuk menghindari rusaknya sukrosa proses
dilakukan pada tekanan 60-65 cmHg dan suhu pemanasan sekitar 60-700C.

Gambar III.15 Stasiun Pemasakan

62
Proses kristalisasi dalam vacuum pan/pan masakan terjadi dengan cara penambahan
bibit kristal yang disebut fondant. Fondant biasanya ditambahkan sebanyak 200 cc. Inti
kristal ini akan membesar sehingga menjadi kristal yang diinginkan. Kristal-kristal ini akan
diperbesar dengan penambahan nira kental.
Tabel III.2 Data Ukuran Kristal dan HK tiap Masakan
D2 D C A2 A
Ukuran 0,3 0,4 0,6-0,8 0,8 0,8-1,2
Kristal
(mm)
Harga 60-65 58-57 ≤ 70 ≥80
Kemanisan
Sumber: PG. Kebon Agung, Malang (2008)
Bahan masakan tiap tahap masakan (D2, D, C, A2 dan A) berbeda-beda berdasarkan
Harga Kemurnian (HK) masakan yang diinginkan (HK target). Untuk masakan D2 dan D,
bahan yang masuk memiliki HK yang lebih kecil dibandingkan bahan masakan C, A2 dan
A. Hal ini bertujuan untuk menghindari tetes (mollase) yang dihasilkan memiliki HK yang
tinggi, yang berarti kehilangan gula yang tinggi pula. HK maksimal tetes (mollase)
diharapkan 28-30.
Pemasukan bahan masakan dilakukan secara bertahap sesuai prosedur kerja yang
telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terbentuknya kristal palsu dan
penyerapan bahan masakan ke inti kristal (fondant) yang kurang maksimal. Kristal palsu
dapat timbul, dikarenakan jarak antar kristal berjauhan, pemasukan bahan yang kurang
teratur, nira kental terlalu pekat dan masakan terlalu viscous.Nira kental yang akan masuk
stasiun masakan harus memenuhi standar derajat kekentalan (°Be), yaitu berkisar antara
28-30.Dalam sistem masakan ACD, ada 5 tahap masakan, yaitu:

A. Masakan D2
Bahan baku gula D2 :
- Nira kental (hanya untuk awal giling)
- Klare D
- Stroop A
- Stroop C
- Fondant ( bibit inti kristal gula )

63
Proses kristalisasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah pematangan bibit
kristal (Fondant) dengan melapisi (membesarkan) bibit inti kristal tersebut dengan bahan-
bahan masakan yang ditambahkan di setiap tahap masakan sesuai instruksi kerja.
Tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65
cmHg, menggunakan kondensor. Selanjutnya nira kental (hanya untuk awal giling) atau
Stroop A/ Stroop C dimasukkan sebanyak ± 200 HL dalam pan masakan.
Kemudian dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C)
dengan menggunakan uap nira dari evaporator. Lalu ditambahkan fondant (bibit gula)
ukuran 8-10 µm sebanyak ± 200 cc dan ditambahkan Stroop A sampai kristal yang
terbentuk dari fondant nampak. Setelah kristal benar-benar baik dan rata, dilakukan masak
tua. Setelah masakan tua, ditambahkan Klare D sampai volume ± 300 HL. Kemudian
analisa HK sogokan D2 untuk menentukan penarikan bahan pada proses berikutnya yang
ditentukan oleh Ahli Gula (chemiker) sampai volume 400 HL. Selanjutnya masakan D2
dioper ke 1 pan masakan yang lain dengan jumlah yang sama masing-masing 200 HL.
Masakan gula D2 yang sudah terbagi menjadi 2 pan (@200 HL) masing-masing akan
diolah dengn ditambahkan Stroop A/Stroop C lagi secara bertahap hingga mencapai
volume 400 HL. Analisa sogokan sangat menentukan HK target masakan D2 (60-65).
Selanjutnya masakan D2 dioper ke Continous Vacum Pan (CVP) untuk masakan D1,
masing-masing 200 HL.

B. Masakan D1
Bahan yang digunakan untuk masakan D ada 4, yaitu:
- masakan D2
- Stroop A
- Stroop C
- Klare D
Hasil dari pan D2 dialirkan menuju ke Continous Vacum Pan (CVP) untuk
melakukan masakan D1. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum
dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan D2 dimasukkan dengan flowmeter 15, dan
dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C) dengan menggunakan
uap nira dari evaporator. Pada compartement 1-6 terdapat penambahan Stroop A dan air.
Lalu, pada compartement 7-12 terdapat penambahan Stroop A, Stroop C, dan air. Sehingga
di akhir compartement 12 didapatkan HK 56 dan ukuran gula D sekitar 0,5 mm. Lalu hasil
masakan D1 diturunkan menuju palung pendingin D dan dipompa ke Rapid Crystalizer,

64
yang berfungsi untuk mendinginkan masakan D dengan cepat, agar terjadi kristalisasi
lanjut sehingga kristal tidak mudah larut saat disiram air. Disini dihasilkan massecuite
dengan ukuran kristal ± 0,4 mm.

C. Masakan C
Bahan yang digunakan untuk masakan C, yaitu:
- Klare SHS
- gula D (babonan D/einwurf D)
- Stroop A
- Klare D
Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan
60-65 cmHg, nira kental dan Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan
pemanasan suhu ± 65°C sampai terbentuk benangan. Setelah itu gula D dimasukkan
sebanyak ± 50 HL dan dilakukan pemasakan tua (jika jarak kristal rapat dan teratur).
Kemudian ditambahkan lagi Stroop A sampai volume masakan ± 250 HL, lalu
ditambahkan klare D/klare SHS sampai volume ± 400 HL (klare D yang diutamakan, klare
SHS ditambahkan jika tanki klare SHS sudah penuh)dan dianalisa sogokan dengan HK
target ≤ 70%. Setelah ukuran kristal 0,6-0,8 mm, massecuite C diturunkan menuju palung
pendingin C untuk menurunkan suhu massecuite C, sebelum menuju stasiun putaran.

D. Masakan A2
Bahan yang digunakan untuk masakan A2, yaitu:
- Nira kental
- Gula C (babonan C / einwurf C)
Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-
65 cmHg. Nira kental dimasukkan sebanyak ± 200 HL dan dilakukan pemasakan tua
sampai terbentuk benangan. Setelah itu ditambahkan gula C sebanyak ± 40 HL dan
dilakukan penuaan. Secara bertahap ditambahkan nira kental sampai volume masakan ±
400 HL dan dituakan sampai ukuran kristalnya mencapai 0,8 mm. Selanjutnya masakan A2
dioper ke 2 pan masakan A, masing-masing 200 HL.

E. Masakan A
Bahan yang digunakan untuk masakan A, yaitu:
- masakan A2
- nira kental
65
Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan
60-65 cmHg, masakan A2 dimasukkan sebanyak ± 200 HL dan dilakukan penuaan. Setelah
itu ditambahkan nira kental sampai volume masakan ± 400 HL serta dilakukan penuaan
lagi dan pengamatan ukuran kristal. Apabila ukuran kristal sudah mencapai 0,9-1 mm,
massecuite A diturunkan menuju palung pendingin A untuk menurunkan suhu massecuite
A, sebelum menuju stasiun putaran.

F. Penambahan Bahan Kimia


Terkadang di stasiun masakan dilakukan penambahan bahan kimia untuk
menunjang proses pemasakan. Bahan kimia yang ditambahkan adalah :
 HASTHIONITE
Bahan kimia ini berbentuk serbuk dan ditambahkan ke dalam masakan untuk
memutihkan warna kristal gula. Terkadang keadaan pH yang rendah membuat warna
gula menjadi pucat sehingga ditambahkan bahan kimia ini.
 Nira
VOLTABIO
Kental 2779 / HASSURF
Sulfitasi
Kedua bahan ini berbentuk gel dan ditambahkan untuk mengurangi terjadinya viskos
pada niea kental di stasiun masakan. pH kurang normal membuat nira kental terlalu
lengket seperti caramel. Stroop
Penggunaan Fondant pada
Voltabio 2779 atau Hassurf bergantung
A
Klare D
stok yang disediakan oleh pabrik, jika yang digunakan Voltabio 2779 maka itu yang
digunakan dn begitu pun sebaliknya. Jika gula terlaluStroop
viscous
C maka ditambahkan anti
Pan A2dengan merk dagang HassurfPansebanyak
C Pan D2
viscous 0,5 kg atau Voltabio 2779 0,5 kg.

Pan A Palung Continues


Pendingin Vacum Pan
(CVP) D1

Putaran A
Putaran C
Rapid

Klare SHS Einwurf C


Putaran D1 Tetes

Palung Continues
Pendingin Vacum Pan
Gula SHS Magma
(CVP)D

Putaran D2
66

Einwurf D
Gambar III.13 Diagram Alir Proses Masakan

III.7 Stasiun Putaran


Di stasiun putaran dilakukan proses pemutaran masecuite yang bertujuan
memisahkan kristal gula dari larutan induknya (stroop). Pada proses ini akan diperoleh
gula produk SHS dan hasil samping tetes. Hasil proses kristalisasi yang masih berupa
massa campuran antara kristal-kristal gula dan sedikit sisa larutan induknya akan
ditampung dalam palung-palung pendingin dengan harapan akan terjadi kristalisasi lanjut.
Proses putaran menggunakan sistem penyaringan yang bekerja berdasarkan gaya
sentrifugal. Alat pemutarannya disebut centrifugal machine mempunyai 2 jenis yaitu:
i. High Grade Fugal (HGF)
ii. Low Grade Fugal (LGF)
Alat putaran terdiri dari suatu silinder, dindingnya dilapisi saringan dan
dihubungkan dengan sumbu yang berputar. Masakan masuk ke dalam basket akan
terlempar menjauhi sumbu perputaran, hal ini berdasarkan prinsip gaya sentrifugal.
Dinding alat yang merupakan saringan akan menahan kristal gula sedangkan larutan
induknya akan menembus dinding saringan sehingga keduanya akan terpisah. Larutan
induk yang masih menempel pada kristalgula dihilangkan menggunakan air siraman. Air
siraman digunakan secukupnya agar gula tidak larut kembali.Setelah penyiraman dengan
air, lalu diberikan uap panas (steam) agar gula menjadi kering saat diturunkan dari mesin

67
putaran (pemberian steam pada putaran untuk gula SHS). Factor yang berpengaruh pada
proses putaran adalah:
1. Viskositas masakan, tergantung pada suhu dan HK
2. Kondisi Kristal yang dihasilkan
3. Kecepatan dan waktu putar alat putaran
4. Jumlah air panas dan steam yang disemprotkan pada saat pemutaran
Pada proses pemutaran dilakukan pencucian dengan air dan uap, agar diperoleh
hasil yang maksimal maka pada saat pencucian dilakukan pemutaran dengan rpm yang
tinggi. Di PG Kebon Agung mempunyai 21 unit putaran yang teridiri dari:
a. 8 putaran discontinue High Grade Fugal (HGF) untuk masakan A
b. 13 putaran continue Low Grade Fugal (LGF) yaitu 3 LGF untuk masakan C, 6
LGF untuk masakan D1, dan 4 LGF untuk masakan D2.

Gambar III.14 Stasiun Putaran D dan C

A. Putaran Discontinue High Grade Fugal


(HGF)
Putaran discontinue A jenis WSM ( Western States Machine ), merupakan putaran
langsung dimana pengoperasiannya secara digital dengan system batch yang berjunlah 6
buah. Kapasitas putaran tipe I, II, III 1850 kg/charge. Tipe IV dan V 1200 kg/charge serta
tipe VI 850 kg/charge dengan rata-rata adalah 1200 rpm dan waktu tinggal 210 detik.
Berfungsi untuk memutar gula A dan SHS sebagai gula produk. Masakan A dipompa ke
talang mixer yang berada diatas putaran dan lewat pengisian masakan diturunkan untuk
dipisahkan kristal dan stroopnya. Pada putaran discontinue dilakukan dalam 1 siklus yang

68
berkisar selama 3 - 4 menit. Tahap-tahap dalam proses putaran hasil masakan A tersebut
antara lain:
a. Hasil masakan A yang turun dari vacuum pan tidak langsung masuk ke dalam mesin
centrifugal tetapi ditampung dalam receiver A. Hasil masakan dalam receiver tidak
memiliki waktu tinggal karena hanya lewat untuk kemudian siap diputar.
b. Setelah melewati receiver, hasil masakan A kemudian dialirkan menuju tangki
distributor A. Dalam distributor, hasil masakan akan di distribusikan ke setiap alat
putaran.
c. Selanjutnya hasil masakan A masuk ke mesin centrifugal dengan tahapan siklus
sebagai berikut:
1. Masecuite A (hasil masakan A) turun ke dalam mesin centrifugal dengan keadaan
basket centrifugal berputar pada kecepatan 200 rpm.
2. Hasil masakan A dialirkan pada basket centrifugal sampai batas cake feeler
kemudian pengisian berhenti, lalu kecepatan putaran basket centrifugal terus
meningkat hingga 1000 rpm.
3. Pada kecepatan 300 rpm dilakukan penyiraman air panas 90 oC selama ± 3 detik.
Pada penyiraman ini akan terpisah antara stroop A dan gula A. Stroop A yang
dihasilkan akan ditampung sementara dalam palung penampung sebelum
dijadikan bahan masakan D2.
4. Kemudian pada kecepatan 600 rpm dilakukan penyemprotan kembali
menggunakan air panas 90 oC selama ± 2 detik. Proses penyemprotan yang kedua
ini menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS yang dihasilkan akan
digunakan untuk bahan masakan A.
5. Setelah penyemprotan, kecepatan basket centrifugal terus meningkat hingga 1000
rpm lalu dilakukan proses pengeringan gula SHS yang terbentuk dengan cara
ditambahkan uap panas (steam).
6. Kecepatan basket centrifugalakan turun sampai 50 rpm kemudian kristal gula
produk yang berada di bagian samping basket centrifugal disekrop sehingga jatuh
ke screw conveyor dan dibawa menuju talang goyang (vibrating screen).
Selanjutnya kristal gula akan dikeringkan dan di dinginkan dalam dryer dan
cooler, sedangkan molassesnya dipompakan ke molasses tank.
7. Setelah kristal gula turun, dilakukan proses washing basket dimana basket
centrifugal disemprot dengan air panas selama ± 2 detik agar basket centrifugal
bersih dari sisa-sisa kristal gula yang masih menempel.

69
Gambar III.16 Stasiun Putaran A
B. Putaran Continue Low Grade Fugal (LGF)
Putaran ini digunakan untuk hasil masakan C dan masakan D. Tahapan proses
pemutarannya sebagai berikut:
1. Putaran D
Proses putaran hasil masakan D dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a) Putaran D1
1. Hasil masakan D1 ditampung sementara dalam receiver D1.
2. Kemudian dipompa menuju palung pendingin (vertical crystallizer) (40-
45oC) yang memiliki elemen berisi air dingin yang bertujuan untuk
mempercepat proses pendinginan, sehingga bentuk kristalnya tetap terjaga
dan tidak meleleh karena ukuran kristal terlalu kecil.
3. Setelah diproses pada vertical crystallizer, hasil masakan D1 diteruskan ke
distributor D1 dengan tujuan untuk menjaga kontinuitas proses putaran D1.
4. Kemudian masuk ke putaran kontinyu yang bekerja dengan gaya
centrifugal, sehingga kristal terlempar menjauhi pusat putaran menuju
dinding saringan yang berbentuk kerucut sambil dilakukan penyiraman

70
dengan air panas bersuhu 50 - 55oC agar mempermudah proses pemisahan.
Lalu gula D1 akan naik dan meluap ke penampung dan molasses-nya akan
melewati saringan dan turun ke bak penampung (final molasses).
5. Pada proses putaran D1 ini menghasilkan gula D1 dan tetes. Tetes
merupakan hasil samping yang tidak dapat diproses menjadi gula lagi
sehingga langsung dialirkan ke bak penampung (final molasses) dan
dipompa menuju final molasses tank (by product). Sedangkan gula D1
dipompa menuju distributor D2 untuk proses lebih lanjut. PG. Kebon
Agung 5 buah putaran D1 dengan kapasitas maasing-masing 20 ton/jam
dan dengan kecepatan sekitar 2000 rpm.
b) Putaran D2
Dari distributor D2, gula D1 dialirkan menuju putaran D2. Proses putaran D2
sama halnya dengan proses putaran D1, pada putaran ini dilakukan
penyemprotan air panas secara kontinyu. Hasil putaran D2 adalah gula D2 dan
klare D. Gula D2 digunakan untuk bahan masakan C sedangkan klare D
digunakan untuk bahan masakan D2. Untuk putaran D2 ada 4 buah dengan
kapasitas 9 ton/jam dan dengan kecepatan sekitar 2000 rpm.

Gambar III.17 Stasiun Putaran D1 dan D2

2. Putaran C
Hasil masakan dari vacuum pan C (masecuite C) ditampung dalam receiver untuk
sementara. Setelah itu massecuite C dialirkan menuju tangki distributor C untuk menjaga
kontinuitas putaran C. Prinsip kerja putaran C sama dengan putaran D1, dengan suhu
siraman 50 - 55oC bedanya untuk hasil putaran C tidak diputar lagi. Putaran C

71
menghasilkan stroop C dan magma C. Stroop C digunakan untuk bahan masakan D2
sedangkan magma C ditampung pada tangki babonan C (seed tank C) yang selanjutnya
digunakan untuk bahan masakan A. PG. Kebon Agung menggunakan 5 buah putaran C
dengan kapasitas 1,85 ton/jam dan keceptan putar sekitar 2000 rpm.

Masakan A Masakan C Masakan D

Receiver Receiver C Receiver D1

Distributor A Distributor C Distributor D1


Hot Water Hot Water Hot Water
Putaran A Stroop A Putaran C Stroop C Putaran D1 Tetes

Gula A Magma C Gula D1


Hot Water
Putaran SHS Klare SHS Distributor D2
Hot Water

Gula SHS Putaran D2 Klare D

Gula D2

Gambar III.15 Diagram Alir Stasiun Putaran

72
III.8 Stasiun Penyelesaian dan Gudang
Tujuannya ntuk memepersiapkan Kristal gula produk yang dihasilkan oleh stasiun
putaran agar memiliki kualitas yang baik (ukuran Kristal gula yang memadai dan daya
tahan simpan yang lama).
Proses penyelesaian di PG kebon Agung meliputi:
1. Proses Pengeringan
2. Proses penyaringan
3. Proses pembungkusan
4. Penyimpanan

1. Pengeringan
Gula SHS dari putaran A disaring untuk memisahkan kristal gula SHS yang
diinginkan dengan kotoran dan bongkahan gula, yang nantinya akan diangkut ke tangki
leburan. Lalu, gula SHS turun ke vibrating conveyor, yang berfungsi untuk memberikan
getaran dan waktu kontak dengan udara luar pada gula SHS, sehingga gula SHS lebih
kering dan dingin.

73
Gambar III.18 Vibrating Conveyor
Selanjutnya menuju sugar dryer (alat pengering). Di dalam sugar dryer, gula
dihembuskan udara kering dari blower sebanyak 12 buah dengan suhu 80 oC dan daya
masing-masing blower 5 kW. Gula yang keluar dari sugar dyer masuk ke sugar cooler
untuk didinginkan kembali, di dalam sugar cooler gula dihembuskan udara dingin dari
cooling fan.
Gula debu dan uap air yang terdapat pada sugar dyer dan sugar cooler dihisap oleh
rotoclone, dari rotoclone masuk ke cyclone, disini disemprotkan air suhu 80-100 oC. Uap
dari sugar dryer akan keluar melalui vent, sedangkan kotoran yang tercampur dalam debu
akan turun ke remelter. Gula yang keluar dari proses pengeringan diharapkan memiliki
kadar air ±0,05% dengan temperature 30-40 oC.

Gambar III.19 Sugar Dryer, Rotoclone, Bucket Elevator


2. Penyaringan
Gula SHS hasil pengeringan masih memiliki ukuran Kristal yang tidak homogeny
karena itu harus di saring dahulu untuk mendapatkan ukuran Kristal gula normal yang
homogeny dengan menggunakan vibrating screen. Gula diangkut menuju vibrating screen
dengan menggunakan bucket elevator. Di vibrating screen, terdapat 3 macam saringan,
yaitu saringan pertama <4 mesh ( gula kasar), kedua 4-30 mesh (gula normal), dan ketiga >
30 mesh (gula halus). Gula yang halus dan kasar dilebur kembali, sedangkan gula normal
masuk ke sillo dengan menggunakan belt conveyor. Selama pengangkutan terdapat dua
buah magnet pada ujung belt conveyor yang berfungsi untuk menangkap logam yang
terbawa oleh gula.

74
Gambar III.20 Vibrating Screen

Gambar III.21 Belt Conveyor


3. Pembungkusan
Setelah itu dilakukan pembungkusan gula produk SHS dengan karung plastik
dengan berat 50 kg masing-masing karung. Gula produk SHS yang di simpan di silo
disalurkan menuju packer gula kemudian di jahit lalu di kirim menuju gudang gula, setiap
beberapa jam sekali karung gula yang telah di jahit ditimbang terlebih dahulu sebagai
sampel random untuk memastikan bahwa berat gula telah sesuai. Peralatan yang digunakan
adalah
1. Packer gula,berfungsi untuk memasukkan gula dalam karung dengan berat 50 kg
2. Mesin jahit, berfungsi untuk menjahit karung yang berisi gula 50 kg
3. Conveyor gula, berfungsi sebagai alat akomodasi gula yang telah di jahit menuju
gudang

75
Gambar III.22 Gudang Pembungkusan

4. Penyimpanan
Gula yang akan di karungi dan di simpan di gudang juga mendapatkan pengawasan
visual secara warna dan kekeringan. Berikut adalah syarat-syarat gula yang masuk gudang:
a. Gula harus kering dan bersih (kadar air maksimal 1%)
b. Gula memiliki warna standart sesuai standart P3GI
c. Ukuran Kristal gula memenuhi standart (0,8-1,0 mm)
d. Berat bersih tiap karung harus 50 kg
e. Karung harus utuh,tidak robek dan dalam keadaan rapi
Pengeluaran gula dari gudang juga harus sesuai prinsip FIFO yaitu gula yang
masuk lebih awal harus keluar lebih awal juga untuk menghindari kerusakan gula saat
penyimpanan.

76
Gambar III.23 Diagram Alir Stasiun Penyelesaian

BAB IV
SPESIFIKASI PERALATAN

IV.1 Stasiun Persiapan`


Peralatan yang digunakan pada stasiun persiapan adalah sebagai berikut :
1. Timbangan Truk
Merk indikator : AND AD 4347
Kapasitas : 50 ton
Panjang :9m
Lebar :7m
Jumlah : 1 buah

77
2. Timbangan Crane
Merk indikator : UP GREEN
Kapasitas : 10 ton
Jumlah :2 buah
3. Overhead Crane (untuk gilingan dalam)
Fungsi : untuk membongkar tebu dari truk gandeng ke cane
table dengan cara mengangkut tebu dengan menggunakan
sling
Merk : MORRIS
Kapasitas : 16 ton
Tinggi : 10,7 m
Kecepatan angkut : 6 m/menit
Jumlah : 1 buah
4. Overhead Crane (untuk truk gandeng)
Merk : DEMAC
Kapasitas : 16 ton
Jumlah : 1 buah
5. Monorail Crane
Fungsi : untuk membongkar tebu dari truk engkel ke cane table
dengan cara mengangkut tebu dengan menggunakan sling
Kapasitas : 12,5 ton
Type : Mono crane
Jumlah : 1 buah
6. Cane table
Fungsi : untuk menampung tebu dari bongkaran truk yang
masuk ke cane carrier
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 67 ton/jam
Kecepatan rantai : 0,06 – 0,12 m/detik
Panjang :7m
Lebar :6m
Penggerak : hidrolik
Daya motor : 35 Hp

78
IV.2 Stasiun Gilingan
Peralatan yang digunakan pada stasiun gilingan adalah sebagai berikut :
1. Cane carrier
Dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Auxillary carrier berfungsi untuk membawa tebu dari cane table melewati cane
cutter dan unigrator
b. Main carrier berfungsi untuk membawa tebu dari unigrator ke gilingan I
Cane Carrier (datar/miring)
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Panjang : 38 m/27,5 m
Lebar : 1,98 m
Kecepatan rantai : 4 – 12 m/menit
Daya motor : 60 Hp
Jumlah : 2 buah

5
3
2

Gambar IV.1 Cane Carrier


Keterangan gambar Cane Carrier:
1. Roda penggerak : Untuk menggerakkan rantai yang dihubungkan dengan motor
listrik

79
2. Roda penahan : Untuk menahan cane carrier agar tidak bergetar sehingga
mudah berjalan
3. Carrier : Untuk meletakkan tebu
4. Sapu krepyak : Untuk membersihkan cane carrier agar kebersihan terjaga
Cara kerja :
Tebu dari crane menuju cane leveler dibawa oleh crane carier. Disini ada
pengontrol. Jadi cane carier ini bekerja secara manual.
2. Cane leveller
Fungsi : untuk meratakan tebu supaya ketinggian tumpukan rata,
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan gilingan
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Daya motor : 30 Hp
Jumlah : 1 buah
3. Cane cutter I
Fungsi : sebagai pemotong dan pengangkut tebu agar
melewati unigrator sehingga diperoleh potongan yang lebih
kecil
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Diameter : 1520 mm
Jumlah pisau : 56 buah
Jarak dengan carrier : 25 – 30 cm
Kecepatan putar : 600 rpm
Penggerak : turbin uap
Jumlah : 1 buah
4. Cane cutter II
Fungsi : sebagai pemotong dan pengangkut tebu agar melewati
unigrator sehingga diperoleh potongan yang lebih kecil
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Diameter : 1520 mm
Jumlah pisau : 80 buah
Jarak dengan carrier : 25 – 30 cm

80
Kecepatan putar : 600 rpm
Penggerak : turbin uap
Jumlah : 1 buah

Gambar IV.2 Pisau tebu (Cane Cutter)


Keterangan gambar Pisau tebu (Cane Cutter) :
1. Poros : Digunakan untuk tempat kedudukan piringan dan pisau.
2. Baut Pengunci : Digunakan untuk mengunci disk-disk
3. Cincin Pembatas : Digunakan untuk membatasi antara disk dan baut
pengunci
4. Penahan pisau : Digunakan untuk menguatkan pisau pada piringan sehingga
tidak bergoyang
5. Piringan baja : Sebagai tempat kedudukan pisau
6. Pisau : Digunakan untuk memotong dan mencacah tebu menjadi potongan
kecil
7. Baut : Sebagai penguat pisau dan dapat dibuka untuk mengganti pisau yang
rusak
Cara Kerja :
Tebu dari cane leveler sebelum masuk ke HDHS dicacah terlebih dahulu oleh
cane cutter. Disini tebu akan dicacah menjadi bagian-bagian kecil.
5. Turbin Cane Cutter I

81
Merk : SHINKO
Daya motor : 1500Hp
Kecepatan : 5220 rpm
Jumlah : 1 buah
6. Turbin Cane Cutter II
Merk : SHINKO
Daya motor : 2500Hp
Kecepatan : 5136 rpm
Jumlah : 1 buah
7. HDHS
Fungsi : untuk mencacah tebu menjadi serpihan kecil sehingga sel-sel tebu
terbuka, dimana sel-sel ini didalamnya mengandung nira yang akan
diperah di gilingan
Merk : SH-ENCO
Kapasitas : 500 ton/jam
Penggerak : turbin uap
Kecepatan : 1000 rpm
Jumlah : 1 buah
Heavy duty hammer shredder (HDHS) yang digunakan PG Kebon Agung adalah
tipe Gruendler Shredder.

82
Gambar IV.3 Heavy Duty Hammer Shredder (HDHS)
8. Turbin HDHS
Merk : SHINKO
Daya Motor : 4000 Hp
Tekanan uap : 16 kg/cm2
Temperatur uap : 310ºC
Kecepatan : 8900 rpm
9. Turbin gilingan
Fungsi : untuk menggerakkan gilingan. PG Kebon Agung
mempunyai 5 turbin untuk 5 gilingan
Merk : SHINKO

83
Kecepatan : 5084 rpm
Daya motor : 1100Hp
Tekanan uap : 16 kg/cm2
Temperatur uap : 310ºC
10. Gilingan
Fungsi : untuk memerah tebu sehingga diperoleh nira sebanyak mungkin.
Bahan standar untuk gilingan adalah besi cor dengan penggerak
turbin uap
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Kecepatan putar : 6 rpm
Diameter : 965 mm
Lebar : 1980 mm
Daya : 750 Hp
Penggerak gilingan: turbin uap
Jumlah : 5 buah

4
11
8
3
2
5 6
8
7

9
1
0

84
Gambar IV.4 Mesin Gilingan
Keterangan gambar Gilingan :
1. Gigi penggerak : Untuk menggerakkan roll muka dan roll belakang.
2. Plat ampas : Untuk plat penahan ampas supaya tidak jatuh ke penampung nira.
3. Pressure Feeder : Untuk mengumpan cacahan tebu ke rol gilingan.
4. Rol atas :Sebagai rol penekan cacahan tebu dari atas.
5. Plat nira : Untuk menahan nira agar tidak tercecer.
6. Rol belakang :Untuk landasan tekanan rol atas saat pemerahan ke dua.
7. Rol muka : Sebagai landasan tekanan rol atas saat pemerahan pertama.
8. Plat sisir ampas : Untuk membersihkan ampas yang melekat pada rol.
9. Penampung nira : Untuk menampung nira hasil pemerahan.
10. Saluran nira :Untuk mengeluarkan nira dari penampung nira.
11. Corong :Sebagai jalan masuknya ampas ke pressure feeder.
Cara Kerja :
Tebu masuk ke No 1 kemudian diperas oleh tiga gilingan yang bergerak berlawanan
arah. Nira akan turun melalui pipa nira yang kemudian akan ditampung oleh
penampung nira. Ampas pada gilinganakan bergerak ke No 2. Sisa-sisa ampas pada
gilingan akan dibersihkan oleh scrapper.
11. Intermediate carrier
Fungsi : sebagai pembawa ampas antar gilingan
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Kecepatan : 33 m/menit
Panjang : 5500 mm
Lebar : 1980 mm
Daya motor : 15 kW
Jumlah : 4 buah
12. Saringan DSM (Develary Screen Maceration)
Merk : A.W. SMITH
Type : P 45o
Model :A

85
Lebar : 2134 mm
Lebar bukaan : 0,7 mm
Jumlah : 2 buah

13. Pompa Maserasi


Merk : SMITH
Kapasitas : 55 m3/jam
Daya motor : 75 Hp
Jumlah : 3 buah
14. Pompa sebelum DSM
Merk : SMITH
Kapasitas : 140 m3/jam
Jumlah : 2 buah
15. Pompa sesudah DSM
Merk : SMITH
Kapasitas : 227 m3/jam
Jumlah : 2 buah
16. Pompa Nira Mentah
Merk : STORIS
Kapasitas : 400 m3/jam
Head : 15 m
Daya motor : 15 Hp
Jumlah : 2 buah
17. Intermediator Carrier
Merk : A.W. SMITH
Kapasitas : 178 ton/jam
Kecepatan : 4 – 12 m/mnt
Lebar : 1980 m
Jumlah : 1 buah
18. Pompa Air Imbibisi
Merk : STORIS
Kapasitas : 50 m3/jam
Head : 12 m
Daya motor : 5,5Hp

86
Jumlah : 1 buah
19. Bagasse elevator
Fungsi : untuk membawa ampas dan mengeringkan ampas
dari stasiun gilingan ke ketel uap
IV.3 Stasiun Pemurnian
Peralatan yang digunakan pada stasiun pemunian adalah sebagai berikut :
1. Peti nira mentah
Fungsi : untuk menampung nira
Diameter : 4000 mm
Tinggi : 3500 mm
Panjang : 3000 mm
Jumlah : 1 buah
2. Pompa nira mentah
Fungsi : untuk memindahkan nira ke dalam pemanas
pendahuluan
Merk : ROBUSHI
Kapasitas : 500 m3/jam dan 700 m3/jam
Type : R125 – 400/06
Head : 40 m
Kecepatan : 1450 rpm
Daya motor : 77 kW
Jumlah : 2 buah + 1 buah

3. Pemanas Pendahuluan (Juice Heater)


Fungsi : memanaskan nira pada suhu tertentu untuk mempercepat
reaksi dan mempermudah proses pemurnian, terdiri dari :
 Pemanas Pendahuluan I, memanaskan suhu 77– 80 oC
 Pemanas Pendahuluan II, memanaskan suhu 103 –105 oC
 Pemanas Pendahuluan III, memanaskan suhu 105 – 110oC
Kapasitas : 520m3 (1 unit)
500 m3 (2 unit)
400 m3 (1 unit)
300 m3 (3 unit)
180 m3 (3 unit)

87
Jumlah : 10 buah

1
9
12
2

7
6
8

13
4 Gambar IV.5 Alat Pemanas Pendahuluan (Juice Heater)
Keterangan gambar Alat pemanas pendahuluan (Juice Heater) :
1. Pipa valve ganda (afsluiter ganda) : Sebagai saluran keluar masuknya nira.
2. Pengaman tekanan : Untuk mencegah tekanan yang berlebihan.
3. Pipa amoniak : Untuk mengeluarkan gas yang tidak terembunkan.
4. Pipa tap nira : Untuk mengeluarkan nira saat sekrap.
5. Bandul pemberat : Sebagai pengimbang pada waktu membuka dan
menutup.
6. Pipa nira : Untuk tempat nira bersirkulasi mendapatkan panas.

88
7. Pipa pemasukan uap : Untuk jalan masuknya uap ke ruang pemanas.
8. Sekat dan plat pipa nira : Sebagai pengatur sirkulasi nira.
9. Penutup atas : Untuk menutup sekat atas dan dibuka pada waktu sekrap.
10. Pipa pengeluaran udara (krancis) : Untuk mengeluarkan udara atau gas yang
dapat menyebabkan akumulasi pada ruang nira.
11. Pipa Pengeluaran air : Untuk mengeluarkan air sewaktu diadakan test
kebocoran pipa nira.
12. Pipa pemasukan air : Untuk memasukkan air sewaktu diadakan test
kebocoran pipa nira.
13. Pipa pengeluaran air konden : Untuk mengeluarkan air embun.
Cara Kerja :
Di alat heater ini nir akan dipanaskan sampai suhu tertentu yang digunakan sebagai
pemanas adalah steam, steam yang digunakan berasal dari steam bekas gilingan dan
turbin. Steam ini masuk melalui pipa No 7 pada sheel. Kemudian nira masuk melalui
pipa No 6 pada tube. Setiap beberapa sekali alat heater ini dibersihkan dengan
membuka pipa no 11, 9, dan 4. Terdapat pipa amoniak jika dalam nira tersebut
mengandung gas amoniak.
4. Pompa Kondensat
Merk : STORK
Kapasitas : 15 m3/jam
Head : 20 m
Daya motor : 2,956 Hp
Kecepatan : 1450 rpm
Jumlah : 7 buah

5. Reaction tank
Fungsi : untuk menetralkan kelebihan Ca(OH)2 dan membentuk
endapan CaSO3 yang dapat menyerap kotoran sehingga
mudah diendapkan
Merk : STORK
Kapasitas : 4 m3
Tinggi : 1800 mm

89
Diameter : 1800 mm
Kecepatan putar : 200 rpm
Jumlah : 1 buah
6. Saringan Susu Kapur
Merk : STORK
Kapasitas : 10 m3/jam
Diameter : 30 mesh
Jumlah : 1 buah
7. Tangki Over Flow Susu Kapur
Merk : STORK
Kapasitas : 1 m3/ jam
Tinggi : 990 mm
Diameter : 1250 mm
Jumlah : 1 buah
8. Pompa Vacum
Merk : NASH & ROBUSHI
Kapasitas : 1200 m3/jam
Daya motor : 30 kW dan 42 kW
Jumlah : 2 buah
9. Tangki Udara
Merk : STORK
Kapasitas : 5000 lt
Tinggi : 3600 mm
Diameter : 1400 mm
Tekanan operasi : 0,5 – 11 Ato
Jumlah : 2 buah

10. Rotary sulphur burner


Fungsi : sebagai tempat pembakaran belerang sehingga
menghasilkan gas SO2
11. Tangki flokulan
Fungsi : sebagai tempat penampungan atau pencampuran flokulan
dengan air
12. Prefloc tower/flash tank

90
Fungsi : sebagai tempat pencampuran nira mentah tersulfitir dari
pemanas pendahuluan II dengan flokulan untuk dialirkan ke
clarifier

13. Single tray clarifier


Fungsi : sebagai bak pengendapan sehingga didapatkan nira jernih
dan nira kotor. Didalamnya terdapat alat pengaduk yang
berfungsi untuk mengaduk endapan secara perlahan agar
mudah dialirkan serta membersihkan bejana dari endapan
yang menempel
Kapasitas : 15.000 TCD nira mentah
Tinggi : 7,5 m
Diameter : 13 m
Volume : 500 m3
Jumlah : 1 buah
Clarifier yang digunakan PG kebon Agung adalah tipe S.R.I Clarifier. Dengan alur
nira sebagai berikut:
1 dan 2 adalah feed inlet
3 adalah Feed Launder
4 adalah Feedwell
5 dan 6 adalah Take Of Launder
7 adalah Juice Outlet

91
Gambar IV.6 Clarifier
14. Tangki Nira Jernih
Merk : STORK
Kapasitas : 20 m3
Jumlah : 1 buah
15. Pompa Nira Jernih
Merk : ROBUSHI
Kapasitas : 350 m3/jam
Type : RRS - 315
Jumlah : 2 buah
16. Tangki Nira Kotor
Merk : STORK
Kapasitas : 7,5 m3
17. Pompa nira kotor
Merk : STORK
Kapasitas : 50 m3/jam
Jumlah : 2 buah
18. Pompa Air Bilasan
Merk : SIHL

92
Daya : 7,5 kW
Kecepatan : 1450 rpm
Jumlah : 2 buah
19. Rotary Vacum Filter (RVF)
Fungsi : untuk menapis nira kotor sehingga diperoleh nira
jernih dan blotong
Jumlah : 2 unit
Pada Rotary Vacum Filter terbagi menjadi 3 daerah, yaitu :
 Daerah low vacum
Daerah ini mempunyai tekanan vacuum 15 – 20 cmHg dan juring 75 oC.Merupakan
daerah menempelnya nira.
 Daerah high vacum
Daerah ini mempunyai tekanan vacuum 30 – 40 cmHg dan juring 270
o
C.Merupakan daerah penyerap filtrat yang masih terjandung dalam nira kotor dan
daerah pencucian blotong.

 Daerah non vacum


Daerah ini mempunyai tekanan 1 atm dan juring 15 oC. Merupakan daerah
pelepasan blotong.
Gambar berikut adalah diagram operasi continuous rotary vacuum filter

Gambar IV.7 Rotary Vacuum Filter


Cara Kerja :

93
Pada saat bagian tromol berada pada daerah low vacuum, terjadi penempelan
nira kotor yang berada dalam bak penampung. Tromol terus berputar dan sampai pada
daerah high vacuum, dimana saat itu kotoran yang menempel disemprot dengan
menggunakanair panas yang bersuhu ± 80 oC, agar gula yang terkandung di dalam
blotong dapat terlarut dan gula yang terpisah itu kemudian diserap melalui saringan
nira tapis. Sedangkan kotoran yang tidak mengandung gula ini disebut blotong. Nira
tapis kemudian ditampung ke bak penampung nira tapis, untuk selanjutnya dipompa ke
peti nira mentah untuk dicampur dengan nira mentah dan dilakukan proses pemurnian
lagi. Selanjutnya tromol saringan sampai pada daerah non vacuum, dimana pada daerah
ini terjadi pengikisan blotong yang menempel pada permukaan tromol dan untuk
selanjutnya blotong dibawa menuju truk penampung untuk dikirim ke unit pengolahan
kompos.
20. Sulfur Tower
Keterangan Gambar Sulfur tower (Cascade Tower):
1. Screw belerang : Digunakan untuk membuat rata pemberian belerang
kedalam Rotary sulfur burner.
2. Rotary sulfur burner : Berfungsi sebagai tempat pembakaran belerang cair
menjadi gas SO2 dimana peti terebut dapat berputar yang fungsinya agar semua
belerang dapat terbakar sehingga menjadikan pemakaian belerang lebih efisien.
3. Sublimator : Untuk tempat menyublimkan gas belerang.
4. Sulfur Tower : Sebagai wadah pertemuan antara nira dan gas SO 2 sehingga,
pH nira tercapai sesuai yang kita kehendaki.
5. Titai : Sebagai penghalang nira agar tidak jatuh langsung ke bawah karena
gaya grafitasi, yang membuat pertemuan antara nira dan gas SO2 lebih sempurna.
6. Blower : Sebagai pembentuk vacuum pada sulfur tower sehingga gas SO 2
dari sublimator dapat tertarik keatas.
7. Pipa pemasukan nira : Sebagai aliran nira menuju ke sulfur tower.
8. Pipa pengeluaran : Sebagai pengeluaran sisa gas SO2 yang tidak dibutuhkan.
9. Bejana Penampung : Sebagai wadah penampungan nira yang sudah
tersulfitir.

94
Gambar IV.8 Sulfur Tower
Cara Kerja :
 Belerang padat dari sulphur bindialirkan ke pengatur aliran (screw), kemudian
dimasukkan secara bertahap ke Rotary Sulphur Burner. Di dalam Rotary Sulphur

Burner, belerang padat dibakar pada suhu 300 sampai lebur dan menghasilkan gas
(asap). Rotary Sulphur Burner berjumlah dua buah yang digunakan secara bergantian.
Belerang padat yang digunakan ada dua jenis, yaitu pastiles (padatan kecil) dan padatan
besar (granule).Yang lebih sering dipakai adalah jenis pastiles flake dengan jumlah ± 1
ton tiap 8 jam.
 Di dalam Rotary Sulphur Burner terbentuk gas SO2 dikarenakan belerang cair
bereaksi dengan O2 dari udara luar dengan bantuan kompresor. Namun ketika gas SO 2
keluar dari Rotary Sulphur Burner, kemungkinan masih mengandung sedikit sulfur
padat, karena adanya excess sulfur. Sehingga perlu dilewatkan ke sublimator. Di dalam
sublimator, terdapat dua saringan, berupa batu tahan api, yang berfungsi untuk
menyaring kotoran dan sulfur padat yang terikut dalam gas SO 2 sehingga dapat
dihasilkan gas SO2 yang bersih.

95
 Gas SO2 yang telah disaring kemudian ditarik oleh blower untuk dimasukkan ke
Sulphur tower dan selanjutnya terabsorbsi oleh nira.
 Gas yang terbentuk (SO2) dialirkan melalui suatu pipa pendingin dan dimasukkan
dalam tangki sublimasi untuk mencegah terjadinya gas SO3.
 Di dalam sulphur tower nira dikontakkan dengan gas SO2 melalui lubang-lubang
pada tray.
 Setelah terkontakkan gas SO2 dibuang ke lingkungan. Dan diharapkan nira sudah
memiliki pH normal.
21. Mixer bagasillo
Fungsi : sebagai tempat untuk mencampur nira kotor dari clarifier
dengan ampas halus dengan meningkatkan kualitas blotong
dan menekan kandungan gula dalam blotong

IV.4 Stasiun Penguapan


Peralatan yang digunakan pada stasiun penguapan adalah sebagai berikut :
1. Penguapan pendahuluan/pre evaporator (evaporator 1 dan 2)
Fungsi : untuk menguapkan air dengan menggunakan uap bekas dari
turbin pada suhu 118 – 120 oC dengan tekanan 0,8– 0,9
kg/cm2
Merk : TRISULA
Tekanan maksimal : 3 kgf/cm2
Luas pemanas : 4500 m2
Jumlah pipa : 19000 buah
Diameter pipa : 38/35 mm
Panjang pipa : 2375 mm
Tekanan kerja : 1,5 kg/cm2
Temperatur : 120 oC
Jumlah : 2 buah
Bahan pipa : SS Tube
2. Evaporator 3 dan 4
Fungsi : untuk menguapkan air dengan menggunakan uap bekas dari
turbin pada suhu 118 – 120 oC dengan tekanan 0,8 – 0,9
kg/cm2
Konstruktor : TRISULA

96
Tekanan maksimal : 3 kgf/cm2
Luas pemanas : 4000 m2
Jumlah pipa : 13000 buah
Diameter pipa : 38/35 mm
Panjang pipa : 2375 mm
Tekanan kerja : 1,5 kg/cm2
Temperatur : 120 oC
Jumlah : 2 buah
Bahan pipa : SS Tube
3. Evaporator 5
Fungsi : untuk menguapkan air dari nira dengan menggunakan uap
bekas dari turbin dengan suhu 118 – 122 oC dan tekanan 0,8
– 0,9 kg/cm2
Merk : TRISULA
Tekanan maksimal : 1 Ato
Luas pemanas : 3000 m2
Jumlah pipa : 13000 buah
Panjang pipa : 2375 mm
Tekanan Kerja : 1,5 kg/cm2
Temperatur : 120 oC
Jumlah : 2 buah
Bahan pipa : SS tube
4. Evaporator 6 dan 7
Fungsi : untuk menguapkan air dari nira dengan menggunakan uap
bekas dari turbin dengan suhu 118-122 oC dan tekanan 0,8-
0,9 kg/cm2
Tekanan maksimal : 1 Ato
Kapasitas : 133 ttj
Luas Pemanas : 2200 m2
Jumlah pipa : 8460 buah
Panjang pipa : 2375 mm
Diameter pipa : 38/35
Bahan pipa : SS tube
5. Evaporator 8

97
Fungsi : untuk menguapkan air dari nira I dengan menggunakan
uap nira dari evaporator I dengan suhu 105 oC dan tekanan
0,1 kg/cm2
Tekanan : 1 Ato
Kapasitas : 133 ttj
Luas pemanas : 1700 m2
Jumlah pipa : 3433 buah
Panjang pipa : 2175 mm
Diameter pipa : 38/35
Bahan pipa : SS tube
6. Evaporator 9
Fungsi : untuk menguapkan air dari nira II dengan menggunakan
uap nira dari evaporator II dengan suhu 95 oC dan tekanan 10
cmHg
Tekanan maksimal : 1 Ato
Kapasitas : 133 ttj
Luas pemanas : 1100 m2
Jumlah pipa : 4320 buah
Panjang pipa : 2175 mm
Diameter pipa : 38/35
Bahan pipa : SS tube

98
Gambar IV.9 Badan Penguapan (Evaporator)
Keterangan Gambar Badan Penguapan (Evaporator) :
1. Manhole : Lubang masuk dan keluarnya orang pada saat diadakan pembersihan
ataupun perbaikan.
2. Pipa pemasukan uap : Sebagai saluran pemasukan uap pemanas ke badan
penguap.
3. Pipa uap nira : Sebagai saluran uap nira ke badan berikutnya.
4. Penangkap nira (Separator) : Untuk menangkap nira yang terbawa oleh uap
pemanas.
5. Pipa Pembuangan udara : Sebagai saluran untuk pengeluaran udara.
6. Ruang Uap : Sebagai ruang uang pemanas nira.
7. Ruang Nira : Sebagai ruang nira yang dipanasi.
8. Pipa pemasukan nira : Sebagai saluran pemasukan nira ke badan penguap.
9. Pipa pengeluaran nira : Sebagai saluran pengeluaran nira dari badan penguap.
10. Pipa tap nira : Sebagai saluran tap-tapan nira badan penguap, saluran pengeluaran
larutan soda pada waktu akan sekrap.
11. Valve pengaman tekanan : Alat untuk mengurangi tekanan uap yang berlebih.
12. Kaca pengamat : Untuk melihat keadaan nira dalam badan penguap.
13. Pipa pengeluaran air kondensat : Untuk saluran pengeluaran air kondensat pada
badan terakhir.
14. Pipa pemasukan air : Sebagai saluran pemasukan air untuk membersihkan badan
penguap dan lain-lain.

99
15. Manometer : Sebagai alat untuk mengetahui tekanan badan penguap.
16. Termometer : Sebagai alat untuk mengetahui suhu nira pada badan penguap.
17. Manometer calandria : Untuk mengukur tekanan uap pada tromol.
18. Pipa amoniak : Untuk mengeluarkan gas-gas yang tak terembunkan.
19. Pipa Jiwa : Sebagai saluran sirkulasi nira dalam badan penguapan.
Cara Kerja :
Steam masuk lewat pipa No 2 pada shell, sedangkan nira masuk melalui pipa No.3 pada
tube. Sistem kontak nira dengan steam yaitu co-current. Setelah proses penguapan, nira
akan bergerak ke atas kemudian masuk pipa no. 19 dan akhirnya dikeluarkan lewat pipa
No.9. Dalam badan evaporator ini terdapat pengontrol suhu dan tekanan yaitu pada No.
15 dan 16. Setiap beberapa sekali, evaporator dibersihkan leawt manhole.
Gambar di bawah adalah prinsip dasar evaporator multiple effect

Gambar IV.10 Multiple Effect Evaporator


7. Pompa Kondensat Evaporator I, II, III
Merk : TAKI
Kapasitas : 150 m3/jam
Kecepatan : 1450 rpm
Daya motor : 7,4 Hp
8. Pompa Kondensat Evaporator IV, V
Merk : STORK
Kapasitas : 100 m3/jam
Type : CEN 40 – 250
Kecepatan : 1450 rpm

100
Daya motor : 4,02 Hp
Jumlah : 3 buah
9. Pompa Kondensat Pre Evaporator
Merk : TAKI
Kapasitas : 200 m3/jam
Daya motor : 40 Hp
Jumlah : 2 buah
10. Pompa Nira Pre Evaporator
Merk : TAKI
Kapasitas : 600 m3/jam
Kecepatan : 1450 rpm
Daya motor : 40 Hp
Jumlah : 2 buah
11. Pompa Air Injeksi
Merk : SYNTECH
Kapasitas : 2200 m3/jam
Kecepatan : 1450 rpm
Daya motor : 40 Hp
Jumlah : 3 buah
12. Kondensor
Fungsi : untuk mengkondensasikan gas-gas yang terdapat pada uap
nira dari evaporator V
Merk : No Merk
Kapasitas : 17,5 ton/jam
Diameter : 10000 mm
Panjang : 3500 mm
Jumlah : 1 buah
13. Juice catcher
Fungsi : untuk menangkap nira terikut dalam uap nira dari
evaporator badan akhir (evaporator V)
Jumlah : 1 buah

IV. 5 Stasiun Masakan


Peralatan yang digunakan pada stasiun masakan adalah sebagai berikut :

101
1. Pan masakan
Fungsi : mengkristalkan gula dalam nira kental tersulfitasi dan juga
menghasilkan massecuite (campuran kristal gula dan
larutannya)
Merk : STORK
Tahun : 1977
Kapasitas : 420 HL, 600 HL, 700 HL
Luas pemanasan : 250 m2
Diameter pipa : 101/98 mm
Panjang Calandria : 1040 mm
Jumlah Calandria : 757 buah
Jumlah : 17 buah

80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
105
0

Gambar IV.11 Vacuum Pan


Keterangan gambar Vacuum Pan :
1. Pipa air panas : Saluran air panas untuk membersihkan bagian dalam Vacuum
Pan.
2. Manhole :Lubang untuk jalan orang saat pembersihan atau perbaikan.
3. Penangkap nira : Untuk menangkap percikan nira yang terbawa uap air
4. Pipa pengeluaran uap nira : Saluran uap nira keluar menuju kondensor.

102
5. Kaca penglihat : Untuk mengetahui keadaan masakan dalam Vacuum Pan.
6. Pipa buangan vacuum : Untuk mengeluarkan vacuum pada saat masakan akan
turun atau oper.
7. Pipa uap pemanas : Saluran uap untuk pemasukan uap panas (krengseng) saat
menurunkan masakan atau pembersihan.
8. Skala pan masak : Untuk mengetahui isi Vacuum Pan.
9. Vacuum meter : Alat untuk mengukur vacum pada vacuum pan.
10. Pipa air pencuci : Untuk saluran air, pencuci kaca penglihat masakan.
11. Termometer ruang pemanas : Alat untuk mengukur temperatur uap dalam ruang
pemanas.
12. Manometer : Alat untuk mengukur tekanan uap nira dalam ruang nira.
13. Pipa amoniak : Saluran untuk mengeluarkan gas-gas yang tak terembunkan.
14. Pipa pemasukan uap : Saluran untuk pemasukan uap (uap bekas / uap nira).
15. Pipa pengeluaran air konden : Saluran pengeluaran air konden dari ruang
pemanas Vacuum Pan.
16. Savety valve :Alat untuk mengeluarkan uap bila teromol tekanan berlebih.
17. Pipa pengeluaran masakan :Saluran pengeluaran masakan dari Vacuum Pan Ke
palung pendingin.
18. Pipa Pemasukkan Nira Kental : Saluran pemasukan nira kental ke Vacuum Pan.
19. Pipa pemasukkan air panas : Saluran air panas untuk mencuci bila terbentuk
kristal palsu.
20. Pipa pemasukan Klare SHS : Saluran kalre SHS untuk penambahan bahan
masakan.
21. Pipa pemasukan babonan : Saluran babonan untuk penambahan bahan masakan.
22. Pipa operan : Tempat untuk memasukkan bahan masak dari vacum pan lain dan
sebagai pengoper pan masakan.
23. Pipa sogokan : Saluran untuk mengambil contoh masakan didalam pan pada
saat sedang masak.
24. Pipa jiwa / pipa sirkulasi : Tempat bersirkulasinya bahan yang akan
dikristalkan.
25. Pipa pokok : Saluran pemasukan bahan ke pan masakan.
Cara kerja :
Steam masuk melalui pipa No.14, steam berasal dari uap pre-evaporator. Bahan-
bahan yang digunakan masuk melalui pipa No.25. Setelah uap digunakan untuk

103
memasak nira kental, uap dikeluarkan lewat pipa No 4. Isi dalam pan di atur pada skala
pan masakan. Untuk mengetahui masakan tersebut dapat berproses dengan sempurna,
dapat dilihat dari kaca pengamat. Suhu dan tekanan di atur oleh No 9, 11, dan 12. Dan
apabila tekanan berlebih akan dikeluarkan oleh No 16. Setelah masakan tua nira masuk
ke pipa No 24.
2. Tangki Kondensat
Merk : STORK
Kapasitas : 5 m3
Diameter pipa : 1600 mm
Jumlah : 5 buah
3. Pompa Kondensat
Merk : STORK
Kapasitas : 50 m3/jam
Head : 20 m
Daya motor : 7,5 Hp
Jumlah : 2 buah
4. Kondensor untuk pan A
Merk : STORK
Kapasitas : 15 ton/ jam
Vacum : 110 ton
Air injeksi : 470 m3/jam
Jumlah : 6 buah
5. Kondensor untuk pan C, D
Merk : STORK
Kapasitas : 8 ton/jam
Vacum : 110 ton
Air injeksi : 250 m3/jam
Jumlah : 4 buah
1

21

104
7

5
8 6

Gambar IV.12 Kondensor Vacuum Pan


Keterangan Gambar
Kondensor :
1. Pipa air injeksi : Saluran air pendingin (injeksi) masuk ke kondensor.
2. Pipa vacuum : Saluran uap yang tak terembunkan.
3. Tirai : Menahan air injeksi agar dapat meluas dan bersinggungan dengan uap
selama mungkin.
4. Pemasukan uap nira : Saluran uap nira dari penangkap nira (verkliker).
5. Pompa Vacuum : Menarik uap yang tak terembunkan.
6. Pompa Air Injeksi : Menari air injeksi untuk pembentukan hampa di kondensor.
7. Pipa air jatuhan : Saluran air jatuhan yang berasal dari air kondensor.
8. Termometer : Mengukur suhu air jatuhan.
9. Bak air : Bak penampung air jatuhan.
Cara Kerja :
Uap masuk pada No 4 yaitu pada pipa pemasukan nira. Uap ini akan diinjeksi
dengan air injeksi dari No1, air injeksi ini berasal dari cooling pond. No 3 berfungsi
sebagai penahan air injeksi agar dapat meluas dan bersinggungan dengan uap selama
mungkin. Setelah terjadi kontak antara uap nira dan air injeksi, pompa vacum (No 5)
akan menarik uap yang tidak terembunkan,uap yang tak terembunkan masuk yang
ditarik pompa vacum mengalir melalui pipa vacum( No 2 ).Sedangkan uap yang
mengembun jatuh ke bawah melalui pipa air jatuhan (No 7). Dalam bak air jatuhan (No
9) terdapat termometer untuk mengukur suhu air jatuhan (No 8). Air jatuhan ini
selanjutnya akan dialirkan menuju ke cooling pond.
6. Pompa Air Injeksi
Merk : SYNTECH
Kapasitas : 2100 m3/jam

105
Head : 18 m
Daya motor : 132 kW
Jumlah : 4 buah
7. Pompa Air Injeksi Ekstraktor
Merk : KIRLOSKAR
Kapasitas : 2100 m3/jam
Head : 16 m
Daya motor : 110 kW
Jumlah : 2 buah

8. Palung pendingin
Fungsi : mendinginkan masakan A, C, dan D sehingga terjadi
kristalisasi serta kadar gula dalam tetes dapat ditekan
serendah mungkin
a. Palung Pendingin A
Merk : STORK
Kapasitas : 800 HL
Panjang : 6430 mm
Lebar : 2800 mm
Tinggi : 3000 mm
Daya motor : 4 kW
Jumlah : 5 buah
b. Palung Pendingin C
Merk : STORK
Kapasitas : 420 HL
Panjang : 6700 mm
Lebar : 2800 mm
Tinggi : 3100 mm
Daya motor : 5,5 Hp
Jumlah : 2 buah
c. Palung Pendingin D
Merk : STORK

106
Kapasitas : 400 HL
Panjang : 9800 mm
Lebar : 2150 mm
Tinggi : 3100 mm
Daya motor : 5,5 Hp
Jumlah : 2 buah

2 1

Gambar III.13 Palung Penampang


Keterangan Gambar Palung Penampung :
1. Bak Penampung : Untuk menampung masakan turun.
2. Pengaduk : Untuk mengaduk masakan.
3. As Pengaduk : Poros perputaran dari pengaduk.
4. Motor listrik : Untuk penggerak roda gigi.
5. Roda gigi : Pemutar as pengaduk.
6. Talang pengeluaran masakan : Untuk mengeluarkan masakan.
7. Stang ulir : Sebagai penghubung roda gigi.
9. Palung Pendingin Cepat/Rapid Crystalyzer
Merk : STORK
Kapasitas : 6500 lt/jam

107
Panjang : 8000 mm
Diameter permukaan : 3000 mm
Permukaan pendingin : 248 m2
Pemanasan : 56 m2
Suhu pendingin : 35 oC
Suhu pemaanas : 50 oC
Jumlah : 2 buah
10. Steam Cooling Plant
Merk : STORK
Kapasitas : 5 m3/jam
Jumlah : 1 buah

11. Talang Ulir A


Panjang : 1200 mm
Lebar : 450 mm
Tinggi : 600 mm
Daya motor : 5,5 Hp
Jumlah : 1 buah
12. Talang Ulir C
Panjang : 900 mm
Lebar : 450 mm
Tinggi : 600 mm
Daya motor : 5,5Hp
Jumlah : 1 buah
13. Talang Ulir D
Panjang : 900 mm
Lebar : 450 mm
Tinggi : 600 mm
Daya motor : 5,5 Hp
Jumlah : 1 buah
14. Pompa Masscuite C
Kapasitas : 10 m3/jam
Head : 15 m
Daya motor : 10 Hp

108
Kecepatan : 30 rpm
Jumlah : 2 buah
15. Pompa Masscuite A
Merk : STORK
Kapasitas : 35 m3/jam
Head : 15 m
Daya motor : 25 Hp
Kecepatan : 22 rpm
Jumlah : 3 buah
16. Pompa Masscuite D
Kapasitas : 10 m3/jam
Head : 15 m
Kecepatan : 30 rpm
Daya motor : 10 Hp
Jumlah : 1 buah
17. Pompa Air Rapid Cristallizer
Merk : STORK
Kapasitas : 5 m3/jam
Head : 20 m
Daya motor : 2 Hp
Jumlah : 5 buah
18. Tangki Stroop A, C, dan klare D
Merk : STORK
Kapasitas : 500 HL, 400 HL, 400 HL
Panjang : 2500 mm
Lebar : 4000 mm
Tinggi : 2000 mm
Jumlah : 3 buah, 1 buah, 1 buah
19. Tangki Nira Kental
Merk : STORK
Kapasitas : 3000 HL
Panjang : 4000 mm
Lebar : 2500 mm
Tinggi : 2000 mm

109
Jumlah : 1 buah

IV.6 Stasiun Putaran


Peralatan yang digunakan di stasiun putaran adalah sebagai berikut :
1. Putaran Discontinue A
Fungsi : untuk masakan A menggunakan alat putaran diskontinu. Alat ini digunakan
untuk memisahkan kristal gula dari stroop A sekaligus klare SHS nya
sehingga diperoleh gula produk.
1. Putaran diskontinyu
Fungsi : untuk putaran gula A
Jumlah : 6 unit

a. Mesin Putaran Diskontinyu


Merk : TSK
Maksimum kecepatan putar : 1200 rpm
Daya kerja mesin putaran : 1000 rpm
Kapasitas kerja : 650 kg
Jumlah : 2 unit
b. Mesin Putaran Diskontinyu
Merk : Broadbend
Maksimum kecepatan putar : 1500 rpm
Kapasitas kerja : 1850 kg/charge
Jumlah : 5 unit
Putaran cuite : A-SHS
2. Putaran Kontinyu (Lowgrade Centrifuge)
Fungsi : untuk putaran gula D1, D2, dan gula C
Jumlah : 13 unit
a. Mesin putaran kontinyu gula D1 ada 3 unit
Mesin Putaran Kontinyu 1 dan 2 gula D1
Merk : BMA
Type : k2300
Maksimum kecepatan putar : 2000 rpm
Diameter basket : 1300 rpm
Kapasitas kerja : 2200 kg/jam

110
Jumlah : 2 unit
Mesin Putran Kontinyu 3 Gula D1
Merk : Robert WS Centrifugal
Nomor Kerja : 5276198
Maksimum kecepatan putar : 1800 rpm
Daya kerja mesin putaran : 1750 rpm
Kapasitas kerja : 800 kg/jam sampai dengan 1200 kg/jam
Jumlah : 1 unit
b. Mesin Putaran Kontinyu Gula D2 ada 4 unit
Mesin Putaran Kontinyu 1 sampai dengan 3 Gula D2
Merk : BMA, Roberts WS Centrifugal
Maksimum kecepatan putar : 2000 rpm
Daya kerja mesin putaran : 1950 rpm
Kapasitas kerja : 800 kg/jam sampai dengan 1200 kg/jam
Jumlah : 3 unit
c. Mesin Putaran Kontinyu 4 Gula D2
Merk : BMA
Maksimum kecepatan putar : 2400 rpm
Kapasitas kerja : 650 kg/jam
Jumlah : 1 unit
d. Mesin Putaran Kontinyu Gula C ada 5 unit
Mesin Putaran Kontinyu 1 sampai dengan 5 Gula C
Merk : BMA
Maksimum kecepatan putar : 2400 rpm
Kapasitas kerja : 560 kg/jam
Jumlah : 5 unit

111
Gambar III.14 Puteran A dan Puteran SHS (High Grade Fugal)
Keterangan Gambar Puteran A dan Puteran SHS (High Grade Fugal)
1. Motor I : Menggerakkan kipas pendingin motor pada penggerak puteran.
2. Motor II : Untuk menggerakkan basket puteran.
3. Penampung :Penampung masakan untuk diputar.
4. Proses penggerak : Sebagai penghubung motor dengan basket.
5. Pengaturan ketebalan : Mengatur katup pengeluaran masakan.
6. Katup pengisian : Pembuka dan penutup aliran masakan yang akan diputar.
7. Working screen : Menahan laju kristal sehingga terpisah dengan stroopnya.
8. Backing screen : Menahan working screen sehingga stroop mudah keluar ke
tromol puteran.
9. Pengeluaran stroop :Saluran pengeluaran stroop.
10. Pipa air siraman : Air untuk mencuci lapisan stroop yang masih melekat pada
kristal gula.
11. Pipa setum : Saluran uap yang digunakan untuk pengeringan.
12. Scrubber : Untuk mengambil gula yang melekat pada saringan.
13. Lubang pengeluaran gula : Saluran pengeluaran gula.
14. Alat control :Pengontrol kerja puteran gula.
15. Katup pengeluaran : Penutup dan pembuka lubang pengeluaran gula.
16. Rem : Mengurangi kecepatan puteran basket.

112
Gambar III.15 Puteran Low Grade Fugal Gula C dan Gula D

Keterangan Gambar Puteran Low Grade Fugal Gula C dan Gula D


1. Pipa pemasukan : Saluran pemasukan masakan.
2. Katub pengisian : Pembuka dan penutup aliran masakan .
3. Pipa krensengan :Saluran uap untuk membersihkan puteran atau memanaskan
masakan apabila mengeras.
4. Pipa air : Saluran air untuk pembilasan.
5. Saringan : Pemisah antara kristal gula dan stroop atau tetes.
6. Pipa contoh : Untuk mengambil contoh gula hasil puteran.
7. Basket :Wadah atau tempat untuk menempelkan saringan.
8. Saluran tetes atau stroop : Saluran pengeluaran tetes atau stroop.
9. Ruang gula : Ruang gula hasil puteran.
10. Lubang pengeluaran : Saluran pengeluaran gula dari ruang gula.
11. Corong : Saluran pembantu pemasukan masakan yang masuk basket.
12. Tuas katup pengusian : Sebagai penggerak katup pengisian.
13. Karet penghubung : Menghubungkan motor dengan roda basket.
14. Motor
2. Mixer
Fungsi : untuk mengaduk masakan sebelum masuk ke putaran

113
3. Talang goyang
Fungsi : untuk menampung GKP yang dihasilkan stasiun putaran dan
membawanya ke tahap pengeringan. Talang goyang ini selalu
bergetar dengan tujuan untuk mengatur dan mengeringkan gula
sebelum masuk alat pengering.
Merk : BMA
Panjang : 4700 mm
Lebar : 970 mm
Head : 250 mm
Daya motor : 15 kW
Jumlah : 4 buah

IV. 7 Stasiun Penyelesaian


Peralatan yang digunakan pada stasiun penyelesaian sebagai berikut :
1. Sugar dryer
Fungsi : untuk mengeringkan gula
Merk : STORK
Kapasitas : 20 ton/jam
Suhu input : 80 oC
Jumlah : 2 buah

Gambar III.16 Alat Pengeringan Gula (Sugar dryer and cooler)


114
Keterangan Gambar Alat Pengeringan Gula (Sugar dryer and cooler):
1. Corong pemasukan : Sebagai jalan masuk gula ke dalam sugar dryer and
cooler.
2. Sarangan : Tempat pengeringan dan pendinginan gula.
3. Pipa udara pendingin : Saluran udara dingin untuk mendinginkan gula.
4. Pipa udara panas :Saluran udara panas untuk mendinginkan gula.
5. Pipa penghisap debu : Menghisap gula debu untuk dicampur dengan air dan
dipompa ke leburan.
6. Corong pengeluaran : Saluran pengeluaran kristal dari sugar dryer and cooler.
7. Blower I (Forced Draft For Heater) : Blower untuk pemanas udara
8. Blower II (Forced Draft For Cooler) : Blower untuk pendinginan (udara
dingin)
9. Blower III (Induced Forced Draft Fan) : Blower untuk penghisap udara.
10. Motor listrik : Penggerak kipas.
11. Air dryer : Alat untuk memanaskan udara.
2. Saringan gula (Vibrating screen)
Fungsi : untuk memisahkan gula halus, gula kasar, dan gula SHS
Merk : STORK
Kapasitas : 20 ton/jam
Diameter 1 : 2,24 mm
Diameter 2 : 1,19 mm
Lebar : 1600 mm
Panjang : 3000 mm
Daya : 7,5 Hp
Jumlah : 1 buah

Gambar III.17 Saringan Getar (Vibrating Screen)


115
Keterangan Gambar Saringan Getar (Vibrating Screen)
1. Corong pemasukan : Saluran pemasukan gula ke vibrating screen dari
bucket elevator II.
2. Saringan : Untuk memisahkan antara gula produk, gula kasar dan gula
halus.
3. Roda Penggerak (eksentrik) : Sebagai penggerak saringan gula.
4. Pegas : Sebagai penahan saringan agar dapat bergetar sesuai penggerak.
5. Motor listrik : Sebagai penggerak roda penggerak (eksentrik).
6. Pengeluaran gula produk : Mengeluarkan gula produk yang akan dibawa ke
bucket elevator III ke sugar bin.
7. Pengeluaran gula halus, kasar dan krikilan : Untuk mengeluarkan gula
halus, kasar dan krikilan.
3. Bucket elevator
Fungsi : mengangkut gula kering menuju saringan atau ayakan
getar
Merk : STORK
Kapasitas : 20 ton/jam
Tinggi : 10 m
Daya : 4 Hp
Jumlah : 1 buah

4. Rotocylone
Fungsi : sebagai penangkap debu-debu yang terdapat dalam gula
Kapasitas : 32 ton/jam
Kecepatan putar : 1450 rpm
Daya : 22 kW
Jumlah : 2 buah
5. Remelter / Alat pelebur gula
Alat ini berfungsi untuk melebur gula kerikil, gula halus, gula sisa, gula kotor, gula C
dan gula D. Pada alat ini ditambahkan air panas sehingga kristal gula dapat larut
kembali. Gula leburan ini selanjutnya di pompa ke peti kental.

116
Gambar III.18 Alat Pelebur Gula
Keterangan Gambar Alat Pelebur Gula :
1. Peti leburan : Peti untuk melemburkan gula.
2. Pengaduk : Untuk mengaduk leburan gula.
3. Pompa : Untuk memompa gula ke peti penampung.
4. Pipa steam : Untuk memasukkan uap pemanas agar gula cepat larut.
5. Pipa air panas : Untuk menambahkan air panas agar gula dapat larut.
6. Saringan : Untuk menyaring gula kasar agar pompa tidak tarik.
6. Sillo
Fungsi : sebagai penampung gula produksi SHS sebelum dibungkus dalam
karung. Di bagian bawah alat ini berupa corong yang digunakan
sebagai discharge gula.
7. Timbangan
Fungsi : untuk menimbang gula seberat 50 kg
Merk : CHRONOS
Kapasitas : 1 kuintal
Type : 8142
8. Mesin jahit
Fungsi : untuk menjahit karung yang telah berisi gula
Merk : New Long
Jumlah : 3 buah
9. Belt conveyor
Fungsi : untuk mengangkut gula SHS ke gudang penyimpanan gula
Kapasitas : 20 ton/jam
Lebar : 600 mm
Panjang : 15000 mm
Daya : 2 Hp
Jumlah : 10 buah

117
IV.8 Stasiun Ketel
Spesifikasi ketel uap yang dioperasikan di PG. Kebon Agung :
1. Ketel uap Jianxi Jianlian
Kapasitas : 120-150 ton/jam
Safety pressure drum uap : 25 Ato
Temperature mean value : 325-350oC
Tekanan uap : 16 Ato
Luas pemanas dapur : 159,5 m2
Luas pemanas boiler : 894 m2
2. Ketel uap YOSHIMINE I (Water Tube Boiler H-2700 Type)
Kapasitas :80-100 ton/jam
Steam temperature : 325 oC
Heating surface : 2700 m2
Actual evaporation : 80.000 kg/jam
Max allowabble working pressure : 24 kg/cm2
3. Ketel uap YOSHIMINE II (Water Tube Boiler H-3500 Type)
Kapasitas : 100-120 ton/jam
Steam temperature : 340oC
Heating surface : 3500 m2
Actual evaporation : 100.000 kg/jam
Max allowabble working pressure : 34 kg/cm2

118
1

4
6
8
3
5

2
9

Gambar III.19 Ketel Uap


Keterangan gambar :
1. Upper drum
2. Lower Drum
3. Bagasse Feeder
4. Pipa Roof
5. Pipa Front
6. Pipa Superheated
7. Pipa Screen
8. Cerobong asap (chimney)

119
BAB V
UTILITAS

Sarana Penunjang Produksi (Utility) merupakan peralatan atau mesin yang


berfungsi sebagai fasilitas atau alat pembantu proses produksi. Peran sarana penunjang ini
sangat penting dan berpengaruh cukup besar terhadap pelaksanaan proses produksi. Agar
kelangsungan produksi gula tetap stabil, diperlukan penyedian sarana utilitas yang baik dan
sesuai dengan keperluan proses baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut
merupakan sarana utilitas pokok yang dimaksud meliputi :
1. Sumber air
2. Sumber uap
3. Sumber listrik
Dari ketiga sarana utilitas yang ada tersebut saling berkesinambungan untuk
menunjang kelangsungan produktivitas gula.
V.1 Sumber Air
Air merupakan salah satu substansi paling esensial dan penting di alam ini. Dalam
suatu proses produksi gula, air merupakan kebutuhan vital. Sumber air di PG. Kebon
Agung Malang berasal dari :
1. Air sungai Mergan
Air yang berasal dari sungai Mergan merupakan air baku yang digunakan untuk
pendingin pompa vakum, pendingin gas SO2, make-up untuk air boiler (digunakan saat
start up), make-up untuk air cooling tower, untuk cleaning evaporator dan heater, serta
sebagai pendingin metal stasiun gilingan dan PLTU.
2. Sumber PANG dan sumur bor
Air ini digunakan untuk air sanitasi dan air minum di perumahan dan pabrik.
Untuk penggunaan air yang berasal dari sungai Mergan perlu dilakukan pengolahan
terlebih dahulu atau dengan water treatment, yang bertujuan untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti korosifitas, kerak pada peralatan proses yang akan
mengurangi efisiensi, kualitas produk, serta akan meningkatkan biaya produksi untuk
perawatan dan penggantian alat proses.
Sedangkan kebutuhan air dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Air proses
2. Air pendingin
3. Air sanitasi

120
4. Air pengisi ketel

A. Air Proses
Air proses adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan proses, yaitu :
a. Proses pembuatan susu kapur (kondensat, air panas trus air dingin sungai mergan)
b. Air pengencer gula pada centrifuge continue
c. Air pencucian gula pada unit gilingan untuk memisahkan nira dari tebu/ampas (air
imbibisi)
d. Air pencucian gula pada unit masakan serta untuk menghilangkan kristal palsu
e. Air pencucian pada rotary vacuum filter(kondensat)
Kebutuhan air proses dipenuhi dari air kondensat dari evaporator badan terakhir,
yaitu badan III, IV, dan V.
 Syarat Air Proses :
Untuk air proses syarat yang ditetapkan tergantung dari jenis proses yang
dilakukan. Tetapi secara umum yang harus diperhatikan dari air proses adalah keasaman
dan nilai basa (pH), kekeruhan, warna, rasa, bau, kadar ammonia, kalsium, magnesium,
CO2, O2, klorida, timbal, tembaga, besi, nikel, nitrit, phosphor, silica, natrium, sulfat,
sulfite, tannin, Zn, dan kandungan logam lainnya.
Sedangkan untuk syarat air kondensat :
 Nilai kesadahan 0
Untuk kesadahan lebih dari 0 berarti air kondensat mengandung kesadahan, sehingga
tidak bisa digunakan lagi.
 Nilai pH = 7
Nilai pH disyaratkan 7 dikarenakan apabila jauh dari angka tersebut dikhawatirkan akan
menyebabkan korosi pada alat.
B. Air Pendingin
Air pendingin diperoleh dari air sungai yang telah mengalami proses penyaringan,
pengendapan, dan softener. Proses penyaringan menggunakan gravel filter yang berisi pasir
sebagai medianya, lalu melalui tahap pengendapan menggunakan reaction vessel yang
berfungsi untuk menaikkan temperatur air dingin sebesar 40 oC – 60 oC dan untuk
mengendapkan kotoran. Setelah itu melewati tahap softener yang berisi resin kation. Resin
kation ini berfungsi untuk menyerap ion-ion positif yang terkandung dalam air, lalu
ditampung pada surplus tank. Air diambil dari Sungai Mergan dengan kapasitas 150

121
liter/detik. Fungsi dari air pendingin adalah mendinginkan mesin-mesin dan peralatan
lainnya, seperti :
- Bantalan proses turbin giling
- Bantalan proses turbin pompa
- Palung pendingin
- Turbin EDF dan FDF, dan lain-lain
Fungsi yang lain adalah sebagai air injeksi kondensor kemudian direcycle melalui
spray pond. Alasan penggunaan air sebagai pendingin adalah :
- Air relatif mudah didapat
- Air mudah diatur dan diarahkan
- Air tidak terurai atas atom-atomnya
 Syarat Air Pendingin :
 Hardness, yaitu ukuran jumlah logam alkali (Kalsium dan Magnesium) yang ada
dalam air.
Apabila kadar Ca dan Mg melebihi batas maksimal, maka akan menimbulkan kerak
pada saluran pendingin.
 Besi/Fe penyebab korosi gedung.
 Silica sebagai salah satu penyebab kerak.
 Minyak yang membuat pelapisan suatu materi (lapisan film) atau pre treatment,
sehingga korosi dapat dihambat, karena korosi menyebabkan efisiensi perpindahan
panas berkurang, selain itu minyak dapat menjadi makanan mikroba, dimana pada
kondisi tertentu mikroba tersebut dapat mati dan jasad mikroba dapat menimbulkan
terbentuknya endapan yang pada akhirnya akan membentuk kerak.
C. Air Sanitasi
Air sanitasi adalah air yang digunakan untuk keperluan minum, masak, mandi, dan
sebagainya. Air ini diperoleh dari air PANG dan sumur bor. Air PANG merupakan sumber
air kuno yang berjarak 12 km dari pabrik.
 Syarat Air Sanitasi :
 Secara fisika
- Suhu : di bawah suhu udara
- Warna : jernih
- Rasa : tidak terasa
- Bau : tiadak berbau
- Kekeruhan : 1 mg SiO2/lt

122
 Secara kimia
- Harus bebas dari zat-zat terlarut yang biasanya berupa zat anorganik
D. Air Pengisi Ketel (Air Umpan Boiler)
Pada tahap awal giling sebagai air pengisi ketel diambil dari air sungai Mergan
yang sudah disaring dan diolah dalam water treatment. Pada saat pabrik beroperasi, air
pengisi ketel diambil dari air kondensat yang ditampung pada surplus tank. Hal yang perlu
diperhatikan sebagai upaya memenuhi syarat bagi air pengisi ketel adalah sebagai berikut :
 Zat yang menyebabkan korosi yaitu larutan asam dan gas-gas
terlarut operasi O2, CO2, H2S, dan NH3.
 Zat yang menyebabkan terbentuknya kerak (scale forming).
Kesadahan biasanya terbentuk karena kesadahan air dan suhu yang tinggi. Zat yang
menimbulkan kesadahan air antara lain adalah zat yang berupa garam-garam karbonat
dan silica. Zat yang menyebabkan timbulnya busa (foaming). Air yang diambil kembali
dari proses pamanasan bisa menyebabkan foaming karena zat-zat organik, anorganik,
dan zat-zat yang tidak atau sedikit melarut. Pada situasi demikian efek foaming akan
terjadi jika alkalinitas air tinggi.
 Syarat Air Pengisi Ketel
 Kesadahan (od) :0
 TDS (ppm) : max 2000
 P2O5 (ppm) : 10 – 15
 pH
Ketel Jianxi Jianlian : 10,8
Ketel Yoshimine I : 10,8
Ketel Yoshimine II : 10,8
Deaerator :8–9
Berikut ini proses air kondensat menjadi air umpan boiler :
1. Air kondensat sisa dari proses dimasukkan ke Holdwel
Tank (tangki 1000) yang memililki volume 1000 m3. Tangki ini berfungsi untuk
menampung air kondensat sebelum masuk ke Deaerator. Air kondesat yang
ditampung hanya sampai volume 600-750 m3, dengan temperature air kondensat
107-120 oC untuk menghilangkan oksigen agar tidak terjadi fluktuasi.

123
2. Dari Hodwell Tank, dilanjutkan ke Deaerator untuk
menghilangkan gas O2, agar dapat meminimalkan tingkat korosi. Setelah itu air
kondensat tersebut layak digunakan sebagai air umpan boiler.
E. Proses Pengolahan Air (Water Treatment Plant)
Unit pengolahan air pada PG. Kebon Agung digunakan untuk mengadakan air
proses, dan bukan untuk air sanitasi (kebutuhan air minum). Bahan baku air di PG. Kebon
Agung sudah cukup disuplai dari uap nira yang terkondensasi (air kondensat), dan bila
kekurangan kadang-kadang mengambil dari air sungai.
Selain disuplai dari kondensat, kadang boiler harus membutuhkan suplai air dari
luar karena kurangnya air kondensat yang tersedia. Selama ini PG. Kebon Agung
mengambil air sungai Mergan sebagai suplai air dari luar. Air sungai yang masuk masih
belum memenuhi standar kualitas air sebagai air pengisi ketel. Karena itu membutuhkan
treatment terlebih dahulu. Air dari sungai ditampung di bak basin, lalu diinputkan ke
reaction tank yang bertujuan untuk memudahkan proses pengendapan kotoran secara fisik.
Kemudian air diinputkan ke tangki intermediate dengan mekanisme overflow, output
akhirnya dibawa ke tangki penyaringan (WTP). Tangki penyaringan adalah tangki yang di
dalamnya terdapat packed bed berisi pasir silika sebagai filter untuk menahan kotoran dan
berisi resin untuk menurunkan tingkat kesadahan air. Dari tangki penyaringan, air sungai
diinputkan ke hold well untuk mengurangi gas O2 dalam air, bila overflow air ditampung di
reservoir tank atau surplus tank kapasitas 1000 m3 dan terjadi sirkulasi. Selanjutnya air
mengalami treatment akhir, yaitu menghilangkan gas-gas O2 dalam melalui deaerator
dengan perlakuan pemanasan oleh steam yang dihasilkan dari ketel. Setelah melalui water
treatment, maka air sungai tersebut telah memenuhi standart air baku industri.
Indikasi terhadap masalah yang timbul dan cara mengatasinya adalah sebagai
berikut :
1. Jika ion phosphat di dalam ketel < 20 ppm, maka dilakukan penambahan injeksi Tritak
MES.
2. Jika konsentrasi M-Alkalinitas tinggi (> 800 ppm), maka diberikan injeksi M-8085.
3. Jika pH air ketel rendah (< 10,5), maka injeksi soda ditambahkan.
4. Jika konsentrasi ion Si2+ tinggi diusahakan agar P-Alkalinitas tinggi (P-Alkalinitas >
1,7 ppm), tetapi pH ketel harus tetap di bawah 11,5.
5. Jika TDS, M-Alkalinitas, kesadahan, dan silika tinggi maka blowdown diperbesar
sesuai dengan no.2.
6. Jika terjadi pembuihan (foam) berlebih, maka dilakukan penambahan antibuih.

124
Berkaitan dengan volume air kondensat pada surplus tank minim, maka WTP harus
selalu aktif. Akan tetapi tidak boleh terus-menerus sehingga dilakukan kontrol terhadap air
kondensat :
1. Selama air kondensat dari evaporator, masakan, maupun heater tidak mengandung gula,
maka air tersebut bisa langsung diinputkan ke surplus tank.
2. Apabila pH air kondensat rendah, tetapi tidak mengandung gula maka air kondensat
tetap dialirkan ke surplus tank.
3. Jika air kondensat mengandung gula, maka langsung dibuang ke proses. Air proses
kemudian dibawa ke cooling tower dan spray pond untuk didinginkan dan digunakan
kembali dalam alat-alat pendingin. Sedangkan air proses yang panas langsung
digunakan untuk kebutuhan di stasiun gilingan sebagai air imbibisi, stasiun putaran
untuk air pengencer, dan di stasiun masakan.

Gambar V.1 Skema Proses Water Treatment Air Sungai


Keterangan gambar :
Bak basin : Digunakan untuk menampung air sungai Mergan dan
mendinginkan air.
Reaction tank : Berfungsi untuk menaikkan suhu air menjadi 60 – 80 °C dan
mengendapkan kotoran. Pemanasan menggunakan steam dari ketel
yang memiliki debit 3 kg/jam dengan suhu 150 – 180 oC.
Intermediate tank : Berfungsi sebagai perantara air dari reaction tank ke gravel filter.

125
Gravel filter : Berfungsi sebagai penyaring air yang masih mengandung lumpur
dengan pasir silika sebagai filternya dan untuk menekan kesadahan
(harus 0), maka perlu ditambah NaCl.
Softener filter : Untuk mengikat lumpur lebih baik dan menyaring kotoran-
kotoran yang lebih halus (menggunakan resin).
Hold well : Merupakan penampung air bervolume 1000 m3 yang akan disuplai
ke boiler yang berfungsi mengurangi gas O2 dalam air.
Reservoir tank : Untuk menampung air yang overflow dari Hold well dengan
volume 1000 m3. Kemudian air disirkulasi kembali menuju Hold
well.
Deaerator : Digunakan untuk menghilangkan gas-gas O2 dalam air dengan
perlakuan pemanasan suhu 100 – 110 oC. Pemanasan menggunakan
steam yang berasal dari ketel dengan suhu 150 – 180 oC.

V.2 Sumber Uap


Basis kerja alat-alat pada PG. Kebon Agung adalah menggunakan steam. Alat
utama yang digunakan pada stasiun pembangkit steam ini adalah boiler atau ketel. PG.
Kebon Agung menggunakan tiga buah boiler untuk menyuplai steam di setiap stasiun. Dua
diantaranya bermerk Yoshimine yang masing-masing mempunyai dua ruang pembakaran
dan yang lain bermerk Jianxi Jianlian yang mempunyai empat ruang pembakaran. Untuk
boiler Jianxi Jianlian hanya mampu menghasilkan steam sebesar 30 ton/jam, sedangkan
Yoshimine I mampu menghasilkan steam sebesar 80 ton/jam dan Yoshimine II mampu
menghasilkan steam sebesar 100 ton/jam.
Ketel uap yang digunakan dalam pengoperasiannya menggunakan bahan bakar
ampas kering dari gilingan dan juga minyak residu dalam jumlah yang kecil. Ketel uap ini
dilengkapi dengan klep pengaman otomatis yang berguna untuk membuang uap air dalam
ketel jika melampaui batas pengoperasian ketel uap. Selain boiler, ada beberapa alat yang
juga penting digunakan dalam stasiun ini adalah hot well dan deaerator.
Spesifikasi ketel uap yang dioperasikan di PG. Kebon Agung :
1. Ketel uap Jianxi Jianlian
Kapasitas : 120-150 ton/jam
Safety pressure drum uap : 25 Ato
Temperature mean value : 325-350 oC
Tekanan uap : 16 Ato

126
Luas pemanas dapur : 159,5 m2
Luas pemanas boiler : 894 m2
2. Ketel uap YOSHIMINE I (Water Tube Boiler H-2700 Type)
Kapasitas : 80-100 ton/jam
Steam temperature : 325 oC
Heating surface : 2700 m2
Actual evaporation : 80.000 kg/jam
Max allowabble working pressure : 24 kg/cm2
3. Ketel uap YOSHIMINE II (Water Tube Boiler H-3500 Type)
Kapasitas : 100-120 ton/jam
Steam temperature : 340 oC
Heating surface : 3500 m2
Actual evaporation : 100.000 kg/jam
Max allowabble working pressure : 34 kg/cm2

Gambar V.2 Skema Uap

V.3 Sumber Listrik


Kebutuhan energi listrik PG. Kebon Agung dipenuhi melalui tiga sumber, yaitu
generator PLTU, PLN, dan diesel. PLTU merupakan sumber yang utama, dimana daya
yang dapat dihasilkan dari PLTU adalah sekitar 6 MW/hari. Sumber listrik dari PLN
digunakan untuk meringankan kerja PLTU dan sebagai cadangan energi listrik dengan daya
sebesar 2000 A/400 V (0,8 MW).

127
Gambar V.3 Generator Pembangkit Gambar V.4 Control Panel Listrik
Terdapat tiga buah pembangkit yang digunakan dan masing-masing digerakkan
oleh turbin. Mekanisme pada unit pembangkit listrik diawali dengan menggunakan listrik
dari PLN untuk menggerakkan blower yang kemudian digunakan sebagai tenaga untuk
pembakaran ampas dalam ketel sehingga menghasilkan uap. Uap yang dihasilkan
digunakan untuk memutar turbin sebagai penggerak generator yang kemudian
menghasilkan listrik untuk kebutuhan PG. Kebon Agung. Berikut penjelasan dari proses
pengadaan uap yang dapat menghasilkan energi listrik :

Stasiun ketel
Steam Stasiun Gilingan

Steam turbin Siemens I Generator Siemens I


Steam turbin Siemens II Generator Siemens II
Steam turbin Siemens III Generator Siemens III
Steam turbin Shinko Generator Shinko
Almari pembagi tenaga listrik

Dialirkan ke masing-masing stasiun

Gambar V.5 Diagram Alir Proses Penghasil Listrik Tenaga Uap


Tekanan uap yang masuk turbin 20 kg/cm2 pada suhu 325 °C, sedangkan tekanan
keluarnya 0,65 kg/cm2. Penurunan tekanan ini mampu menghasilkan putaran turbin sampai
10.000 rpm. Putaran ini kemudian digunakan untuk menggerakkan generator sehingga
menghasilkan listrik sebesar 1600/1200 KVA dan 2310/3000 A.
Listrik yang dihasilkan kemudian didistribusikan ke stasiun-stasiun sesuai dengan
kebutuhan, antara lain :
1. Stasiun listrik
2. Stasiun ketel
3. Stasiun gilingan
4. Stasiun tengah untuk injeksi atau pompa-pompa
5. Stasiun putaran
6. Listrik perumahan (300 - 400 A)

128
PG. Kebon Agung juga menyediakan 2 diesel yang digunakan untuk penerangan
apabila musim giling berakhir. Diesel ini dipakai bilamana dibutuhkan atau sebagai
cadangan.
Alat-alat yang digunakan di instalasi listrik PG. Kebon Agung adalah :
1. Steam turbin Siemens
Steam temperature : 325 oC
Speed : 10.000 rpm
Out put : 1000/1200 kW
Back pressure : 1 kg/cm2
Jumlah : 2 buah
2. Steam turbin Shinko
Daya : 1840 kW
Speed : 10.000/1.500 rpm
Jumlah : 1 buah
3. Generator Siemens – Schuckertwerke Ag
Phase : 3 phase
Voltage : 1600/1200 kVA
Amperre : 2310/3000 A
Speed : 1500 rpm
Jumlah : 2 buah
4. Generator Siemens
Frekuensi : 50 Hz
Voltage : 2135 V
Amperre : 3080 A
Tekanan : 0,1 kg/cm2 Gauge
Speed : 1500 rpm
Jumlah : 1 buah
Pada umumnya alat ini mulai digunakan pada tahun 1976. Prinsip kerjanya yaitu
uap yang dihasilkan oleh boiler digunakan untuk menggerakkan turbin, turbin tersebut
akan menggerakkan motor yang akan menghasilkan listrik. Tenaga listrik digunakan
sebagai tenaga penggerak pada stasiun-stasiun yang menggunakan listrik sebagai tenaga
penggeraknya, misalnya stasiun putaran dan untuk penerangan di dalam pabrik maupun di
luar pabrik, seperti perumahan karyawan.

129
V.4 Stasiun Boiler/Ketel
Stasiun Boiler merupakan salah satu utilitas yang ada di pabrik gula. Di stasiun
inilah dihasilkan uap atau steam pada tekanan tertentu. Steam atau uap yang dihasilkan
oleh stasiun boiler ini digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Uap yang dibutuhkan ±
125 ton/jam. Pabrik Gula Kebon Agung menggunakan steam atau uap yang dihasilkan
antara lain untuk :
 Stasiun gilingan
Digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin yang ada.
 Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Sebagai penggerak turbin untuk menghasilkan tenaga di Siemens I, II, III, dan
Shinko.
 Stasiun proses
Misalnya di stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, dan
stasiun putaran.
Sistem boiler terdiri dari : sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar.
Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan
steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam
mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui
sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur
menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah
semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan
panas yang dibutuhkan.
Stasiun ketel merupakan salah satu stasiun pada PG. Kebon Agung yang digunakan
sebagai sumber energi. Bahan bakar yang dipakai pada ketel ini adalah ampas dan minyak
residu. Ampas diperoleh dari proses gilingan diangkut dengan conveyor dan dimasukkan
ke dapur (furnace) melalui corong yang berjumlah 6. Di dalam dapur ampas dibakar
dengan udara luar yang ditarik oleh force draft fan (FD fan). Apabila kebutuhan ampas
sebagai bahan bakar kurang memenuhi, maka digunakan residu. Jika kalor yang dihasilkan
dari pembakaran ampas kurang memenuhi, maka dalam proses pembakaran ditambahkan
residu sebagai bahan bakar. Namun, penambahan residu tersebut membutuhkan biaya yang
besar dan mengakibatkan asap pembakaran berwarna hitam. Sisa pembakaran dari ketel ini
adalah abu dan debu. Abu dipakai sebagai campuran blotong pada proses pembuatan
biokompos. Sedangkan debu dibuang ke udara bebas melalui dust collector.

130
Di ketel ini dilakukan proses pemanasan air kondensat. Konsumsi air kondensat
untuk produksi uap saat ini telah mencukupi untuk proses, sehingga tidak perlu
ditambahkan air sungai. Air sungai hanya digunakan pada saat proses penggilingan
pertama. Air kondensat yang masuk boiler harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
 pH : 10,5 - 11,5
 TDS : max 2000 ppm
 P-alkalinitas : 100 - 600 ppm
 M-alkalinitas : 100 - 800 ppm
 T.kesadahan : max 20 ppm
 Phospat : 20 - 40 ppm
Berikut ini proses air kondensat menjadi air umpan boiler :
1. Air kondensat sisa dari proses dimasukkan ke Holdwell Tank (tangki 1000) yang
memiliki volume 1000 m3. Tangki ini berfungsi untuk menampung air kondensat
sebelum masuk ke Deaerator. Air kondensat yang ditampung hanya sampai volume 600
– 750 m3, dengan temperatur air kondensat 107 – 120 °C untuk menghilangkan oksigen
agar tidak terjadi fluktuasi.
2. Dari Hodwell Tank, dilanjutkan ke Deaerator untuk menghilangkan gas O 2, agar dapat
meminimalkan tingkat korosi. Setelah itu air kondensat tersebut layak digunakan
sebagai air umpan boiler.
Di Pabrik Gula Kebon Agung digunakan 2 jenis ketel, yaitu Stork berkapasitas 30
ton/jam, serta Yoshimine I dan II dengan kapasitas masing-masing ialah 80 ton/jam dan
100 ton/jam. Perbedaan antar kedua ketel ini adalah :
 Bentuk Dapur
Stork : Dapurnya tipe Ward Furnace yaitu ampas sisa yang dibakar diambil secara
manual ( dibersihkan dan digantikan ampas baru secara manual).
Yoshimine I dan II : Dapurnya tipe Dumping Gate, yaitu ampas bekas bakarnya
diganti dan diisi secara otomatis.
 Peletakan batu tahan api
Stork : Dibuat sedemikian rupa sehingga batu tahan api tahan terhadap panas 1800 °C.
Dan diletakkan paling dekat dengan apinya, baru sebelahnya diletakkan batu tahan api
yang sedang 1000 °C lalu atasnya disiram dengan air, tanpa diberi luluhan langsung
ditumpuk lagi dengan batu tahan api yang suhunya 400 °C. Setelah susunan batu tahan

131
api tersebut diberi lapisan Glass woll kemudian baru platnya. Dengan begitu jika kita
lewat di sebelahnya tidak terasa panas.
Yoshimine I dan II : Peletakan batu tahan apinya sama halnya dengan Stork, hanya
saja tidak menggunakan Glass woll, jadi jika kita melewatinya masih terasa panas.

Jenis ketel ada 3 macam, yaitu :


1. Ketel Pipa Api
Pada ketel pipa api, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan ketel ada di dalam
shell untuk dirubah menjadi steam. Ketel pipa api biasanya digunakan untuk kapasitas
steam yang relatif kecil. Sebagai pedoman, ketel pipa api kompetitif untuk kecepatan steam
sampai 12.000 kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm 2. Ketel pipa api dapat
menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya.
2. Ketel Pipa Air
Pada ketel pipa air, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk ke dalam
drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar membentuk steam pada daerah
uap dalam drum. Ketel ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi,
seperti pada ketel untuk pembangkit tenaga.
3. Ketel-ketel pipa air dengan perencanaan khusus
Ketel-ketel pipa air jenis ini direncanakan dengan berbagai maksud, antara lain
digunakan untuk tekanan-tekanan super tinggi, yaitu 141 – 225 kg/cm2 dan tekanan
superkritis, yaitu > 226 kg/cm2, untuk dapat menggunakan air dengan kualitas agak
rendah.
Jenis ketel yang digunakan PG. Kebon Agung adalah ketel pipa air, dimana air yang
dipanaskan berada dalam pipa, sedangkan di luar pipa adalah api (panas).
 Macam tekanan pada ketel ada tiga, yaitu :
4. Tekanan rendah : 5 – 10 kg/cm2
5. Tekanan menengah : 15 – 20 kg/cm2
6. Tekanan tinggi : 100 – 150 kg/cm2
Uap yang dihasilkan dari ketel-ketel tersebut, ditampung di suatu alat yaitu Manipo.
Manipo adalah alat yang digunakan untuk steam atau uap yang dihasilkan oleh Yoshimine
dan Stork. Setelah itu baru didistribusikan ke stasiun gilingan, PLTU, dan untuk stasiun-
stasiun proses. Suhu pada manipo sekitar 325 °C dan tekanannya 17 – 19 kg/cm2.
132
Yang diharapkan oleh perusahaan adalah stasiun ketel underload, tetapi gilingannya
overload. Permasalahan yang timbul pada ketel diantaranya :
 Timbul Kerak
Kerak dapat menghambat proses hembusan sehingga pembakaran dapat berkurang.
Cara mengatasi : setiap 8 jam sekali kerak dibersihkan dengan hidrolisis,
menggunakan soot remover yang berupa serbuk, untuk menghilangkan kerak di luar
pipa.
 pH air ketel kurang dari standar
Apabila pH kurang dapat menyebabkan timbulnya korosi sehingga dapat merusak
peralatan.
Cara mengatasi : dapat menambahkan caustic soda.
 Suhu pembakaran tinggi
Cara mengatasi : membuka valve pipa air agar suhunya turun.
 Terdapat kandungan gula di dalam air kondensat
Cara mengatasi :
- Membuang air kondensat 50%-nya.
- Menambahkan caustic soda, akan tetapi ini tidak efektif karena membutuhkan
waktu yang lama. Apabila caustic soda banyak digunakan, maka biaya produksi
lebih mahal.

Gambar V.6 Ketel Uap Yoshimine di PG. Kebon Agung Malang

133
BAB VI
PENGOLAHAN LIMBAH

VI.1 Pengolahan Limbah


Limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula SHS pada PG Kebon Agung
dibagi menjadi empat jenis, yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun). Setiap limbah tidak dapat dibuang secara langsung ke
lingkungan karena akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Limbah yang akan
dibuang harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu agar tidak mencemari
lingkungan. Selain dengan pengolahan, beberapa limbah juga dapat digunakan kembali dan
dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
1. Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan PG Kebon Agung adalah ampas tebu, blotong, dan
abu ketel (dust). Ampas tebu (bagasse) merupakan limbah yang berasal dari stasiun
gilingan, blotong merupakan limbah yang dihasilkan dari stasiun pemurnian dalam proses
penyerapan nira tapis, sedangkan abu ketel merupakan limbah hasil dari pembakaran di
stasiun ketel. Ketiga limbah tersebut dapat digunakan kembali dan diolah menjadi sesuatu
yang bermanfaat.
Seluruh ampas tebu dari stasiun gilingan dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel.
Blotong merupakan kotoran padat berwarna coklat kehitaman dengan kandungan air yang
besar, yaitu sekitar 7%. Zat yang terkandung dalam blotong antara lain sukrosa,
monosakarida, zat lilin, fosfatida, dan asam organik seperti nitrogen. Blotong yang
dihasilkan pada stasiun pemurnian dibawa keluar pabrik menuju lokasi pengolahan blotong
untuk diolah bersama abu ketel menjadi pupuk biokompos dengan penambahan
mikroorganisme.

134
Abu ketel merupakan limbah inert yang secara alamiah tidak dapat dihancurkan
kembali. Abu ketel ini bersifat sukar larut dalam air serta berwarna hitam. Abu ketel
ditangkap dari pembakaran ketel dengan menggunakan penangkap sistem kering (dust
collector) pada cerobong pembuangan asap dan dibawa menuju truk dengann
menggunakan conveyor. Truk tersebut kemudian membawa abu ketel menuju lokasi
pengolahan abu ketel untuk diolah bersama blotong menjadi pupuk biokompos.
Abu ketel mengandung sejumlah basa seperti Ca, Mg, K, dan Na yang
dimanfaatkan sebagai sumber hara saat pengomposan. PG Kebon Agung menerapkan
metode pengomposan untuk mengolah limbah blotong dan abu ketel dari proses produksi
gula.
Prinsip dasar pada metode ini adalah dengan menurunkan atau mendegradasi
bahan-bahan organik yang makro menjadi unsur-unsur yang lebih mikro dengan bantuan
mikroorganisme sehingga unsur-unsur tersebut dapat lebih mudah diserap tanah sebagai zat
hara. Bahan yang digunakan pada proses pengomposan adalah blotong yang telah
dikeringkan, abu ketel, serta bahan pendukung berupa starter mikroorganisme.
Pengomposan dilakukan dengan menggunakan teknik terbuka, dimana blotong dan
abu ketel yang telah tercampur dengan perbandingan 3 : 1 digiling, kemudian dikeringkan,
dan diangin-anginkan untuk mencegah timbulnya jamur. Starter bakteri diberikan ke dalam
campuran tersebut sebanyak 1% setelah 2 hari pengeringan kemudian dilakukan proses
fermentasi selama 1 minggu. Setelah 1 minggu pemeraman, biokompos telah terbentuk.
Biokompos tersebut kemudian digiling terlebih dahulu sebelum dikemas agar gumpalan-
gumpalan pupuk hancur sehingga pupuk mempunyai tekstur yang remah dan lebih praktis
digunakan. Diagram alir pengolahan blotong dan abu ketel terdapat pada Lampiran 5.
2. Pengolahan Limbah Cair
Air hasil proses produksi memiliki cemaran yang tinggi sehingga terdapat
penanganan terlebih dahulu terhadap air tesebut sebelum dibuang ke lingkungan.
Penanganan air limbah ini dilakukan hingga air limbah tesebut dapat memenuhi baku mutu
air. Air limbah PG Kebon Agung ini mengandung ion logam, soda, oli, nira kotor, oksigen
terlarut, serta memiliki suhu yang tinggi sehingga harus diproses terlebih dahulu pada Unit
Pengolahan Limbah Cair (UPLC).
Air limbah proses dialirkan melalui saluran AML (Air Masuk Limbah), kemudian
ditambahkan dengan susu kapur hingga pH di atas 7 agar suasana air menjadi basa
sehingga kotoran yang ada dapat lebih mudah mengendap. Selain itu, penambahan susu
kapur tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi bau pada air limbah. Air limbah juga

135
harus bebas dari kotoran daun, plastik, minyak dan lain-lain. Membuang kandungan
minyak dalam air limbah ke dalam pengendap. Suhu air limbah juga harus dipastikan di
bawah 40◦C. Setelah itu, air masuk ke dalam kolam equilisasi untuk memisahkan air
limbah dari minyak dan lumpur pada air limbah. Dalam bak tersebut, minyak pada air
limbah akan mengapung sedangkan lumpurnya akan mengendap. Untuk kehidupan bakteri,
air limbah harus bebas dari kotoran, pH lebih dari 7, suhu kurang dari 40◦C.
Selanjutnya air limbah dialirkan menuju kolam aerasi dengan pompa secara
bertahap, diawali dengan kolam aerasi 1 sampai kolam aerasi 4. Air masuk bak aerasi
tidak boleh melebihi kapasitas ( max 120 m3/jam ). Masing-masing kolam tersebut
dilengkapi dengan aerator sebagai pengaduk air limbah sebanyak 58 buah sehingga terjadi
penambahan oksigen pada air limbah. Dan angin yang dikeluarkan dari aerator pada bak
aerasi 1 ke bak aerasi 4 semakin kecil. Selain menggunakan aerator, penanganan air limbah
juga ada penambahan urea (4 kg/jam) dan SP (0,8kg/jam) secara kontinyu untuk nutrisi
bakteri. Warna air pada bak aerasi harus diamati agar tidak menjadi hitam dengan
mengendalikan debit air masuk dan penambahan waktu tunggu di masing-masing bak
aerasi.
Overflow dari bak aerasi 1, masuk ke bak aerasi 2 dan seterusnya sampai bak aerasi
4. Setelah itu limbah akan dialirkan ke clarifier untuk pengendapan. Air masuk clarifier
tidak boleh mengandung daun, plastic dan lain-lain, karena dapat menyumbat pompa.
Kotoran yang mengapung pada tangki clarifier harus dibersihkan. Pompa balik endapan
clarifier yang berupa lumpur aktif ke bak aerasi 1 secara kontinyu ( bila endapan lumpur
aktif lebih dari 30 %, maka dilakukan pemindahan ke bak stabilisasi). Setelah itu amati
kelancaran air jernih yang mengalir pada talang clarifier sebagai outlet. Endapan lumpur
aktif yang di atas 30 % dipindahkan ke bak stabilisasi, selanjutnya diluncurkan ke bak
pasir. Pada bak pasir dilakukan penyaringan, air hasil tapisan dimasukkan ke bak filtrate,
selanjutnya di pompa ke bak equilisasi. Endapan padat di atas pasir dikeringkan
selanjutnya bias dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman di sekitar UPLC. Bak stabilisasi di
awal proses dipergunakan sebagai pengembangbiakan bakteri. Air jernih dari clarifier
keluar sebagai outlet menuju sungai.
Air limbah dianalisis berdasarkan pH, warna, suhu, bau, debit air, BOD, COD, dan
TSS (Total Soluble Solid) pada air limbah. Analisis yang dilakukan pada pengolahan
limbah dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang akan dibuang ke lingkungan
sekitar telah aman bagi lingkungan tersebut, yaitu dengan nilai COD maksimal 100 ppm

136
dan BOD maksimal 60 ppm. Setelah air limbah yang telah diproses tersebut dinyatakan
aman, maka air tersebut dialirkan menuju sungai.

Gambar VI.1 Penambahan Susu Gambar VI.2 Kolam Aerasi


Kapur pada AML

Gambar VI.3 Clarifier pada Gambar VI.4 Kolam Equilisasi


Pengolahan Limbah Cair
3. Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan oleh limbah PG Kebon Agung berasal dari proses
pembakaran ketel dan proses sulfitasi. Limbah gas berupa asap dari pembakaran ketel
mengandung gas CO2, NOx, CO, uap air, dan debu. Dari sisa pembakaran ketel, partikel-
partikel karbon akan dapat terbawa oleh gas sehingga saat asap keluar dari cerobong asap
akan membawa partikel padat yang kemudian akan tertiup angin dan mencemari udara
sekitar. Polusi udara dapat terjadi apabila terjadi pembakaran tidak sempurna karena
jumlah bahan bakar yang tidak seimbang dengan O2 yang masuk. Limbah gas yang
dihasilkan ini juga memiliki warna hitam, hal ini mengakibatkan meningkatnya emisi gas
buang.
Penanganan terhadap adanya partikel padat yang terbawa oleh asap dilakukan
dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector) sebelum gas keluar ke
lingkungan. Dust collector tersebut akan menangkap partikel yang terikut pada asap yang

137
melalui alat tersebut sehingga asap atau gas buang tidak mencemari lingkungan sekitar.
Dalam dust collector terdapat elektrostatik presipitator. Mekanisme alat ini adalah seperti
membentuk medan magnet yang dapat menangkap partikel-partikel debu yang terbawa
oleh gas, kemudian partikel-partikel debu menuju cyclone. Di dalam cyclone partikel-
partikel debu berputar akibat gaya sentrifugal, sehingga partikel-partikel debu yang
mempunyai massa yang lebih besar akan terlempar jauh dan membentur dinding yang
kemudian akan jatuh karena gaya gravitasi. Partikel-partikel yang tertangkap (abu ketel)
tersebut kemudian ditampung untuk diolah menjadi biokompos. Pengukuran baku mutu
gas hasil pembakaran pada asap cerobong dilakukan secara periodik Balai Hiperkes
Surabaya, meliputi kadar gas NOx, CO, dan debu.
4. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Jenis limbah B3 yang dihasilkan PG Kebon Agung adalah limbah Pb Asetat (jenis
logam berbahaya) pada kertas saring dari laboratorium dan Oli. Limbah B3 yang
dihasilkan lebih sedikit dibandingkan limbah lainnya, tetapi limbah ini harus tetap
dimusnahkan karena bersifat racun dan berbahaya. Penanganan terhadap limbah B3 ini
dilakukan dengan menampung kertas saring di dalam drum khusus kemudian disimpan
diruang khusus limbah B3. Limbah tersebut kemudian akan dikirim ke PPLI (Pramudya
Pamusnah Limbah Industri) di Cileungsi untuk dimusnahkan.

VI.2 Unit Pendukung


1. Stasiun Boiler (Ketel)
Stasiun ketel merupakan salah satu stasiun pada PG Kebon Agung yang digunakan
sebagai sumber energi. Energi berupa uap panas dihasilkan dari proses pembakaran ampas
di dalam ketel. Ampas yang berasal dari stasiun gilingan dibawa oleh konveyor menuju
tempat pembakaran tersebut harus benar-benar kering agar dapat mendapatkan kalor yang
lebih besar. Jika kalor yang dihasilkan dari pembakaran ampas kurang memenuhi, maka
dalam proses pembakaran ditambahkan residu sebagai bahan bakar. Namun, penambahan
residu tersebut membutuhkan biaya yang besar dan mengakibatkan asap pembakaran
berwarna hitam.
Terdapat dua jenis ketel yang digunakan di PG Kebon Agung, yaitu Stork I dan II
serta Yoshimine I dan II. Jenis ketel yang digunakan adalah ketel pipa air, dimana air yang
dipanaskan berada dalam pipa sedangkan diluar pipa adalah api (panas). Air yang
digunakan dalam ketel adalah air kondensat dari stasiun penguapan. Akan tetapi, apabila

138
air kondensat tersebut tidak mencukupi maka akan ditambahkan air sungai yang telah
dimurnikan terlebih dahulu.

BAB VII
ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU

VII.1 Pengawasan Mutu


Peranan analisa laboratorium dalam pabrik gula sangat penting karena hasil analisa
ini digunakan untuk mengetahui atau mengawasi baik buruknya proses yang dilaksanakan
di pabrik setiap hari, dan dapat digunakan agar diperoleh gula semaksimal mungkin. Untuk
melakukan analisa dan pengumpulan data ini dilakukan di laboratorium. Guna
pengendalian mutu dalam suatu industri maka tingkat kualitas produk harus ditingkatkan
atau dipertahankan agar sesuai dengan standar dan sebisa mungkin dengan biaya yang
sekecil mungkin.
Analisa-analisa dimulai dari pendahuluan, yaitu mulai dari tebu sampai menjadi
kristal gula. Dengan demikian analisa laboratorium untuk mengendalikan mutu
dilaksanakan dengan menganalisa bahan baku, bahan pembantu, bahan yang ada dalam
proses, produk dan hasil samping. Pelaksanaan analisa dilakukan dengan menggunakan
petunjuk P3GI, yaitu petunjuk buletin 4 untuk pengawasan gilingan dan buletin 11 untuk
pengawasan pabrikasi.
 Macam-macam analisa yang dilakukan di pabrik gula antara lain :
1. Penentuan rendemen sementara
2. Analisa nira
3. Analisa kadar kapur (cao) dalam nira
4. Analisa kadar phospat (P2O5) terlarut dalam nira
5. Analisa gula masakan A, C, D
6. Analisa einwurf (babonan)
7. Analisa stroop dan klare
8. Analisa kristal gula
9. Analisa kadar SO2 dalam gula
10. Analisa tetes
11. Analisa sacharosa dalam melasse
12. Analisa gula reduksi melasse dengan cara luff
13. Analisa abu sulfat dalam melasse

139
14. Analisa ampas
15. Analisa blotong
16. Analisa limbah COD
17. Air ketel
18. COD limbah

1. Pengawasan Mutu Bahan Baku


Kualitas tebu sebagai bahan baku pembuatan gual kristal akan sangat
mempengaruhi hasil gula kristal putih (GKP) yang dihasilkan. Untuk itu, perlu diadakan
pengawasan mutu terhadap bahan baku tersebut. Pada PG Kebon Agung, pengawasan mutu
tebu dilakukan dengan melakukan analisis pendahuluan yang dinilai pada dua bulan
sebelum masa giling dimulai. Analisis pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan faktor
kemasakan tebu tersebut agar tebu yang akan digiling memiliki kualitas yang baik.
Analisis ini dilakukan dengan cara mengambil 10 sampel tebu dari kebun untuk
kemudian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah. Pada masing-
masing bagian dihitung bobot, nilai brix, polarisasi, dan rendemen. Dengan data yang ada,
maka dapat diketahui kualitas nira tersebut berdasarkan rata-rata bobot serta faktor
kemasakannya. Faktor kemasakan tebu dapat dihitung sebagai berikut :
rendeman bawah−rendeman atas
Faktor Kemasakan ( FK )= × 100
rendeman bawah
Pada PG Kebon Agung, faktor kemasakan (FK) maksimal yang diharapkan adalah sebesar
25. Tebu dengan FK < 25 akan memiliki kualitas semakin baik dengan tebu dengan FK >
25.
Selain analisis pendahuluan di kebun pada tebu yang belum ditebang, pengawasan
mutu terhadap tebu juga dilakukan saat tebu masuk ke pabrik yaitu dengan mutu MBS
(manis, bersih, dan segar). Pengendalian mutu tersebut dilakukan pada stasiun penerimaan
berdasarkan nilai brix, jumlah pengotor, serta kesegarannya.
2. Pengendalian Produksi
.Pengendalian produksi perlu dilakukan untuk mengurangi penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi selama proses produksi yang berlangsung.
Pengendalian ini akan menghindari penyimpangan yang mungkin terjadi pada bahan
maupun peralatan produksi. Untuk itu, pengendalian ini terus dilakukan secara kontinu
oleh staff pabrikasi PG Kebon Agung bagian laboratorium. Pengendalian dilakukan dengan
menganalisi masing-masing stasiun. Terdapat berbagai analisis material yang dilakukan

140
pada pengendalian produksi, akan tetapi pada masing-masing stasiun terdapat beberapa
analisis penting yang dilakukan. Analisis-analisis tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel VII.1 Pengendalian produksi gula


No Tahap Proses Pengendalian Produksi
.
 Kadar Pol Ampas
1. Stasiun Gilingan  HPG (Hasil Pemerahan Gula)
 Nira Mentah % Tebu
 Pengeluaran Bukan Gula
 Selisih Harga Kemurnian (HK) Nira Encer
2. Stasiun Pemurnian
dan Nira Mentah
 Pol Blotong
 Laju Penguapan
3. Stasiun Penguapan
 Nira Encer % Tebu
 Kristal % Masakan A
4. Stasiun Masakan  Kristal % Masakan C
 Kristal % Masakan D
5. Stasiun Putaran  HK Tetes
Masing-masing pengendalian produksi tersebut memiliki batasan tertentu yang
harus dipenuhi. Proses produksi dinyatakan sesuai dengan yang diinginkan apabila batasan
yang telah ditetapkan tersebut tercapai, sehingga proses produksi menjadi efektif dan
efisien. Sedangkan apabila terdapat proses yang melebihi atau kurang dari batasan
maksimum atau minimum yang ada, maka diperlukan adanya perbaikan pada proses
produksi baik pada bahan maupun peralatan.
A. Stasiun Gilingan
a. Kadar Pol Ampas
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gula yang masih terkandung
didalam ampas gilingan 1, 2, 3, 4, dan 5. Proses penggilingan tebu diharapkan
dapat menghasilkan gula yang sebanyak-banyaknya dan meminimalisasi jumlah
gula yang terbuang. Untuk itu, pengendalian terhadap ampas tebu bertujuan untuk
mengontrol jumlah gula yang terbuang bersama ampas tebu. Kadar pol ampas
diusahakan seminimal mungkin dengan batas maksimum 1,9 %. Apabila kadar pol

141
ampas tersebut > 1,9 %, maka proses penggilingan maupun penambahan air
imbibisi harus diperbaiki.

b. Hasil Pemerahan Gula (HPG)


Hasil Pemerahan Gula (HPG) merupakan jumlah gula yang dapat diekstraksi pada
saat penggilingan. Hasil ini sangat dipengaruhi oleh proses penggilingan baik
kualitas nira mentah maupun ampas. Nilai HPG yang diinginkan minimal sebesar
90 % agar tidak ada gula yang terbuang bersama ampas.
c. Nira Mentah % Tebu
Nira mentah % tebu menunjukkan jumlah nira yang dapat diekstraksi pada saat
proses penggilingan. Pengendalian produksi dilakukan terhadap nira mentah untuk
mengontrol jumlah gula yang dapat diperoleh dan jumlah gula yang terbuang.
Jumlah nira mentah yang diekstraksi diusahakan memenuhi target, yaitu sebanyak
96%. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka produksi semakin efisien karena
jumlah gula yang terbuang semakin sedikit.
B. Stasiun Pemurnian
a. Pengeluaran Bukan Gula
Pada stasiun pemurnian, dilakukan pemisahan gula terhadap komponen bukan gula.
pengendalian terhadap pengeluaran bukan gula dilakukan agar pengeluaran bukan
gula dapat mencapai minimal 14% sehingga nira menjadi murni.
b. Selisih Harga Kemurnian (HK) Nira Encer dan Nira Mentah
Analisis ini merupakan kontrol terhadap harga kemurnian (HK) nira dalam proses
pemurnian. Dalam proses pemurnian terjadi peningkatan suhu serta perubahan
terhadap nilai pH nira yang dapat menyebabkan kerusakan pada nira (kehilangan
gula) apabila tidak sesuai dengan ketentuan. Selisih HK yang kecil menunjukkan
bahwa proses pemurnian berjalan baik dengan kehilangan gula yang sedikit.
c. Pol Blotong
Analisis terhadap pol blotong dilakukan sebagai pengendalian proses produksi
untuk mengontrol terbuangnya gula melalui blotong. Pol blotong yang diharapkan
tidak lebih dari 2% sehingga gula tidak banyak ikut terbuang bersama blotong.
C. Stasiun Penguapan
a. Laju Penguapan

142
Laju penguapan pada evaporator juga dikendalikan, nilai laju penguapan
diusahakan semaksimal mungkin dengan laju minimal 23%. Laju penguapan ini
akan berpengaruh pada jumlah air yang diuapkan dari nira, dan kepekatan nira.

b. Nira Encer % tebu


Presentase nira encer pada proses penguapan dianalisis berdasarkan jumlah tebu
yang digiling. Presentasi nira encer minimal adalah 87%.
D. Stasiun Masakan
a. Kristal % Masakan A, C, dan D
Presentase jumlah kristal pada masing-masing masakan dikendalikan agar jumlah
gula produk yang dihasilkan dapat semakin banyak. Selain itu, pengendalian ini
dimaksudkan untuk mereduksi jumlah tetes yang dihasilkan. Presentase minimal
kristal yang dihasilkan pada masakan A, C, dan D berturut-turut adalah 65%, 68%,
dan 65%. Semakin banyak kristal dihasilkan, maka akan semakin banyak produk
yang dihasilkan.
E. Stasiun Putaran
Pada stasiun putaran, analisis dilakikan tehadap harga kemurnian (HK) tetes. Dalam
produksi gula kristal, tetes merupakan hasil samping dari proses karena tetes ini tidak dapat
mengkristal. Jumlah dan HK tetes yang dihasilkan akan diusahakan seminimal mungkin
dengan HK maksimal 32. Semakin tinggiHK suatu tetes menunjukkan bahwa proses
produksi telah kehilangan banyak gula.

3. Pengawasan Mutu Produk


Produk yang dihasilkan di PG Kebon Aging adalah gula kristal putih (GKP) atau
gula SHS (Superiuer Hoof Smeker). Pengawasan mutu GKP di PG Kebon Agung
dilakukan dengan analisis warna larutan, berat jenis butir, polarisasi, kandungan SO 2, serta
kadar air. Berdasarkan SNI GKP yang ada di Indonesia, yaitu SNI-01-3140-2001 standar
GKP adalah sebagai berikut:

Tabel VII.2 SNI Gula Kristal Putih


No Persyaratan
Kriteria Uji Satuan
. GKP 1 GKP 2 GKP 3
1. Warna kristal % Min. 90 Min. 65 Min. 60

143
Warna larutan
2. IU Maks. 250 Maks. 350 Maks. 450
(ICUMSA)
3. Berat jenis butir Mm 0,8 - 1,2 0,8 - 1,2 0,8 - 1,2
4. Susut pengeringan % b/b Maks. 0,1 Maks. 0,15 Maks. 0,20
5. Polarisasi (oZ 20oC) “Z” Min. 99,6 Min. 99,5 Min. 99,4
6. Gula Pereduksi % b/b Maks 0,10 Maks 0,15 Maks 0,20
7. Abu % b/b Maks. 0,10 Maks. 0,15 Maks. 0,20
8. Bahan asing tidak larut Derajat Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5
9. Belerang dioksida (SO2) Mg/Kg Maks. 30 Maks. 30 Maks. 30
10. Timbal (Pb) Mg/Kg Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2
11. Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2
12. Arsen (As) Mg/Kg Maks. 1 Maks. 1 Maks. 1
Analisis harian yang dilakukan PG Kebon Agung terhadap gula produk adalah
analisis, pol gula, SD, SHS (ukuran kristal gula), serta kadar air. Sedangkan ketentuan
berdasarkan SNI yang berlaku dianalisa oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia). Menurut analisa P3GI, gula kristal PG Kebon Agung termasuk dalam GKP 1
(kualitas terbaik) karena telah memenuhi syarat yang ada pada SNI tersebut dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel VII.3 Analisa Mutu Gula PG Kebon Agung
1. Warna Larutan (ICUMSA) IU 192
2. Berat jenis butir Mm 1,14
3. Polarisasi “Z” 99,77
4. SO2 ppm 21,2
Selain kualitas gula produk, pengawasan mutu akhir juga dilakukan dengan
menghitung jumlah rendemen dan winter rendemen (WR). Target nilai rendemen dan WR
diusahakan tercapai dengan nilai sebesar mungkin agar proses produksi gula yang
dilakukan berjalan dengan optimal. Nilai rendemen yang diusahakan sebesar 7,0 %,
sedangkan nilai WR minimal adalah sebesar 96%.

VII.2 Analisa Laboratorium


a. Analisa Ampas
Tujuan : Mengetahui % gula yang tertinggal dalam ampas dan untuk memperkirakan
air imbibisi yang perlu ditambahkan.
Prosedur :
a. Penentuan polarisasi ampas
Prosedur :
 Menimbang ampas dari gilingan sebanyak 1000 gr (1 kg)
 Memasukkan ke dalam extrasi ampas

144
 Menambahkan air sebanyak 10 liter, ditutup, kemudian mendinginkannya selama
1 jam
 Setelah 1 jam, mengambil air rebusan ampas kemudian menyaringnya
 Memasukkan ke dalam labu ukur 110 ml sebanyak 100 ml
 Menutup labu ukur dan mendinginkannya di bawah pencuci air
 Menambah larutan Pb asetat 10 tetes
 Menambah aquadest sampai tanda 110 ml
 Mengocok dan menyaringnya, lalu memasukkan filtratnya dalam tabung pol 400
mm (4 dm)
 Mengamati pada polarimeter
b. Penentuan kadar zat kering ampas
Prosedur :
 Menimbang ampas dari gilingan sebanyak 100 gr
 Memasukkan dalam tabung Rokker (pengering ampas) dengan suhu 100 - 110 0C
 Untuk open ditimbang 100 gr, dengan suhu 105 0C selama 1 jam
 Kemudian menimbang untuk mengetahui zat kering
Contoh :
P 26 ( 10.000+ W ) 11 1
Rumus pol=S= x x x x
2 100 100 10 10
Dimana :
P = pemutaran pol tabung 400 mm
W = kadar air
S = kadar pol ampas

Gambar VII.1 Pol Tabung Gambar VII.2 Hand brix


b. Analisa stroop C, stroop A, klare A, klare D

145
Tujuan : Mengetahui % brix dan % pol pada stroop C, stroop A, klare A, klare D
Prosedur :
o Penentuan % Brix
Prosedur :
 Menimbang bahan sebanyak 150 gram dalam ember plastik
 Menambahkan aquades sebanyak 1500 gram atau pengenceran 10x
 Mengaduk sampai betul-betul larut (homogen)
 Memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung pol sampai penuh
 Memsukakan brix breaker ke dalam tabung pol
 Mengamati skala pembacaan brix dan suhu
Rumus :
brix=( brix ± koreksi suhu ) x faktor pengenceran
Dimana :
Koreksi suhu adalah hubungan antara brix dengan suhu, apabila suhu bahan
diantara 20 – 27,5 0C maka brix dikurangi, sedangkan apabila suhu bahan diantara
28 – 40 0C maka brix ditambahkan (Lihat tabel)
o Penentuan % Pol
Prosedur :
 Mengambil sisa larutan sebanyak 100 ml
 Memasukkannya dalam labu ukur 110 ml
 Menambahkan Pb asetat 5 ml dan aquades 5 ml
 Mengambil filtrat lalu menuangkan dalam pol buish (usahakan tidak ada
gelembung udara yang masuk)
 Meletakkan pol buish pada polarimeter sehingga diketahui nilai pol
Rumus :

pol= ( pol xbj0,286 ) x faktor pengenceran


Dimana :
0,286 : faktor ketetapan % pol
bj : berat jenis bahan, yaitu hubungan antara pol dengan suhu (Lihat
tabel)

c. Analisa einwurf C, einwurf D, gula A, dan gula D

146
Tujuan : Mengetahui % brix dan % pol pada einwurf C, einwurf D, gula A, dan gula
D
Prosedur :
o Penentuan % Brix
Prosedur :
 Menimbang bahan sebanyak 300 gram dalam ember plastik
 Menambahkan aquades sebanyak 1500 gram atau pengenceran 5x
 Mengaduk sampai betul-betul larut (homogen)
 Memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung pol sampai penuh
 Memsukakan brix breaker ke dalam tabung pol
 Mengamati skala pembacaan brix dan suhu
Rumus :
brix=( brix ± koreksi suhu ) x faktor pengenceran
Dimana :
Koreksi suhu adalah hubungan antara brix dengan suhu, apabila suhu bahan
diantara 20 – 27,5 0C maka brix dikurangi, sedangkan apabila suhu bahan diantara
28 – 40 0C maka brix ditambahkan (Lihat tabel)
o Penentuan % Pol
Prosedur :
 Mengambil sisa larutan sebanyak 100 ml
 Memasukkannya dalam labu ukur 110 ml
 Menambahkan Pb asetat 5 ml dan aquades 5 ml
 Mengambil filtrat lalu menuangkan dalam pol buish (usahakan tidak ada
gelembung udara yang masuk)
 Meletakkan pol buish pada polarimeter sehingga diketahui nilai pol
Rumus :

pol= ( pol xbj0,286 ) x faktor pengenceran


Dimana :
0,286 : faktor ketetapan % pol
bj : berat jenis bahan, yaitu hubungan antara pol dengan suhu (Lihat
tabel)

147
d. Analisa Air Ketel atau Air Kondensat
Tujuan : Mengetahui kelayakan air baku yang digunakan sebagai air ketel
Reaksi Skarblom = Kandungan Gula Dalam Air
Prosedur :
 Ambil sebuah tabung kimia panjang 80 mm, diameter 10 mm
 Diisi contoh beberapa kali . Contoh air dituangkan, dalam tabung sisa 1 tetes air
 Tambahkan 2-3 tetes larutan alfanaptol 4 %
 Tambahkan 15-20 tetes asam sulfat pekat (miringkan tabung)
 Jika dalam setengah menit menjadi ungu, berarti air tersebut mengandung gula
 Jika terjadi warna putih hijau, air tersebut tidak mengandung gula
e. Analisa Air Ketel Kadar Phospat (P2O5)
Tujuan : Mengetahui kadar phospat dalam air ar ketel
Prosedur :
 Bilas testing vessel beberapa kali dengan air contoh
 Kemudian isi sampai garis 10 ml dengan semprotan
 Tambahkan 6 tetes Reagen I
Setelah penambahan tutup testing vessel
 Tambahkan 6 tetes Reagen II
di tutup dan dikocok
 Tambahkan 6 tetes Reagen III
 10 menit setelah penambahan reagen III untuk menentukan Fo2+ /Fo3+ dalam ppm
 Bandingkan warna merah dari reaksi larutan dengan bagian warna dalam skala
testing vessel
 Selanjutnya baca skala testing vessel, tutup bagian belakang testing dengan plastik
putih
f. Analisa Gula Reduksi dalam Kristal Gula (Cara Luff)
Prosedur :
 Timbang gula seberat 33 gr (HS) 16,5 gr (SHS) 8,5 gr Muscovado
 Dilarut dengan aquadest ± 100 ml, diaduk sampai larut
 Dimasukkan labu takar 150 ml
 Ditambah timbal asetat netral 1-2 ml
 Ditambah aquadest sampai tepat tanda 150
 Ditambah 2 gram tanah infurmrin
 Dikocok kemudian ditapis didapat filtrat l

148
 Pipet larutan luff 25 ml, dimasukkan erlenmeyer 300
 Ditambah 25 ml filtrat II, tambah batu apung 3 biji, ditutup dengan pendingin tegak
 Dipanaskan diatas brander, setelah mendidih + pemanasan 5 menit
 Diturunkan ditutup gelas kimia, didinginkan dibawah pancuran air setelah dingin
 Ditambah larutan kalium iodide 20% 15ml
 Ditambah asam sulfat (1:5) 25% 25ml
 Ditambah amilum 1% 3ml
 Dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna putih susu
 Juga membuat blangko dengan cara yang sama, filtrat diganti dengan aquades
g. Analisa Kadar SO2 dalam Gula
Tujuan : Mengetahui kadar SO2 yang masih terkandung dalam gula SHS
Prosedur :
 Ukur aquades masak yang dingin sebanyak 150 ml
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300
 Ditambah larutam kanji 10 ml
 Ditambah larutan HCl 5 % 10ml
 Dititrasi dengan larutan yodium yang sudah diketahui normalitasnya, sampai warna
kebiru-biruan.
 Angka titrasi dicatat untuk koreksi H2O
 Kemudian dimasukkan kedalam 50 gram SHS (HS 25 gram)
 Dikocok hingga gula tersebut benar-benar larut
 Dititrasi dengan larutan yodium tadi
 Akhir titrasi sedikit kebiru-biruan
h. Analisa ICUMSA
Tujuan : Mengukur warna kejernihan gula
Prosedur :
o Persiapan contoh
 Menimbang contoh gula sebanyak 50 gr dalam beaker glas 250 ml
 Melarutkannya dalam 50 gr H2O
 Mengatur ph larutan pada ph 7.0 ± 0,2 dengan HCl 0,05 m atau naoh 0,05 m
 Menyaring larutan dengan kertas saring whatman 42 menggunakan pompa
vakum

149
 Memasukkan filtrat yang diperoleh ke dalam oven vakum untuk menghilangkan
gelembung udara selama 1 jam atau dibiarkan ± 1 jam
 Mengukur brix larutan dengan refraktometer dan menentukan berat jenis larutan
dengan melihat Tabel hubungan brix dengan berat jenis
o Pengukuran warna ICUMSA
 menyalakan spektrometer dan membiarkannya selama ±10 menit
 mengatur panjang gelombang pada 420 nm kemudian mengatur transmittance
pada 100 % dengan H2O
 mengukur cuvet 1 cm (b)
 membilas cuvet dengan larutan contoh, kemudian isi kembali dan ukur
transmittance (T) atau absorbansi (As) contoh
i. Kadar Kapur dalam Gula
Tujuan : Mengetahui kandungan kapur dalam gula
Prosedur :
CAO Total ( CAO + MgO )
 Pipet nira 5 ml, dimasukkan erlenmeyer 300
 Tambah aquadest 4,5 ml
 Tambah buffer NH4OH + NH4Cl 2 ml
 Tambah KCN 10% 2 ml
 Tambah indikator EBT 0,5% 5 tetes (berwarna merah)
 Dititrasi dengan larutan EDTA, sampai warna biru/kehijau-hijauan
j. Kadar Phospat Terlarut dalam Nira
Prosedur :
 Ambil nira 50 ml, diberi 1 gram kieselguhr murni kemudian ditapis
 Filtrat diambil 25 ml,dinetralkan sampai ph 7 (H2SO4 atau naoh 0.01 N)
 Dipindahkan dalam labu takar 100 ml
 Tambah aquadest sampai tanda 100 kemudian dikocok
 Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 ml
 Tambah aquades 35 ml
 Tambah amonium molibdab 4 ml
 Dipanaskan kemudian ditambah asam ascorbic 1 gram
 Dididihkan,ditutup,didinginkan

150
 Dipindahkan dalam labu takar 50 ml secara kuantitatif
 Ditambah aquadest sampai garis tanda kemudian dikocok
 Dimasukkan kedalam kuvet,diamati pada spektronik dengan panjang gelombang
650 nm
 Membuat larutan standard, filtrat diganti STD P2O5 0.5ml
k. Analisa Kadar TSAI pada Tetes
Tujuan : Mengetahui kadar sakarosa yang mengalami invers pada tetes
Prosedur :
 Timbang tetes 1,2,3,4,5 sebanyak 6,25 gr
 Encerkan hingga 250 ml
 Ambil dengan pipet volume 50 ml, lalu tambahkan HCl 10 ml
 Panaskan 15 menit dengan suhu 60 0C lalu dinginkan
 Tambahkan PP 4 tetes, NaOH 4 N sampai jenuh lalu EDTA 4 ml
 Siapkan 10 erlenmeyer (5 untuk titrasi percobaan, 5 untuk titrasi sebenarnya)
 Isi masing-masing dengan fehling I 5 ml, lalu fehling II 5 ml
 Masukkan batu apung (untuk pemerataan panas)
Prosedur titrasi percobaan dan titrasi sebenarnya :
 Atur peralatan titrasi seperti buret ,klem, dan statif, lalu hotplate sampai sesuai
dengan posisi yang pas
 Bilas buret dengan larutan tetes, kemudian isi buret
 Letakkan Erlenmeyer diatas hot plate, luruskan Erlenmeyer dengan buret, isi
dengan larutan tetes tersebut 15 ml, panaskan
 Setelah mendidih tambahkan 3 tetes metil blue
 Lalu teteskan lagi larutan tetes sampai warna biru berubah menjadi merah
 Catat larutan tetes yang masuk dalam Erlenmeyer
 Prosedur diatas dilakukan juga pada tetes 1 sampai 5
l. Analisa Kadar Kapur Nira Mentah, Nira Encer, dan Nira Pekat Sulfitasi
Prosedur :
 Pertama ukur pH masing-masing nira
Nira mentah (6,2)
Nira encer (6,9)
Nira pekat sulfitasi (5,8)

151
 Masukkan 45 ml aqudest, 5 ml nira encer dalam gelas ukur 50 ml
 Masukkan larutan tersebut ke mangkok analisa
 Tambahkan KCN 10% 1 ml
 Tambahkan NaOH 1 N 2,5 ml
 Lalu tambahkan murexid 3 – 5 tetes (sesuai kebutuhan)
 Titrasi sampai tetesan dari larutan titrasi (EDTA) saat menetes tidak menunjukkan
perbedaan warna
Nira pekat sulfitasi :
 Encerkan nira pekat sulfitasi sampai 5x pengenceran
Caranya: Ambil 20 ml aquadest, masukkan dalam gelas ukur 50 ml, lalu tambahkan
nira pekat sulfitasi 5 ml
 Selanjutnya prosedur sama dengan nira encer dan nira mentah.
m. Analisa Kadar Gula Reduksi pada Nira Mentah dan Nira Perahan Gilingan I
dengan Cara luff
Tujuan : Mengetahui kadar gula yang terinvers (gula invert/gula reduksi pada nira)
Prosedur :
 Menimbang nira 60 gr dalam beaker glass 100 ml
 Menuangkannya dalam labu ukur 100 ml
 Menambahkan larutan pb asetat netral 10 ml
 Menambahkan aquadest sampai tanda 100 ml
 Mengocok kemudian menyaringnya, sehingga dihasilkan filtrat 1
 Memipet filtrat 1 sebanyak 15 ml lalu memasukkannya dalam labu ukur 100 ml
 Menambahkan larutan natrium dan kalium oksalat 2,5 ml
 Menambahkan aquadest samapi tanda 100 ml
 Mengocok kemudian menyaring, sehingga dihasilkan filtrat 2
 Memipet larutan luff 25 ml lalu masukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml
 Memipet filtrat 2 sebanyak 10 ml ditambah aquadest 15 ml lalu masukkan
erlenmeyer di atas
 Menambahkan batu apung 3 biji lalu mendidihkan dengan pendingin tegak
 Setelah mendidih, mendinginkan di pancuran air dalam keadaan tertutup
 Menambahkan larutan kalium iodide 20 % sebanyak 25 ml
 Menambahkan larutan asam sulfat 1 : 5 sebanyak 35 ml (awas hati-hati meluap)

152
 Menambahkan amylum 1 % sebanyak 3 – 4 ml
 Menitrasi dengan natrium thio sulfat 0,1 n sampai warna putih kekuning-kuningan
 Juga membuat blanko dengan cara yang sama, hanya filtrat diganti dengan
aquadest
n. Analisa Kadar Abu Sulfat Tetes (Melasse)
Prosedur :
 Mengambil cawan krus pijakan di atas Brander spirtus sampai merah
 Mendinginkan dalam desikator ± 15 menit
 Menimbang di neraca analitik untuk mengetahui berat cawan kosong
 Mengisi cawan krus dengan tetes sebanyak 5 gram lalu menambahkan asam sulfat
pekat 2 ml
 Memijakkan di atas Brander spirtus dalam lemari asam ± 2 jam
 Menambahkan abu dengan asam sulfat 1 : 1 ± 5 ml lalu memijakkan lagi ± 30
menit
 Mendinginkan dalam desikator ± 15 menit
 Menimbang lagi di neraca analitik untuk mengetahui berat abu
o. Analisa Mellase (Tetes)
Tujuan : Mengetahui % brix dan % pol pada tetes
Prosedur :
o Penentuan % Brix
Prosedur :
 Timbang tetes sebanyak 150 gram dalam ember plastik
 Ditambah aquades sebanyak 1350gr atau pengenceran 10x
 Diaduk sampai betul-betul larut
 Dimasukkan tabung mol sampai penuh
 Kemudian alat penimbang brix dimasukkan pelan-pelan
 Diamati skala pembacaan brix dan suhu
o Penentuan % Pol
Prosedur :
 Ambil sisa larutan sebanyak 100ml
 Dimasukkan labu takar 100/110ml
 Ditambah Pb asetat sampai tepat tanda 110

153
 Dikocok atau diputar-putar dengan telapak tangan kemudian di tapis
 Filtrat dimasukkan tabung pol 100mm
 Kalau warna terlalu gelap diamati di tabung pol 50mm
 Kemudian diamati pada polarimeter
 Untuk pengamatan tabung pol 100mm (hasilnya dikalikan 2)
 Hasil pengamatan Brix dan Pol terkoreksi dikalikan 10
p. Analisa Blotong
Tujuan : Menentukan % pol dan % zat kering dalam blotong
Prosedur :
a. Penentuan polarisasi blotong
 Menimbang contoh blotong sebanyak 50 gr.
 Memasukkan dalam lumpang kemudian menumbuknya
 Menambahkan aquadest secukupnya lalu menyaringnya seperti bubur
 Memasukkan ke dalam labu ukur 200 ml (yang bermulut lebar)
 Menambahkan Pb asetat 10 ml kemudian menambahkan aquadest samapi garis
tanda
 Mengocok kemudian menyaringnya
 Memasukkan filtrat dalam tabung pol 200 mm.
 Mengamati pada polarimeter. Pembacaan pol tersebut adalah kandungan gula
dalam blotong (% pol blotong)
b. Penentuan kadar zat kering blotong
 Menimbang contoh blotong sebanyak 10 gr dalam cupu
 Mengoven dalam pan selama 4 jam dengan suhu 100 – 105 0C
 Setelah 4 jam menimbangnya untuk menghitung kadar air dan zat kering
q. Analisa Limbah Cair
 Analisa COD
Tujuan : Mengetahui kadar COD (Chemical Oxygen Demand)
Prosedur :
 Menimbang merkuri sulfat 0,400 gr
 Memasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml
 Menambahkan 20 ml contoh yang sudah diencerkan
 Menambahkan 10 ml larutan standart kalium dikromat 0,25 N

154
 Menambahkan 30 ml larutan silver sulfat (awas hati-hati terpercik ke luar)
 Merefluks selama 2 jam di atas pemanas listrik
 Membilas pendingin dengan aquadest kemudian mendinginkannya
 Menambahkan 5 tetes indikator ferroin, dititrasi dengan larutan Ferro
ammonim sulfat 0.1 N, akhir titrasi berwarna coklat
 Membuat blanko juga dengan cara yang sama hanya contoh diganti dengan
aquadest.
( A−B ) ( N )( 8000 ) x C
COD ( mg/ L )= =… … … … … … … … .mg/l
ml contoh
Dimana :
A = ml larutan ferro ammonium sulfat untuk blanko
B = ml larutan ferro ammonium sulfat untuk contoh
C = faktor pengenceran
M = normalitas ferro ammonium sulfat
 Analisa limbah kadar Phospat (P2O5)
Tujuan : Mengetahui kadar phospat yang terkandung dalam limbah
Prosedur :
 Mengambil ± 100 ml contoh air limbah
 Menambahkan 2 gr Kieselgur lalu mengaduknya kemudian menyaring
 Memipet filtrat 25 ml lalu memasukkannya ke dalam beaker glass
 Metralkan pH menjadi 7 (menggunakan HCl atau NaOH encer 0,1 N)
 Memindahkan filtrat netral ke labu ukur 50 ml + aquadest sampai tanda garis
kemudian mengocoknya
 Memipet 10 ml filtrat lalu memasukkannya ke gelas piala 10 ml
 Menambahkan aquadest 25 ml + 4 ml ammonium moliqdad dalam H2SO4
 Memanaskan di kompor listrik, menambahkan 0,100 gr ascsorbic acid
 Meneruskan pemanasan sampai mendidih (warna biru), lalu mendinginkannya
cepat-cepat
 Memindahkan secara kuantitatif ke dalam :
a. Labu ukur 50 ml atau
b. Labu ukur 100 ml (bila warna terlalu kebiruan)
 Menambahkan aquadest sampai tanda garis lalu mengocoknya
 Mengamati spektronik dengan panjang gelombang 650 nm

155
 Membuat larutan std juga (pembanding) 1 ml P2O5 dengan cara yang sama
 Mengamati transmittance dan absorbance.
|contoh|
Kadar phospat= x konsentrasi std x pengenceran=… … … … mg / l
|std|
 Analisa limbah kadar padatan tersuspensi (Suspended Solid)
Tujuan : Mengetahui kadar padatan tersuspensi pada limbah
Prosedur :
 Mengambil sejumlah contoh lalu mengocoknya atau diaduk hingga rata betul
 Menyaringnya melalui ayakan halus
 Memasukkan ke dalam cuvet spektronik
 Mengamati transmittance atau absorbance dengan panjang gelombang 720 nm
 Menghitung melalui grafik kurva std langsung x pengeceran

|contoh| mg
Suspended solid= x std silikat x pengenceran=… … … … … … mg/l
|std|sil l

156
BAB VIII
INSTRUMENTASI DAN PENGENDALIAN PROSES

VIII.1 Instrumentasi
Instrumentasi dan suatu pengendalian proses merupakan bagian yang penting dalam
industri, karena adanya instrumentasi ini akan menyebabkan proses berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Pada instrumentasi terdapat beberapa indicator (petunjuk), recorder
(perekam), atau controller (pengontrol).

1. Pada Unit Ekstraksi


a. Pressure indicator
Fungsi : untuk mendeteksi tekanan dari rol – rol gilingan apakah sesuai
dengan yang diharapkan agar proses ekstraksi dapat berjalan maksimal.
Cara kerja : pertama tekanan yang diukur akan masuk pipa pemasukan
tekanan, lalu masuk ke pipa bourdon selanjutnya mendorong tangkai
sector dan selanjutnya tangkai sector akan mendorong per rambut, lalu per
rambut ini akan mendorong sector yang akan berhubungan dengan jarum
penunjuk sehingga skala dapat terbaca.
b. Tachometer
Fungsi : untuk mendeteksi kecepatan putar dari turbin gilingan.
Cara kerja : pada as turbin yang berputar dipasang kabel yang dihubungkan
dengan skala yang akan mendeteksi kecepatan putar secara digital.

2. Pada Unit Penguapan.


Ada 2 jenis pressure indicator yang digunakan yaitu:
a. Temperature indicator
Fungsi : untuk mendeteksi suhu pada evaporator baik pada badan
maupun tromol masing – masing dipasang temperature indicator
(thermocouple).
Cara kerja : thermocouple dipasang dibadan dan ditromol evaporator melalui sebuah
pipa dimana didalam pipa terdapat air raksa. Jika suhu tinggi maka air
raksa akan memuai sehingga akan masuk ke pipa bourdon selanjutnya
akan menekan sektor yang dihubungkan dengan per rambut lalu per
-166-

157
rambut akan mendorong sector yang dihubungkan dengan jarum penunjuk
skala sehingga nilai panas / suhu dapat terbaca.
b. Pressure indicator
Ada 2 jenis indicator yang digunakan :
 Manometer air raksa.
Fungsi : untuk mendeteksi tekanan vacuum didalam badan evaporator
terakhir yaitu 4 dan 5.
Cara kerja : badan evaporator dihubungkan dengan selang plastik yang
dimasukkan dalam gelas plastik yang tertutup rapat dan tidak berhubungan
dengan udara luar, pada gelas kaca ini di pasang selang yang diletakkan
pada papan berskala sedang pada ujung selang yang lain dimasukan dalam
gelas yang berisi air raksa yang tertutup rapat.
Alat ini terutama digunakan untuk mengukur tekanan vacuum dalam badan
evaporator. Jadi kondisi vakum pada badan akan menarik air raksa pada gelas keatas
sehingga mencapai selang pada papan skala, jadi tekanan vakum pada badan dapat
terbaca.
 Manometer logam
Fungsi : mendeteksi tekanan pada tromol pada badan evaporator I, II, II.
Cara kerja : tekanan pada badan tromol atau evaporator akan masuk ke pipa
pemasukan tekanan, selanjutnya akan menuju ke pipa bourdon. Tekanan
pipa bourdon ini akan mendorong tangki sektor yang dihubungkan dengan
per rambut, sehingga mendorong sektor yang dihubungkan dengan jarum
penunjuk yang selanjutnya akan menunjukkan skala.
3. Pada Unit Masakan
a. Temperature indicator
Fungsi : untuk mendeteksi masakan agar proses karamelisasi dapat
dihindari.
Cara kerja : sama dengan temperature indikator pada unit penguapan
b. Pressure indicator
Fungsi : mendeteksi tekanan pada pan pemasakan, agar kondisi yang
diinginkan dapat terwujud dan diharapkan agar tekanan dalam tiap pan
masakan adalah vacuum.
Cara kerja : sama dengan pressure indikator pada unit penguapan. Pada unit

158
pemasakan terdapat 2 pressure indikator yang dipakai secara bersama-
sama yaitu manometer air raksa dan manometer air logam. Pemakaian
secara bersama-sama ini dimaksudkan untuk ketelitian.

VIII.2 Pengendalian Proses


Pengendalian setiap tahap pengolahan harus dapat menghubungkan hasil uji bahan
masuk dengan mutu bahan keluar yang dikehendaki. Pada umumnya pengendalian mutu di
pabrik gula berdasarkan uji kimiawi, uji fisis, dan uji mikrobiologis.
Menurut Kumala Ningsih (1979) didalam tebu terdapat berbagai mikroorganisme
yang dapat merusak sukrosa, misalnya Leukonostoc mesentrroides. Selain itu juga terdapat
Bacillus stearothermiphillus yang bersifat thermophilik yang terdapat pada nira dan dapat
merusak sukrosa menjadi asam-asam organik.
Di PG Kebon Agung, laboratorium berfungsi untuk melakukan uji kimia dan uji
fisis. Pengolahan datanya dibuat sedemikian rupa sehingga mempermudah bagian
pengolahan untuk segera mengambil langkah-langkah yang tepat. pengawasan, pengolahan
dan pengendalian dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu bahan baku, proses dan produk.
 Pengawasan bahan baku dan pengendalian kualitas
Untuk mendapat tebu dengan rendaman yang tinggi, penebangan tebu dilakukan
pada saat yang tepat, umumnya tebu akan masak pada 12 – 14 bulan. Untuk menetukan
tingkat kemasakan tebu dilakukan analisa pendahuluan, yang dilakukan pada saat tebu
hampir masak. Biasanya dilakukan 1 bulan sebelum tebu masak.
Analisa pendahuluan dilakukan dengan cara mengambil 10-15 batang tebu untuk
setiap daerah penebangan yang telah ditentukan. Masing-masing batang dipotong menjadi
3 bagian yang sama panjang, yaitu pucuk, tengah dan bawah. Masing-masing bagian air
niranya dengan penggilingan di laboratorium dan menganalisa brix dan polnya.
Cara menghitung dengan menggunakan data hasil analisa brix dan polnya sebagai
berikut :
Nilai nira : %pol – 0,4 (%brix - %pol)
Rendaman : nilai nira x faktor rendaman
Faktor rendaman : 0,67
Harga kemurnian : (%pol / %brix) x 100%
Mutu tebu juga ditentukan oleh waktu antara penebangan dan pengolahan, tebu
yang ditebang secepatnya diolah. Jika terlalu lama dibiarkan di udara luar akan mengurangi
rendaman. Hal ini disebabkan oleh :
159
o Tebu yang ditebang, fungsi kehidupan berhenti tetapi sel-sel dalam tebu
masih tumbuh untuk tetap melangsungkan hidup. Sel-sel tersebut membutuhkan energi
cadangan yaitu sukrosa. Sehingga kehidupan sukrosa akan turun jika dibiarkan terlalu
lama tidak digiling.
o Karena sinar matahari, maka sel-sel dalam tebu akan mati dan akibatnya
cairan dalam sel akan berubah menjadi larutan yang bersifat asam. Jumlah sukrosa yang
dihidrolisa ini tergantung dari konsentrasi dan waktu.
o Akibatnya, kematian sel sifatnya permeabilitas, dinding sel akan rusak yang
akan menyebabkan air sel keluar menembus dinding sel dan akan terjadi penguapan
yang menyebabkan hidrolisa sukrosa akan naik.
 Penguapan dan pengendalian proses
Penguapan dan pengendalian proses dengan analisa laboratorium pada proses
pembuatan gula adalah proses yang saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya.
Maka pengendalian harus dilakukan dengan baik.
1. Pengawasan waktu penggilingan
Untuk mengawasi mutu selama penggilingan, dilakukan dengan analisa brix dan
polarisasi kadar air ampas dari gilingan V. Tujuan dari analisa brix adalah untuk
mengetahui kadar gula yang larut dalam nira.
2. Pengawasan mutu proses pemurnian
Agar diperoleh mutu gula yang terbaik ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
proses pemurnian, yaitu pengaturan pH yang tepat dengan jalan mengawasi
penambahan susu kapur dan SO2 dengan indicator pp dan BTB, suhu proses pemurnian
dan waktu tinggal. Disamping itu juga dilakukan analisa brix, nira tapis dan analisa
blotong.
3. Pengawasan mutu proses penguapan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam proses penguapan adalah vakum dari tiap – tiap
evaporator, suhu dan waktu tinggal. Disamping itu dilakukan analisa brix, pol, dan gula
reduksi untuk nira kental dari badan akhir.
4. Pengawasan mutu nilai kristal
Yang perlu diperhatikan dalam proses kristalisasi adalah volume penambahan air dan
uap untuk members/tihkan stroop yang menempel pada kristal, pencampuran klare, air
dan stroop harus tepat. Disamping itu dilakukan analisa brix dan nilai polaritas tetes.

160
5. Pengawasan mutu gula produk.
Mutu gula pasir dapat ditentukan dari nilai polaritas, kadar air, kadar abu, dan gula
reduksi. Makin tinggi nilai polaritasnya maka makin tinggi nilai sukrosanya dan akan
semakin baik mutu gulanya. Makin rendah kadar airnya maka makin baik mutu gulanya,
sebab abu menunjukkan adanya bahan organik yang berpengaruh pada warna dan sifat
higroskopisnya. Kadar gula reduksi akan mempengaruhi nilai polaritas dan tidak
menunjukan nilai sukrosa yang terdapat dalam gula, sehingga mutu gula rendah dan
akan mudah rusak.

161
BAB IX
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu cara untuk melindungi
para karyawan dari bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja selama bekerja.
Kesehatan para karyawan bisa terganggu karena penyakit akibat kerja maupun karena
kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
perlu dilaksanakan secara efektif oleh suatu perusahaan, karena hal ini dapat menurunkan
tingkat kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

IX.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Schuler (1999:hal 222) mengemukakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis-
fisikal meliputi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sedangkan kondisi psikologis
diakibatkan oleh stes pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah.
Sedarmayanti (1996:hal 109) berpendapat bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah suatu pengawasan terhadap orang, mesin, material dan metode yang mencakup
lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cidera. Malthis dalam Yuli (2005:hal 211)
menyebutkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diartikan sebagai kegiatan
yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang lebih aman, terhindar dari gangguan fisik
dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan control terhadap pelaksanaan
tugas dari para keryawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu bentuk tindakan dan pengawasan terhadap
lingkungan kerja guna menciptakan karyawan yang bebas dari gangguan kesehatan serta
selamat dari kecelakaan kerja melalui pembinaan, pengarahan dan peraturan yang berlaku.

IX.2 Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu dilaksanakan dan diperhatikan oleh
pihak perusahaan. Hal tersebut merupakan langkah strategis yang bernilai jangka panjang
sebagai konsekuensi logis dari berkembangnya perindustrian. Hal ini ditandai dengan

162
munculnya peran pemerintah, dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan
perundangan seperti berikut (ASPEK Ind : 2006):
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamtan Kerja.
c. Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (2004)
:
Pasal 86
1. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Moral dan Kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat atau martabat menusia serta nilai-nilai
agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja pekerja atau buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia diatur dalam
Undang-undang. Hal ini disebabkan dalam setiap pekerjaan, kecelakaaan kerja sulit
dihindari dan setiap karyawan berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk meningkatkan produktivitas nasional.

IX. 3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Schuler (1999 : hal 223) mengatakan bahwa tujuan peningkatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) akan menghasilkan :
a. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
b. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerjaan yang lebih berkomitmen.
c. Tingkat kompensasi karyawan dan pembayaran langsung lebih rendah karena pengajuan
klaim.
d. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya
partisipasi dan rasa kepemilikan.
e. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
f. Rasio seleksi karyawan yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.

163
Malthis (2002 : hal 247) menambahkan bahwa tujuan dari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dapat memberikan manfaat yang terdiri atas:
a. Penurunan biaya premi asuaransi.
b. Meningkatnya produktivitas.
Perusahaan dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
apabila karyawan secara sadar berpikir tentang keselamatan kerja. Sikap ini akan meresap
ke dalam kegiatan perusahaan jika ada peraturan yang ketat dari perusahaan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

IX.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PG Kebon Agung Malang


Beberapa usaha yang dilakukan untuk menangani kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) di Pabrik Gula Kebon Agung adalah sebagai berikut :
a. Karyawan diwajibkan untuk menjaga kebersihan pada setiap tempat kerja.
b. Memberi alat pelindung kerja bagi karyawan yang bekerja di tempat yang
berbahaya.
c. Menyediakan masker untuk karyawan yang bekerja di stasiun ketel, kapur,
belerang, dan lain-lain.
d. Menempelkan gambar peringatan tentang akibat dan hal yang harus dilakukan
untuk mencegah kecelakaan kerja.
e. Pada bagian mesin-mesin yang bergerak, tempat bertegangan tinggi dan tempat
berbahaya lainnya diberi pagar atau penutup sehingga tidak membahayakan bagi semua
karyawan.
f. Menyediakan alat pemadam kebakaran di sekitar bangunan dalam pabrik.

IX.5 Kesejahteraan Karyawan


Kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh PG Kebon Agung adalah :
a. Tersedianya poliklinik sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi karyawan dan keluarga
b. Berbagai fasilitas olehraga bagi karyawan dan keluarga
c. Tunjangan hari raya untuk karyawan
d. Pemberian susu bagi karyawan yang bekerja di tempat tertentu berdasarkan sifat
pekerjaannya
e. Rumah dinas untuk karyawan tetap dan bagi yang tidak mendapat rumah dinas
diberikan tunjangan listrik, air dan sewa

164
f. Bantuan kematian diberikan kepada karyawan bila meninggal dunia kepada ahli
warisnya
g. Memberikan tunjangan hari tua sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh yayasan
dana pensiun

IX.6 Fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Fasilitas K3 yang diberikan oleh PG. Kebon Agung Malang, diantaranya :
a. Helm pengaman
Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi kepala di saat bekerja.
b. Sarung tangan kulit/katun
Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan, terutama pekerjaan yang
berhubungan dengan proses produksi.
c. Oto las kulit
Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi dada dari radiasi atau panas saat
karyawan mengelas.
d. Topeng las
Alat pelindung diri yang digunakan karyawan saat mengelas
e. Kaca mata blander
Kaca mata blander digunakan untuk melindungi mata dari sinar api pada waktu
mengelas karbit.
f. Kaca mata gerinda
Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi mata dari serpihan logam saat
menggerinda.
g. Masker
Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi dari batu-batu yang menyengat
dan debu serta melindungi karyawan yang sifat pekerjaannya berhubungan dengan
bahan-bahan kimia.
h. Sepatu tukang las/listrik
Digunakan untuk melindungi kaki para karyawan, terutama pekerja yang berhubungan
dengan mengelas dan listrik.
i. Sepatu laras/karet
Digunakan para karyawan saat berada di kebun agar terhindar dari becek.
j. Pengaman telinga

165
Digunakan untuk melindungi telinga dari suara bising yang ditimbulkan mesin-mesin
pabrik, seperti pada stasiun gilingan, putaran, dan ketel.
k. Topeng pengaman transparan
Alat pelindung diri yang digunakan saat berada di laboratorium.
l. Jas hujan
Digunakan pada saat karyawan berada diluar lapangan seperti pengangkutan tebu,
tanaman dan emplacement.
m. Lampu senter
Digunakan untuk membuat penerangan sementara.
n. P3K (pertolongan Pertama pada Kecelakaan).
o. Perawatan kesehatan kepada karyawan oleh dokter pabrik secara gratis.
p. Fasilitas MCK yang memadai.

IX.7 Lingkungan Kerja


1. Temperatur
Salah satu parameter lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kenyamanan
kerja adalah temperatur ruang kerja. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh terlalu
tingginya temperatur ruang kerja dapat berupa efek fisiologis seperti persiparasi (proses
keluarnya keringat), dan juga efek psikologis seperti berkurangnya konsentrasi
sehingga terjadi kesalahan kerja. Temperatur pada tiap lokasi kerja di pabrik berbeda-
beda bergantung pada panas yang dikeluarkan oleh peralatan/mesin di lokasi tersebut.
Temperatur ruang kerja di beberapa lokasi yang membutuhkan konsentrasi kerja
tinggi diatur dengan menggunakan air conditioner (AC). Hal tersebut terdapat pada
ruang panel control seperti di stasiun boiler. Pada ruang panel kontrol stasiunboiler,
operator tidak boleh lengah dalam mengatur pengumpanan bahan bakar, level air, dan
penyaluran uap yang dihasilkan. Terjadinya kesalahan kerja pada proses di stasiun
tersebut dapat menghentikan seluruh kegiatan produksi karena tidak adanya uap
sebagai sumber tenaga penggerak, atau bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja
akibat gangguan kinerja ruang bakar dan drumboiler. Proses pengumpanan tebu halus
yang akan digiling juga perlu perhatian lebih. Ketidaknyaman temperatur yang dialami
operator proses tersebut dapat menyebabkan kelebihan atau kekurangan beban giling.
Selain pada ruang panel kontrol stasiunboiler dan gilingan, pengaturan temperatur
dengan menggunakan AC juga terdapat pada seluruh stasiun sentral listrik. Disamping
untuk membuat nyaman operator, penggunaan AC juga bertujuan menjaga kestabilan

166
peralatan-peralatan listrik yang sangat rentan oleh temperatur tinggi. Pengaturan
temperatur ruang kerja dengan menggunakan AC tidak boleh terlalu rendah.
Temperatur yang terlalu rendah akan membuat operator menjadi kaku otot dan tubuh
bergetar.
Temperatur yang tinggi dapat ditemui pada zona sekitar peralatan/mesin yang
menggunakan uap baik sebagai penggerak maupun pemanas. Zona tersebut antara lain
turbin gilingan,heater, saluran pipa uap stasiun penguapan, dan saluran pipa uap stasiun
masakan. Berbeda dengan turbin unigrator yang terletak di luar bangunan pabrik dan
hanya dilindungi atap sehingga zonanya memiliki temperatur lingkungan, turbin
gilingan terletak di dalam pabrik sehingga panas yang dihasilkan akan terkumpul dan
menaikan temperatur di zona tersebut.
Begitupula dengan zona lain yang disebut di atas, temperatur dapat mencapai
hingga 36°C ketika peralatan/mesin beroperasi secara maksimal. Zona tersebut masih
tergolong aman karena hanya dikunjungi operator sewaktu-waktu ketika melakukan
pengecekan. Temperatur yang tinggi juga terdapat pada zona di sekitar peralatan/mesin
yang berputar sangat cepat dan dikelilingi oleh tangki penampungan nira panas seperti
pada stasiunputeran. Operator yang bekerja pada zona tersebut memakai pakaian yang
dapat menahan panas dan pekerjaannya diusahakan seringan mungkin. Adanya
ventilasi pada dinding bangunan pabrik juga membantu sirkulasi udara sehingga udara
panas di dalam pabrik dapat keluar.
2. Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu bentuk polusi yang berkaitan dengan bunyi
yang tidak dikehendaki karena dalam jangka waktu yang panjang akan dapat
mengganggu konsentrasi kerja, merusak pendengaran, dan menambah beban kerja.
Tiga hal yang menentukan kualitas bunyi adalah frekuensi, intensitas, dan lama bunyi
tersebut. Frekuensi bunyi dinyatakan sebagai jumlah dari gelombang-gelombang yang
sampai di telinga dalam setiap detiknya. Intensitas atau arus energi per satuan luas
bunyi dinyatakan dalam suatu besaran yang disebut desibel (dB). Besarnya tingkat
kebisingan dapat mempengaruhi indera pendengaran. Batas lama mendengar pada
tingkat kebisingan tertentu tercantum pada tabel berikut.
Kebisingan yang terjadi dalam lingkungan pabrik dihasilkan oleh
getaran/putaran mesin dan desis uap. Tingkat kebisingan dalam lingkungan kerja pabrik
relatif tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi melalui pembicaraan.
Tingkat kebisingan yang sangat tinggi terdapat pada stasiunboiler, stasiun sentral

167
7

listrik, dan stasiun putaran. Untuk mengendalikan tingkat kebisingan yang melebihi
nilai ambang batas agar tidak menggangu operator yang bekerja di ruang panel kontrol,
maka ruangan dibuat kedap suara dari luar. Sedangkan untuk pekerja yang bertugas di
luar ruangan panel kontrol perlu memakai ear plug (penyumbat telinga) sebagai
pencegah terjadinya ketulian.
3. Pencahayaan
Sumber penerangan yang paling utama berasal dari matahari dan sangat
dibutuhkan sekali dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, apabila suatu kegiatan
dilakukan pada malam hari atau di dalam ruangan tertutup maka penerangan dengan
alat bantu sangatlah diperlukan. Sumber penerangan yang baik akan meningkatkan
ketelitian, ketepatan dan kecepatan kerja tanpa membuang waktu dalam melakukan
pekerjaan yang tidak perlu. Penerangan yang kurang baik dan kurang tepat akan
mengakibatkan kesalahan kerja karena kurangnya ketelitian, kelelahan dan kelambatan.
Dengan demikian, setiap pekerja harus berusaha keras untuk dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan. Akibat dari kurangnya sumber penerangan adalah terjadi kelelahan
pada mata dan akan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, menurunkan daya
konsentrasi, menurunkan kecepatan dan kecermatan serta menimbulkan kecelakaan
kerja. Pada siang hari, pabrik mendapatkan cukup cahaya dari sinar matahari yang
masuk melalui sisi barat bangunan yang tidak berdinding. Pada zona-zona tertentu
sinar matahari tidak dapat masuk karena terhalang peralatan/mesin, sehingga dipasang
penerangan tambahan berupa lampu neon/TL. Untuk penerangan ketika malam hari,
digunakan lampu.

IX.8 Konstruksi Pabrik


Perancangan bangunan pabrik juga merupakan factor yang mempengaruhi
kenyamanan dan keamanan kerja. Perancangan tersebut meliputi konstruksi platform
( lantai bertingkat ), desain tangga, dan tata letak stasiun kerja. Tata letak stasiun kerja
dapat dilihat pada bagian lampiran laporan ini. Bangunan pabrik memiliki rangka beton
dengan atap dan dinding yang terbuat dari seng dan rangka baja. Pada dinding pabrik
terdapat ventilasi yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Platform pabrik
terdiri dari 2 tingkat. Lantai dasar terbuat dari beton sebagai pondasi yang kokoh dan
dilapisi ubin. Zona kerja yang terdapat di lantai ini adalah pos masinis jaga, power
supply motor hidrolik, bengkel perbaikan peralatan/mesin, gudang peralatan/mesin,
stasiunboiler, dan tangki-tangki penampung nira. Sedangkan bahan konstruksi

168
padaplatform tingkat 2 adalah plat besi dengan permukaan yang memiliki pola timbul
kasar untuk mencegah terjadinya pekerja yang slip/tergelincir.
Platform tersebut ditopang oleh rangka baja untuk memastikan kokohnya
konstruksi sehingga meminimalkan resiko kecelakaan kerja. Sebagian besar stasiun
kerja berada pada kedua platform tersebut. Namun pada stasiun sentral listrik yang juga
terdapat pada tingkat dua, konstruksi lantai terbuat dari beton berlapis ubin. Hal
tersebut bertujuan mengokohkan pondasi pemasangan alternator dan mencegah
perambatan panas agar tidak merusak peralatan listrik.
Desain tangga juga dapat menentukan tingkat kelelahan pekerja. Jarak antar
anak tangga dan kemiringan tangga harus dibuat agar pekerja tidak terlalu lelah
menaiki/menuruninya. Pada PG Kebon Agung sebagian besar tangga memiliki
kemiringan 45°. Adapun tangga dengan kemiringan 60° dipergunakan untuk mencapai
daerah yang tinggi. Jarak antar anak tangga adalah 30 cm secara vertikal. Untuk
mencapai daerah yang terlalu tinggi, tangga dirancang secara zig-zag pada tiap
ketinggian tertentu. Atau tangga juga dirancang secara vertikal namun harus memiliki
pengaman untuk mencegah fatalnya resiko akibat terjatuh.

IX.9 Pemindahan Material


Pemindahan material merupakan usaha membawa suatu beban untuk diletakkan
pada tempat lain, baik secara manual maupun dengan menggunakan alat bantu.
Pemindahan material meliputi mengangkat, membawa, mengosongkan, mengisi, dan
menurunkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan material secara manual
adalah perbandingan antara berat beban dengan pekerja yang memindahkannya,
jarak/ketinggian pemindahan, dimensi beban (dimensi yang besar membuat pusat
gravitasi beban berada jauh dari tubuh sehingga menjadi tidak seimbang). Penggunaan
alat bantu dalam pemindahan material dapat mengurangi resiko cedera pada pekerja.
Sebagian besar pemindahan material terdapat di penggudangan karung gula
menggunakan alat bantu berupa konveyor. Konveyor yang digunakan merupakan
movable conveyor yang dapat dipindahkan dan diatur kemiringannya. Kemiringan
konveyor diatur dengan menggunakan system hidrolik.
Penyusunan tumpukan gula dilakukan secara manual oleh pekerja
menggunakan metode angkat punggung. Berat beban tiap karung gula adalah 50 kg.
Sebagian besar pemindahan material terdapat di penggudangan karung gula
menggunakan alat bantu berupa konveyor danforklift. Konveyor yang digunakan

169
merupakan movable conveyor yang dapat dipindahkan dan diatur kemiringannya.
Kemiringan konveyor diatur dengan menggunakan sistem hidrolik. Permukaan
konveyor dibuat bergerigi seperti rodacrawler agar karung gula tidak tergelincir saat
dinaikkan. Setelah karung gula mencapai tempatnya, penyusunan tumpukan dilakukan
secara manual oleh pekerja menggunakan metode angkat dengan punggung. Berat
beban tiap karung gula adalah 50 kg.

IX.10 Bahan Berbahaya dan Beracun


Bahan-bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatan, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaanya memungkinkan timbulnya debu,
kabut, uap, gas, serat, atau radiasi yang menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan,
korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya lain yang berhubungan dengan kesehatan
pekerja atau kerusakan pada peralatan. Pada proses produksi gula, potensi bahan
beracun dan berbahaya dapat disebabkan oleh kebocoran uap panas atau nira,
penggunaan gas asetilen dan oksigen untuk pekerjaan pengelasan, proses yang
menggunakan kapur (CaO), proses sulfitasi yang menggunakan sulfur (SO 2), dan
pembersihan tangki evaporator dengan menggunakan soda caustic.
Batu kapur yang digunakan pada proses pemurnian disimpan dalam gudang
yang terpisah dari bangunan pabrik. Proses pelarutan kapur dengan menggunakan air
panas dilakukan secara hati-hati oleh operator yang telah menggunakan masker sebagai
alat pelindung diri. Larutan kapur yang telah siap akan dialirkan dengan pompa menuju
static mixer. Serbuk kapur atau uap dari larutan kapur jika terhirup akan menimbulkan
pusing bahkan keracunan pada pekerja. Begitu pula dengan proses sulfitasi.
Pembakaran sulfur untuk menghasilkan gas SO2 dilakukan di tempat yang terpisah dari
bangunan pabrik. Pembakaran juga dikakukan dengan hati-hati oleh pekerja yang
menggunakan pakaian pelindung dan masker agar sulfur tidak mengenai kulit dan
terhirup. Gas SO2 yang dihasilkan akan dihisap oleh blower menuju sulfur tower. Jika
terjadi kebocoran pada tangki ataupun saluran pipa, perbaikan dilakukan dengan cepat
dan cermat. Tangki atau mesin yang terhubung pada pipa tersebut terlebih dahulu
dibuat tidak beroperasi untuk menjamin keselamatan pekerja selama perbaikan.
Berbagai resiko yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja
perlu dibuat sekecil mungkin. Selain merekayasa peralatan/mesin agar menjadi aman
digunakan, pekerja juga perlu dilengkapi dengan alat pelindung diri. Jenis alat
pelindung diri yang digunakan di PG Kebon Agung disesuaikan dengan keadaan tiap

170
stasiun kerja. Adapun alat pelindung diri yang dapat digunakan untuk menjaga
terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja antara lain topi safety atau helmet
sebagai pelindung kepala, kacamata pelindung (google), masker, ear plug, sarung
tangan dari karet, sepatu safety, dan pakaian yang sesuai dengan pekerjaannya.
Sepatu safety merupakan alat pelindung diri yang digunakan di semua stasiun
kerja. Sepatu ini dapat mencegah pekerja tergelincir, terkena tumpahan bahan
berbahaya, atau mengalami cedera kaki akibat kejatuhan benda berat. Sedangkan ear
plug hanya dipakai pada zona yang kebisingannya terlalu tinggi seperti pada boiler,
turbin uap, dan putaran. Penggunaan ear plug pada zona yang tidak terlalu bising justru
akan mengganggu kenyamanan komunikasi antar pekerja. Masker dan google
digunakan pada daerah-daerah yang berdebu atau terdapat bahan kimia, seperti pada
stasiun boiler (banyak terdapat debu ampas), gudang kapur, dan dapur pembakaran
sulfur. Penggunaan sarung tangan adalah pada pekerjaan membuka/menutup keran
katup-katup penyaluran uap atau nira. Sarung tangan juga digunakan pada dapur
pembakaran ampas pada stasiun boiler.

171
BAB X
KESIMPULAN DAN SARAN

X.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Kerja Praktek di Pabrik Gula Kebon Agung Malang maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pabrik Gula Kebon Agung merupakan pabrik gula dengan bahan baku tebu dan produk
utama gula kristal putih I dengan kapasitas produksi mencapai ± 15.000 TCD.
2. Pabrik gula Kebon Agung menggunakan tujuh unit pengolahan yaitu unit penerimaan,
penggilingan, pemurnian, penguapan, masakan, putaran dan penyelesaian.
3. Proses pemurnian yang digunakan di Pabrik Gula Kebon Agung adalah dengan cara
sakarat yakni dengan mencampur nira kental dan susu kapur yang selanjutnya
campuran tersebut ditambahkan pada nira mentah sehingga pH menjadi + 8,7 – 9,0.
Kemudian dinetralkan dengan gas SO2 sehingga pH menjadi 7 – 7,2.
4. Gula yang dihasilkan pada stasiun masakan adalah gula tipe A, C, dan D dengan
produk utama gula A atau disebut gula SHS.
5. Pemanfaatan limbah padat abu dan blotong diolah menjadi pupuk organik dengan
perbandingan dua truk dumper abu dan satu truk dumper blotong yang berfungsi untuk
memperbaiki struktur tanah.
6. Bahan pembantu dalam pengolahan gula yaitu air imbibisi, susu kapur (Ca(OH) 2) , gas
belerang (SO2), flokulan, dan fondan.

X.2 Saran
Dari pelaksanaan Kerja Praktek yang telah dilakukan ada beberapa saran yang
dapat kami sampaikan untuk meningkatkan performance pabrik, diantaranya adalah :
1. Perhatian dan pemeriksaan secara berkala terhadap kualitas tebu yang ditanam, mulai
dari masa pembibitan sampai masa panen supaya diperoleh rendemen hasil yang tinggi.
2. Perhatian dan perawatan terhadap peralatan lebih ditingkatkan supaya proses produksi
tetap berjalan dengan lancar sehingga tidak mempengaruhi produk yang dihasilkan.
3. Perlunya pengolahan limbah pabrik yang sesuai agar tidak merusak lingkungan sekitar.

172
4. Penyediaan alat keselamatan kerja bagi para karyawan yang bekerja langsung pada alat
produksi serta pensosialisasian yang lebih intensif lagi demi kenyamanan dan
keselamatan kerja.
5. Perlunya kesadaran karyawan pabrik atas pemakaian alat pelindung diri yang lebih
lengkap demi keselamatan kerja di pabrik.
6. Perlu dilakukannya perbaikan sarana Laboratorium agar kegiatan analisa dapat
dilaksanakan secara keseluruhan.
7. Perlunya penambahan fasilitas penunjang kebersihan di semua area pabrik agar
kebersihan pabrik selalu terjaga.
8. Lingkungan industri tidak hanya sebagai tempat untuk produksi barang dan jasa, tetapi
juga berperan aktif sebagai lingkungan belajar. Oleh karena itu akan sangat menunjang
apabila dibangun Perpustakaan sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia,
baik karyawan maupun pelajar yang melakukan pembelajaran dalam pabrik.

173

Anda mungkin juga menyukai