Anda di halaman 1dari 9

BINTURONG Arctictis binturong

Klasifikasi

Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Viverridae
Upafamili : Paradoxurinae
Genus : Arctictis
Spesies : Arctictisbinturong

Deskripsi

Binturung (Arctictis binturong) adalah sejenis musang bertubuh besar, anggota suku
Viverridae. Beberapa dialek Melayu menyebutnya binturong, menturung atau menturun.
Dalam bahasa Inggris, hewan ini disebut Binturong, Malay Civet Cat, Asian Bearcat,
Palawan Bearcat, atau secara ringkas Bearcat. Barangkali karena karnivora berbulu hitam
lebat ini bertampang mirip beruang yang berekor panjang, sementara juga berkumis lebat dan
panjang seperti kucing (bear: beruang; cat: kucing). Musang yang berekor besar panjang dan
bertubuh besar. Panjang kepala dan tubuh antara 60 95 cm, ditambah ekornya antara 50
90 cm. Beratnya sekitar 6 14 kg, bahkan sampai 20 kg. Berambut panjang dan kasar,
berwarna hitam seluruhnya atau kecoklatan, dengan taburan uban keputih-putihan atau
kemerahan. Pada masing-masing ujung telinga terdapat seberkas rambut yang memanjang.
Ekor berambut lebat dan panjang, terutama di bagian mendekati pangkal, sehingga terkesan
gemuk. Ekor ini dapat digunakan untuk berpegangan pada dahan (prehensile tail), sebagai
kaki kelima.Binturung betina memiliki pseudo-penis alias penis palsu, suatu organ khas
yang langka ditemui.

Kebiasaan dan Persebaran

Sebagaimana umumnya musang, binturung terutama aktif di malam hari. Di atas


pepohonan (arboreal) atau juga turun ke tanah (terestrial). Kadang-kadang ada juga yang
bangun dan aktif di siang hari. Meski termasuk bangsa Carnivora, yang artinya pemakan
daging atau pemangsa, makanan binturung terutama adalah buah-buahan masak di hutan,
misalnya jenis-jenis ara (Ficus spp.). Hewan ini juga memakan pucuk dan daun-daun
tumbuhan, telur, dan hewan-hewan kecil semisal burung dan hewan pengerat. Pandai
memanjat dan melompat dari dahan ke dahan, binturung biasanya bergerak tanpa tergesa-
gesa di atas pohon. Ekornya digunakan untuk keseimbangan, atau kadang-kadang
berpegangan manakala sedang meraih makanannya di ujung rerantingan. Cakarnya berkuku
tajam dan melengkung, memungkinkannya untuk mencengkeram pepagan dengan kuat. Kaki
belakangnya dapat diputar ke belakang untuk memegang batang pohon, sehingga binturung
dapat turun dengan cepat dengan kepala lebih dulu. Binturung mengeluarkan semacam bau,
seperti umumnya musang, dari kelenjar di bawah pangkal ekornya. Bau ini digunakan untuk
menandai wilayah kekuasaannya. Hewan betina melahirkan 2-6 anak, setelah mengandung
selama kurang lebih 91 hari.

Binturung menyukai hutan-hutan primer dan sekunder, hanya kadang-kadang saja


ditemukan di kebun di tepi hutan. Hewan ini menyebar luas mulai dari dataran tinggi Sikkim
hingga ke Tiongkok selatan, Burma, Indochina, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan Palawan. Binturung muda dipelihara oleh Orang Asli di Taman Negara,
Malaysia. Di desa-desa pinggiran hutan, binturung sering dipelihara sebagai hewan
kesayangan (pet). Orang menangkapnya ketika hewan ini masih kecil dan membiasakannya
dengan kehidupan manusia. Dengan pemeliharaan yang baik, binturung dapat mencapai usia
20 tahun dalam tangkaran. Sejalan dengan berkembangnya perdagangan, binturung juga
diperjual belikan di pasar-pasar burung di kota. Selain itu, yang lebih mengancam kelestarian
populasinya di alam, binturung juga diburu untuk diambil kulitnya yang berbulu tebal, dan
untuk dimanfaatkan bagian-bagian tubuhnya sebagai bahan obat tradisional (jamu). Ancaman
lain datang dari kerusakan lingkungan di hutan-hutan di wilayah tropis sebagai akibat
pembalakan yang serampangan. Hancurnya hutan mengakibatkan rusaknya habitat binturung,
sehingga populasinya di alam terus menurun. Kini binturung termasuk hewan yang
dikhawatirkan kelestariannya, dan dilindungi oleh undang-undang negara Republik
Indonesia.

Referensi binturong:

Ditulis dengan bahan-bahan dari Wikipedia bahasa Inggris, dan beberapa rujukan berikut:

Corbet, G.B. and J.E. Hill, 1992, The Mammals of the Indomalayan Region: a
systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press.
Cranbrook, Earl of., 1987, Riches of the Wild: land mammals of South-east Asia.
Oxford Univ. Press, Singapore. ISBN 0-19-582697-3
Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan
Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society,
Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme dan WWF Malaysia. ISBN 979-
95964-0-8
Tweedie, M.W.F. and J.L. Harrison, 1988, Malayan Animal Life, Longman, Petaling
Jaya, Selangor Darul Ehsan. ISBN 0-582-69449-3
Ikan sidat Anguila sp

Kerajaan : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Ordo : Apodes

Famili : Anguillidae

Genus : Anguilla

Spesies : Anguilla sp.

Deskripsi

Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan
melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil
pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa. Sejak awal tahun
1980, jumlah glass eel yang memasuki sungai-sungai di Eropa mengalami penurunan hingga
tinggal 1% dari jumlah semula (Dekker dalam Dannewitz, 2003). Menurunnya jumlah glass
eel yang memasuki suatu wilayah perairan menunjukkan kemungkinan adanya penurunan
kualitas lingkungan yang mengancam populasi sidat.

persebaran

Ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19
spesies. Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Ikan
sidat merupakan ikan nokturnal, sehingga keberadaannya lebih mudah ditemukan pada
malam hari, terutama pada bulan gelap. Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), Di
wilayah Pasifik Barat (sekitar perairan Indonesia) dikenal ada tujuh spesies ikan sidat yaitu :
Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis, yang merupakan jenis endemik di perairan
sekitar pulau Kalimantan dan Sulawesi, Anguilla interioris dan Anguilla obscura yang berada
di perairan sebelah utara Pulau Papua, Anguilla bicolor pasifica yang dijumpai di perairan
Indonesia bagian utara (Samudra Pasifik), Anguilla bicolor pasifica yang berada di sekitar
Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa), sedangkan
Anguilla marmorata merupakan jenis sidat kosmopolitan yang memiliki sebaran sangat luas
di seluruh perairan tropis (Sarwono, 2000).

Referensi anguila sp:


Ikan Belida

Klasifikasi

Kerajaan: Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Osteoglossiformes

Famili : Notopteridae

Genus : Chitala

Spesies : C. lopis

Notopterus chitala H.B.

Deskripsi

Ikan lopis, belida, atau pipih merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam
suku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Jenis ini dapat ditemui di Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Semenanjung Malaya. Meskipun sekarang sudah sulit ditangkap
karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan. Ikan ini merupakan bahan baku untuk
sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai Kemplang. Dulu lopis juga
dipakai untuk pembuatan Pempek namun sekarang diganti dengan Tenggiri. Tampilannya
yang unik juga membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias. Karena berpotensi
ekonomi dan terancam punah, lembaga penelitian berusaha menyusun teknologi
budidayanya. Hingga 2005, Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin, di Kalimantan Selatan
telah mencoba membudidayakan, menangkarkan serta memperbanyak benih ikan belida.

Latar Belakang

Daging ikan belida termasuk enak, sehingga di kalangan masyarakat Sumatera


Selatan dagingnya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sejak dahulu, daging ikan
Belida terkenal untuk bahan makanan khas masyarakat Palembang terutama kerupuk,
pempek Palembang dan sebagainya. Bila dilihat penyebarannya dan populasi ikan Belida
yang cukup tinggi, maka hal ini merupakan langkah pemerintah dalam mengantisipasi
keberadaannya dari pemanfaatan yang berlebihan melalui penetapan identitas atau maskot
fauna daerah.

Pertelaan

Bentuk badan ikan belida adalah pipih dan kepala kecil. Bentuk kepala dekat
punggung cekung. Bungkuk di bagian tungkuk, sisik kecil-kecil. Rahang semakin panjang
sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampaui batas belakang mata. Sisik
pada'penutup insang pertama terdapat 20 - 22 baris. Berwarna agak kelabu di bagian
punggung, dan agak putih keperakan dibagian perut. Pola warna bervariasi sesuai dengan
fasenya. Panjang maksimum kurang lebih 875 mm dan berat tubuh dapat mencapai 15 kg.
Walaupun ukurannya lebih besar, namun tak urung juga digemari orang sebagai ikan hias
akuarium air tawar. Sisi badannya dihias deretan bola hitam yang masing-masing dikelilingi
lingkaran putih seperti jendela kapal laut. Kalau sudah dewasa, gambaran tubuh itu hilang
dengan sendirinya, diganti dengan sejumlah garis seperti sabuk hitam. Mulut ikan belida luar
biasa lebarnya, kalau dibandingkan dengan kecilnya kepala. Itu berkaitan dengan caranya
makan sebagai ikan pemakan daging, yaitu menyikat (menyambar) dan mencaplok mangsa
yang berhasil diburu dan dipojokkan.

Ciri Lainnya

Berukuran sedang, panjang maksimum 100 cm dan berat rata-rata 0,5-1 kg, di alam asli
bisa mencapai 2 - 4 Kg. Bentuk badannya pipih dengan kepala yang berukuran kecil dan di
bagian tengkuknya terlihat bungkuk. Rahang atas letaknya jauh di belakang mata. Badan
tertutup oleh sisik yang berukuran kecil. Sisik di bagian punggungnya berwarna kelabu
sedangkan di bagian perutnya putih keperakan. Pada bagian sisinya terdapat lingkaran
putih seperti bola-bola hitam yang masing-masing dikelilingi lingkaran putih. Dengan
bertambahnya umur hiasan tubuh ikan belida akan hilang dengan sendirinya dan diganti
oleh garis-garis kehitaman, sistem reproduksi ikan ini dengan bertelur. Merupakan ikan air
tawar yang bersifat predator atau pemangsa dan nokturnal (aktif pada malam hari). Pada
siang hari biasanya bersembunyi diantara vegetasi. Makanannya berupa anak-anak ikan
dan udang. Tak jarang mangsanya berukuran lebih besar. Ikan belida jantan bertugas
membuat sarang yang dibuatnya dari ranting dan daun, juga menjaga telur dan anak-
anaknya. Ikan belida dapat menghirup udara dari atmosfir. Ikan karnivora ini hidup di
kedalaman 2-3 meter di tempat-tempat gelap. Saat air sungai meluap, mereka naik ke rawa-
rawa untuk kawin dan melepas telurnya di sana.

Habitat
Hidup di air tawar terutama di daerah banjir (Lebak Lebug) dan sungai. Dapat
berkembang pada tempat-tempat kurang dari 30 motor dari permukaan laut. Di Indonesia
sebarannya meliputi Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Di Sumatera Selatan
khususnya di daerah Ogan Komering llir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyuasin,
Musi Rawas, Kodya Palembang dan sebagian kecil daerah Kabupaten Lahat.

Makanan

Ikan belida bersifat predator (pemangsa), makanannya terdiri dari anak-anak ikan dan
udang.

Perkembangbiakan

Berkembangbiak secara alami di perairan umum menjelang air besar (awal musim
penghujan), telur diletakan pada tonggak-tonggak yang kuat pada kedalaman 1 - 2 meter.
Sarang dibuat oleh ikan jantan dari ranting dan daun, ikan tersebut juga menjaga telur dan
anak-anaknya.

Pemerian dan penangkaran benih

Ikan pemangsa ikan kecil dan Krustasea berukuran 1,5-7kg (dewasa), dengan ciri
khas ikan berpunggung pisau: punggungnya meninggi sehingga bagian perut tampak lebar
dan pipih. Lopis dicirikan melalui sirip duburnya yang menyambung dengan sirip ekor
berawal tepat di belakang sirip perut yang dihubungkan dengan sisik-sisik kecil. Bentuk
kepala dekat punggung cekung dan rahangnya semakin panjang sesuai dengan
meningkatnya umur sampai jauh melampaui batas bagian belakang mata pada ikan yang
sudah besar. Betina memiliki sirip perut relatif pendek dan tidak menutup bagian urogenital,
alat kelamin berbentuk bulat. Ketika birahi (matang gonad) bagian perut membesar dan
kelamin memerah. Jantan memiliki sirip perut lebih panjang dan menutup bagian urogenital,
alat kelamin berbentuk tabung, ukuran lebih kecil daripada betina. Jika jantan siap pijah alat
kelamin memerah dan mengeluarkan cairan putih (cairan sperma) jika ditekan/diurut. Telur
biasanya diletakkan di batang terendam pada kedalaman hingga 1m. Dalam rekayasa
penangkaran, batang bambu atau papan dipakai sebagai tempat penempelan telur.
Pemijahan dilakukan pada musim penghujan (di BBAT Agustus hingga Maret). Dalam sekali
pemijahan, seekor betina rata-rata menghasilkan 288 butir telur, meskipun dapat
menghasilkan hampir dua kali lipat dari jumlah itu. Derajat pembuahan berkisar 30-100 %.
Derajat penetasan 72,2% dan Sintasan (survival rate) Larva adalah 64,2%. Larva menetas
sekitar 72-120 jam (3-5 hari) pada suhu air 29-30C. Larva bersifat kanibal sehingga perlu
perlindungan. Benih berusia 3 hari sudah mulai dapat makan udang artemia. Benih berusia
satu bulan sudah dapat dideder di akuarium, dan satu bulan kemudian siap dideder di
kolam. Ikan dengan ukuran 15cm siap untuk pembesaran.

Belida lebih aktif pada malam hari, dan mulai respon terhadap makanan pada sore hari.
Hewan ini menyukai bagian gelap dari sungai, biasanya hidup di lubuk di bawah pepohonan.

Sumber notopterus chitala:

http://id.wikipedia.org/wiki/Lopis
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/101-jenis-ikan-populer-belida-
notopetrus-chitala-h-b.html

Kijang (Muntiacus muntjak) Rusa Asli Indonesia


Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Sub-ordo : Ruminantia

Famili : Cervidae

Subfamili : muntiacinae

Genus : Muntiacus

Spesies : Muntiacus muntjak.

Nama Binomial: Muntiacus muntjak (Zimmermann, 1780).

Nama Indonesia: Kijang, Kidang, Menjangan

Deskripsi

Kijang atau Muntiacus muntjak merupakan salah satu rusa asli Indonesia. Kijang
merupakan salah satu dari 4 jenis rusa yang dimiliki Indonesia selain rusa bawean, rusa timor,
dan rusa sambar. Khusus di Indonesia, kijang dapat ditemukan mulai dari Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Bali hingga Lombok. Jenis rusa yang asli Indonesia ini, bersama anggota
genus Muntiacus lainnya, dipercaya sebagai jenis rusa tertua. Kijang berasal dari Dunia Lama
dan telah ada sejak 15 35 juta tahun yang silam.

Kijang (Muntiacus munjak) jantan


Di Indonesia, kijang dikenal juga sebagai menjangan atau kidang. Dalam bahasa
Inggris Kijang disebut sebagai Southern Red Muntjac, Barking Deer, Bornean Red Muntjac,
Indian Muntjac, Red Muntjac, atau Sundaland Red Muntjac. Sedangkan dalam bahasa latin
(ilmiah) kijang dinamai Muntiacus muntjak (Zimmermann, 1780) yang mempunyai sinonim
Cervus moschatus (Blainville, 1816), Cervus muntjak (Zimmermann, 1780), Cervus
pleiharicus (Kohlbrugge, 1896), Muntiacus bancanus (Lyon, 1906), dan Muntiacus rubidus
(Lyon, 1911).

Subspesies Kijang.

Terdapat sedikitnya 15 subspesies kijang (Indian Muntjac) di seluruh dunia. Ke-15


subspesies itu antara lain: M. m. annamensis (Indochina), M. m. aureus (semenanjung India),
M. m. bancanus (Kepulauan Banka), M. m. curvostylis (Thailand), M. m. grandicornis
(Burma), M. m. malabaricus (India Selatan dan Sri Lanka), M. m. montanus (Sumatera), M.
m. muntjak (Jawa dan Sumatra bagian selatan), M. m. nainggolani (Bali dan Lombok), M. m.
nigripes (Vietnam), M. m. peninsulae (Malaysia), M. m. pleicharicus (Kalimantan), M. m.
robinsoni (Pulau Bintan dan Kepulauan Lingga), M. m. rubidus (Kalimantan), M. m.
vaginalis (Burma dan Cina).

Ciri Fisik dan Perilaku.

Kijang atau menjangan mempunyai tubuh berukuran sedang, dengan panjang tubuh
termasuk kepala sekitar 89-135 cm. Ekornya sepanjang 12-23 cm sedangkan tinggi bahu
sekitar 40-65 cm, dengan berat mencapai 35 kg. Rata-rata umur Kijang bisa mencapai 16
tahun. Mantel rambut kijang (Muntiacus muntjak) pendek, rapat, lembut dan licin. Warna
bulunya bervariasi dari coklat gelap hingga coklat terang. Pada punggung kijang terdapat
garis kehitaman. Daerah perut sampai kerongkongan berwarna putih. Sedangkan daerah
kerongkongan warnanya bervariasi dari putih sampai coklat muda. Kijang jantan mempunyai
ranggah (tanduk) yang pendek, tidak melebihi setengah dari panjang kepala dan bercabang
dua serta gigi taring yang keluar. Kijang atau menjangan (Muntiacus muntjak) merupakan
binatang soliter. Kijang jantan menandai wilayahnya dengan menggosokkan kelenjar frontal
preorbital yang terdapat di kepala mereka di tanah dan pepohonan. Selain itu kijang jantan
juga menggoreskan kuku ke tanah atau menggores kulit pohon dengan gigi sebagai penanda
kawasan. Jenis rusa asli Indonesia ini biasanya aktif di malam hari meskipun sering kali tetap
melakukan aktifitas di siang hari. Makanan utamanya adalah daun-daun muda, rumput, buah,
dan akar tanaman. Kijang merupakan binatang poligami. Jenis rusa ini tidak memiliki musim
kawin tertentu sehingga perkawinan terjadi sepanjang tahun. Kijang betina dapat melahirkan
sepanjang tahun dengan usia kehamilan berkisar 6-7 bulan. Dalam sekali masa kehamilan,
kijang melahirkan 1-2 ekor anak.

Habitat, Persebaran dan Konservasi.

Kijang tersebar di berbagai negara meliputi Brunei Darussalam, China (Hainan,


Sichuan, Yunnan), Indonesia, Malaysia, Thailand, Burma, dan Singapura. Di Indonesia,
kijang dapat ditemukan di Sumatera, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, dan Kalimantan. Binatang asli Indonesia ini menyukai habitat hutan tropika yang
memiliki aneka vegetasi, padang rumput, sabana, hutan meranggas. Kijang juga dapat
mendiami hutan sekunder, daerah di tepi hutan, dan tepi perkebunan. Binatang ini mampu
hidup di daerah dengan ketinggian mencapai 3.000 meter dpl. Meskipun termasuk satwa yang
dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999, populasi kijang dianggap belum terancam
kepunahan. Oleh IUCN Redlist, kijang dikategorikan dalam status konservasi Least
Concern sejak 1996.

Referensi kijang:

www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/42190/0
bksdadiy.dephut.go.id/katalog_detail.php?kat=&id=4
gambar: bksdadiy.dephut.go.id

Anda mungkin juga menyukai