Anda di halaman 1dari 7

Tugas Review Buku

Ethnomusicology (A Very Short Introduction)

Karya Timothy Rice

Oleh : Asep Zery Kusmaya

NIM: 420185

Program Master

Jurusan Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Sekolah Pascasarjana

Universitas Gajah Mada

2017
Judul : Ethnomusicology, A Very Short Introduction

Penulis : Timothy Rice

ISBN : 987-0-19-979437-9

Penerbit : Oxford University Press

Tebal 151 Halaman

Sekilas Tentang Isi Buku

Etnomusikologi adalah sebuah bidang ilmu masih cukup muda, yang merupakan
sebuah pengembangan dari studi musikologi yang mengarahkan studinya kepada
perbandingan ciri dan karekter musik di luar musik eropa. Menurut Timothy Rice pada Bab
I mendefinisikan etnomusikologi sebagai bidang ilmu yang mempelajari mengapa dan
bagaiamana perilaku manusia itu musikal. Definisi tersebut tidak mengacu pada bakat atau
kemampuan musikal; melainkan mengacu pada kapasitas manusia untuk menciptakan,
melakukan, mengatur secara kognitif, bereaksi secara fisik dan emosional, dan menafsirkan
makna suara yang teratur secara manusiawi. Dari uraian defini tersebut dapat kita lihat
bahwa terdapat beberapa perbedaan dengan definisi etnomusikologi yang sebelumnya
berkembang, perbedaannya terletak pada perspektif musik yang tidak hanya dilihat sebagai
perilaku bersama dalam kelompok masyarakar atau tidak hanya melihat musik sebagai
artefak budaya (material) akan tetapi musik dilihat sebagai perilaku individual dalam arti
bagaimana manusia itu musikal. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa musik adalah sesuatu
yang manusiawi, dan musikalitas merupakan ciri manusia yang sepenuhnya manusia. Saya
melihat bahwa studi etnomusikologi tidak hanya melulu dilihat dengan pendekatan
antropologi budaya saja, yang selau melihat musik pada perilaku kolektif manusia saja tapi
secara khusus berkembang ke arah antropologi fisik, bahkan fisiologi, neurologi dan
merunut saya bahwa etnomusikologi harus dilihat sebagai bidang yang multidisiplin, karena
kenyataan musikal itu begitu luas dan beyond.
Pada Bab 2 diuraikan mengenai sejarah etnomusikologi dan perkembangan
pemahaman tentang musik yang mendasari lahirnya bidang etnomusikologi. Pada awalnya
memang musik sudah dipahami sebagai ekspresi budaya yang didalamnya terdapat
perenungan kosmologi, metafisik/ mitologi, keagamaan, sosial dan implikasi politik. Pada
zaman kuno musik dilihat sebagai sebuah media untuk memahami kosmologi dan sangat
bersifat religius. Dalam uraian tersebut saya melihat bahwa perilaku musikal manusia,
awalnya memang sebuah tindakan atau perilaku untuk memahami komologi batin dan alam,
yang mereka sendiri saya yakin tidak memahami bahkan itu adalah musik, artinya mereka
hanya melakukan kegiatan bermusik tersebut didorong oleh pola-pola musikal yang ada
pada diri manusia itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan definisi etnomusikologi yang
disampaikan Timothy Rice di awal.
Studi tentang etnomusikologi berawal dari studi tentang perbandingan musik-musik
diluar musik yang ada di Eropa atau yang dalam buku ini disebut Compative Musikologi.
Studi komparasi tersebut dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan musik dari seluruh
daerah didunia kemudian membadingkan karekter, fungsi, dan membedah struktur musik
tersebut, seperti yang dilakukan oleh Walter Fewkes (19850-1930), seorang antropolog dari
Amerika yang mengumpulkan musik-musik dari budaya Indian. Fewkes berpendapat bahwa
studi tentang primitive Music yang berasal dari kebudayaan manusia kuno, dapat
memberikan jawaban mengenai asal-usul musik. Studi perbandingan musik tersebut
biasanya menggunakan metode analisis musik dan metode kerangka klasifikasi. Metode
tersebut dipakai oleh Curt Sachs (1881-1959) dan Erich Von Hornbostel (1877-1935), untuk
mengklasifikasikan alat musik berdasarkan sumber bunyinya.
Nama etnomusikologi lahir dari beberapa ahli dari bidang muskologi dan antropologi
diantaranya adalah Jaap Kunst, Allan Merriam, Charles Seeger, Wiliam Rhodes dan David
McAllester. Lahirnya nama tersebut ditandai dengan terbitnya sebuah majalah yang diberi
judul Ethno-musicology pada tahun 1952 yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi
jurnal Ethnomusicology pada tahun 1958. Wilayah penyelidikan etnomusikologi didasari
oleh pendekatan anatara dua bidang yaitu antropologi dan musikologi. Allan Merriam,
mengusulkan ada 12 poin yang menjadi wilayah menyelidikan etnomusikologi. Sejak tahun
1978 etnomusikologi memperluas bidang kajiannya pada musik urban, musik populer dan
hybrid musik. Para etnomusikolog mulai mempelajari tidak sekedar bentuk-bentuk
tradisional musik akan tetapi juga mempelajari musik-musik popular yang update, yang
sedang berkembang hari ini, seperti reggae, jazz, jamaikan dub, dsb. Hal tersebut sudah
mengindikasikan bahwa musik adalah sesuatu yang manusiawi.
Pada Bab 3 dalam buku ini dibahas tentang metode penelitian dari kajian
etnomusikologi. Pembahasannya kurang lebih sama dengan yang sudah disampaikan oleh
para pakar etnomusikologi, atau pakai penelitian etnomusikologi, akan tetapi Timothy Rice
memberikan pandangan agar penelitian tidak hanya diarahkan pada musik dari kebudayaan
yang bersifat kolektif, tetapi secara khusus memberi peluang agar penelitian etnomusikologi
juga menaruh perhatian pada perilaku musikal manusia sebagai individu.
Setelah kita memahami metode penelitian tentang etnomusikologi, kita dibawa pada
pengaruh musik pada berbagai bidang atau sebaliknya pada Bab 4. Musik sangat
berpengaruh pada berbagai bidang kehidupan, misalnya berpengaruh pada bidang sosial dan
psikologi , berpengaruh pada pembentukan kepercayaan diri, menumbuhkan jiwa
patriotisme dll. Dalam bidang sosial musik mempengaruhi pembentukan etika dan perilaku
masyarakat. Hal tersebut menunjukan bahwa musik itu membentuk etika manusia, musik itu
manusiawi. Menurut Allan Merriam setidaknya ada 3 fungsi psikologi musik, diantaranya,
hiburan, kenikmatan estetik, ekspresi emosi/ ekspresi diri. Selain itu Timothy Rice juga
menguraikan tentang hubungan musik dengan bentuk budaya. Judith dan Anton Bekker
meneliti tentang hubungan permainan gamelan dengan konsep waktu pada budaya jawa.
Hasilnya permainan gamelan terutama pada perubahan-perubahan tempo dan gradasi
permainan nya merefleksikan pembagian waktu pada budaya jawa. Ini mengindikasikan
bahwa perilaku budaya sangat berhubungan erat bahkan mungkin satu kesatuan dengan
konsep musiknya. Pemaknaan atau pembacaan atas makna musik yang didalamnya terdapat
motivasi, karakteristik, sistem pembentuk dsb disebut sebagai text, pendapat tersebut
disampaikan oleh Clifford Geertzs (1926-2006). Pembacaan makna atas musik juga tidak
hanya menggunakan apa yang disebut text, pemaknaan dalam musik juga dilakukan dengan
menggunakan sistem simbol. Ilmu yang digunakan untuk mendekati musik sebagai sistem
simbol adalah semiotika. Salah satu ahli semiotika yang terkenal dan sudah mengkaji musik
dengan pendekatan semiotika adalah C.S Pierce dan Thomas Turino. Yang terakhir yang
tidak dapat dielakan lagi adalah pandangan bahwa musik itu adalah seni. Hal tersebut
membawa para ahli pada perdebatan yang panjang tentang apa itu seni, dan apa itu seni
musik? Pendapat-pendapat para ilmuan dan filsuf tentang seni dan seni musik disajikan pada
akhir dari bab 4 ini
Pada bab 5 dalam buku ini diuraikan masalah musik sebagai budaya. Dalam bab ini
diuraikan bahwa musik adalah produk dari budaya. Dalam hal ini budaya mengacu pada
gagasan/ pengetahuan, kreatifitas, nilai manusia dan ekspresinya dalam musik. Karena
musik merupakan sebuah produk dari kebudayaan, maka hubungan dan pola-pola musik
dengan aspek budaya lainnya sangat terlihat dalam bab ini. Isu-isu etnomusikologi
bertambah dengan adanya pada urban musik, efek migrasi dan diaspora terhadap identitas
musik, musik dan politik, musik dan pariwisata dsb. Isu-isu tersebut membutuhkan waktu
yang panjang untuk diuraikan. Setidaknya ada 5 hal yang menunjukan bahwa musik adalah
budaya/ bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut:
a. Konsepsi lokal tentang musik
Dalam setiap kebudayaan mempunyai ciri karakter tersendiri, termasuk ciri dan karakter
musiknya. Interpretasi terhadap konsep musik dalam setiap daerah pun berbeda-beda.
Contohnya adalah di negara-negara islam banyak diantara mereka yang meyakini bahwa
musik itu jahat karena selalu diasosiasikan dengan minuman keras, erotisme atau berbagai
hal yang berbau maksiat.
b. Pengajaran dan Pembelajaran Musik
Dari judul sudah dapat dilihat bahwa musik merupakan sesuatu yang di transmisikan, hal
tersebut merupakan indikasi bahwa jelas musik adalah bagian dari budaya. Hal stetment
menarik dari John Blaking yang menyatakan bahwa musik adalah atribut dari sifat manusia,
dan sama penting nya seperti bahasa. Yang saya lihat dari pernyataan diatas adalah bahwa
tubuh dan kesadaran manusiapun sudah musikal, artinya musik dan semua atributnya ada
jika tubuh dan kesadaran manusia hadir disitu, selain itu tubuh dan kesadaran manusia selalu
berpola dan berirama dalam setiap melakukan seuatu.
c. Musik dan Identitas
Musik merupakan cerminan identitas sosial, dan musik juga pembangan identitas soaial.
Peran musik terpusat pada konstruksi, representasi diri, dan penolakan identitas individu dan
sosial.
d. Musik dan Gender
Pembahasan mengenai musik yang dilihat dari sudut gender diperkenalkan oleh Ellen
Koskoff, yang memeprkenalkan bagaimana gaya dan pementasan musik yang didasarkan
pada perbedaan gender. Selain itu Elle juga membahas tentang bagaimana membedakan
kinerja dari pria dan wanita dalam sebuah pertunjukan musik.
e. Musik, trance, harta, mabuk dan emosi
Hubungan musik dan trance dibahas oleh Gilbert Rouget, dan kesimoulannya menyatakan
bahwa musik bukan hal yang menyababkan trace, akan tetapi hanya sebagai media untuk
mengantarkan seseorang pada keadaan trance. Hal tersebut sama dengan kita bisa jadi ikut
gembira ketika mendengarkan musik rock, hip hop atau fusion. Musik disini ditempatkan
sebagai media bagi untuk mengantarkan pada emosi tertentu.
Pada bab 6 diuraikan bagaimana kemampuan musisi sebagai individu dibentuk oleh
budaya dan sebaliknya para musisi juga terkadang keluar dari tradisi budaya musik setempat
yang disebabkan karena berbagai hal. Musisi sebagai individu sering ditempatkan sebagai
agen dalam sebuah kebudayaan, yang merupakan respon dari perubahan sosial. Hal tersebut
tercermin dari lahirnya genre-genre musik baru, yang merupakan hasil pengembangan dari
para musik lokal yang kemudian dikenal secara luas. Lahirnya genre tersebut pada awalnya
merupakan sebuah alternatif sebagai respon terhadap keadaan sosial masyarakatnya.
Benjamin Brinner berpendapat bahwa pengetahuan musik dalam sebuah kelompok
masyarakat berbeda-beda tergantung dari motivasi dan kemampuan individu dalam
menanggapi pilihan dan tuntutan masyarakat serta tidak semua orang atau musisi
mempunyai pemahan yang sama terhadap budayanya. Jadi faktor individu juga sangat
menentukan pada pembentukan budaya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal
diantaranya usia, kelas sosial, pekerjaan,pendidikan dan tempat tinggal (pemahaman orang
tentang budayanya berbeda tergantung individu itu tinggal di kota atau di desa, walaupun
pada budaya yang sama).
Pada bab 7 diterangkan bagaimana cara mengungkap musik yang berkembang pada
masa lampau. Metode yang sering digunakan adalah metode historiografi dan etnografi.
Dalam perkembangan selanjutnya kajian etnomusikologi berkembang pada pengungkapan
sejarak musik modern, yaitu mengungkap perkembangan musik yang baru-baru ini muncul
dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan dan perkembangannya.
Etnomusikolog menganggap bahwa perubahan musik yang hidup di suatu daerah merupakan
hal yang lumrah, dan lebih dianggap sebagai dinamika dalam perkembangan musik.
Pada bab terakhir (bab 8) dibahas mengenai etnomusikologi dalam dunia modern saat
ini. Pada awalnya memang etnomusikolog kurang berminat untuk membahas tentang musik
modern saat ini, mereka lebih berkonsentrasi pada musik tradisi/ kuno. Akan tetapi dengan
menyadari bahwa perkembangan modernitas telah mendesak akhirnya etnomusikolog
menaruh minat juga pada musik-musik modern atau percampuran musik tradisi yang sudah
ada dengan musik modern yang biasa disebut musik hybrid. Etnomusikolog telah
membuang stigma musik modern dan musik tradisi, artinya sudah lebih luas memandang
fenomena musik di dunia. Globalisasi merupakan sebuah agenda yang tidak bisa dielakan
lagi sehingga etnomusikolog tidak hanya berkonsentrasi pada struktur musik hybrid tetapi
juga pada motivasi, karakter, faktor pembentuk, agenda sosialnya dsb. Pengaruh dari
globalisasi juga dengan lahirnya teknologi tidak terkecuali teknologi dalam pertunjukan
musik. Perkembangan musik hybrrid saat ini sudah dipengaruhi oleh alat-alat musik
elektronik, yang akhirnya menampilkan gaya baru dalam musik mereka.
Dari semua uraian diatas saya mempunyai beberapa tanggapan atas buku yang ditulis
oleh Timothy Rice ini. Yang menarik dari buku ini adalah bagaimana kita dapat meluaskan
kajian etnomusikologi, yang pada awalnya hampir semua peneliti tidak menaruh perhatian
pada peran individu dan hubungannya dengan musik. Pendapat mengenai musik yang
manusiawi merupakan hal terpenting dalam buku ini, karena hal itu belum ditemui pada
buku-buku yang saya baca. Itu menegaskan bahwa musik tidak hanya sekedar produk
kolektif saja, peran individu dalam konteks kesadaran, naluri, dan reflek alamiah juga
mempengaruhi perkembangan musik. Karena saya yakin bahwa musik sudah tertanam
dalam tubuh manusia. Musik merupakan sebuah sistem yang berpola dan ada karena
manusia itu ada.

Anda mungkin juga menyukai