Pendahuluan
Liturgi Lima menjadi acuan liturgi, terutama liturgi perjamuan kudus (saja!),
gereja-gereja ekumenis. Artinya, penetapan Liturgi Lima (adaptasi dan hasil akhir
oleh Max Thurian dan Geoffrey Wainwright 19831) merupakan tonggak pembaruan
liturgi Protestan; pembaruan liturgi di Katolik Roma telah terjadi melalui gerakan
liturgis dan Konsili Vatikan II abad ke-20. Berbeda dengan pembaruan liturgi di
Katolik yang menyangkut banyak aspek, semisal: tata ruang dalam, hari raya,
liturgi penutupan Sidang WCC Komisi Iman dan Tata Gereja (Faith and Order) di
Lima, Peru pada Januari 1982. Itu adalah sidang penetapan naskah BEM.3 Ada
perjamuan waktu itu, sehingga namanya bukan Liturgi Lima, melainkan liturgi
masih sangat banyak gereja di Indonesia yang abai untuk memperbaiki liturgi
permukaan. Tak ada pembenahan perayaan liturgi, tanpa merapikan juga teologi-
1
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
liturgi perjamuan kudus. Hal-hal ini, semisal: musik, alat tayangan, dan tampilan
Liturgi Lima memaparkan tata liturgi menurut pola tiga ordo atau tiga
Liturgi Masuk
Nyanyian pembuka
Salam
Kyrie – Gloria
Liturgi Firman
Doa kolekta
Haleluya
Pembacaan Injil
Homili
Saat teduh
Nyanyian doksologi
Bandingan paparan TOR Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ ini
4
2
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
Liturgi Ekaristi
Doa persiapan
Salam damai
Komuni
Nyanyian akhir
Pola tiga ordo liturgi utuh ini juga memperlihatkan kerangka terinci dalam
pengutusan – dalam satu ordo terakhir. Pesan ibadah gereja adalah sebagai satu
Hasil liturgi Lima tersebut digunakan dalam dua Sidang Raya di Vancouver
1983 dan Canbberra 1991. Setelah Konferensi Faith and Order V di Santiago de
Compostela-Spanyol 1993, Konsultasi “Toward Koinonia in Worship: The Role within the
hubungan di antara umat Kristen dalam lima belas tahun terakhir. Yang dimaksud
3
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
yakni pola Liturgi Lima, ditempatkan dengan menjunjung tinggi diversitas masing-
Selama sepuluh hari menjelang hari raya Yesus Naik ke Sorga tahun 1995,
di Institut Ekumenis Bossey-Swis, tiga puluh lima orang yang terdiri dari
liturgi yang memancar melalui keberbagaian ritus kontekstual. Ikrar Bossey ini
klaim bahwa liturginya adalah yang paling benar dan asli, tidak lagi berada di
penghargaan tinggi.
Pengutusan gereja bukan hanya kepada dunia, tetapi gereja juga hadir
bersama dunia. Demikian perjamuan adalah inti (centre = pusat) dari komunitas
gereja dan misi di dunia (Luk. 24:27-32).6 Tema gereja dan dunia tersebut cukup kuat
“Blessed are you, Lord God of the universe, you are the giver of this bread, fruit of earth
and of human labour, let it become the bread of Life. Blessed are you, Lord God of the
universe, you are the giver of this wine, fruit of vine and of human labour, let it become
the wine of the eternal Kingdom.
4
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
As the grain once scattered in the fields and the grapes once dispersed on the hillside are
now reunite on this table in bread and wine, so, Lord, may your whole Church soon be
gathered together from the corners of the earth into your Kingdom.”7
Formula doa dari Didakhe ini8 menegaskan kembali akan inter-relasi antara
Sang Penguasa semesta, bumi, dan kerja manusia (Kej. 1:26-28). Formula ini sangat
ucapan beberapa Pendeta hingga kini: “Marilah dan datangnya, segala sesuatu telah
tersedia,” yang menonjolkan bahwa “makanan sorgawi” ini hadir begitu saja, tanpa
untuk ritual perjamuan kudus, tergantung pada kerja dan pemeliharaan bumi dalam
alam, pangan, dan keesaan gereja (Yoh. 17 “kerja di bumi, pemeliharaan, dan
kesatuan”). Keesaan gereja juga didasari oleh pengakuan fundamental iman Kristen
baik gereja barat maupun gereja timur melalui Pengakuan Iman Nicea-
Setelah damai sejahtera itu dihadirkan dan dialami dalam hidup, maka
setelah preparation (doa persiapan) adalah prefasi, sebuah pengantar bahwa “layak
dan pantaslah memuliakan Allah pada segala waktu dan tempat ….” Perjamuan
Thurian dan Wainwright, 252; lihat juga paparan World Council of Churches, “The
7
5
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
yang hidup (eucharistic life) menjamah dan menjembatani perayaan liturgi dengan
kehidupan.10
wafat, dan bangkit Yesus. Perjamuan kudus adalah (gambaran kelak akan) makan
bersama, atau bahkan sebuah pesta. Dalam makan bersama, sharing adalah hal
Pertama, sharing cerita. Salah satu alasan kita mengadakan makan bersama
adalah saling bercerita. Cerita itu adalah sekitar hidup, wafat, dan bangkit Yesus.
Yang membuat kita makan bersama adalah Yesus hidup, (tubuh) Yesus yang
Dengan berbagi cerita dan makan bersama, kita berpartisipasi aktif bersama
Liturgi Lima.12 Bercerita bukan hanya dengan kata-kata (tutur), tetapi juga dengan
gerak tubuh (gestur) dan posisi (postur) pencerita. Selesai bercerita (tutur) menurut
1Korintus 11:23-25, dengan elevasi (gestur angkat roti dan cawan), umat memberi
dunia, tetapi juga sejak gereja Calvinis di Belanda tahun 1560-an atau 1619.13 dan
Andrea Bieler dan Luise Schottroff, The Eucharist: Bodies, Bread, and Resurrection,
10
6
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
bahkan ajaran Calvinis dan Johannes Calvin sendiri. Formula penetapan perjamuan
Kedua, sharing makanan. Perjamuan bukan hanya makan bersama, tetapi juga
berbagi makanan. Doa Bapa Kami, masuk ke dalam liturgi perjamuan setelah abad
Formula pembuka: “Disatukan oleh satu baptisan dalam Roh Kudus dan Tubuh
Kristus yang sama, kita berdoa sebagai saudara/i Allah ….”14 Berangkat dari masalah
umat manusia akan makanan, semisal: malnutrisi, gizi buruk, kelaparan, dsb.,
Andrea Bieler dan Luise Schottroff menyatakan bahwa gereja, melalui hidup, wafat,
dan bangkit Kristus, menaikkan dan meneguhkan pengharapan eskatologis akan hal
Pada abad ke-3, menu sajian eskatologis, semisal roti dan anggur,
menggantikan menu perjamuan agape (menu roti dan ikan16) yang telah dikenal sejak
awal Kekristenan.
pengorbanan diri.
menuliskan unsur kolekte ini. Liturgi Lima (1983) juga tidak secara eksplisit
menyebut kolekte. Ada doa collecta sebelum pembacaan Alkitab, namun artinya
7
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
berbeda dan lebih sejajar dengan doa permohonan Roh Kudus sebelum
pembacaan Alkitab.17
Dalam Liturgi Lima, ada persiapan antara syafaat dan prefasi. Persiapan
tersebut diakhiri dengan doa: ”Diberkatilah Engkau, Pemberi roti buah karya
dari bumi dan kerja manusia ...” 18. Isi doa mengindikasikan bahwa ”buah karya
bumi dan kerja manusia” tersebut sudah berada di meja perjamuan. Jelas doa
inilah yang dimaksud dengan doa persembahan dalam liturgi, yakni doa yang
Pola tiga ordo dan empat ruang: kerangka dasar selebrasi ibadah
Laksana bangunan, liturgi memiliki pola arsitektur. Mengambil kisah “Yesus
memaparkannya sebagai pola liturgi empat ruang dengan inti (centre = pusat) pada
firman dan meja. Hal ini seperti yang dilakukan sejak zaman gereja awal, yaitu
Ordo-ordo liturgi, berdasarkan Lukas 24-13-35 itu (bnd. Kis. 20:13-12 perihal
berkumpul untuk firman dan pemecahan roti di hari pertama), merupakan guliran
(progression) dari awal hingga akhir. Selebrasi liturgi adalah perjalanan ziarah gereja.
“actual motion forward from beginning to end. In a real way, worship moves! Worship is
a journey – a journey into God’s presence (gathering), of hearing from God (Word), that
17 Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK GM, 2000), 169.
18 Max Thurian dan Geoffrey Wainwright (editor), Baptism and Eucharist: Ecumenical Con-
vergence in Celebration, (Geneva: WCC, 1983), 252.
Relevant and Biblical Faithful Services, (Grand Rapids: Baker Academic, 2010), 46.
8
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
celebrates Christ (Table), and that end send us into the world changed our encounter with
God (sending).”20
galau, tak tentu arah. Kemudian firman disampaikan (24:25-27), namun masalah tak
selesai. Mereka tetap tak mengenali-Nya. Baru ketika perjamuan (24:28-32), mata
Di sini saya tidak mempersoalkan tiga ordo (Liturgi Lima) atau empat ruang
kesempatan gereja untuk secara serius dan menyeluruh merevisi dasar dan praktik
peribadahan. Bagi saya, tak perduli seberapa jarang gereja merayakannya, liturgi
perjamuan harus mendapat perhatian teratas dalam pembaruan ibadah. Dua agenda,
20 Cherry, 47.
21 Cherry, 47-48, dan 49 ibadah berpola empat ruang.
22 TOR Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ.
9
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
atau bahkan salah memperlakukannya, niscaya akan “apa pun” itu tidak
kepada umat.
Untuk melakukan revisi ini, kita perlu mengenakan pola pikir dan lompatan
ekumenis. ●
10
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
Pendahuluan
pembacaan Alkitab. Penekanannya adalah bukan pada tiga atau satu pembacaan,
namun ritual membacakan Alkitab adalah hal penting dari tampilnya leksionari
peran signifikan dalam pembacaan Alkitab sejak zaman awal Kekristenan (bnd. Luk.
4:16-22 Yesus membaca Alkitab di rumah ibadah Yahudi). Pada abad ke-4, putaran
Alkitab ini menunjukkan dua tahap peribadahan, yaitu: firman dan meja.
(Perjanjian Lama – Mazmur – Surat – Injil) menjadikan ibadah sebagai ibadah firman
(dan pelayanan meja), bukan ibadah khotbah.24 Praktik dewasa ini, yakni penerapan
satu bacaan atau bahkan satu-dua ayat, telah menyebabkan ibadah kita “terkikis”
23Cherry, 69, sambil menyatakan keprihatinannya atas praktik banyak Gereja dewasa
ini yang justru menghilangkan multi pembacaan tersebut dan menggantikan dengan
khotbah-khotbah terlalu panjang.
24Ini dikemukakan oleh H.A. van Dop, “Liturgi Gereja-gereja Calvinis dan
Perkembangannya di Indonesia,” Penuntun: Liturgi Hari Minggu, Vol. 5 no. 18, (2002), 171
(157-182), menanggapi praktik liturgi Gereja Reformed di Belanda yang lebih mengikuti
Zwingli dan Farel ketimbang Calvin “di mana sakramen-sakramen menjadi kurang sentral”
dalam ibadah, diganti dengan khotbah.
11
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
untung atau rugilah kita menggunakan sistem multi pembacaan Alkitab. Saya
gerakan Reformasi abad ke-16 memulihkan praktik spontan beberapa pribadi pada
sistematis.
untuk tidak keliru membedakan antara Prapaska 1 dan Prapaska 2; atau keraguan
yang berbeda dengan Minggu Sengsara; atau bernatalan pada masa Adven. Secara
luas, gereja kembali disadarkan akan dua masa raya: Paska dan Natal, sebagai poros
pemberitaan gereja.
25Cherry, 280, menurut Norm Grace “The Benefits of the Lectionary” (2004), namun
di sini saya memaparkan keuntungan dari sisi berbeda.
Horace T. Allen, “Calender and Lectionary in Reformed Perspective and History,”
26
dalam Christian Worship in Reformed Churches Past and Present, penyunting Lukas Vischer
(Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 2003), 404-405 (390-414),
memberikan contoh Justinus Martir, Konstitusi Apostolik, Ambrosius Milan, Augustinus
Hippo, lebih menggunakan Nebiim ketimbang Torah.
27 Bnd. Allen, 390-391.
12
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
dalam Kristus sepanjang sejarah gereja, adalah hal yang tidak terlalu sederhana
karena kerja Allah seringkali tersembunyi dari indera manusia dan catatan umat-
Nya.28 Maka leksionari (terbaru29) adalah alat bantu penyelenggara, yakni gereja,
untuk menyingkap karya Allah yang tersembunyi itu (holy hiddenness) di dalam
kalender dan daftar pembacaan. Penginjil Lukas bagi pembuka (1:1-4) dan penutup
Kontinuitas pembacaan
kepada umat. Kontinuitas ini, dalam arti teratur dalam urutan, menyadarkan kita
waktu dan keabadian waktu. Kita sekarang ini tak mungkin ada tanpa kehadiran
orang-orang sebelum kita. Kita adalah kelanjutan dari tempo lalu dan akan
termasuk GKI dan BAKI PGI, umumnya mengacu pada Revised Common Lectionary
Laurence Hull Stookey, Calender: Christ’s Time for the Church, (Nashville: Abingdon
28
perkembangan kalender liturgi telah menyebabkan beberapa kali pembaruan leksionari pula.
30 Stookey, 17.
13
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
(RCL) hasil 1992 yang merupakan perbaikan Common Lectionary (CL) hasil 1983. CL
adalah hasil karya The Consultation on Common Texts (CCT) yang dibentuk
dari Gereja Anglikan Kanada, Disciples of Christ, Gereja Reformed Amerika Utara,
sesuai hari raya, liturgi sakramen, dan kini termasuk RCL.31 Awalnya, CCT adalah
Gerakan ini kemudian merambah dengan merevisi dan mengadaptasi bacaan liturgi
Katolik32 dengan pola siklus tiga tahunan. Hasilnya “hanya” berupa ekseperiman
Gerakan kecil dalam lingkup sempit ini kemudian “mendunia”, bukan dalam
arti seluruh dunia saja, tetapi juga berkarakter dan berdimensi ekumenis. Hal ini
merupakan semangat gerakan ekumenis abad ke-20. Semangat dan praksis akan
Sistem putaran tiga tahun ini merevisi sistem sebelumnya dengan putaran
satu tahun. Ini memberi kesempatan gereja untuk lebih fokus pada satu Injil Sinoptik
selama satu tahun.35 Baik pemberitaan maupun pengajaran melalui Firman (full and
dibacakan bukan melulu oleh pengkhotbah. Perjanjian Lama dapat dibaca oleh
Christian Worship in Reformed Churches Past and Present, penyunting Lukas Vischer (Grand
Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 2003), 189 (175-193).
35 Allen, 410-411.
14
Seminar dan Lokakarya Peribadahan Sinode GKJ
Eco Park Hotel, Convention & Camping Ground
Salatiga-Kopeng, 14 – 15 November 2016
umat. Surat yang hampir pasti berisi nasihat pastoral dibacakan oleh Penatua. Injil
sebagai pemberitaan kepada dunia dan pengajaran kepada umat. Mazmur secara
Penutup
liturgi yang lebih baik, lebih bagus, dan lebih berkualitas. Ukurannya adalah sistem
pembacaan sinkron dengan sistem kalender gerejawi yang dirayakan dalam ibadah
jemaat. Konsekuensi dari kriteria yang sejalan dengan semangat ibadah Reformasi
abad ke-1636 semacam itu adalah lebih sulit. Namun, hal sulit pada awalnya selalu
Elsie Anne McKee, “Reformed Worship in the Sixteenth Century,” dalam Christian
36
Worship in Reformed Churches Past and Present, penyunting Lukas Vischer (Grand Rapids:
William B. Eerdmans Publishing Company, 2003), 17 (3-31), memaparkan bahwa para
Reformator telah menekankan hari-hari raya liturgi.
15