Anda di halaman 1dari 3

“SEJARAH TERBENTUKNYA DESA LEMBEAN”

Masyarakat desa Lembean awalnya berasal dari Tonsea lama yang pada masa itu disebut dengan
wilayah Kembuan, dibawah tunduan (pimpinan) Opo Mawuntu.
Diawali dgn adanya pertemuan antar para pemimpin Sub Ethnis atau yang disebut Kepala Balak di
WATU PINAWETENGAN, yg selalu diadakan dalam kurun waktu tertentu, khususnya pada
tahun 1635. Maka selesai acara pertemuan usai, leluhur Lembean pada masa itu yang biasa disebut
dengan Opo Mawuntu kembali ke wilayah asalnya di Kembuan, yang kita kenal dengan sebutan
Tonsea lama, sesampainya di Kembuan Opo Mawuntu ternyata harus mengadu kekuatan melawan
Opo Makiolo (kepala Balak Kekaskasen) untuk mempertahankan daerah kekuasaannya, kendati
Opo Makiolol adalah mertuanya sendiri, dan Opo Mawuntu memenangkan perkelahian tersebut,
sehingga Opo Makiolol kembali kedaerah asalnya, daerah kekaskasen Toumun.

Adapun kegiatan masyarakat pada masa itu adalah berburu serta masih menjadi kegiatan
masyarakat pada umumnya, dan perburuan dilakukan sampai melalui lembah, gunung dan hutan
belantara.
Sementara saat itu belum terbentuk Wanua (Desa), semua wilayah yang ada masih dikelola secara
primitif, dengan bentuk Pemerintahan Primitif dalam binaan Tunduan atau Wadian. Saat itu
adalah masa pertengahan abad ke-15 saat Portugis dan Spanyol mulai berdatangan dan mendarat di
Kima.
Kebiasaan berburu, sampai keluar wilayah Kembuan tersebut membuat seorang leluhur bernama
Opo Pongo Saidi berkeinginan untuk lebih banyak mengetahui wilayah diluar Kembuan, maka Opo
Pongo Saidi melakukan perjalanan keliling (survey) bersama beberapa kelompok masyarakat,
mereka berkeliling ke seluruh wilayah Tonsea dengan melewati jalan jalan yang sering dilalui oleh
para Pemburu yakni dengan melewati Tenggari yang saat itu disebut dengan Tinegaden (
Tinadingan) , Sawangan (Kojawas), juga melalui Kadimbatu- Matelenteng- Dembean - Kaasar-
Treman- Kema, yang mana pada masa itu Negeri / Wanua tersebut belum terbentuk.
Portugis dan Spanyol, telah hadir di Tonsea sejak abad ke-15 dengan melakukan kontak berdagang
serta misi perkabaran injil, namun ternyata kemudian konflik pun terjadi antara Bangsa Portugis
dan Spanyol yang hadir ditanah Tonsea dengan penduduk asli, dan terjadilah perang Tombulu
melawan Spanyol yang berkobar pada bulan Agustus tahun 1644.
Saat Opo Pongo Saidi melakukan peninjauan ke seluruh wilayah Tonsea ternyata beriringan dengan
terjadinya perang Tombulu, dan efek peperangan tersebut membuat masyarakat merasa tidak aman
lagi utk tinggal di tempat semula dan mendesak para leluhur utk keluar dari Kembuan (Tonsea
lama) serta mulai ber migrasi kedaerah lain.
Maka pada pertengahan abad ke-16, beberapa Opo Tunduan di Kembuan bersama para
pengikutnya mulai berpindah tempat, berjalan dari Kembuan dengan menyusuri kali Tondano
menuju Kojawas (Sawangan) menuju Kadimbatu (selatan Tumaluntung).
Dan setelah itu mereka yang terdiri dari beberapa kelompok yang masing2 berpencar, ada yang
kearah Barat, ada yang ke Utara dan ada yang ke Timur. Mereka yang singgah dan menetap di
Matelantang (Tumaluntung), dibawah Tunduan Opo Roti (thn 1656), sedangkan yang lainnya
meneruskan perjalanannya ke Kaasar yaitu dibawah tunduan Opo Karundeng.
Dan beberapa waktu kemudian berlanjut dengan berangkatnya kelompok yang dipimpin oleh
Tunduan Opo Mawuntu dan Opo Kaligis, berangkat dari Kembuan menuju Kojawas dan ke
Kadimbatu, terus kearah timur menyusuri lereng pegunungan Lembean, melewati Matelenteng
(Tumaluntung), kemudian mereka berhenti di beberapa tempat di lereng pegunungan Lembean,
yang kemudian dikenal dengan nama Dembean Wua, Dembean Oki, dan Dembean Tutu’na.
Kata Dembean baru terlekat pada tempat itu ketika ketiganya disatukan menjadi Padentuan barulah
nama Negeri Dembean diresmikan. Dembean ada hubungannya dengan “air”, dimana terdapat
mata air yang mengalirkan air yang melimpah ruah. Dembean juga berasal dari kata padembean
sebab berada ditempat yang cukup tinggi sekitar 1000m diatas permukaan laut.
Padembean yang berarti tempat dimana air akan mengalir terpisah (dumembe) ada yang mengalir
ke Barat (warat/Tadikudan) dan ada yang ke timur (sambidow).
Pada saat Pemerintahan Hindia Belanda, Lembean diputuskan menjadi Wanua Lembean dan
menunjuk Opo Sumampouw sebagai Hukum Tua pertama untuk Wanua Lembean, dimana
kemudian setelah beberapa waktu berselang Nama Negeri / Wanua Lembean diubah menjadi Desa
Lembean, dimana diangkat Hendrikus Sundah, sebagai Hukum Tua Desa Lembean pd thn 1950-
’59. Secara Geography desa Lembean terletak diantara 2 (dua) kota, yaitu kota Manado ibukota
Sulutj sekitar 23 Km dan kota Bitung (pelabuhan alam) juga sekitar 23 Km dari desa Lembean,
disamping juga terletak dilereng gunung Kelabat serta terletak dalam deretan/ urutan kawasan
Minawerot yang berjejer menjadi satu dari Tumaluntung, Paslaten, Lembean, Kaasar, Karegesan,
Kaima, Treman, Kawiley dan Kauditan. Dan sampai saat ini desa Lembean telah dipimpin oleh
sekian banyak Hukum Tua, dimana untuk periode 2013 sampai saat ini dipimpin oleh ibu Deasy
Sumampouw sebagai Kuntua Lembean.
Dan berdasarkan kurun waktu dari adanya silsilah yang lengkap dari keluarga Wullur yang
terpelihara dengan baik, maka dasar dari hubungan turun temurun dari generasi ke generasi, maka
dapat dihitung antara Opo Pongo Saidi sampai ditulisnya sejarah ini terdapat 9 tingkat keturunan
(generasi), dimana 1 (satu) generasi dihitung= 40 tahun dan sejak tahun 1901, 1 (satu) generasi
dihitung = 30 tahun, maka terbentuknya Dembean atau Lembean dapat dihitung yakni dari adanya
generasi yang ada sejak 1901, yaitu= 2010- ((7 x 40 thn)+ (2 x 30 th))= 1670.
Maka diketahui bahwa Lembean terbentuk pada tahun 1670. Demikianlah selayang pandang
mengenai sejarah terbentuknya Desa Lembean.

RIWAYAT PERKUMPULAN KELUARGA


“ KADOODAN NE DEMBEAN "
( PK. KADOODAN NE DEMBEAN )

P.K. Kadoodan Ne Dembean, pada awalnya terbentuk karena adanya hubungan kekeluargaan,
kekerabatan antar keluarga asal desa Lembean yang tinggal dan berdomisili di kota Jakarta dan
sekitarnya. Hubungan antar keluarga tersebut semakin intens, dengan diadakannya acara
kumpulan keluarga, dimana beberapa keluarga berkumpul untuk saling bertukar ide, pikiran dan
pandangan.
Dan pada acara Penghiburan Oma Kaseger ditanggal 26 September 1969, bertempat di Jl .
Semarang, No. 31, Menteng Jakarta , dalam saat keluarga berkumpul secara resmi dengan dihadir
kurang lebih 100 orang yag mana anggota keluarga yang hadir bersepakat untuk membentuk
Perkumpulan keluarga asal Lembean yang diprakasai oleh: Bapak S. Moningka, Bapak Robek
Luntungan, Bapak Theis Luntungan, DR RM Tangkilisan yang mewakili golongan usia tua (se
Pinujunan), Bapak Alfred Sundah, Bpk Bert Bolang, Bpk Buntu Moningka mewakili golongan usia
menengah (se matood sindo kampe) serta Bapak Jorri Ponto , Bpk Jusuf Wantah ccyg mewakili
golongan muda (se tare tumou). team ini pada akhirnya menetapkan sebuah pilihan nama, yaitu
Perkumpulan Keluarga Kadoodan Ne Dembean, dan mengesahkan kepengurusan pada tanggal 26
Oktober 1969, bertempat di rumah Kel. DR . P.M. Tangkilisan, J. Gresik no.5, Menteng, Jakarta
pusat.
Perioede pertama PK Kadoodan Ne Dembean adalah sbb:
Penasehat:
-Bapak DR. P.M Tangkilisan.
-Bapak Robert Luntungan.
-Bapak Theis Luntungan.
Pengurus:
- Ketua Umum : Bapak Alfred Sundah.
- Ketua I : Bapak Sam Karundeng.
- Ketua II : Bapak Leo Pauner.
- Sekretaris : Bapak Butje Wantah.
- Bendahara I : Bapak Bert Bolang
- Bendahara II : Ibu Nelly Vega - M
- Pembantu I. : Jorri Ponto.
- Pembantu II : Jan Moningka
Perkembangan PK Kadoodan seiring dengan berdirinya group Kolintang Kadoodan yg terbentuk pd
tahun x1968, dibawah asuhan Bapak A. Sundah, dimana PK Kadoodan terus bertumbuh &
berkembang periode demi periode dengan beberapa pimpinan. Para Ketua yang pernah memimpin
Perkumpulan ini antara lain:
1. Bapak A. Sundah.
2. Bapak Jantje Kambey.
3. Bapak Joost Kambey.
4. Bapak H. Luntungan.
5. Bapak Eduard Pauner.
6. Bapak F. Sumampouw.
7. Bapak O. Sumampouw.
8. Bapak Didi Walangare.
9. Bapak Revol Wenas.

Untuk Periode ke-10, Kepengurusan adalah sebagai berikut :


Penasehat & Pembina:
Bapak H. Luntungan, Bapak Piet Moningka, Bapak Bena Lasut, Bapak Frits Wullur, Bapak J.
Wantah, Bapak T. Th Lubis, Bapak Otje Sumampouw, Bapak Illy Wantah, ibu Pop Togas-
Luntungan, ibu Yuyu Sarayar, Bapak Royke Lumowa, ibu Lies Lantu Mandagi, ibu Lieke
Simatupang.
Pengurus
Ketua Umum: Linda Lubis Sundah
Wakil Ketum: Lana Koentjoro Togas
Sekretaris Umum: Linda Wullur Gonggalang
Sekretaris I : Nende Sarayar
Sekretaris II: Maureen Indra M
Bendahara Umum: FransRuntunuwu
Bendahara I: Renny thio santo L
Bendahara II: G. Fabiola Korompis K
Ketua1/ Wakil: Revol W, Benny L.
Ketua 2/ Wakil: Gerald Sundah, Dave R
Ketua 3/ Wakil: Soraya Togas, Grace L
Ketua 4/ wakil : Meity Nelwan, Meity P
Ketua 5/ Wakil: George Lantu, Gracia B

Dan beberapa bidang seksi kegiatan lainya


Adapun beberapa kegiatan telah dilakukan oleh PK Kadoodan Ne Dembean antara lain ikut
mengembangkan seni musik Kolintang musik Tradisional Minahasa beserta kesenian adat lainnya ,
dikembangkan melalui sanggar Kadoodan.
Pemilihan Rondor Royor Kadoodan ne Dembean, Pemilihan penyanyi Idola terbaik Kidung Natal,
Mengembangkan Group tari Katrili dan Maengket tradisional, serta lainnya.

Anda mungkin juga menyukai