Anda di halaman 1dari 25

DELAPAN PULUH ENAM TAHUN PERJALANAN

GREJA KRISTEN JAWI WETAN(GKJW)JEMBER


11 Desember 1931- 11 Desember 2016

JEMAAT JEMBER ERA PENJAJAHAN BELANDA (1930-1941)

Dalam rangka pengembangan pelayanan “ JAVA COMITEE” terhadap Jemaat-jemaat


berbahasa Jawa yang tumbuh dalam lingkungan Karesidenan Besuki dan Kabupten Lumajang,
maka sekitar tahun 1932 Java Comitee mendirikan sebuah bangunan di spoorlaan 13/Jl.Sepuran
13( sekarang Jl. Semeru No. 48-50-Jl) Jember . Yang kemudian ditempati Pdt. O.DEDECKER
.pada saat Pdt. O.DEDECKER cuti ke negeri Belanda diganti oleh VAN DEN BERG .
Pada saat itu di Jember baru ada 9 keluarga saja dan seorang bujangan, sehingga status
merupakan “Pepanthan”..Mereka adalah pendatang-pendatang karena tugas pekerjaannya.
Antara lain : Bp. Pasdik Mangkuharjo klerk Notaris Vermeulen dan Bpk. Kabul pegawai SCVT.
Pepanthan tersebut belum merupakan bentuk organisasi, tidak mempunyai administrasi dan
pengurus .Pelayanan dilayani sebulan sekali secara bergilir antara lain oleh : 1. Pdt.
S.Brilyantingo (?) dari Rejoagung , 2. Bp. Sudiarjo Pengawas SD Kristen dari Tunjungrejo , 3.
Bp. Tartip Eprayin juru tuwi Jemaat-jemaat Java Comitee dari Tunjungrejo, 4. Bp. Soesalam
Wiryotanoyo dari Tunjungrejo . Sedangkan hari-hari MInggu lain dilayani oleh Bp. Pasdik
Mangkuharjo dan Bp. Kabul .Kebaktian-kebaktian diselenggarakan bertempat di Pavilyun
Spoorlaan 13, sedangkan rumah induk sebagai Pastori .Sebelum perang dunia II jumlah
pengunjung Kebaktian minggu kurang lebih rata-rata 25 orang saja.
Sidang Majelis Agung ke-1 tanggal 11 Desember 1931 mengundang Java Comitee di
Jember yang dianggap sebagai wakil “Jemaat” Jember, sehingga dinyatakan “mewakili” salah
satu Jemaat di antara 45 Jemaat yang mendukung berdirinya Majelis Agung-GKJW. Hal itu
sekaligus menandai saat berdirinya Jemaat GKJW Jember secara “ de jure “, meskipun “ de facto
“ Jemaat Jember baru layak disebut Jemaat pada tahun 1954 karena sudah ditunggui pendeta,
mempunyai Majelis Jemaat dan sudah ada administrasi. Namun jumlah “warga” yang mengikuti
kebaktian setiap hari Minggu hanya sekitar 25 orang.

JEMAAT JEMBERERA PENJAJAHAN JEPANG (1942-1945)


Setelah Jepang masuk , Pastori Jl. Sepuran 13 ( Spoorlaan) ditempati tentara Jepang dan
kegiatan Resor/Klasis macet.Sebelum orang-orang Belandaditawan Jepang ,maka
Kerkraad/Majelis Protestansche Gemeente Negerlands Spreken Deel telah datang kepada Bp.
Pasdik Mangkuharjo menyerahkan kunci Gereja Pagah dengan menyerahkan pemeliharaan dan
pemakaiannya . Selanjutnya Gedung Gereja Pagah dikuasai dan dibawah pengawasan tentara
Jepang . Pernah mau diminta menjadi gudang DKA(RIKUYU), tetapi telah dipertahankan oleh
Bp. Pasdik Mangkuharjo, sampai-sampai dia mendapat pukulan dan sabetan pedang samurai
tanpa dihunus . Pernah Gedung Gereja Pagah dipergunakan untuk ruang kursus masinis
Rikuyu.bahkan mimbarnya akan dibongkar temboknya supaya sambung dengan konsistori,
namundipertahankan oleh Bp. Suharto selaku pegawai Rikuyu yang duduk sebagai anggota
Panitia penyelenggara kursus, sehingga maksud pembongkaran tersebut dapat dicegah .
Kebaktian-kebaktian tidak dapat dilaksanakan secara teratur tiap hari Minggu , melainkan satu
atau dua kali sebulan . Pelayanan dilakukan secara bergilir . Pendeta yang melayani antara lain :
Bp. Pdt. Darmowasito dan Bp. Pdt. Alpeyus Kaiden .
Atas inisiatif Bp. Pasdik Mangkuharjo, untuk melindungi orang-orang Kristen di daerah-daerah
telah mengambil resiko memberanikan diri menghadap Sucokan di Bondowoso untuk minta
surat kekuatan . Surat diberikan dengan memakai cap wajik merah . Maka dengan surat ini Bp.
Pasdik Mangkuharjo dapat dengan leluasa menghubingi orang- orang Kristen dan pendeta-
pendeta di daerah-daerah, sehingga kegiatan Klasis dapat digiatkan kembali .Konperensi-
konperensi Klasis dapat dilakukan kembali di Jember.
Namun demikian secara umum selama Era Penjajahan Jepang seluruh Gereja-gereja
dalam lingkup GKJW mengalami percobaan berat. Beberapa pendeta dan tokoh Kristen
ditangkap, ditahan dan dianiaya, dan banyak yang meninggal di dalam tahanan. Warga Kristen
diintimidasi, gedung-gedung gereja ditutup. Kondisi itu berakhir setelah diproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para tahanan
dikeluarkan/dibebaskan.

JEMAAT JEMBER ERA KEMERDEKAAN PERIODE 1946-1950


Setelah Proklamasi Kemerdekaan R.I. tahun 1945 tampak bermunculan orang-orang
Kristen, sedang kebaktian GKJW tetap mempergunakan Gedung Gereja GPIB di Pagah-
Jember,sedang pelaksanaan peribadatan bergabung menjadi satu dengan para warga non GKJW
9belum tentu orang GPIB).Pelayanan dilakukan oleh orang-orang non Pendeta antara lain : Bp.
Pasdik Mangkuharjo, Bp. Rimbing (sekarang di Manado).
Saat itu dengan di sponsori oleh Bp. Pasdik Mangkuharjo telah dibentuk “PERSATUAN KAUM
KRISTEN INDONESIA” ( PKKI ) yang kemudian meleburkan diri ke dalam Parkindo . Juga
dibentuk “PERSATUAN WANITA KRISTEN INDONESIA” ( PWKI ) lokal , yang kemudian
menggabungkan diri dalam konggres PWKI. Sejak itu sudah mulai dirintis Gerakan-gerakan
Oikumene, yaitu kegiatan bersama antar warga beberapa Gereja .
Rumah yang terletak di Jl.Semeru no. 48-50 pada tahun 1945-1947 ditempati oleh Overste
Moch. Seruji. Namun pada saat Clash ke-1 terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 rumah tersebut
ditempati Recomba. Gedung Gereja Pagah (GPIB) dikuasai oleh tentara pendudukan Belanda
untuk dipergunakanperibadatan tentara KL dan KNIL dibawah asuhan/pelayanan Ds.VISCHER
yang bertempat tinggal di belakang kantor Diperta sekarang.
Gerilyawan kita pernah merencanakan akan menggranat tentara Belanda yang sedang
berbakti di Gereja, tetapi dapat dicegah oleh Bp. Suharto yang kebetulan juga anggota
gerilyawan.
Kebaktian-kebaktian GKJW yang masih merupakan pepanthan meminjam tempat di
rumah keluarga Bp. Kabul di muka Jember Klinik (Sekarang Jl. Citarum) sampai kira-kira dua
tahun .Pelayanan dilakukan oleh warga setempat dan dibantu oleh Bp. Pdt. Oesman
Darmohatmodjo dari Sidorejo yang sudah berstatus Emiritat.Begitu berjalan terus sampai saat
Penyerahan Kedaulatan kepada R.I. tanggal 27 Desember 1949.Bulan Januari 1950 dalam dalam
suasana setelah penyerahan Kedaulatan , atas prakarsa dari Direktur David Bernie Administratie
Kantoor ( DBAK, sekarang PTP 27 ) : tuan LOGGERS , GKJW dapat menempati kembali
Gudung Gereja Pagah .
Peribadatan dilakukan secara gabungan dengan para warga non GKJW yang dilayani oleh antara
lain : Bp. Waney ( staf perkebunan Wonojati, yang sekarang di Manado ), Bp. Pdt. Lumintang (
Pendeta Tentara ), dll.

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. LUMADYO MARMER (1954-1958)

Menurut Bp. Suharto,SH, PEPANTAN JEMBER diresmikan sebagai GKJW


JEMAAT JEMBER diperkirakan pada tahun 1953 ( tanggal tidak ingat persis ).Namun
pada saat itu secara “de facto” belum merupakan Jemaat karena belum ada pendeta yang
menetap. Segala pelayanan dilakukan oleh anggota Majelis Jemaat dalam koordinasi Bp.
Oesman dari Sidorejo. Sedang untuk pelayanan sakramen dan mempelai dilayani Pendeta Jemaat
sekitar .
Baru pada tahun 1954 (bulan tidak tahu pasti) GKJW Jemaat Jember telah menerima
lulusan baru dari I.P.Th. “BALE WIYATA” , yaitu Bp. Pdt. Lumadyo Marmer sebagai pendeta
pertama sejak diresmikan pertama kali. Penyelenggaraan kebaktian bertempat di gedung gereja
GPIB.

Pdt. Lumadyo Marmer (1953-1958)


Beliau tidak lama menjabat , karena sesuai dengan keputusan Sidang Majelis Agung
beliau diangkat menjadi Pendeta P.I. yang ditugaskan di daerah Kediri/Madiun . Dan pada
tanggal 23 Oktober 1955 beliau pamitan meninggalkan Jemaat Jember. Kembali Jemaat Jember
“komplang” , sehingga pelayanan dilakukan oleh anggota Majelis Jemaat sendiri (Bp. Sudarman
Samino , Bp. Suharto , Bp. Salam Watiyas , Bp. Sudarsono , dan Bp. Djaelani). Sedang untuk
pelayanan sakramen dan mempelai diminta bantuan Pendeta Jemaat sekitar. Fasilitas tempat
tinggal (Pastori) tidak tersedia sehingga dikontrakkan, sedangkan Rumah di Jl. Semeru 48-50
sejak tahun 1950 hingga 1965 ditempati oleh:
: Sekertaris Karisidenan Besuki Bpk.Subiyantoro
- Overste Chandra Hasan
- Mayoor Loesman
- Overste Kartidjo (sekarang Majen/Ketua MPR)
- Overste Supangkat
Gedung “milik GKJW” tersebut telah diperjuangkan kembali untuk dapat ditempati sebagai
gedung Kebaktian sejak tahun 1952, mengingat selama itu Kebaktian GKJW masih “ngampung”
di gedung Kebaktian GPIB. Namun upaya itu sampai dengan periode ini belum berhasil.

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. DWIDJOSUMARMO INSAMUDRA


(1959-1963)

Pada akhir tahun 1958 sampai dengan awal tahun 1959 diperoleh informasi tentang
kemungkinan Jemaat Jember memanggil seorang Pendeta dari Jemaat Tempursari . Untuk
persiapan kedatangannya, dimulailah pengumpulan dana dan rencana pembangunan pastori .
Tetapi pembangunan pastori mengalami kegagalan . Akhirnya ditempuh jalan mengadakan
perjanjian sewa rumah keluarga Bp. Munasim Sukowiryo selama 5 tahun .
Bp. Pdt. Dwidjosumarmo Insamodra tiba di Jember tanggal 16 pebruari 1959 dan ditetapkan
selaku Pendeta Jemaat Jember pada tanggal 1 Maret 1959 . Kalau pada tahun 1959 Majelis
Jemaat mengahadapi kedatangan Bp.Pdt Dwidjosumarmo Insamondra telah merencanakan
membangun Pastori,tetapi gagal, sehingga dikontrakkan,yang perjanjian sewanya dilakukan
tanggal 20 Agustus 1959 sampai dengan tanggal 1 Maret 1964 .

Pdt. Dwidjosumarmo Insamodra (1959-1963)


Selain itu karena Rumah di Jl. Semeru 48-50 (sekarang Jl. Wijaya Kusuma) sampai dengan tahun
1965 masih ditempati secara berturut-turut oleh: Sekertaris Karisidenan Besuki Bpk.Subiyantoro,
Overste Chandra Hasan, Mayoor Loesman, Overste Kartidjo (sekarang Majen/Ketua MPR), dan
Overste Supangkat
Akhirnya karena panggilan untuk menjadi Pendeta Angkatan Laut Bp. Pdt. Dwidjosumarmo
Insamodra meninggalkan Jemaat Jember sekitar akhir tahun 1962 / awal tahun 1963, sehingga
Jemaat Jember “komplang” hingga tahun 1965.
Sekitar tahun 1960 atas informasi Bp. Suharto kepada Bp. L. Linuh bahwa sebenarnya
hibah gedung Gereja Pagah yang berhak menerima adalah GPIB . Kemudian Bp. L. Linuh
mengurus status gedung Gereja tersebut, sehingga berdirilah GPIB terpisah dari GKJW.Namun
kebaktian sebulan sekali masih diselenggarakan secara bersamaGKJW-GPIB pada gedung gereja
yang sama sampai tahun 1965.
JEMAAT JEMBER PERIODEPELAYANAN Pdt. SRISANTO STh (1965-1969)

Sesudah peristiwa G-30-S dimana pengunjung Kebaktian Minggu begitu meluap,


sehingga kebaktian bersama GKJW-GPIB sebulan sekali terpaksa dihentikan dan mulailah
Kebaktian secara terpisah sama sekali meskipun menempati gedung gereja yang
sama.Berdasarkan Inventarisasi dalam rapat Klasis di GNI Jember , sesudah peristiwa G-30-S ,
tanggal 22-24 Februari 1966, dalam wilayah Klasis Besuki tercatat 52 orang meninggal menjadi
korban, tetapi permandian baru tercatat lebih dari 1.000 orang .
Tanggal 4 April 1965 Jemaat Jember menerima seorang vikaris : Bp. Srisanto S.Th.
masih bujangan. Setelah mengalami masa vikaris setahun lebih, maka dilakukan penjajagan
tentang kesediaannya dan kesaksian Majelis Jemaat Jember . Di dalam rapat warga Jemaat di
gedung Panti Hibur/Sositet ( sekarang Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UNEJ ) telah
diambil keputusan bahwa warga Jemaat tidak keberatan . Dilanjutkan pada tanggal 28 Juni 1966
rapat antar majelis Jemaat Jember dengan PPMA guna membicarakan rencana penahbisannya .
Selanjutnya pada tanggal 28 Juli 1966 dalam acara Sidang Majelis Agung Bp. Srisanto
ditahbiskan sebagai Pendeta GKJW di tengah-tengah Kebaktian Jemaat Malang . Karena Bp.
Pdt. Srisanto diminta oleh Jemaat Jember , maka untuk penempatannya di Jemaat Jember
dilakukan tanggal 25 September 1966 oleh PPMA yang diwakili oleh Bp. Pdt. Mardjo Sir .

Pdt. Srisanto (1965-1969)


Menjelang kedatangan Pdt. Srisanto STh. Yang waktu itu masih berstatus Vikaris, pada tahun
1965 Majelis Jemaat telah berhasil membeli rumah untuk Pastori di Jl. Suprayitno Gg. II
(sekarang Jl. ...........) yang kemudian direhabilitasi agar layak untuk Pastori.
Setelah kedatangan Bp. Srisanto sebagai vikaris tahun 1965 pelayanan Jemaat dapat lebih
ditingkatkan , terutama dengan perkembangan pepanthan-pepanthan. Perkembangan warga tiap
tahun nampak selalu meningkat terutama setelah berdirinya Universitas Negeri Jember ( UNEJ )
, sehingga seolah-olah Kebaktian Minggu dipenuhi oleh pelajar dan Mahasiswa . Perkembangan
warga inilah yang mendorong Majelis Jemaat berfikir bagaimana cara mengatasinya , antara lain
: dengan merencanakan membangun Gedung Gereja untuk kebaktian sendiri, cara pelayanan
yang lebih intensif dan mengatur pertenagaan untuk melayani .
Pembangunan Pastori
Tanggal 12 Mei 1966 telah dibentuk Panitia Pembangunan yang diketuai oleh Pdt.
Srisanto STh. Hal itu juga berdasarkan pertimbangan bahwa perjuangan pengembalian rumah
milik GKJW di Jl. Semeru 48-50 selalu mengalami kegagalan.
Sebelum memulai pembangunan gedung gereja sendiri untuk menyelenggarakan
kebaktian sendiri, dipandang perlu memindahkan Pastori di tempat yang lebih strategis.
Selanjutnya pada tanggal 3 Pebruari 1967 dilakukan pembelian satu rumah tempat tinggal dan
dua gudang milik Tjan Kiem Tjhiang dengan instalasi listriknya di atas tanah PJKA dengan luas
bangunan 250 m2 sesuai kontrak No. 7388/O tanda E.785/W. Dana pembelian diperoleh dari
hasil penjualan Pastori lama kepada Drs. A. Kusuma. Rumah tersebut resmi jadi Pastori baru di
Jl. Bromo 46 (sekarang Jl. Mawar 52-54) yang dapat ditempati sejak tanggal 9 Juli 1967
berdasarkan kontrak sewa baru dengan PJKA No. Tr.9947/67 tanggal 16 Juni 1967.
Tanggal 20 Juli 1968 dilakukan pernikahan Bp. Pdt. Srisanto, S.Th. dengan Sdri.
Edihastuti di Pare , yang kemudian dilakukan acara “ngunduh mantu” di Jember tanggal 28 Juli
1968. Pendeta Srisanto STh mula-mula ditempatkan di Pastori Jl.Suprayitno Gg. II , yang
kemudian rumah tersebut dalam bulan Juni 1967 dijual untuk menyelesaikan pembangunan
pastori Jl. Bromo 46 ( sekarang Jl. Mawar 52-54 ). Sebelum pastori yang baru selesai Bp. Pdt.
Srisanto STh menumpang di rumah Bp. Suharto Jl. Anjasmoro Gg.I (sekarang Jl. Wijaya
Kusuma). Selanjutnya pada tanggal 9 Juli 1967 Bp. Pdt. Srisanto boyong menempati pastori
yang baru .Hal itu dikarenakan rumah di Jl. Semeru 48-50 sejak tahun 1966 hingga dapat dijual
oleh PHMA tahun 1980 juga masih ditempati orang lain yaitu:
- Overste Siswarno
- Dr.Karno Supoyo
- Kol.Moedjali
- Kol.Soedarto
Meskipun melalui proses yang sangat panjang, akhirnya tahun 1980 pada saat rumah di Jl.
Semeru 48-50 (sekarang Jl. Wijaya Kusuma) ditempati oleh Kolonel Soedarto selaku Komandan
Brigif 9 Jember dapat terselesaikan dengan dijual kepada Dr. Gunawan. Kesepakatannya, hasil
penjualan rumah dibagi fifty-fifty antara yang diterima PHMA dengan Pihak yang menempati.

Pembangunan Gedung Gereja Ke-1 di Jl. Bromo (sekarang Jl. Mawar)


Sesuai dengan Keputusan Rapat Majelis Jemaat tanggal 6 Mei 1969, dimulailah
pengumpulan dana baik dari warga maupun di luar warga GKJW serta usaha lainnya untuk
pembangunan gedung gereja di Jl. Bromo (sekarang Jl. Mawar). Pengumpulan dana dari warga
dilakukan melalui penambahan satu kantong kolekte sehingga yang semula dua menjadi tiga
kantong dalam kebaktian Minggu dan persembahan berupa material. Selanjutnya pada tanggal 13
Juli1969 telah ditunjuk Bp. Soegitohardjo (pangkat terakhir Kapten berdinas di Kodim Jember)
selaku Formateur Panitia Pembangunan. Namun demikian berdasarkan Keputusan Rapat Majelis
Jemaat tanggal 20 Juli 1969, tambahan satu kantong kolekte yang tadinya diadakan setiap
kebaktian Minggu hanya dilaksanakan setiap Minggu II dan IV karena Kas Jemaat defisit akibat
pembangunan Pastori.Tanggal 26 September 1969, Majelis Jemaat memutuskan bahwa Perayaan
Natal hanya dilaksanakan di Kelompok-Kelompok (KRW) saja karena dana dan tenaga
dicurahkan untuk pembangunan gedung gereja sendiri.
Tanggal 25 Desember 1969 dilakukan peletakan batu pertama gedung gereja di sebelah
Pastori di Jl. Bromo (sekarang Jl. Mawar) sesudah Kebaktian Natal, yang selanjutnya dilakukan
penggalian tanah dan pemasangan pondasi. Kolekte khususdiadakan dalam acara tersebut dan
diperoleh dana sebesar Rp 9.449,-. Perlu diketahui bahwa Permohonan Ijin Pembangunan
Gedung Gereja No. 14/GKJW/69 tanggal 14 Oktober 1969 di atas Kontrak Sewa Tanah yang
baru No. Tr.9947/67 tgl 16-6-1967 dan telah melalui segala prosedur yang berlaku dan telah
memperoleh Ijin Rooi dari PUD.
Namun terjadi hal yang tidak terduga dan mengejutkan, yakni dengan turunnya surat
penghentian pembangunan dari Dk 112 B (Kepala Bagian pada PJKA) melalui Nota No. 5/112
B/70tgl 21 Januari 1970 yang isinya minta agar pembuatan pondasi segera dihentikan. Alasannya
bahwa rencana pembangunan gedung gereja tidak tercantum dalam gambar permintaan ijin
pembangunan gedung untuk kebaktian. Hal itu sebenarnya terjadi karena adanya resolusi dari
segolongan orang yang masuk ke PJKA. Selain itu alasan berikutnya karena tanah tersebut
katanya akan dibangun untuk Perumahan Dinas Kepala Bagian Sinyal. Semua alasan tersebut
sebenarnya dicari-cari. Kenyataannya tanah tersebut tidak dibangun untuk rumah malah
diokupasi jadi rumah-rumah secara liar oleh orang-orang tertentu. Kerugian biaya meliputi Rp
300.000,-. Setelah mengalami kegagalan, selama setahun (tahun 1970) praktis Panitia
Pembangunan Gedung Gereja terhenti, dan banyak “nada miring” dari warga yang mencari
“kambing hitam”.

Pelayanan Pemuda
Kegiatan pemuda di era pelayanan Pdt. Srisanto STh terwadahi dalam organisasi
PERSATUAN PEMUDA KRISTEN INDONESIA (PPKI) untuk selanjutnya berintegrasi
kedalam GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI), dimana mereka
yang berada didalam wadah ini selain berfungsi juga sebagai Pemuda Gereja yang membantu
segala kegiatan Gereja , juga bercita-cita dalam bidang oikumene dengan pemuda-pemuda
Gereja lainnya dengan cara mengadakan kebaktian-kebaktian bersama dan sebagainya .
Disamping itu sebagai organisasi massa bertindak keluar berhubungan dengan ormas-ormas
pemuda yang lain, denganPemerintah dan bergerak dalam bidang Politik.
Situasi Politik Negara dengan pengkotak-kotakan secara langsung atau tidak langsung warga
jemaat termasuk para pemudanya juga ikut terkotak-kotak.Ada yang aktif dalam GAMKI, ada
yang aktif dalam PEMUDA MARHAENIS dan sebagainya. Ada kalanya kedua wadah itu dapat
dipersatukan , sebagai contoh mereka mengadakan gerakan bersama ,GAMKI,Pemuda Katholik
dan Pemuda Marhaenis dengan peringatan Natal bersama dan pertandingan persahabatan pada
malam Natal tahun 1963 dan malam Tahun Baru 1964 mereka berkeliling Kota dengan
menyanyikan “ MALAM KUDUS “.
Tetapi dalam situasi panas, dengan telah berdirinya JEMAAT KRISTEN MARHAENIS (
Sulindo tanggal 2 April 1966 ). Disusul panitia Hari Natal Warga Marhaenis Jember tahun 1966
telah mendapat protes dari GAMKI cabang Jember dalam suratnya tanggal 9 Desember 1966
telah membuat ketegangan, yang akhirnya dapat dipertemukan dan kedua belah pihak membuat
pernyataan bersama pada tanggal 23 Desember 1966.
Ketegangan-ketegangan semacam ini sangat dirasakan sekitar tahun 1965 dan 1966. Oleh
karena itu untuk jangan sampai terjadi perpecahan didalam tubuh Jemaat khususnya para
pemudanya karena adanya perbedaan “idiologi”, maka pada tanggal 17 Februari 1966 para
pemuda GKJW Jember memutuskan membentuk wadah “PEMUDA GEREJA GKJW” sebagai
organisasi “Intra Gerejani” dengan melepaskan semua idiologinya. Pernyataan telah dikeluarkan
pada tanggal 20 Februsri 1966 kepada Pengurus Klasis Besuki agar dalam Sidangnya membahas
masalah kepemudaan dan agar apa yang telah dirintis oleh “PEMUDA GEREJA GKJW” Jember
juga dibentuk di semua Jemaat dan mempunyai heirarchie vertical. Sampai pada akhirnya Sidang
Majelis Agung memutuskan terbentuknya KOMISI PEMUDA.
Pada dasarnya para pemuda adalah merupakan harapan dan kader Gereja. Tetapi dalam
kegiatannya selalu mengalami pasang surut .Selanjutnya didalam Majelis Jemaat dibentuk
KOORDINATOR KOMIS PEMUDA yang menangani dan membina/mengarahkan para pemuda
ini . Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain : Paduan Suara, Olah Raga, Kebaktian
Pemuda ,Penelaahan Alkitab dan membantu segala kegiatan Gereja misalnya dalam Undhuh-
undhuh,Perigatan Natal,dalam menerima tamu Jemaat dan persidangan-persidangan,juga selalu
tidak absendidalam penataran/”camping” yang diselenggarakan oleh Majelis Daerah yang
berjalan sejak tahun 1969.

Pelayanan Wanita
Untuk PELAYANAN WANITA keadaannya hampir serupa. Kalau sebelum tahun 1971
ibu-ibu giat dalam PWKI, tetapi setelah Pemilu 1971 dimana suami-suami mereka praktis
menjadi anggota Golkar/Korpri maka praktis PWKI mati dan keluar dari keanggotaan BKOW
Jember. Maka melalui persidangan Synode juga telah dibentuk KOMISI WANITA . Kegiatan
Komisi Wanita antara lain : arisan,paduan suara dan membantu segala kegiatan Gereja yang ada
sangkut paut dengan masak-memasak dan sebagainya . Meskipun PWKI berusaha untuk
di”bangunkan” kembali, namun banyak ibu-ibu yang takut dengan melihat pengalaman
“intimidasi” yang dirasakan sekitar Pemilu tahun 1971.

Pelayanan Warga Diluar Kota Jember dan Pendirian Pepanthan


Perkembangan warga Nampak sekali sejak awal tahun 1966 di daerah luar kota. Sehingga
perlu didirikan pepanthan-pepanthan dan mengatur tenaga pelayanannya .
a. PEPANTHAN CURAHDAMAR/SIDOMULYO (GARAHAN)
Pada tanggal 27 Maret 1966 dilakukan Babtisan masal di Curahdamar/Sidomulyo (
Garahan ) suatu tempat yang berada di tengah-tengah hutan pinus. Semula Pepanthan ini
merupakan proyek bersama antara Jemaat Jember dan Sumberpakem . Tetapi kemudian
karena Jemaat Jember sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat , maka
pelayanan pepanthan baru ini diserahkan sepenuhnya kepada Jemaat Sumberpakem (
tahun 1968 ).
b. PEPANTHAN BALUNG
Sebenarnya Pepanthan Balung sudah pernah menerima pelayanan tiap Kebaktian Minggu
dari Jemaat Jember sejak tanggal 5 Oktober 1955, tetapi akhirnya terhenti dalam
beberapa waktu lama. Maka mulai di aktifir kembali yaitu pada Minggu I dan III dengan
pelayanan dari Jemaat Jember .
c. PEPANTHAN SILOSANEN
Dalam bulan Maret 1967 telah direncanakan membuka pepanthan di perkebunan
Silosanen. Maka pada hari Paskah ke II tanggal 27 Maret 1967 mulai diselenggarakan
kebaktian di sana. Tetapi pembukaan Pepanthan tersebut akhirnya tidak dapat berlanjut ,
karena kepindahan saudara-saudara yang menjadi tulang punggungnya ( Sdr. Sriarjo dan
Sdr. Hendro ).
d. PEPANTHAN RAMBIPUJI
Untuk meningkatkan pelayanan di Rambipuji dan sekitarnya , maka dilakukan
pembukaan Kebaktian Minggu di Rambipuji bertempat di rumah keluarga AGUS
SUBROTO ( Bidan Wehatwi ) Jl. Raya No. 17 pada tanggal 13 Agustus 1967 . Yang
untuk selanjutnya dilayani dari Jember pada tiap Minggu ke II dan ke IV.
e. PEPANTHAN SUCI/PANTI
Kemudian menyusul perkembangan di Suci/Panti.Atas kedatangan Bp. La’ Andy Karada
seorang purnawirawan ABRI di desa Suci/Panti telah melancarkan pekabaran Injil sekitar
bulan Maret 1968. Maka dibukalah Pepanthan Suci/Panti pada hari Paskah tanggal 14
April 1968 . Dan pada tanggal 21 April 1968 dilakukan Babtisan masal di Suci/Panti .
Peristiwa ini agak menghebohkan dengan adanya surat dari babinsa Suci yang
memerintahkan agar orang-orang yang wajib lapor yang telah dibabtiskan dikeluarkan
dari Agama Kristen. Dan pada tanggal 15 Mei 1968 Sdr. La’ Andy Karada menerima
panggilan untuk datang ke kantor Koramil Panti pada tanggal 21 April 1968 dengan
maksud yang sama. Maka terpaksa pada tanggal 27 Mei 1968 telah dikeluarkan dari
keanggotaan pepanthan sebanyak 8 orang .
Diikuti pada tanggal 19 Mei 1968 dilayani Babtis anak-anak sebanyak 11 orang dan pada
tanggal 30 Juni 1968 dilayani Babtis Dewasa 9 orang . Tetapi ternyata kemudian mereka
ini mendapat intimidasi dari pejabat-pejabat setempat , sehingga banyak diantara mereka
terpaksa menyerahkan kembali surat permandiannya .
Biarpun menghadapi tantangan yang berat , dengan semangat yang masih menyala-nyala
pada tanggal 6 September 1968 datang pernyataan dari Sdr. La’ Andy Karada selaku
Ketua Pepanthan Suci yang menyatakan ingin berdikari dalam bidang keuangan dengan
mengadakan usaha mendirikan Perusahaan rokok. Namun baru saja mulai bergerak
datanglah gangguan adanya usaha-usaha untuk menjatuhkan nama Sdr. La’ Andy Karada
, sehingga terpaksa perusahaan ditutup.
Disamping itu Sdr. La’ Andy Karada telah dicari-cari kesalahannya oleh yang berwajib
dan ditahan di penjara Lowokwaru Malang. Maka telah diputuskan dalam rapat Majelis
Jemaat tanggal 17 April 1969 untuk mengganti kedudukan Bp. La’ Andy Karada selaku
Ketua Pepanthan adalah Bp. Budyo Mustiko . Sayang pepanthan Suci sekarang tinggal 2
keluarga saja, karena banyak yang pindah . Jadilah pepanthan anggota tersiar .
f. PEPANTHAN BANDEALIT
Perkembangan P.I. di perkebunan swasta Bandealit ( Perkebunan kopi ) dilakukan oleh
Bp. Soekarmin petugas kesehatan dalam perkebunan itu . Kejadiannya adalah sekitar
Januari 1969. Sehingga pada tanggal 30 Maret 1969 dilakukan Babtisan dewasa : 39
orang dan anak-anak 15 orang . Pembabtisan dilakukan oleh 3 orang Pendeta , antara lain
: dari Badan P.I. Synode .
Tanggal 29 Desember 1970 diadakanPerayaan Natal yang pertama di Bandealit dengan
meresmikan sekali Gedung Kebaktian yang baru , sumbangan dariPimpinan Perkebunan,
disusul Babtis anak-anak tanggal 2 Mei 1971 dan Perjamuan Kudus tanggal 26 April
1972. Jarak Jember – Bandealit kurang lebih 60 km dengan jalan yang sangat sulit , naik
gunung turun jurang , jalan yang berkelok-kelok dan sempit . Transport pelayan diadakan
“antar jemput” dengan kendaraan perkebunan . Sayang jumlah anggota makin lama
makin merosot karena kepindahan ke lain tempat .
g. PEPANTHAN GLANTANGAN
Pepanthan ini dibuka bersamaan dengan Pepanthan Bandealit . Anggotanya terdiri dari
karyawan-karyawan perkebunan ( PTP ).

Warga Jemaat Jember pada saat itu tercatat sebanyak.....KK dilayani oleh......orang
Majelis Jemaat. Pelayan Harian Majelis Jemaat sebagai berikut:

Ketua : Pdt. Srisanto STh.


Wakil Ketua I :
II :
III :
Sekretaris I :
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :

Sesuai dengan keputusan Sidang Majelis Agung tanggal 22 – 27 Februari 1969 bahwa
Bp. Pdt. Srisanto ditugaskan menjadi dosen di PPAG Malang . Rapat majelis Jemaat Jember
tanggal 10 Nopember 1969 dapat menerima kepindahan itu . Sebagai pengganti adalah Bp. Pdt.
Pinoedjo dari Jemaat Lumajang .Perpisahan dengan Bp. Pdt. Srisanto dan perkenalan dengan
Pdt. Pinoedjo diselenggarakan tanggal 28 Nopember 1969.Bapak Pdt. Srisanto STh boyong ke
Malang dengan diantar beberapa orang saudara pada tanggal 6 Desember 1969.

JEMAAT JEMBER PERIODEPELAYANAN Pdt. PINOEDJO (1970-1986)

Pendeta Pinoedjo datang dengan rombongan pengantarnya dari Jemaat Lumajang pada
tanggal 6 Januari 1970 .Sedang penetapannya dilakukan oleh Bp. Pdt. Ardi Suyatno pada tanggal
11 Januari 1970.Fasilitas rumah dinas pendeta (Pastori) untuk Pdt. Pinoedjo berada di Jl. Bromo
48 (sekarang Jl. Mawar 52-54) di atas tanah milik PJKA berdasarkan perjanjian sewa, sedangkan
penyelenggaraan kebaktian masih “numpang” di gedung gereja GPIB. Selama tugas
pelayanannya Bp. Pdt. Pinoedjo pernah mengalami sakit keras dan perlu opname di RS PTP
XXVII mulai tanggal 23 Juli s/d 16 September 1970.
Periode pelayanan Pdt. Pinoedjo secara menyeluruh memang agak berbeda dengan pada
saat pelayanan Pdt. Srisanto.Nampak sekali perkembangan Jemaat dengan babtisan-babtisan
baru dan tumbuhnya Pepanthan baru pada periode pelayanan Pdt. Srisanto karena didukung oleh
situasi yang menguntungkan . Namun intensifikasi pelayanan nampak pada periode pelayanan
Pdt. Pinoedjo, selain “me-recovery rasa frustasi” warga Jemaat akibat kegagalan pembangunan
Gedung Gereja ke-1 untuk menyelenggarakan Kebaktian sendiri .
Pdt. Pinudjo (1970-1986)
Mengingat kesibukan Bp. Pdt. Pinoedjo dengan macam-macam jabatan gerejani, maka mulai 1
Maret 1981 telah diperbantukan Bp. Pdt. Tyas Rudito Joar, Sm.Th. mutasi dari pepanthan
Situbondo.

Pengangkatan Guru Injil (GI)


Diangkatnya G.I. Suroso Edy Harsono dari Pepanthan Rambipuji menjadi Pendeta dan
dimutasikan ke Jemaat Ranurejo, maka Pdt. Tyas Rudito ditempatkan di Rambipuji untuk
melayani Pepanthan Rambipuji , Balung dan Suci .
Karena pelayanan yang semakin meluas, maka pada periode pelayanan Pdt.
Pinoedjodirasa perlu untuk mengangkat beberapa Guru Injil sebagai berikut ini .
a. G.I. D. SOEDARSONO
Dalam rapat Majelis Jemaat tanggal 17 April 1969 telah diusulkan Bp. Soedarsono yang
baru mengalami pensiun dari jabatan guru SD Negeri menjadi Guru Injil menurut bunyi
Serat Tatanan Bab VIII yang kemudian ditahbiskan pada tanggal 15 Juni 1969 .
Dalam tugas pelayanannya Bp. G.I. Soedarsono pernah mengalami kecelakaan dilanggar
jeep Bank Dagang Negara pada tanggal 9 April 1973 sehingga mengalami cedera tangan
kanan patah dan tulang duduk retak.
b. G.I. J.A.SYUKUR
Dengan berdirinya Pepanthan-pepanthan untuk intensifikasi pelayanan telah dipilih
ketua-ketua Pepanthan . Karena tugas-tugas pokok ketua-ketua Pepanthan tersebut
dipandang perlu mengangkat Guru Injil lagi khusus untuk melayani pepanthan
Glantangan dan sekitar . Untuk itu pada tanggal 17 Maret 1973 telah diangkat Sdr. J.A.
SYUKUR seorang lulusan PGAAK “BALEWIYATA” berasal dari Suci/Panti. Tetapi
kemudian dipandang penempatannya di Glantangan kurang efektif dan menjadi beban
Pepanthan untuk jaminan hidupnya, disamping dengan kecelakaan yang diderita G.I.
Soedarsono, maka G.I. J.A.Syukur ditarik kembali ke Jember .
Sesuai dengan Surat PPMA No.715/II/1974 tanggal 28 Nopember 1974 G.I. J.A.Syukur
mendapat penawaran menjadi Guru Injil di daerah transmigrasi Luwuk Banggai,
Sulawesi Tenggara. Sehingga ia terpaksa mengakhiri tugasnya di tengah-tengah Jemaat
Jember pada tanggal 20 April 1975.
c. G.I. SUROSO EDY HARSONO
Sedang untuk pelayanan Rambipuji dan sekitarnya dipandang juga perlu mengangkat
seorang Guru Injil.Maka pada tanggal 9 Juli 1973 telah diangkat Sdr. Suroso Edy
Harsono sebagai Guru Injil.Dia pernah menempuh pendidikan I.P.Th. BALEWIYATA
sampai dengan tingkat akhir , hanya tidak ikut ujian karena sesuatu sebab .
Setelah 8 tahun yang bersangkutan menjalani tugas sebagai Guru Injil , oleh Jemaat
Jember telah diusulkan menjadi Pendeta . Melalui prosedur yang berlaku dengan melalui
ujian oleh dosen I.P.Th. BALEWIYATA dia berhasil lulus . Maka dalam Sidang Synode
tanggal 1 Juni 1981 di Purworejo/Kediri dia telah ditahbiskan sebagai Pendeta dan
ditetapkan menjadi Pendeta Jemaat Ranurejo. Tanggal penetapannya : 26 Juli 1981

Pembentukan Kelompok Rukun Warga (KRW).


Sejak tahun 1970 intensifikasi pelayanan juga dilakukan dengan pembentukan Kelompok-
kelompok atau Blok-blok Rukun Warga (KRW) untuk meningkatkan pelayanan kepada warga
GKJW Jember yang khususnya bertempat tinggal di dalam Kota. Awalnya dibentuk 3 KRW
yaitu: Paulus (di Kreyongan), Markus (sekitar gereja Pagah), dan Immanuel. Kemudian
berkembang menjadi 5 KRW, yaitu: Paulus (tetap), Markus dikembangkan jadi Markus (tetap)
dan Andreas, sedangkan Immanuel dipencar jadi KRW Imanuel (tetap) dan Yahya (daerah
Letjen Suprapto dan Letjen Panjaitan). Kemudian sejalan dengan perkembangan warga, dari 5
KRW dikembangkan lagi menjadi 7 KRW, yaitu: Paulus, Markus, Andreas, Immanuel, dan
Yahya dan 2 (dua) KRW baru yakni Lukas dan dan Matius ( keduanya pengembangan dari KRW
Yahya).Selanjutnya 7 KRW berkembang menjadi 11 KRW. Adapun nama-nama kesebelas KRW
tersebut yaitu: Paulus, Markus, Andreas, Immanuel, Yahya, Lukas, Matius, Timotius, Yakobus,
Stefanus, dan......Saat gereja GPIB diperbaiki, untuk sementara waktu ibadah minggu bertempat
di rumah Bp. D. Sianipar (Wisma Anugerah, sekarang Jl. Trunojoyo Gg V).
Warga Jemaat Jember pada saat itu tercatat sebanyak.....KK dilayani oleh......orang
Majelis Jemaat. Pelayan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) sebagai berikut:

Ketua : Pdt. Pinoedjo


Wakil Ketua I :
II :
III :
Sekretaris I :
II :
Bendahara I : Bp. Imam Warsono
II :
Pembantu Umum : Bp.

Pelayanan Kebaktian Anak-anak dan Katekisasi.


Kebaktian Anak-anak juga mendapatkan penanganan yang lebih intensif. Kalau semula
hanya di 2 tempat, maka pada tahun 1981 dilayani di 5 tempat, sedang 1 tempat mempunyai 2
kelas ( besar dan kecil ). Sekali-sekali anak-anak dibawa kebaktian keluar antara lain : di
Rembangan, di Kalisat dan di watu Ulo .
Untuk membekali para pamong, bila diselenggarakan penataran Pamong BKA tidak pernah
absen mengirimkannya , antara lain :
- Tanggal 25-29 Agustus 1969 di Tunjungrejo
- Tanggal 27-30 Maret 1970 di Jember
- Tanggal 24-26 April 1972 di Jember
- Tanggal 30 Agustus – 1 September 1974 di Tulungrejo
Keistimewaan anak-anak BKA Jemaat Jember adalah, mereka memiliki ”pakaian seragam” : biru
muda – biru tua, yang dipakai pertama kali dalam perigatan Natal tahun 1980. Disamping telah
memiliki inventaris 1 perangkat pengeras suara.
Katekisasi hanya dibagi atas 3 kelas : remaja,persiapan sidhi dan anggota baru. Namun
kesulitan yang dihadapi adalah dengan keadaan mereka yang “heterogin” ada sebagian tingkat
lanjutan ada yang tingkat Mahasiswa, sebagian lagi sekolah pagi sebagian lain sekolah siang .
Disamping itu banyaknya pemuda pelajar/Mahasiswa yang masuk ke kota Jember tetapi banyak
diantaranya tidak mau menunjukkan kegiatannya di gereja dan mengikuti kataksasi.

Pelayanan Sakramen
Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah warga Jemaat, sayangnya GKJW Jember
belum memiliki gedung gereja untuk menyelenggarakan kebaktian sendiri. Semakin dirasakan
bahwa penggunaan gedung kebaktian “pinjaman di GPIB” kurang leluasa dan dikejar waktu,
terutama pada saat kebaktian GKJW mendapat giliran yang paling pagi. Hambatan-hambatan ini
mendorong Majelis Jemaat untuk memikirkan “teknik” pelayanannya. Beberapa upaya Majelis
Jemaat untuk mengatasinya yaitu:
 Hasil Rapat Majelis Jemaat tanggal 1 Mei 1971 memutuskan: Pada saat
membabtiskan anak dalam Tanya jawab menurut liturgi, orang tua tidak perlu maju
ke depan. Mereka hanya maju pada saat membabtiskan secara bergilir dan pada saat
berlutut.
 Hasil rapat Majelis Jemaat tanggal 10 Juli 1972 memutuskan dipergunakannyasistim
kartuuntuk meningkatkan kesadaran warga mengikuti Perjamuan Kudus. Selanjutnya
untuk mempercepat/mempersingkat waktu, maka dalam rapat Majelis Jemaat tanggal
22 September 1972 diputuskan menggunakan sloki yang berjalan mulai tanggal 1
Oktober 1972 dan berlaku sampai sekarang. Awalnya pelaksanaan Perjamuan Kudus
dilaksanakan dengan mempersilahkan jemaat yang hadir kebaktian maju ke depan
secara kelompok-kelompok bergantian untuk dilayani di meja di depan mimbar
hingga selesai. Karena memakan waktu lama, akhirnya diubah dengan cara
mengedarkan roti dan anggur dalam sloki ke jemaat di tempat masing-masing seperti
yang berjalan hingga sekarang.

Pelayanan Manten
Keputusan-keputusan yang diambil oleh Majelis Jemaatdalam pelayanan manten antara
lain :
1. Keputusan rapat Majelis Jemaat tanggal 2 Februari 1973 bahwa pelayanan
“persiapan” hanya dilayani di Pastori Jl. Bromo 48 dan tidak melayani permintaan
pelayanan persiapan manten di rumah , dengan alas an pengalaman pendeta yang
mempersiapkan sering terganggu oleh tamu luar yang berdatangan dan terganggu
persiapan penyelenggaraan resepsi.
2. Hanya melayani nikah Gerejani pada hari Minggu di tengah-tengah Kebaktian
Minggu, dengan alasan :
o Bila diselenggarakan tidak pada/dalam Kebaktian Minggu, yang hadir sedikit
sekali hanya terbatas keluarga dekat saja.
o Untuk menghindari kepercayaan “takhayul” , tentang percaya kepada hari baik
dan hari tidak baik , dan sebagainya.

Pelayanan Kematian.
Dengan peningkatan jumlah warga Jemaat, ternyata frekwensi kematian juga menjadi
lebih tinggi .Urusan kematian merupakan problem tersendiri.Karena tidak dapat dianggar.
Kadang- kadang frekwensi tinggi, kadang-kadang rendah atau tidak ada sama sekali. Bila
frekwensi sedang tinggi benar-benar dapat menggoncangkan kas Jemaat .
Sebelum tahun 1962 seksi kematian dipegang oleh Bp. Ismadi yang mengusahakan peti jenazah,
tetapi kemudian terhenti .Selanjutnya diusahakan peti jenazah dari Sala yang dikirim per PJKA
lalu terhenti lagi. Maka pada tanggal 7 Juni 1967 sekali lagi Bp. Ismadi ditunjuk selaku ketua
seksi kematian untuk mencari teman kerja , tetapi tidak dapat berjalan . Sehingga praktis segala
kebutuhan diurusi langsung oleh Majelis Jemaatdan dikeluarkan dari Kas Jemaat. Sehingga
dalam rapat Majelis Jemaat tanggal 30 September 1971 memutuskan hanya menyediakan
bantuan peti jenazah saja . Akhirnya pada tanggal 8 Oktober 1971 terbentuklah seksi Kematian
yang diketuai oleh Bp. Taslim dengan keuangan yang terpisah dari kas Jemaat dan dikeluarkan
buku peraturan. Seksi kematian ini hanya berjalan beberapa bulan saja karena ketuanya pindah,
praktis seksi kematian lumpuh dan kembali lagi diurusi langsung oleh Majelis Jemaat .Sampai
akhirnya seksi kematian diaktifir kembali pada tanggal 10 Maret 1979 yang diketuai oleh Bp.
Eko Harsoyo. Seksi kematian mengusahakan segala keperluan pemakamn jenazah.Juga
dikeluarkan buku peraturan lagi .Untuk menghemat pengeluaran guna peti jenazah dibuat bentuk
sederhana dan praktis mudah di bongkar pasanguntuk memudahkan transportasinya dibuat dari
tripleks ukuran 9 mm.
Gangguan- gangguan yang pernah dialami dalam pelayanan kematian adalah :
 Pada tanggal 30 Oktober 1968 , atas perintah Danramil Rambipuji untuk
membongkar makam anak Sdr. Sukiyatmojo dengan dalih makam yang dipakai
adalah makam Islam.
 Pada tanggal 12 Oktober 1972, anak keluarga Suseco yang meninggal dan
dimakamkan di makam umum Kreyongan, Salibnya telah dirusak oleh penjaga
makam atas perintah mandor dengan alasan masyarakat Kristen sudah disediakn
makam tersendiri.

Pembangunan Gedung Gereja Ke-2 di Tegalbata


Setelah kedatangan Pdt. Pinoedjo, mulai tahun 1971 warga yang sudah “patah hati”
akibat kegagalan pembangunan gedung gereja di Jl. Bromo “dibangkitkan kembali” dengan
ditunjukkannya kenyataan akan kebutuhan Gedung Gereja sendiri, baik melalui khotbah-khotbah
maupun penerangan-penerangan dalam Kebaktian Keluarga.
Kemudian dalam RapatMajelis Jemaat tgl 28 Juli 1972 diputuskan untuk mencari tanah
yang akan ditempati pembangunan gedung gereja. Selanjutnya tgl 22 September 1972 telah
dilaporkan dalam Rapat Majelis Jemaat tentang keberhasilan membeli tanah di Tegalbata seluas
1.880 m2 seharga Rp 240.000,- (Rp 125,-/m2). Lebih lanjut pada tgl 23 Januari 1974 diputuskan
untuk membuat batu merah, namun tidak pernah terlaksana karena adanya berita bahwa tanah
tersebut terkena rencana perluasan Kampus Universitas Jember (UNEJ). Upaya ke-2 untuk
membangun gedung gereja gagal lagi.
Pembangunan Gedung Gereja Ke-3 di Gumuk Kerang Sumbersari (Sekarang Jl.
Karimata)
Sejalan dengan bertambahnya warga GKJW Jember, agar pelaksanaan pelayanan
kebaktian dapat berjalan lebih baik, Majelis Jemaat GKJW Jember melalui Keputusan Rapat
tahun 1976 di Pastori Jl. Bromo 48 (sekarang Jl. Mawar 52-54) telah dibentuk sebuah Panitia
Pembangunan Gedung Gereja lagi meskipun belum mempunyai tanah sendiri. Susunan Panitia
Inti adalah sebagai berikut:

Ketua : Bp. R. Soenatyo (Administratur Perhutani KPH Jember)


Sekretaris I : Bp. Suyono (Staf PT. Perkebunan XXVII Jember)
II : Bp. Hoetomo AK (Staf PT. Perkebunan XXVI Jember)
Bendahara I : Ibu Wiryosasmito
II :

Upaya mendapatkan tanah untuk lokasi pembangunan Gedung Gereja merupakan tugas
awal dari Panitia. Informasi lokasi tanah pertama kali yang diusulkan oleh Bp. Yustin Sianipar
berada di Kebonsari (sekarang Jl. Letjen. Soeprapto Gg Kuburan ?) seluas kurang lebih 800 M2
yang tepatnya masuk gang di Selatan Makam Kristen Kebonsari. Informasi tanah kedua berasal
dariBp. Hadi Soebagyo Soetoyo (Staf PT. Perkebunan XXVII Jember)yang disampaikan kepada
Bp. Suyono selaku Sekretaris I Panitia.Tanah yang diinformasikan tersebut berlokasi di Gumuk
Kerang Sumbersari seluas 1 ha + 100 m2 (dua surat tanah) masih berupa lahan dan Gudang
Pengering Tembakau milik salah satu tetangga Bp. Hadi Soebagyo Soetoyodi Sumbersari
bernama Bp. Kasman. Melalui diskusi yang sangat intens dan diwarnai “silang pendapat” untuk
memilih lokasi calon pembangunan gedung gereja dalam serangkaian Rapat
Panitia,akhirnyadiputuskan untuk memilih tanah yang berlokasi di Gumuk Kerang Sumbersari
untuk calon tempat pembangunan Gedung Gereja. Karena adanya silang pendapat dalam
penentuan lokasi tanah, Bp. Yustin Sianipar sekeluarga mengundurkan diri dari keanggotaannya
selaku warga GKJW pindah ke denominasi lain.
Keputusan pilihan tanah di lokasi Gumuk Kerang Sumbersari tersebut didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1.Tanah yang ditawarkan di Kebonsari masuk gang dan dekat makam seluas kurang
lebih 800 M2 minta dibayar tunai padahal Panitia Pembangunan Belum punya dana,
lagipula keuangan di Kas GKJW Jemaat Jember masih sangat terbatas sehingga tidak
memungkinkan untuk diperbantukan ke Panitia Pembangunan.
2.Tanah yang terletak di Sumbersari cukup luas sekitar 1 ha dan berada di pinggir jalan
utama berkaitan dengan diperolehnya informasi Master Plan Kota Jember ke depan
3. Panitia Pembangunan harus mencari dana sendiri baik untuk pembelian/pengadaan
tanah maupun untuk membangun gedung Gereja.
4.Atas hasil negosiasi antara Bp. Suyono dengan Bp. Kasman selaku Pemilik tanah
dapat disepakati bahwa: (a) Bp. Kasman minta uang muka pembayaran tanah sebesar
Rp 100.000,- dari total harga tanah Rp 7.500.000,-,sisanya dapat dilunasi dalam jangka
waktu paling lama delapan bulan, dan (b) Bp. Kasman tidak keberatan tanah tersebut
untuk pembangunan Gedung Gereja.
5.Tanah tersebut jauh dari rumah penduduk yang ada sehingga dipandang tidak akan
terjadi resolusi-resolusi penolakan.
Akhirnya pembelian tanah dapat terlaksana pada tahun 1977, setelah Panitia atas
persetujuan Majelis Jemaat memutuskan membeli tanah di Gumuk Kerang-Sumbersari seluas +
1 ha dengan pembayaran Uang Muka sebesar Rp 100.000,- oleh Bp. Suyono kepada Bp.
Kasman.. Uang muka tersebut diperoleh Bp. Suyono dari hasil pinjaman pribadi ke Bp. Ir.
Widoyo selaku atasannya di PT. Perkebunan XXVII dengan tanggung jawab pribadi apabila di
kemudian hari ada resiko.Total harga tanah tersebut sebesar Rp 7.500.000,- akan dilunasi dalam
jangka waktu enam bulan sejak penyerahan uang muka.Sebenarnya tanah yang dimiliki bapak
dan ibu Kasman totalnya seluas 1 ha + 100 m2 dengan dua surat tanah masih berupa Petok,
dimana beliau berdua minta tolong kepada bapak Hadi Soebagyo Soetoyo untuk menjualkan
Namun oleh Bapak dan ibu Kasman tanah yang seluas + 100 m2yang letaknya paling Utara di
pinggir sungai kecil diberikan kepada Bp. Hadi Soebagyo Soetoyo sebagai tanda terima kasih.
Patut dicatat bahwaBp. Hadi Soebagyo Soetoyo tidak mau menerima “hadiah” tersebut, dan
beliau menyerahkannya kepada Panitia Pembangunan untuk diikut sertakan dalam
pengkavlingan.
Sebagai usaha pelunasan pembayaran tanah, Majelis Jemaat menyetujui rencana Panitia
untuk mengkavling tanah tersebut untuk dijual prioritas ke warga atau non warga yang bersedia
mendukung dibangunnya gedung Gereja.Tata letak kavlingan yang akan dijual termasuk jalan
dan rencana kavling bagian tengah yang disisihkan untuk Bangunan Gedung Gereja seluas
kurang lebih 3.000 m2 dibuat oleh Bp. Suyono dan Ir. Hani Soewanto (Staf PT. Perkebunan
XXVII Jember) sebagai warga muslim yang bersedia membeli dua kavling bagian depan paling
Selatan dan memberikan dukungan tidak keberatan atas dibangunnya gedung Gereja.Gambar tata
letak kavling tanah tersebut dibuat/digambar di atas kertas milimeter paper agar mendekati skala
dan luas yang sebenarnya (sayangnya dokumen aslinya hilang ?). Setelah digambar dan diukur,
maka kavling tanah yang akan dijual sebanyak 20 kavling (?) yang terbagi di sisi kiri dan kanan
“kavling untuk bangunan gedung gereja”. Dalam gambar tersebut termasuk jalan di dalam
kavling dan jalan keliling di muka serta bagian belakang yang berbatasan dengan gumuk dengan
lebar jalan 4 m. Hal itu dimaksudkan agar kelak kemudian hari kavling-kavling yang dijual
tersebut menjadi kompleks keluarga-keluarga kristen di sekitar gereja untuk menghindari
kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ternyata hasil penjualan kavling sudah
melebihi Rp 7.500.000,-, sehingga praktis tanah seluas kurang lebih 3.000 m 2 untuk lokasi
gedung gereja tidak mengeluarkan uang sedikitpun. Bahkan dari hasil penjualan kavling setelah
untuk pelunasan tanah kepada Bp. Kasman, ternyata masih lebih sekitar Rp 800.000,- dapat
digunakan untuk memulai kegiatan pembangunan gedung gereja termasuk untuk pembuatan batu
merah dan pembelian material bangunan lainnya.
Rancang bangun gedung gereja dan penanggung jawab teknis bangunan diserahkan
kepada Bp Ir. Poedjoko, Bp. Daliman, dan Bp. Hadi Waluyo dari Proyek Irigasi Daerah
(PROSIDA) dan Dinas Pekerjaan Umum. Tahun 1978 Panitia Pembangunan mengalami
pergantian Sekretaris karena Sekretaris I Bp. Suyono tugas Balajar ke Malang dan berlanjut
ditugaskan ke Jerman Barat oleh PTP XXVII pada tahun 1980. Selanjutnya Panitia
Pembangunanmengurus surat permohonan Ijin Pembangunan Gedung Gereja sesuai prosedur
yang berlaku. Selama pengurusan ijin, ternyata banyak dijumpai hambatan-hambatan dan
resolusi yang masuk selain hierarchie yang berliku-liku, sehingga baru setahun kemudian Ijin
Pembangunan diperoleh. Namun masih ada saran dari bapak Sekwilda agar gedung gereja
dibangun setelah di atas kavlingan telah didirikan perumahan, sehingga sebagian pemilik kavling
dengan “ terpaksa “ membangun rumah di sekitar kavling calon bangunan gedung gereja. Surat
Ijin Pembangunan Gedung Gereja ditanda tangani oleh Bupati Abdulhadi menjelang akhir
tugasnya selaku Bupati KDH tingkat II Kabupaten Jember No. 95 tahun 1978 tertanggal 23
Desember 1978 yang ditindak lanjuti Surat Sekwilda t No.: Sek/125/1979 tgl 25-1-1979.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung dilaksanakan tgl 23 Maret 1979. Benar-benar
merupakan “ hadiah Natal “ bagi Jemaat Jember. Selanjutnya pengurusan surat-surat ke PUD
seperti Surat Rooi No. 467/Rooi/1979 dengan nomor kwitansi pembayaran 601/1979 dan Ijin
Bangunan No. Bang/I/B/221/G/1979 tanggal 21 Pebruari 1979.

Adapun dana untuk pembangunan gedung gereja diperoleh dari:


a.Kesanggupan/penjatahan warga Jemaat
b.Persembahan Unduh-unduh, lelang, undian barang dan persembahan amplop
c.Sumbangan khusus warga (istimewa/mirunggan) berbentuk uang dan material
d.Penjualan tanah Tegalbata sebesar Rp 6.200.000,-
e.Sumbangan ibu Masduki Rp 630.000,- berupa uang logam yang diambil ke Tuban tepat
Hari Raya Idulfitri tahun 1980
f.Sumbangan dari PT. Gudang Garam Rp 500.000,-
g.Sumbangan dari Pemerintah Daerah Rp 300.000,- dibayarkan dua kali.
h.Sumbangan dari simpatisan dari Jakarta, a.l. Bp. Widodo Budidarmo
i.Gerakan Rp 10.000,-/keluarga untuk penyelesaian plafon dan lantai
j.Sisa hasil penjualan kavling
k.Sumbangan-sumbangan lain yang tidak disebutkan disini.
Untuk mempercepat pembangunan dan meringankan biaya, dilakukan kerja bakti warga
seperti membuat semen merah, mengusung tanah dan lain sebagainya.Gedung gereja yang
dibangun berukuran: 35 x 13 x 14,5 m yang berkapasitas 750 orang. Penampakan awal setelah
Gedung Gereja berhasil didirikan pada tahun 1982 (?) dapat dilihat dalam gambar berikut ini
berdampingan dengan rumah Bp. R. Soenatyo (sekarang rumah Bp. Agung C. Kuncoro SH).

Penampakan Awal Gedung Gereja di Karimata Tahun 1982

Sebelum menempati Gedung Gereja sendiri dalam penyelenggaraan kebaktian Minggu,


yang dimulai pada tahun 1982 yang peresmiannya ditandai dengan penanda tanganan prasati
oleh Pdt.Pinoedjo, hingga akhir tahun 1977 penyelenggaraan kebaktian GKJW Jemaat Jember
masih “numpang” di Gereja GPIB di Jl. Moh. Serudji, sedangkan Pastori/Kapanditan masih
berada di Jl. Bromo 48 (sekarang Jl. Mawar 52-54) yang menempati tanah PJKA berdasarkan
sewa.

Peran Serta KGJW Jember dalam Pendirian Sekolah Kristen CAHAYA


Secara lembaga, pada dasarnya GKJW tidak secara langsung menangani masalah
pendidikan atau pendirian sekolah Kristen. Namun pendeta baku dan beberapa pribadi warga
GKJW Jember justru besar peran sertanya. Taman Kanak-kanak Kristen CAHAYA didirikan
pada tahun 1977 dan menempati rumah ibu Ismadi di Jl. Khairil Anwar Gg. VII yang salah satu
pengurusnya adalah ibu Dr. Maryani Widoyo. Atas usaha pengurus, TK Kristen CAHAYA
dipindah ke Jl. Untung Suropati N0. 130 setelah Pengurus berhasil membeli tanah di lokasi
tersebut, sehingga memungkinkan untuk pendirian SD secara bertahap sampai kelas VI.Akhirnya
Yayasan Kristen Dorkas didirikan dengan Akte Notaris No. 3 tgl 29 Maret 1971 yang beberapa
Pengurus Inti Yayasan Dorkas merupakan pribadi warga GKJW Jember seperti Pdt. Pinoedjo,
Ibu Maryani Widoyo, dan Bp. Suyono. Atas usaha pengurus Yayasan, akhirnya dapat dibeli
tanah di lokasi baru di Jl. Khairil Anwar di depan ARMED dan mendirikan gedung baru 5 lokal
pada tahun 1979. Usaha dana untuk pembelian tanah dan pembangunan gedung baru tersebut
tidak dapat lepas dari usaha pembelian dan penjualan kayu bakar dalam jumlah besar untuk
pembakaran gamping di Puger atas bantuan Bp. R. Soenatyo yang pada saat itu menjabat sebagai
Kepala Perhutani KPH Jember. Pada Tahun Ajaran 1981/1982 TK dan SD Kristen CAHAYA
telah dapat menempati gedung baru dan mendirikan SMP. Pada masa itu SD Kristen CAHAYA
cukup terkenal di Jember sewaktu jabatan Kepala Sekolahnya dipegang oleh Ibu Kusnadi yang
juga warga GKJW Jember.

Peran Serta KGJW Jember dalam Musyawarah Antar Gereja (MAG)


Bapak Pdt. Pinoedjo baik secara lembaga maupun pribadi juga aktif berperan serta
dalam pendirian MAG di Kabupaten Jember dan beberapa warga GKJW Jember juga terlibat
aktif dalam pengurus MAG seperti Bp. R. Hadi Wahyono, Bp. Adi Suryanto, dan Bp. Suyono
terlebih dalam aktivitas Yayasan ARIMATEA untuk urusan tanah makam dan pemakaman
warga Kristen-Katholik di Jember. Bapak Pdt. Pinoedjo tercatat sebagai pendeta yang paling
lama yang menunggui Jemaat Jember hingga kepindahannya ke Jemaat Simomulyo Surabaya
pada tanggal tahun 1986.

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. KAWAHJA (1986-1993)

Setelah ditinggalkan oleh Pdt. Pinoedjo ke Simomulyo Surabaya, Jemaat Jember


menerima kedatangan Pdt. Kawahja dari Jemaat.........., yang selanjutnya menunggui dan
melayani Jemaat Jember hingga tahun 1993. Beliau masih menempati Pastori di Jl. Mawar 52-54
karena pembangunan Pastori di belakang gedung gereja Jl. Karimata 27 belum selesai.
Pdt. Kawahja (1986-1993)

Beberapa hal yang perlu dicatat selama Pdt. Kawahja berada di Jemaat Jember, tertera
dalam uraian singkat berikut ini.

Pelayanan Warga dalam Kota (KRW)


Jumlah KRW pada masa pelayanan Pdt. Kawahya.......yakni dengan total warga
sebanyak......KK. Pepantan yang ada yaitu: Balung, Rambipuji, Suci, Mayang, dan Sidomulyo
ditambah Kelompok Marenco di Jumerto. Warga dalam kota dan di Pepanthan dilayani
oleh.......anggota Majelis Jemaat. Pelayan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) sebagai berikut:

Ketua : Pdt. Kawahya


Wakil Ketua I : Bp. Suyono
II :
III :
Sekretaris I :
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :

Atas Surat Keputusan PHMA, tgl....Pdt. Kawahja alih tugas ke Jemaat Gadang Malang.

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. HARRY POERWANTOKO STh.


(1993-1998)
Setelah kepindahan Pdt. Kawahja ke Jemaat Gadang Malang, Jemaat Jemnber
menerima pendeta baru yaitu Pdt. Harry Poerwantoko STh. pindahan dari Jemaat Jatiroto.
Pdt. Harry Poerwantoko STh. (1993-1998)

Beliau sudah dapat menempati Pastori di belakang gedung gereja di Jl. Karimata.
Jumlah warga saat itu sebanyak .....KK terkelompok dalam 11 KRW dan 4 Pepanthan. Nama-
nama KRW tersebut tetap seperti periode pelayanan pendeta sebelumnya.
Warga Jemaat Jember sebanyak itu dilayani oleh......orang Majelis Jemaat, sedangkan Pelayan
Harian Majelis Jemaat (PHMJ) sebagai berikut:
Ketua : Pdt. Harry Poerwantoko STh.
Wakil Ketua I : Bp. Suyono
II :
III :
Sekretaris I :
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :

Peristiwa yang perlu dicatat selama periode pelayanan Pdt. Harry Poerwantoko STh.
Yaitu terjadinya “ silang pendapat dan ketidak akuran “ sebagian besar anggota PHMJ dengan
pendeta baku. Rapat-rapat PHMJ berlangsung terus hanya dihadiri oleh sekitar 2 orang
anggotanya. Puncak dari kondisi tersebut yaitu didemisionernya PHMJ oleh Majelis Jemaat
dalam Sidang MJ tgl.... 1997. Kejadian tersebut terjadi secara spontan dengan keputusan Pdt.
Harry Poerwantoko STh untuk sementara waktu tidak melayani Jemaat Jember dalam kebaktian
hingga “ kekisruhan “ dapat terselesaikan. Selanjutnya dalam Sidang Majelis Jemaat saat itu juga
menunjuk Bp. Suyono sebagai Pelaksana Tugas Harian agar pelayanan warga dapat berlangsung
sambil mengupayakan jalan keluarnya. Batas waktu Pelaksana Tugas Harian paling lama 30 hari.
Langkah awal Pelaksana Tugas yaitu Bp. Suyono bersama dengan Bp. Sihono SP menghadap
PHMA untuk berkonsultasi dan mendapatkan upaya penyelesaiannya, karena kejadian di Jemaat
Jember tersebut baru pertama kali terjadi di GKJW. Kedua utusan Jemaat Jember tersebut
diterima oleh Pdt. Sih Pinardi STh. sebagai Wakil Ketua PHMA dan beberapa anggota PHMA.
Setelah memaparkan kondisi yang terjadi di Jemaat Jember, PHMA menyarankan agar jalan
keluarnya diupayakan sendiri di internal Jemaat. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan dua
orang pendeta emiritus yaitu Pdt. Pinoedjo (yang saat itu sudah emiritus dari Jemaat Simomulyo
Surabaya dan pulang ke Jember) dan Pdt. Soekari Soewito (Purna tugas pendeta AD dengan
pangkat terakhir Mayor) persoalan “ kisruh “ di Jemaat Jember dapat terselesaikan. Kedua
pendeta emiritus tersebut mendampingi proses penyelesaian “kekisruhan”, dan setelah antara
pendeta dan seluruh anggota Majelis Jemaat saling memafkan, maka PHMJ dan Jemaat Jember
kembali normal kembali. Tahun 1998 Pdt. Harry Poerwantoko STh. dipindahkan ke Jemaat
Waru Sidoarjo.

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. IMAN SANTOSO PURO STh. (1998-
2007)

Sepeninggal Pdt. Harry Poerwantoko pindah ke Jemaat Waru Sidoarjo, pada tahun
1998, Jemaat Jember mendapat pendeta baku yaitu Pdt. Iman Santoso Puro STh. asal Jemaat
Mojokerto. Beberapa bulan di awal Pdt. Iman Santoso Puro berada di Jemaat Jember tinggal
sendirian di Pastori Jl. Karimata sementara menunggu boyong keluarga dari Mojokerto.

Pdt. Iman Santoso Puro STh. (1998-2007)

Pelayanan Warga dan Pemencaran serta Pergantian Nama KRW


Sampai dengan Daur Majelis Jemaat 2001-2004 dalam periode pelayanan Pdt. Iman
Santoso Puro STh., jumlah dan nama-nama 11 KRW masih tetap seperti sebelumnya. Kemudian
pada Periode Daur Majelis Jemaat 2004-2007, atas Keputusan Sidang Majelis Jemaat maka 11
KRW tersebut dipencar menjadi 15 KRW dan diganti dengan nama baru. Namun atas kemauan
warga sendiri, 2 KRW tetap mempertahankan nama seperti semula, yakni Andreas dan
Immanuel untuk tetap “menghormati” penamaan KRW oleh para pendahulu. Nama-nama 15
KRW tersebut sebagai berikut: (1) Matius menjadi MARTA, (2) .....menjadi MARIA, (3)
....menjadi FILIPUS, (4)......menjadi NATANAEL, (5).......menjadi YUSUP, (6).......menjadi
LIDIA, (7).......menjadi NIKOLAUS, (8)....menjadi KORNELIUS, (9).....menjadi TOMAS,
(10)......menjadi ELISABETH, (11)......menjadi MARTHA, (12).....menjadi SILAS,
(13)......menjadi TITUS, (14) Immanuel tetap IMMANUEL, dan (15) Andreas tetap
ANDREAS.Total warga Jemaat Jember.....KK. Susunan Pelayan Harian Majelis Jemaat (PHMJ)
Daur 2004-2007:

Ketua : Pdt. Iman Santoso Puro STh.


Wakil Ketua I : Bp.
II : Bp
III :
Sekretaris I : Bp.
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :

Kemudian susunan PHMJ pada daur 2007-2009

Ketua : Pdt. Iman Santoso Puro STh.


Wakil Ketua I : Bp. Suyono
II : Bp.
III :
Sekretaris I : Bp. Setyo Martono
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :
Untuk memudahkan pelayanan warga, selama daur ini telah dilakukan “Pemetaan Domisili
Warga setiap “ secara semi manual menggunakan Fisio 2000 yang inputnya berasal dari apara
Ketua KRW berupa “Denah Manual”, yang hasilnya ditempel pada papan dalam ruang
Konsistori.

Pengumpulan Dana untuk Persiapan Emiritus Pendeta


Majelis Jemaat telah memutuskan untuk pengumpulan dana dari seluruh warga untuk
antisipasi masa pensiun pendeta dengan “target” senilai Rp 60.000.000,- yang akan diserahkan
nantinya sebagai ungkapan cinta kasih Jemaat atas pelayanannya pada saat memasuki usia
emiritus.
Namun sebelum kepindahan beliau menjadi Ketua PHMA di Malang, sebagian dana yang sudah
terkumpul, yaitu senilai Rp 28.000.000,- telah dibelikan tanah di BELAKANG Perumahan
Pondok Bambu (sekarang Jl. Casablanka) Kebonsari sekuas +200 m2 untuk nantinya dibangun
rumah pribadi setelah beliau emiritus dan kembali berdomisili di Jemaat Jember.

Penambahan Asset Jemaat dan Renovasi Gedung Gereja.


Dalam periode pelayanan Pdt. Iman Santoso Puro STh.Jemaat Jember memperoleh
penambahan asset baru berupa persembahan 2 kavling tanah dari NN seluas + 400 m2 yang yang
terletak di belakang rumah Bp. Agung Cahyo Kuncoro. Lahan tersebut kemudian dibangun
untuk lahan parkir dan rumah Koster yang sekarang ditempati oleh Sdr. T. Solehudin. Total
anggaran untuk pembangunan sebesar Rp 119.000.000,- yang sebagian besar berasal dari
persembahan/kesanggupan “non reguler” dari warga.
Selain itu Majelis Jemaat juga telah memutuskan pembentukan Panitia Renovasi
Gedung Gereja di Jl. Karimata, khususnya untuk penggantian pintu dan jendela. Susunan Panitia
sebagai berikut:
Ketua : Bp. Soetarto
Wakil Ketua : Bp.
Sekretaris I : Bp.
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :
Anggaran yang semula disetujui sebesar + Rp 18.000.000,- membengkak menjadi lebih dari Rp
40.000.000,- dan penyelesaiannya lebih dari 2 tahun setelah PHMJ turun tangan ikut dalam
proses renovasi. Penampakan jendela-jendela masih tetap hingga sekarang, sedangkan pintu-
pintunya saat ini sudah diganti dengan “sliding doors”.

JEMAAT JEMBERPERIODE PELAYANAN Pdt. MURYO DJAYADI (2007-2009)

Sepeninggal Pdt. Iman Santoso Puro STh. menjadi Ketua PHMA GKJW di Malang,
maka Jemaat Jember “komplang”, sehingga untuk pelayanan di Jember ditetapkan Pdt. Muryo
Djayadi selaku pendeta baku Jemaat Bondowoso bertugas sebagai Pendeta Konsulen di Jemaat
Jember.

Pdt. Muryo Djayadi (2007-2009)

JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. HUTOMO SURYO WIDODO STh.


(2009-2016)

Tanggal......2009 Pdt Hutomo Suryo Widodo STh. Pindah dari Jemaat Banyuwangi dan melayani
Jemaat Jember.
Pelayanan Warga

Dalam periode ini telah diadakan SENSUS WARGA dan pembaharuan peta domisili
warga. Hasil sensus yaitu, sampai dengan akhir tahun 2014 Jemaat Jember memiliki.......... KK
dengan total warga..........orang dengan rincian sebagai berikut ini.
Warga di dalam kota.....KK dengan jumlah total.......orang, Panthan Rambipuji.....KK dengan
jumlah warga........orang........................................
Pemetaan Domisili Warga dilaksanakan oleh 2 orang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Jember bimbingan Bp. Suyono menggunakan GPS dengan didampingi oleh para Ketua KRW,
sehingga lebih presisi untuk memperbaiiki peta sebelumnya.Hasilnyaberupa Peta Domisili
Warga Baru yang telah dibukukan dan juga telah diberikan ke para Ketua KRW.

Pdt. Hutomo Suryo Widodo STh. (2009-2016)

Ketua : Pdt. Hutomo Suryo Widodo STh.


Wakil Ketua I : Bp. Suyono
II : Bp. Budi Utoro
III : Bp. Murbo Triyoso
Sekretaris I : Bp. Setyo Martono
II : Ibu Erna Pramono
Bendahara I : Bp. Kodrat
II : Bp. Maryanta
Pembantu Umum : Bp. Hadi Sutrisno, Bp. G.G. Endro, dan Bp. Agus Suryo (yang
menjelang akhir daur mengikuti Program Pendeta Angkatan di IPTH. Balewiyata Malang).

Penambahan Asset Jemaat dan Renovasi Gedung Gereja.


Tahun 2014-1015 gedung gereja telah menerima persembahan dari keluarga Bp. Adi
Nugroho yaitu berupa renovasi gedung gereja terutama penampakan di bagian depan dan
mimbar, yang dapat dilihat sekarang ini.
Majelis Jemaat juga sudah menyetujui realisasi “master plan” pengembangan fasilitas di
kompleks gedung gereja Jl. Karimata terutama Pembangunan Bale Pamitran dan Tempat
Kebaktian Anak dan Remaja yang telah direncanakan di periode pelayanan Pdt. Iman Santoso
Puro STh. Selain itu Panitia Pembangunan juga menangani renovasi Gedung Gereja di Jl. Mawar
52-54. Adapun susunan Panitia Pembangunan sebagai berikut ini.
Ketua : Bp. Soemarno
Wakil Ketua : Bp. Budi Utoro
Sekretaris I : Bp.
II :
Bendahara I : Bp. Gaguk Setyo Kuncoro
II :
Pembantu Umum : Bp. Adi Prayitno, Bp. Adi Nugroho, dan Bp. Suroso
Anggaran yang telah disetujui sebesar Rp.............................. yang sebagian besar diperoleh dari
“tabungan” yang disisihkan dari kas Jemaat selama beberapa tahun. Realisasinya adalah
bangunan bertingkat dua yang nyambung dengan Bale Pamitran dan menghabiskan biaya
Rp...........
Penambahan asset jemaat berikutnya yaitu pembelian tanah eks kavling GKJW dari
keluarga alm Bp. Kasmono yang terletak di Selatan rumah Bp. Agung Cahyo Kuncoro seluas
360 m2 dengan harga Rp 361.000.000,-. Uang tersebut berupa “pinjaman” dari “tabungan” yang
disisihkan dari kas Jemaat untuk pembangunan fasilitas gedung gereja sesuai master plan. Hal itu
diputuskan secara cepat dalam Rapat PHMJ yang kemudian disetujui oleh Majelis Jemaat
mengingat lokasi yang sangat strategis dan kekuwatiran di beli pihak lain yang mungkin dapat
“kurang baik” terhadap eksistensi gedung gereja. Rencananya tanah tersebut akan dibangun
untuk Pastori karena Pastori yang sudah ada akan dimanfaatkan keperluan Kantor dan mungkin
semacam “guest house” untuk Vikar atau tamu Jemaat. Sementara ini tanah tersebut digunakan
untuk fasilitas parkir kendaraan dan telah dipagar.
Dalam Sidang Majelis Jemaat bulan Oktober 2015 menjelang dauran, telah memutuskan
untuk memasang AC di dalam gedung gereja baik di Jl. Karimata maupun di Jl. Mawar termasuk
penambahan daya listrik. Realisasinya dilaksanakan oleh Majelis Jemaat yang baru di tahun
2016.

Akhir tahun 2016 Pdt. Hutomo Suryo Widodo boyong ke Jemaat Sitiarjo berdasarkan
Keputusan Sidang Majelis Agung tangga...........

REFERENSI

1. Anonim 1981. TUHAN MEMANGGIL GKJW UNTUK TUMBUH DAN BERKARYA:


Cuplikan Sejarah Jemaat-Jemaat GKJW Se Majelis Daerah Besuki. Seksi Pendataan
Sejarah Jemaat Panitia H.U.T. Ke-50 GKJW M.D. Besuki, 116 hal.
2. R. Hadi Wahyono. 2000. Sekilas Tentang Sejarah GREJA KRISTEN JAWI WETAN.
Panitia HUT Ke-69 Greja Kristen Jawi Wetan Jemaat Jember, 11 hal.
3. Nara Sumber/Pelaku (Bp. Pdt. Pinoedjo, Bp. Hadi Soebagyo Soetoyo, Ibu Wiryo Sasmito,
Bp. Imam Warsono, Bp. Budi Utoro................................)

Anda mungkin juga menyukai