Pada akhir tahun 1958 sampai dengan awal tahun 1959 diperoleh informasi tentang
kemungkinan Jemaat Jember memanggil seorang Pendeta dari Jemaat Tempursari . Untuk
persiapan kedatangannya, dimulailah pengumpulan dana dan rencana pembangunan pastori .
Tetapi pembangunan pastori mengalami kegagalan . Akhirnya ditempuh jalan mengadakan
perjanjian sewa rumah keluarga Bp. Munasim Sukowiryo selama 5 tahun .
Bp. Pdt. Dwidjosumarmo Insamodra tiba di Jember tanggal 16 pebruari 1959 dan ditetapkan
selaku Pendeta Jemaat Jember pada tanggal 1 Maret 1959 . Kalau pada tahun 1959 Majelis
Jemaat mengahadapi kedatangan Bp.Pdt Dwidjosumarmo Insamondra telah merencanakan
membangun Pastori,tetapi gagal, sehingga dikontrakkan,yang perjanjian sewanya dilakukan
tanggal 20 Agustus 1959 sampai dengan tanggal 1 Maret 1964 .
Pelayanan Pemuda
Kegiatan pemuda di era pelayanan Pdt. Srisanto STh terwadahi dalam organisasi
PERSATUAN PEMUDA KRISTEN INDONESIA (PPKI) untuk selanjutnya berintegrasi
kedalam GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI), dimana mereka
yang berada didalam wadah ini selain berfungsi juga sebagai Pemuda Gereja yang membantu
segala kegiatan Gereja , juga bercita-cita dalam bidang oikumene dengan pemuda-pemuda
Gereja lainnya dengan cara mengadakan kebaktian-kebaktian bersama dan sebagainya .
Disamping itu sebagai organisasi massa bertindak keluar berhubungan dengan ormas-ormas
pemuda yang lain, denganPemerintah dan bergerak dalam bidang Politik.
Situasi Politik Negara dengan pengkotak-kotakan secara langsung atau tidak langsung warga
jemaat termasuk para pemudanya juga ikut terkotak-kotak.Ada yang aktif dalam GAMKI, ada
yang aktif dalam PEMUDA MARHAENIS dan sebagainya. Ada kalanya kedua wadah itu dapat
dipersatukan , sebagai contoh mereka mengadakan gerakan bersama ,GAMKI,Pemuda Katholik
dan Pemuda Marhaenis dengan peringatan Natal bersama dan pertandingan persahabatan pada
malam Natal tahun 1963 dan malam Tahun Baru 1964 mereka berkeliling Kota dengan
menyanyikan “ MALAM KUDUS “.
Tetapi dalam situasi panas, dengan telah berdirinya JEMAAT KRISTEN MARHAENIS (
Sulindo tanggal 2 April 1966 ). Disusul panitia Hari Natal Warga Marhaenis Jember tahun 1966
telah mendapat protes dari GAMKI cabang Jember dalam suratnya tanggal 9 Desember 1966
telah membuat ketegangan, yang akhirnya dapat dipertemukan dan kedua belah pihak membuat
pernyataan bersama pada tanggal 23 Desember 1966.
Ketegangan-ketegangan semacam ini sangat dirasakan sekitar tahun 1965 dan 1966. Oleh
karena itu untuk jangan sampai terjadi perpecahan didalam tubuh Jemaat khususnya para
pemudanya karena adanya perbedaan “idiologi”, maka pada tanggal 17 Februari 1966 para
pemuda GKJW Jember memutuskan membentuk wadah “PEMUDA GEREJA GKJW” sebagai
organisasi “Intra Gerejani” dengan melepaskan semua idiologinya. Pernyataan telah dikeluarkan
pada tanggal 20 Februsri 1966 kepada Pengurus Klasis Besuki agar dalam Sidangnya membahas
masalah kepemudaan dan agar apa yang telah dirintis oleh “PEMUDA GEREJA GKJW” Jember
juga dibentuk di semua Jemaat dan mempunyai heirarchie vertical. Sampai pada akhirnya Sidang
Majelis Agung memutuskan terbentuknya KOMISI PEMUDA.
Pada dasarnya para pemuda adalah merupakan harapan dan kader Gereja. Tetapi dalam
kegiatannya selalu mengalami pasang surut .Selanjutnya didalam Majelis Jemaat dibentuk
KOORDINATOR KOMIS PEMUDA yang menangani dan membina/mengarahkan para pemuda
ini . Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain : Paduan Suara, Olah Raga, Kebaktian
Pemuda ,Penelaahan Alkitab dan membantu segala kegiatan Gereja misalnya dalam Undhuh-
undhuh,Perigatan Natal,dalam menerima tamu Jemaat dan persidangan-persidangan,juga selalu
tidak absendidalam penataran/”camping” yang diselenggarakan oleh Majelis Daerah yang
berjalan sejak tahun 1969.
Pelayanan Wanita
Untuk PELAYANAN WANITA keadaannya hampir serupa. Kalau sebelum tahun 1971
ibu-ibu giat dalam PWKI, tetapi setelah Pemilu 1971 dimana suami-suami mereka praktis
menjadi anggota Golkar/Korpri maka praktis PWKI mati dan keluar dari keanggotaan BKOW
Jember. Maka melalui persidangan Synode juga telah dibentuk KOMISI WANITA . Kegiatan
Komisi Wanita antara lain : arisan,paduan suara dan membantu segala kegiatan Gereja yang ada
sangkut paut dengan masak-memasak dan sebagainya . Meskipun PWKI berusaha untuk
di”bangunkan” kembali, namun banyak ibu-ibu yang takut dengan melihat pengalaman
“intimidasi” yang dirasakan sekitar Pemilu tahun 1971.
Warga Jemaat Jember pada saat itu tercatat sebanyak.....KK dilayani oleh......orang
Majelis Jemaat. Pelayan Harian Majelis Jemaat sebagai berikut:
Sesuai dengan keputusan Sidang Majelis Agung tanggal 22 – 27 Februari 1969 bahwa
Bp. Pdt. Srisanto ditugaskan menjadi dosen di PPAG Malang . Rapat majelis Jemaat Jember
tanggal 10 Nopember 1969 dapat menerima kepindahan itu . Sebagai pengganti adalah Bp. Pdt.
Pinoedjo dari Jemaat Lumajang .Perpisahan dengan Bp. Pdt. Srisanto dan perkenalan dengan
Pdt. Pinoedjo diselenggarakan tanggal 28 Nopember 1969.Bapak Pdt. Srisanto STh boyong ke
Malang dengan diantar beberapa orang saudara pada tanggal 6 Desember 1969.
Pendeta Pinoedjo datang dengan rombongan pengantarnya dari Jemaat Lumajang pada
tanggal 6 Januari 1970 .Sedang penetapannya dilakukan oleh Bp. Pdt. Ardi Suyatno pada tanggal
11 Januari 1970.Fasilitas rumah dinas pendeta (Pastori) untuk Pdt. Pinoedjo berada di Jl. Bromo
48 (sekarang Jl. Mawar 52-54) di atas tanah milik PJKA berdasarkan perjanjian sewa, sedangkan
penyelenggaraan kebaktian masih “numpang” di gedung gereja GPIB. Selama tugas
pelayanannya Bp. Pdt. Pinoedjo pernah mengalami sakit keras dan perlu opname di RS PTP
XXVII mulai tanggal 23 Juli s/d 16 September 1970.
Periode pelayanan Pdt. Pinoedjo secara menyeluruh memang agak berbeda dengan pada
saat pelayanan Pdt. Srisanto.Nampak sekali perkembangan Jemaat dengan babtisan-babtisan
baru dan tumbuhnya Pepanthan baru pada periode pelayanan Pdt. Srisanto karena didukung oleh
situasi yang menguntungkan . Namun intensifikasi pelayanan nampak pada periode pelayanan
Pdt. Pinoedjo, selain “me-recovery rasa frustasi” warga Jemaat akibat kegagalan pembangunan
Gedung Gereja ke-1 untuk menyelenggarakan Kebaktian sendiri .
Pdt. Pinudjo (1970-1986)
Mengingat kesibukan Bp. Pdt. Pinoedjo dengan macam-macam jabatan gerejani, maka mulai 1
Maret 1981 telah diperbantukan Bp. Pdt. Tyas Rudito Joar, Sm.Th. mutasi dari pepanthan
Situbondo.
Pelayanan Sakramen
Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah warga Jemaat, sayangnya GKJW Jember
belum memiliki gedung gereja untuk menyelenggarakan kebaktian sendiri. Semakin dirasakan
bahwa penggunaan gedung kebaktian “pinjaman di GPIB” kurang leluasa dan dikejar waktu,
terutama pada saat kebaktian GKJW mendapat giliran yang paling pagi. Hambatan-hambatan ini
mendorong Majelis Jemaat untuk memikirkan “teknik” pelayanannya. Beberapa upaya Majelis
Jemaat untuk mengatasinya yaitu:
Hasil Rapat Majelis Jemaat tanggal 1 Mei 1971 memutuskan: Pada saat
membabtiskan anak dalam Tanya jawab menurut liturgi, orang tua tidak perlu maju
ke depan. Mereka hanya maju pada saat membabtiskan secara bergilir dan pada saat
berlutut.
Hasil rapat Majelis Jemaat tanggal 10 Juli 1972 memutuskan dipergunakannyasistim
kartuuntuk meningkatkan kesadaran warga mengikuti Perjamuan Kudus. Selanjutnya
untuk mempercepat/mempersingkat waktu, maka dalam rapat Majelis Jemaat tanggal
22 September 1972 diputuskan menggunakan sloki yang berjalan mulai tanggal 1
Oktober 1972 dan berlaku sampai sekarang. Awalnya pelaksanaan Perjamuan Kudus
dilaksanakan dengan mempersilahkan jemaat yang hadir kebaktian maju ke depan
secara kelompok-kelompok bergantian untuk dilayani di meja di depan mimbar
hingga selesai. Karena memakan waktu lama, akhirnya diubah dengan cara
mengedarkan roti dan anggur dalam sloki ke jemaat di tempat masing-masing seperti
yang berjalan hingga sekarang.
Pelayanan Manten
Keputusan-keputusan yang diambil oleh Majelis Jemaatdalam pelayanan manten antara
lain :
1. Keputusan rapat Majelis Jemaat tanggal 2 Februari 1973 bahwa pelayanan
“persiapan” hanya dilayani di Pastori Jl. Bromo 48 dan tidak melayani permintaan
pelayanan persiapan manten di rumah , dengan alas an pengalaman pendeta yang
mempersiapkan sering terganggu oleh tamu luar yang berdatangan dan terganggu
persiapan penyelenggaraan resepsi.
2. Hanya melayani nikah Gerejani pada hari Minggu di tengah-tengah Kebaktian
Minggu, dengan alasan :
o Bila diselenggarakan tidak pada/dalam Kebaktian Minggu, yang hadir sedikit
sekali hanya terbatas keluarga dekat saja.
o Untuk menghindari kepercayaan “takhayul” , tentang percaya kepada hari baik
dan hari tidak baik , dan sebagainya.
Pelayanan Kematian.
Dengan peningkatan jumlah warga Jemaat, ternyata frekwensi kematian juga menjadi
lebih tinggi .Urusan kematian merupakan problem tersendiri.Karena tidak dapat dianggar.
Kadang- kadang frekwensi tinggi, kadang-kadang rendah atau tidak ada sama sekali. Bila
frekwensi sedang tinggi benar-benar dapat menggoncangkan kas Jemaat .
Sebelum tahun 1962 seksi kematian dipegang oleh Bp. Ismadi yang mengusahakan peti jenazah,
tetapi kemudian terhenti .Selanjutnya diusahakan peti jenazah dari Sala yang dikirim per PJKA
lalu terhenti lagi. Maka pada tanggal 7 Juni 1967 sekali lagi Bp. Ismadi ditunjuk selaku ketua
seksi kematian untuk mencari teman kerja , tetapi tidak dapat berjalan . Sehingga praktis segala
kebutuhan diurusi langsung oleh Majelis Jemaatdan dikeluarkan dari Kas Jemaat. Sehingga
dalam rapat Majelis Jemaat tanggal 30 September 1971 memutuskan hanya menyediakan
bantuan peti jenazah saja . Akhirnya pada tanggal 8 Oktober 1971 terbentuklah seksi Kematian
yang diketuai oleh Bp. Taslim dengan keuangan yang terpisah dari kas Jemaat dan dikeluarkan
buku peraturan. Seksi kematian ini hanya berjalan beberapa bulan saja karena ketuanya pindah,
praktis seksi kematian lumpuh dan kembali lagi diurusi langsung oleh Majelis Jemaat .Sampai
akhirnya seksi kematian diaktifir kembali pada tanggal 10 Maret 1979 yang diketuai oleh Bp.
Eko Harsoyo. Seksi kematian mengusahakan segala keperluan pemakamn jenazah.Juga
dikeluarkan buku peraturan lagi .Untuk menghemat pengeluaran guna peti jenazah dibuat bentuk
sederhana dan praktis mudah di bongkar pasanguntuk memudahkan transportasinya dibuat dari
tripleks ukuran 9 mm.
Gangguan- gangguan yang pernah dialami dalam pelayanan kematian adalah :
Pada tanggal 30 Oktober 1968 , atas perintah Danramil Rambipuji untuk
membongkar makam anak Sdr. Sukiyatmojo dengan dalih makam yang dipakai
adalah makam Islam.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, anak keluarga Suseco yang meninggal dan
dimakamkan di makam umum Kreyongan, Salibnya telah dirusak oleh penjaga
makam atas perintah mandor dengan alasan masyarakat Kristen sudah disediakn
makam tersendiri.
Upaya mendapatkan tanah untuk lokasi pembangunan Gedung Gereja merupakan tugas
awal dari Panitia. Informasi lokasi tanah pertama kali yang diusulkan oleh Bp. Yustin Sianipar
berada di Kebonsari (sekarang Jl. Letjen. Soeprapto Gg Kuburan ?) seluas kurang lebih 800 M2
yang tepatnya masuk gang di Selatan Makam Kristen Kebonsari. Informasi tanah kedua berasal
dariBp. Hadi Soebagyo Soetoyo (Staf PT. Perkebunan XXVII Jember)yang disampaikan kepada
Bp. Suyono selaku Sekretaris I Panitia.Tanah yang diinformasikan tersebut berlokasi di Gumuk
Kerang Sumbersari seluas 1 ha + 100 m2 (dua surat tanah) masih berupa lahan dan Gudang
Pengering Tembakau milik salah satu tetangga Bp. Hadi Soebagyo Soetoyodi Sumbersari
bernama Bp. Kasman. Melalui diskusi yang sangat intens dan diwarnai “silang pendapat” untuk
memilih lokasi calon pembangunan gedung gereja dalam serangkaian Rapat
Panitia,akhirnyadiputuskan untuk memilih tanah yang berlokasi di Gumuk Kerang Sumbersari
untuk calon tempat pembangunan Gedung Gereja. Karena adanya silang pendapat dalam
penentuan lokasi tanah, Bp. Yustin Sianipar sekeluarga mengundurkan diri dari keanggotaannya
selaku warga GKJW pindah ke denominasi lain.
Keputusan pilihan tanah di lokasi Gumuk Kerang Sumbersari tersebut didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1.Tanah yang ditawarkan di Kebonsari masuk gang dan dekat makam seluas kurang
lebih 800 M2 minta dibayar tunai padahal Panitia Pembangunan Belum punya dana,
lagipula keuangan di Kas GKJW Jemaat Jember masih sangat terbatas sehingga tidak
memungkinkan untuk diperbantukan ke Panitia Pembangunan.
2.Tanah yang terletak di Sumbersari cukup luas sekitar 1 ha dan berada di pinggir jalan
utama berkaitan dengan diperolehnya informasi Master Plan Kota Jember ke depan
3. Panitia Pembangunan harus mencari dana sendiri baik untuk pembelian/pengadaan
tanah maupun untuk membangun gedung Gereja.
4.Atas hasil negosiasi antara Bp. Suyono dengan Bp. Kasman selaku Pemilik tanah
dapat disepakati bahwa: (a) Bp. Kasman minta uang muka pembayaran tanah sebesar
Rp 100.000,- dari total harga tanah Rp 7.500.000,-,sisanya dapat dilunasi dalam jangka
waktu paling lama delapan bulan, dan (b) Bp. Kasman tidak keberatan tanah tersebut
untuk pembangunan Gedung Gereja.
5.Tanah tersebut jauh dari rumah penduduk yang ada sehingga dipandang tidak akan
terjadi resolusi-resolusi penolakan.
Akhirnya pembelian tanah dapat terlaksana pada tahun 1977, setelah Panitia atas
persetujuan Majelis Jemaat memutuskan membeli tanah di Gumuk Kerang-Sumbersari seluas +
1 ha dengan pembayaran Uang Muka sebesar Rp 100.000,- oleh Bp. Suyono kepada Bp.
Kasman.. Uang muka tersebut diperoleh Bp. Suyono dari hasil pinjaman pribadi ke Bp. Ir.
Widoyo selaku atasannya di PT. Perkebunan XXVII dengan tanggung jawab pribadi apabila di
kemudian hari ada resiko.Total harga tanah tersebut sebesar Rp 7.500.000,- akan dilunasi dalam
jangka waktu enam bulan sejak penyerahan uang muka.Sebenarnya tanah yang dimiliki bapak
dan ibu Kasman totalnya seluas 1 ha + 100 m2 dengan dua surat tanah masih berupa Petok,
dimana beliau berdua minta tolong kepada bapak Hadi Soebagyo Soetoyo untuk menjualkan
Namun oleh Bapak dan ibu Kasman tanah yang seluas + 100 m2yang letaknya paling Utara di
pinggir sungai kecil diberikan kepada Bp. Hadi Soebagyo Soetoyo sebagai tanda terima kasih.
Patut dicatat bahwaBp. Hadi Soebagyo Soetoyo tidak mau menerima “hadiah” tersebut, dan
beliau menyerahkannya kepada Panitia Pembangunan untuk diikut sertakan dalam
pengkavlingan.
Sebagai usaha pelunasan pembayaran tanah, Majelis Jemaat menyetujui rencana Panitia
untuk mengkavling tanah tersebut untuk dijual prioritas ke warga atau non warga yang bersedia
mendukung dibangunnya gedung Gereja.Tata letak kavlingan yang akan dijual termasuk jalan
dan rencana kavling bagian tengah yang disisihkan untuk Bangunan Gedung Gereja seluas
kurang lebih 3.000 m2 dibuat oleh Bp. Suyono dan Ir. Hani Soewanto (Staf PT. Perkebunan
XXVII Jember) sebagai warga muslim yang bersedia membeli dua kavling bagian depan paling
Selatan dan memberikan dukungan tidak keberatan atas dibangunnya gedung Gereja.Gambar tata
letak kavling tanah tersebut dibuat/digambar di atas kertas milimeter paper agar mendekati skala
dan luas yang sebenarnya (sayangnya dokumen aslinya hilang ?). Setelah digambar dan diukur,
maka kavling tanah yang akan dijual sebanyak 20 kavling (?) yang terbagi di sisi kiri dan kanan
“kavling untuk bangunan gedung gereja”. Dalam gambar tersebut termasuk jalan di dalam
kavling dan jalan keliling di muka serta bagian belakang yang berbatasan dengan gumuk dengan
lebar jalan 4 m. Hal itu dimaksudkan agar kelak kemudian hari kavling-kavling yang dijual
tersebut menjadi kompleks keluarga-keluarga kristen di sekitar gereja untuk menghindari
kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ternyata hasil penjualan kavling sudah
melebihi Rp 7.500.000,-, sehingga praktis tanah seluas kurang lebih 3.000 m 2 untuk lokasi
gedung gereja tidak mengeluarkan uang sedikitpun. Bahkan dari hasil penjualan kavling setelah
untuk pelunasan tanah kepada Bp. Kasman, ternyata masih lebih sekitar Rp 800.000,- dapat
digunakan untuk memulai kegiatan pembangunan gedung gereja termasuk untuk pembuatan batu
merah dan pembelian material bangunan lainnya.
Rancang bangun gedung gereja dan penanggung jawab teknis bangunan diserahkan
kepada Bp Ir. Poedjoko, Bp. Daliman, dan Bp. Hadi Waluyo dari Proyek Irigasi Daerah
(PROSIDA) dan Dinas Pekerjaan Umum. Tahun 1978 Panitia Pembangunan mengalami
pergantian Sekretaris karena Sekretaris I Bp. Suyono tugas Balajar ke Malang dan berlanjut
ditugaskan ke Jerman Barat oleh PTP XXVII pada tahun 1980. Selanjutnya Panitia
Pembangunanmengurus surat permohonan Ijin Pembangunan Gedung Gereja sesuai prosedur
yang berlaku. Selama pengurusan ijin, ternyata banyak dijumpai hambatan-hambatan dan
resolusi yang masuk selain hierarchie yang berliku-liku, sehingga baru setahun kemudian Ijin
Pembangunan diperoleh. Namun masih ada saran dari bapak Sekwilda agar gedung gereja
dibangun setelah di atas kavlingan telah didirikan perumahan, sehingga sebagian pemilik kavling
dengan “ terpaksa “ membangun rumah di sekitar kavling calon bangunan gedung gereja. Surat
Ijin Pembangunan Gedung Gereja ditanda tangani oleh Bupati Abdulhadi menjelang akhir
tugasnya selaku Bupati KDH tingkat II Kabupaten Jember No. 95 tahun 1978 tertanggal 23
Desember 1978 yang ditindak lanjuti Surat Sekwilda t No.: Sek/125/1979 tgl 25-1-1979.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung dilaksanakan tgl 23 Maret 1979. Benar-benar
merupakan “ hadiah Natal “ bagi Jemaat Jember. Selanjutnya pengurusan surat-surat ke PUD
seperti Surat Rooi No. 467/Rooi/1979 dengan nomor kwitansi pembayaran 601/1979 dan Ijin
Bangunan No. Bang/I/B/221/G/1979 tanggal 21 Pebruari 1979.
Beberapa hal yang perlu dicatat selama Pdt. Kawahja berada di Jemaat Jember, tertera
dalam uraian singkat berikut ini.
Atas Surat Keputusan PHMA, tgl....Pdt. Kawahja alih tugas ke Jemaat Gadang Malang.
Beliau sudah dapat menempati Pastori di belakang gedung gereja di Jl. Karimata.
Jumlah warga saat itu sebanyak .....KK terkelompok dalam 11 KRW dan 4 Pepanthan. Nama-
nama KRW tersebut tetap seperti periode pelayanan pendeta sebelumnya.
Warga Jemaat Jember sebanyak itu dilayani oleh......orang Majelis Jemaat, sedangkan Pelayan
Harian Majelis Jemaat (PHMJ) sebagai berikut:
Ketua : Pdt. Harry Poerwantoko STh.
Wakil Ketua I : Bp. Suyono
II :
III :
Sekretaris I :
II :
Bendahara I :
II :
Pembantu Umum :
Peristiwa yang perlu dicatat selama periode pelayanan Pdt. Harry Poerwantoko STh.
Yaitu terjadinya “ silang pendapat dan ketidak akuran “ sebagian besar anggota PHMJ dengan
pendeta baku. Rapat-rapat PHMJ berlangsung terus hanya dihadiri oleh sekitar 2 orang
anggotanya. Puncak dari kondisi tersebut yaitu didemisionernya PHMJ oleh Majelis Jemaat
dalam Sidang MJ tgl.... 1997. Kejadian tersebut terjadi secara spontan dengan keputusan Pdt.
Harry Poerwantoko STh untuk sementara waktu tidak melayani Jemaat Jember dalam kebaktian
hingga “ kekisruhan “ dapat terselesaikan. Selanjutnya dalam Sidang Majelis Jemaat saat itu juga
menunjuk Bp. Suyono sebagai Pelaksana Tugas Harian agar pelayanan warga dapat berlangsung
sambil mengupayakan jalan keluarnya. Batas waktu Pelaksana Tugas Harian paling lama 30 hari.
Langkah awal Pelaksana Tugas yaitu Bp. Suyono bersama dengan Bp. Sihono SP menghadap
PHMA untuk berkonsultasi dan mendapatkan upaya penyelesaiannya, karena kejadian di Jemaat
Jember tersebut baru pertama kali terjadi di GKJW. Kedua utusan Jemaat Jember tersebut
diterima oleh Pdt. Sih Pinardi STh. sebagai Wakil Ketua PHMA dan beberapa anggota PHMA.
Setelah memaparkan kondisi yang terjadi di Jemaat Jember, PHMA menyarankan agar jalan
keluarnya diupayakan sendiri di internal Jemaat. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan dua
orang pendeta emiritus yaitu Pdt. Pinoedjo (yang saat itu sudah emiritus dari Jemaat Simomulyo
Surabaya dan pulang ke Jember) dan Pdt. Soekari Soewito (Purna tugas pendeta AD dengan
pangkat terakhir Mayor) persoalan “ kisruh “ di Jemaat Jember dapat terselesaikan. Kedua
pendeta emiritus tersebut mendampingi proses penyelesaian “kekisruhan”, dan setelah antara
pendeta dan seluruh anggota Majelis Jemaat saling memafkan, maka PHMJ dan Jemaat Jember
kembali normal kembali. Tahun 1998 Pdt. Harry Poerwantoko STh. dipindahkan ke Jemaat
Waru Sidoarjo.
JEMAAT JEMBER PERIODE PELAYANAN Pdt. IMAN SANTOSO PURO STh. (1998-
2007)
Sepeninggal Pdt. Harry Poerwantoko pindah ke Jemaat Waru Sidoarjo, pada tahun
1998, Jemaat Jember mendapat pendeta baku yaitu Pdt. Iman Santoso Puro STh. asal Jemaat
Mojokerto. Beberapa bulan di awal Pdt. Iman Santoso Puro berada di Jemaat Jember tinggal
sendirian di Pastori Jl. Karimata sementara menunggu boyong keluarga dari Mojokerto.
Sepeninggal Pdt. Iman Santoso Puro STh. menjadi Ketua PHMA GKJW di Malang,
maka Jemaat Jember “komplang”, sehingga untuk pelayanan di Jember ditetapkan Pdt. Muryo
Djayadi selaku pendeta baku Jemaat Bondowoso bertugas sebagai Pendeta Konsulen di Jemaat
Jember.
Tanggal......2009 Pdt Hutomo Suryo Widodo STh. Pindah dari Jemaat Banyuwangi dan melayani
Jemaat Jember.
Pelayanan Warga
Dalam periode ini telah diadakan SENSUS WARGA dan pembaharuan peta domisili
warga. Hasil sensus yaitu, sampai dengan akhir tahun 2014 Jemaat Jember memiliki.......... KK
dengan total warga..........orang dengan rincian sebagai berikut ini.
Warga di dalam kota.....KK dengan jumlah total.......orang, Panthan Rambipuji.....KK dengan
jumlah warga........orang........................................
Pemetaan Domisili Warga dilaksanakan oleh 2 orang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Jember bimbingan Bp. Suyono menggunakan GPS dengan didampingi oleh para Ketua KRW,
sehingga lebih presisi untuk memperbaiiki peta sebelumnya.Hasilnyaberupa Peta Domisili
Warga Baru yang telah dibukukan dan juga telah diberikan ke para Ketua KRW.
Akhir tahun 2016 Pdt. Hutomo Suryo Widodo boyong ke Jemaat Sitiarjo berdasarkan
Keputusan Sidang Majelis Agung tangga...........
REFERENSI