Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu dari sekian

banyakLow Back Pain akibat proses degeneratif yang ditemukan di

masyarakat. Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. Laki-laki dan

wanita memilikiresiko yang sama dalam mengalami HNP, dengan awitan

paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling

umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di bawah 45

tahun.Nyeri pinggang yang diderita pasien usia kurang dari 55 atau 60 tahun

adalah disebabkan oleh HNP, sedangkan yang berusia lebih tua nyeri pinggang

disebabkan oleh osteoporosis, fraktur kompresi, dan fraktur patologis1.

HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5-

S1 dan L4-L5, sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3-L4.Pasien HNP

lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan

aktivitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga

pada saat batuk, bersin dan mengejan. Biasanya nyeri belakang punggung oleh

karena HNP akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu1,2.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana

bantalan yang berada diatara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus

pulposus mengalami kompresi di bagian posterior atau lateral, kompresi

tersebut menyebabkan nucleus pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan

melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan

iritasi dan penekanan radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri

yang menjalar3. Berikut ini adalah sifat nyeri dari HNP adalah:

1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu

sampai beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf

skiatik.

2. Sifat nyeri khan dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat

dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai

bawah.

3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan

pinggang saat batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka

waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristiraho berbaring.

4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan

kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang

terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5S1 (garis antara dua krista iliaka)

diteka

Gambar 1.Gambaran herniasi pada nukleus pulposus

(sumber: UMM, 2009)

B. Etiologi dan Predisposisi

Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari

anulus fibrosus. Dalam keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari

letak nukleus yang terkandung di dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada

nukleus, terjadi kompresi pada jaras syaraf yang berdekatan dengan tempat

terjadinya herniasi sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan rasa nyeri

yang bisa disebut skiatika, apabila semakin parah dapat terjadi disfungsi

sistem saraf 4.
Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat

dirubah dan yang tidak dapat dirubah yaitu:

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :

1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi

2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita

3. Riawayat cedera atau trauma pada punggung

Faktor risiko yang dapat dirubah :

1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau

menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar

pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang

konstan seperti supir.

2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,

latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.

3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan

diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.

4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat

menyebabkan strain pada punggung bawah.


Gambar 2. Gambar proses terjadinya herniasi

(sumber: medscape)

C. Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :

1. Aliran darah ke discus berkurang

2. Beban berat

3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit

Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan

nukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang

berada di canalis vertebralis menekan radiks. Bangunan peka nyeri mengandung

reseptor nosiseptif (nyeri) yang diberikan rangsang oleh berbagai stimulus lokal

(mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran

berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme

nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga

proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme

otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat

berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator

inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.

Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,

penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari

nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang

serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena

pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada


kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion

Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya rangsang mekanik

panas yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal 4,5,6.

D. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah

berat apabila duduk, membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat

meningkatkan tekanan dari intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai

timbulnya keluhan, bagaimana mulai timbulnya keluhan, lokasi nyeri, sifat

nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik,

faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma

sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu

juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya

nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle

anestesi7.

b. Pemeriksaan Fisik

1. Posisi berdiri:

a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas,

gibus, skoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar, atau


hiperlordosis), pelvis yang miring tulang panggul kanan

dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.

c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.

d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa

dingin).

e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial,

nyeri pada sendi sakroiliaka, dan lain-lain.

f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

2. Posisi duduk:

a. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

3. Posisi berbaring :

a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap

berbaringnya.

b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.

c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.

4. Pemeriksaan neurologik,

a. Pemeriksaan sensorik

b. Pemeriksaan motorik dicari apakah ada kelemahan,

atrofi atau fasikulasi otot

c. Pemeriksaan tendon

d. Pemeriksaan yang sering dilakukan

1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes

laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes

Nafzigger, tes Valsava)

3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick

4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi


8
.

Gambar 3.Pemeriksaan patrik dan laseque

(sumber: meddic.jp)

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya infeksi.

2. Skrining rheumatologi.

3. Tes neuroendokrin

4. Elektromiografi (EMG)

5. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)

6. Magnetic resonance imaging (MRI)


8
.

d. Pemeriksaan Gold standard

Untuk pemeriksaan terbaik adalah dengan

menggunakan Magnetic resonance imaging karena dengan

pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis terjadinya

kompresi pada tulang belakang8.

Gambar 4.Gambaran MRI HNP

(Sumber: Medscape)

E. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

OAINS dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan

oleh pasien. OAINS yang dapat dipilih adalah bergantung pada dosis

yang akan digunakan dan harga yang akan diberikan. Apabila nyeri

dirasakan sangat menyiksa, dapat diberikan analgesic narkotik untuk


mengurangi rasa nyeri dengan cepat. Contoh obat anti inflamasi non

steroid yang dapat diberikan adalah:

1. Calecoxib

2. Ibuprofen

3. Naproxen

4. Ketoprofen

Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi

bedah. Terapi bedah yang dapat dilakukan apabila terjadi herniasi

diskus intravertebralis adalah microdiscectomy dan laminotomy

b. non-medikamentosa

Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang

berbeda yaitu:

1. Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian

penanganan awal seperti pemberian analgetik, anti inflamasi,

dan terapi fisik.

2. Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari

biokimia dan deficit jaringan ikat . Dapat pula dimulai latihan

fisik ringan untuk memperkuat otot.

3. Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk

mencegah agar rasa nyeri kembali menyerang


8,9
F. Prognosis

1. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi

konservatif.

2. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah

diterapi.

3. Pada pasin yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai,

kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.


III. KESIMPULAN

1. HNP merupakan salah satu bagian dari Low Back Pain.

2. Herniasi pada diskus intervertebralis dapat menyababkan iritasi pada

jaring syaraf yang menibulkan sensai nyeri diskogenik.

3. MRI merupakan Gold Standard dari diagnosis HNP

4. Penatalaksanaan dari HNP adalah dengan OAINS, terapi bedah dan terapi

rehabilitasi.
IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Strayer, Andrea. 2005. Lumbar Spine: Common Pathology and

Interventions. Medscape. Available at

http://www.medscape.com/viewarticle/512033

2. Kevin. 2011. Hernia Nucleus Pulposus (Sarafterjepit). Available at

http://Klinik Ortopedi Singapura.htm. diakses tanggal 25 November 2011.

3. Benjamin C. 2011.Herniated Disk.University of Maryland Medical Center.

Available at http://www.umm.edu/imagepages/9700.html

4. Sahrakar, Kamran. 2011. Lumbar Disc Disease. Medscape Reference.

Available at http://emedicine.medscape.com/article/249113-

overview#a0112

5. Foster Mark. 2012. Herniated Nucleus Pulposus. Medscape Reference.

Available at http://emedicine.medscape.com/article/1263961-

overview#aw2aab6b3

6. Ratihastarida. 2009. Hernia NukleusPulposus. Available at http://

patofisiologi-hernia-nucleus-pulposus.html.diaksestanggal 25 November

2011.

7. Langran, Mike. 2006. Spinal Injuries. Available at http://www.ski-

injury.com/spinal1.htm.diaksestanggal 25 November 2011.

8. Maliawan S. 2009. Diagnosis dan tatalaksana HNP lumbal. Dalam :

Mahadewa TGB. Maliawan S.Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat

daruratan tulang belakang. Jakarta. Sagung Seto.:p;62-87,156-88.


9. Partono M. 2009.MengenalNyeripinggang.available at

http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm.diakses tanggal

25 November 2011.

Anda mungkin juga menyukai