Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU

PADA PEDAGANG PAKAIAN BEKAS DI PASAR TPO TANJUNGBALAI

Oleh

Rita Ahda
160101116

A. Latar Belakang

Dampak buruk polusi udara bagi kesehatan tidak dapat dibantah lagi, baik polusi udara

diruangan (indoor air pollution) maupun yang di luar ruangan (Outdoor air pollution). Polusi

udara di luar ruangan biasanya terjadi karena asap dari industri-industri tertentu dan juga asap

kendaraan bermotor, sementara polusi udara di dalam ruangan terjadi karena asap rokok,

gangguan sirkulasi udara dan asap yang terjadi di dapur-dapur tradisional ketika memasak

(Ariestianita, 2013).

Udara merupakan komponen lingkungan yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup

manusia. Energi yang diperlukan manusia untuk melaksanakan semua aktifitas, diperoleh dari

pembakaran zat makanan dengan menggunakan oksigen. Oksigen tersebut diperoleh dari udara

ambient melalui pernafasan, dengan demikian pengambilan udara oleh tubuh dilakukan secara

terus menerus. Setiap hari, jumlah udara yang keluar masuk saluran pernafasan sekitar 10 m3 per

orang. Hal ini berarti, organ pernafasan terpapar secara terus-menerus oleh partikel-partikel yang

terdapat dalam udara, termasuk partikel berbahaya yang mengganggu kesehatan. Kualitas udara

sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, terutama terhadap alat pernafasan (Wilson,

199 dalam Khumaidah, 2009).

Menurut Wardhana (1995) dalam Mulia (2005), dalam kaitannya dengan masalah

pencemaran lingkungan udara, maka partikel dapat berupa keadaan dust/debu, yaitu suatu

pencemar udara bebentuk aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di

1
udara karena adanya hembusan angin. Keberadaan cemaran udara (debu) tersebut dalam

atmosfer dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia yang terpapar.

Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas akibat debu dapat

disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat

kimiawi, serta lama paparan. Di samping itu, faktor individual yang meliputi mekanisme

pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas serta faktor imunologis. Penilaian paparan

pada manusia perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan, jenis pabrik, lamanya paparan,

paparan dari sumber lain. Pola aktivitas sehari-hari dan faktor penyerta yang potensial seperti

umur, jenis kelamin, etnis, kebiasaan merokok dan faktor allergen (Epler, 1997 dalam

Khumaidah, 2009).

Di seluruh dunia, polusi udara terkait Partikulat Meter (PM) menyebabkan kematian

penyakit kardiopulmonal (3%), kanker bronkus, kanker trakea serta kanker paru-paru (5%) dan

kematian anak akibat infeksi pernapasan akut (1%). Secara keseluruhan diperkirakan 800.000

orang mengalami kematian dini dan sekitar 6.4 juta orang mengalami kehilangan harapan hidup.

Di Indonesia data Susenas tahun 2006 melaporkan bahwa batuk (49.92%) dan pilek (48.93%)

merupakan keluhan utama penyakit gangguan saluran pernapasan. Data Depkes RI melaporkan

gambaran pola penyakit terbanyak pada instalasi rawat jalan adalah penyakit infeksi saluran

pernapasan bagian atas akut berjumlah 1.117.179 pasien atau 7.05%. Penyebab kejadian ISPA

dan penyakit gangguan saluran pernapasan lain adalah kualitas udara di dalam rumah dan di luar

rumah yang rendah secara biologis, fisik dan kimia (Zainudin , 2010).

Gangguan fungsi paru ini dapat di uji dengan menggunakan alat spirometri, nilai yang

digunakan untuk mendeteksi gangguan tersebut yaitu ditandai dengan penurunan nilai Kapasitas

Vital Paksa (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) (Ikhsan, 2002).

2
Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga.

Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen

dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum.

Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga

(Arthur, 1997 dalam Nurjazuli, dkk, 2010).

Hasil penelitian Khumaidah (2009) pada pekerja mebel di Desa Suwawal Kecamatan

Mlonggo Kabupaten Jepara menunjukkan ada hubungan antara tingkat paparan debu

perseorangan dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square

diperoleh p value = 0,000 nilai X2 = 14,068 dan nilai Odd Ratio = 21,857 (95% CI = 3,971-

120,310).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, lama

kerja, kebiasaan merokok, paparan debu, kebiasaan olahraga dengan gangguan fungsi paru.

C. Kerangka Konsep

Umur

Jenis Kelamin

Masa kerja

Kebiasaan Merokok Gangguan Fungsi


Paru
Paparan debu

Kebiasaan olahraga

3
D. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan menggunakan rancangan Cross

Sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah merupakan penelitian dimana peneliti

mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang terjadi pada obyek

penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian dilaksanakan di

Pasar TPO Tanjungbalai dan populasinya adalah 200 pedagang pakaian bekas yang ada di Pasar

TPO Tanjungbalai. Data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-Square.

4
CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYOR
UMAR DAMANIK KOTA TANJUNG BALAI

Oleh

Rita Ahda
160101116

A. Latar Belakang

Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan,

sebagai salah satu upaya efektif untuk menurunkan angka kematian anak yang merupakan salah

satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs). Goal ke 4 MDGs menurunkan angka

kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990 dan 2015, indikatornya adalah persentase

anak dibawah 1 tahun yang diimunisasi campak. Imunisasi campak diambil sebagai indikator

karena merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada anak setelah mendapat semua jenis

imunisasi dasar lainnya seperti HBO, BCG, DPT, Polio, Campak (Hidayat, 2014).

Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan

yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama

pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Dengan melakukan imunisasi

terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut

tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang

meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Kejadian campak sangat berkaitan dengan

keberhasilan program imunisasi campak. Program Imunisasi nasional di Indonesia dimulai pada

tahun 1977, pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization

(UCI) (Ranuh dkk, 2011).

Penyakit campak masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dalam upaya

menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya

5
antara lain dengan program reduksi campak. Dalam rangka percepatan reduksi campak, maka

dilakukan pemberian imunisasi campak dosis tambahan pada kelompok usia yang beresiko tinggi

secara lebih luas berupa pelaksanaan crash program campak pada anak usia 6 59 bulan

(Harlina, 2007 dalam Rahmad, 2013).

Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di seluruh

dunia yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia

akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima

tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27 kematian terjadi

setiap jamnya (WHO, 2007). Kematian campak yang meliputi seluruh dunia pada tahun 2007

adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana 177.000 kematian

terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian campak terjadi di

negara-negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah (WHO, 2008).

Cakupan tiap provinsi diantaranya Sulawesi Tenggara (86,0%), Kalimantan Tengah

(86,2%), Sulawesi Selatan (88,8%), Aceh (89,2%), Jawa Tengah (90,1%), Bengkulu (90,9%),

Gorontalo (91,1%), Banten (91,3%), Sumatera Selatan (93,3%), Jambi (93,9%), Kepulauan

Bangka Belitung (94,0%), DI Yogyakarta (95,5%), Lampung (98,7%), Jawa Barat (102,1%),

Nusa Tenggara Barat (107,4%). Dengan demikian 15 provinsi (45,5%) telah memenuhi target

Renstra tahun 2012 yaitu sebesar 85% (Kemenkes RI, 2012).

Pengetahuan imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu yang baru saja melahirkan

bayinya. Semua orangtua atau pengasuh harus mengikuti saran petugas kesehatan terlatih tentang

kapan harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

Penelitian Ismet (2013) mengenai analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan

imunisasi dasar lengkap pada balita di Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten

6
Bone Bolango, diperoleh pengetahuan ibu, sikap ibu, dukungan keluarga dan pelayanan petugas

kesehatan berhubungan secara bermakna terhadap imunisasi dasar lengkap.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan,

sikap, dukungan keluarga dan jarak pelayanan kesehatan dengan cakupan imunisasi

C. Kerangka Konsep

Pendidikan

Pengetahuan

Sikap Cakupan Imunisasi


Campak
Jarak Pelayanan
Kesehatan

Dukungan Keluarga

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan menggunakan rancangan Cross

Sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah merupakan penelitian dimana peneliti

mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang terjadi pada obyek

penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian dilaksanakan di

wilayah kerja Puskesmas Mayor Umar Damanik Kota Tanjungbalai dan populasinya adalah

orangtua yang memiliki anak berusia maksimal 9 tahun. Data dianalisis menggunakan uji

statistik Chi-Square.

Anda mungkin juga menyukai