Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum memproduksi suatu produk, perusahaan terlebih dulu
merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan. Ketika menjalankan usaha
maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis titik
impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang
dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan
penjualan dengan harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang
diinginkan. Hal tersebut dikarenakan biaya produksi sangat berpengaruh terhadap
harga jual dan begitu pula sebaliknya, sehingga dengan penentuan titik impas
tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga yang pada penjualan. Analisis
break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya dalam analisis laporan
keuangan.
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam
suatu bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan
merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam
mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah,
maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak
manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit
dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan
demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai
tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat
mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi
(cost of goods sold)

1
Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh
kegiatan unsur tersebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha
mengendalikan ketiga hal tersebut. Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh
barang yang diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan,
diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak
manajemen dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang
paling minimum. Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan
ke tingkat yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual.
Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-
unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-
konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan
tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu
dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus
menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan
tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan produksi harus di
dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud dari impas
adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang
dikeluarkan ( TR = TC ).

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis Titik Impas


Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik brang
maupun jasa, perusahaan terkadang perlu terlebih dulu merencanakan berapa
besar laba yang ingin diperoleh. Artinya dalam hal ini besar laba merupakan
prioritas yang harus dicapai perusahaan, disamping hal-hal lainnya. Agar
perolehan labih mudah ditentukan, salah satu caranya adalah perusahaan harus
mengetahui terlebih dulu berapa titik impasnya. Artinya perusahaan beroperaso
pada jumlah produksi atau penjualan tertentu sehingga perusahaan tidak
mengalami kerugian ataupun keuntungan.
Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau dikenal dengan nama
analisis Break even point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang
sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan. Analisis titik impas
sering disebut analisis perencanaan laba (profit planning). Analisis ini biasanya
lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin mengeluarkan suatu produk baru.
Artinya dalam memproduksi produk baru tentu berkaitan dengan maslah biaya
yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau
jasa yang akan diproduksi atau dijual kekonsumen. Analisis BEP digunakan untuk
mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau
perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama
dengan nol. Melalui titik BEP, kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan (penjualan
atau produksi). Oleh karena itu, analisis ini juga sering disebut dengan nama cost
profit volume analysis.
Analisis BEP juga memberikan pedoman tentang berapa jumlah produk
minimal, yang harus diproduksi atau dijual. Tujuannya adalah agar perusahaan
mampu memperoleh keuntungan yang maksimal. Artinya dengan memproduksi

3
sejumlah barang dengan kapasitas produksi yang dimilikinya, perusahaan akan
tahu batas minimal yang harus dijual dan keuntungan maksimal yang diperoleh
apabila diproduksi secara penuh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti
analisis BEP adalah suatu keadaan di mana perusahaan beroperasi dalam kondisi
tidak memperoleh pendapatan (laba) dan tidak pula menderita kerugian. Artinya
dalam kondisi ini jumlah pendapatan yang diterima sama dengan jumlah biaya
yang dikeluarkan agar memperoleh keuntungan, baik dalam volume penjualan
dalam unit maupun rupiah.

2.2 Asumsi analisis titik impas


Analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan -
volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut Cost - Profit -
Volume analysis (C.P.V. analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa
break-even merupakan profit-planning approach yang mendasarkan path
hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka
tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah
break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya
variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas
akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan
besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada
perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per
unitnya adalah tetap sama.

4
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-
ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih
dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-
masing produk atau sales mix-nya adalah tetap konstan.

2.3 Laba-Rugi Berdasarkan Metode Pembiayaan Variabel


Laba-Rugi disajikan berdasarkan atas metode pembiayaan penuh (full
costing), tanpa memisahkan biaya variabel dan biaya tetap. Sementara itu laporan
laba rugi pada laporan ini didasarkan atas metode pembiayaan variabel yang
memisahkan biaya menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Bentuk ringkas
Laporan laba-rugi berdasarkan metode pembiayaan variabel adalah sebagai
berikut:

2.4 Rumus kuantitas dan penjualan titik impas


Perhatikan kembali laporan laba rugi metode pembiayaan variabel.
Kondisi titik impas terjadi saat hubungan antara biaya dan penjualan
menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax/
EBIT) sama dengan nol.

5
2.4.1 Rumus Kuantitas titik impas
Rumus ini merupakan persamaan dasar yang menunjukan hubungan antara
penjualan, biaya (biaya variabel dan biaya tetap), dan laba sebelum bunga daan
pajak (EBIT). Jika EBIT = 0 (kondisi titik impas), jadi :

S (VC + FC ) = EBIT

S = penjualan
VC = biaya variabel
FC = biaya tetap
EBIT = laba sebelum bunga dan pajak

Persamaan di atas, sekarang menjadi :


S (VC + FC ) = 0

S VC = FC

p. Q v. Q = FC

P = harga jual per unit


V = biaya variabel perunit
Q = kuantitas (unit) terjual

Dengan demikian , rumus kuantitas titik impas (BEP) adalah :


BEP =
()

6
2.4.2 Rumus penjualan titik impas
Rumus kuantitas titik impas di modifikasi menjadi :

(1 ) =

.
(1 ) =
.

Dengan demikian rumus penjualan titik impas adalah :


SBEP =

(1 )


(1 ) = rasio marjin kontribusi

2.4.3 Gambar titik impas


Hubungan penjualan, biaya (biaya variabel dan biaya tetap) dan laba (laba
sebelum bunga dan pajak) disajikan dalam gambar berikut

Gambar 2.4.3
Gambar Titik Impas

7
2.5 Titik Impas Kas
Di dalam biaya tetap (FC), ada sejumlah beban yang sebenarnya tidak
merupakan pengeluaran kas. Salah satu beban yang dimaksud adalah beban
penyusutan. Oleh karena itu , jika hendak menghitung titik impas kas, baik untuk
kuantitas maupun penjualan, beban penyusutan dan beban nonkas yang lain harus
dikeluarkan dulu dari biaya tetap.
Rumus kuantitas dna penjualan titik impas menjadi:


=
()


=

( 1 )

8
BAB III

ANALISIS KOMPARATIF

3.1 PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk


Ultrajaya Milk (IDX: ULTJ) merupakan perusahaan multinasional yang
memproduksi minuman yang bermarkas di Padalarang, Kab. Bandung Barat, Jawa
Barat. Beralamat di Jl. Raya Cimareme 131, Padalarang, Kab. Bandung.
Perusahaan ini awalnya merupakan industri rumah tangga yang didirikan pada
tahun 1958, kemudian menjadi suatu entitas perseroan terbatas pada tahun 1971.
Perusahaan ini merupakan pionir di bidang industri minuman dalam kemasan di
Indonesia, dan sekarang memiliki mesin pemroses minuman tercanggih se-Asia
Tenggara.
Pada awalnya perusahaan yang berawal dari sebuah rumah di Jl.
Tamblong Dalam, Bandung ini hanya memproduksi susu. Namun seiring
perkembangannya, Ultrajaya juga memproduksi jus dalam kemasan
bermerek Buavita dan Gogo serta memproduksi Teh Kotak, Sari Asem Asli dan
Sari Kacang Ijo. Sejak tahun 2008 merek Buavita dan Gogo dibeli oleh Unilever
Indonesia sehingga Ultrajaya bisa kembali ke bisnis utamanya, yaitu produksi
susu.
Perusahaan yang didirikan oleh Ahmad Prawirawidjaja ini, seorang
pengusaha Tionghoa yang sudah bermukim di Bandung, sekarang dikomandani
oleh generasi kedua, yaitu Sabana Prawirawidjaja, dan siap-siap diteruskan
kepada generasi ketiga, Samudera Prawirawidjaja.
Ultrajaya menggunakan sistem komputerisasi yang sudah terintegrasi,
yaitu SAP, sejak tahun 2002. Bahkan perusahaan ini merupakan salah satu
rujukan implementor SAP yang dinilai cukup sukses di dalam mengadopsi hampir
semua modul SAP. Akan tetapi karena berbagai pertimbangan dan bisnis proses
yang semakin kompleks, akhirnya pada tahun 2012 mengganti system mereka ke
Oracle EBS R.12 yang bisa membuat system terintegrasi dengan Robot ASRS,

9
suatu pencapaian yang sangat membanggakan bagi Ultrajaya. Sampai sekarang
Project Oracle menjadi acuan untuk implementasi di anak-anak perusahaan
Ultrajaya yang lain.

3.2 Analisis Komparatif


Untuk menentukkan tingkat break even point maka terlebih dahulu
memisahkan biaya semivariabel kedalam biaya tetap dan biaya variabel dengan
menggunakan metode least square. Hasil pemisahan biaya semi variabel ke dalam
biaya tetap dan biaya variabel adalah sebagai berikut: Table 3.2.1 Rekapitulasi
Seluruh Biaya ke dalam Biaya Tetap dan Biaya Variabel PT. Ultrajaya Milk
Industry & Trading Company, Tbk. Tahun 2013 :
Tabel 3.2.1 Rekapitulasi Seluruh Biaya ke dalam Biaya Tetap dan
Biaya Variabel PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk
Biaya Tetap Biaya Variabel
Rp 507.513.355.334 Rp1.898.214.816.608
Sumber: PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk ( data diolah)

Contribution Margin (CM)


Perhitungan margin kontribusi dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
pendapatan yang tersisa setelah dikurangi dengan biaya variabel. Perhitungan
tampak sebagai berikut:
Contribution Margin = Pendapatan Biaya Variabel Total
=2.809.851.307.439 - 1.898.214.816.608
= 911.636.490.831

Contribution Margin Ratio =
...
= ....

= 0,32 atau 32 %
Berdasarkan perhitungan CM rasio maka produk yang diproduksi oleh
perusahaan mampu memberikan kontribusi margin terhadap laba sebesar 32%
terhadap perusahaan.

10
Analisis Break even point dengan Menggunakan Rumus Matematik
Langkah berikutnya setelah menghitung contribution margin ratio adalah
menghitung break even point. Perhitungan ini dilakukan untuk mendapatkan batas
standar minimal suatu penjualan dan produksi yang diperkenankan pada
perusahaan.

() =

1
507.513.355.334
= 1.898.214.816.608
1 2.809.851.307.439

= Rp. 1.566.399.244.858

Break even point (BEP) menunjukkan penjualan perusahaan tidak


mendapatkan laba maupun tidak mendapatkan rugi. Berdasarkan perhitungan
tersebut diketahui break even point dalam rupiah sebesar Rp 1.566.399.244.858.
Apabila penjualan perusahaan kurang dari BEP maka perusahaan akan mengalami
kerugian dan sebaliknya jika penjualan melebihi BEP maka perusahaan akan
mendapatkan laba.
Menentukan Perencanaan Penjualan Menggunakan Least Square Method
tahun 2013, 2014 dan 2015 Perencanaan penjualan memiliki kegunaan yaitu
sebagai dasar untuk menyusun anggaran unit yang akan diproduksi karena jumlah
(unit) yang akan diproduksi oleh perusahaan ditentukan oleh berapa banyak
perusahaan yang bersangkutan mampu menjual produk tersebut. Perhitungan
perencanaan penjualan menggunakan Least Square Method lebih mudah dalam
perhitungannya karena dianggap lebih sederhana dari metode lainnya. Syarat
dalam menggunakan metode ini adalah x=0. Perencanaan penjualan pada tahun
2013 dapat dihitung dengan menggunakan data-data yang ada ada periode 2012.

11
Tabel 3.2.2 Perencanaan Penjualan PT. Ultrajaya Milk Industri &
Trading Company, Tbk periode 2013
Tahun Volume penjualan (y) X X2 XY
2010 1.880.411.473.916 -1 1 (1.880.411.473.916)
2011 2.102.383.741.532 0 0 0
2012 2.809.851.307.439 1 1 2.809.851.307.439
TOTAL 6.792.676.522.887 0 2 929.439.833.523
Sumber : PT. Ultrajaya Milk Industri & Trading Company, Tbk (data diolah)

Perencanaan penjualan pada tahun 2014 dapat dihitung dengan


menggunakan data-data yang ada ada periode 2013 Disajikan pada tabel 4.13
Yaitu:
Tabel 3.2.4. Perencanaan Penjualan PT. Ultrajaya Milk Industri &
Trading Company, Tbk periode 2014

Sumber: PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company,Tbk (data diolah)

Perencanaan penjualan pada tahun 2015 dapat dihitung dengan


menggunakan data-data yang ada ada periode 2014. yaitu:

12
Tabel 4.14. Perencanaan Penjualan PT. Ultrajaya Milk Industri &
Trading Company Tbk periode 2015

Sumber : PT. Ultrajaya Milk Industri & Trading Company Tbk (data diolah)

Kemudian dihitung dalam persamaan y= a+bx maka diperoleh hasil:


y= 2.953.827.055.905+ 64.319.556.590 (5) = 6.169.524.838.854
Menentukan Margin of Safety (MoS) Manajemen perlu melakukan
perhitungan margin pengaman dalam melakukan perencanaan laba karena
berguna dalam mengevaluasi keteapatan penjualan. Batas keselamatan yaitu jarak
dari penjualan nyata dengan tingkat break even. Hal ini memberikan informasi
mengenai berapa jumlah volume penjualan minimum agar perusahaan tidak
menderita rugi. Jika angka impas dihubungkan dengan angka pendapatan
penjualan yang dianggarkan atau pendapatan penjualan tertentu akan diperoleh
informasi berapa volume penjualan yang dianggarkan atau pendapatan penjualan
tertentu boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi. Selisih antara volume
penjualan yang dianggarkan dengan volume penjualan impas merupakan angka
margin of safety.

13
2.809.851.307.4391.566.399.244.858
2012 = x 100
2.809.81.307.439
= 44%
Berdasarkaan perhitungan diatas dapat disimpulkan perusahaan bahwa
perusahaan beroperasi dengan tingkat keamanan yang tinggi yaitu sebesar 44%
menunjukkan bahwa jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang
lebih besar dari 44% ( dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan
menderita rugi. Menentukan Penjualan Minimal Besarnya keuntungan yang
diinginkan telah ditetapkan, maka perlu ditentukan besarnya penjualan minimal
untuk memperoleh keuntungan yang diinginkan. laba yang diinginkan yaitu
sebesar 32%. Berikut perhitungan yang dilakukan:
Laba operasi tahun 2012 = 429.341.499.878 Kenaikan laba yang
diinginkan = (1+0,32) x 429.341.499.878 = 1,32 x 429.341.499.878 =
566.730.779.839 Setelah mengetahui laba yang diinginkan kemudian dapat
digunkan untuk menentukan penjualan minimum yang harus dilakukan oleh
perusahaan.
507.513.355.334 + 566.730.779.839
=
1.898.214.816.608
1
2.809.851.307.439
= 3.315.568.318.435
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa apabila ingin
memperoleh laba sebesar Rp 566.730.779.839 maka perusahaan harus mampu
menjual produknya sebesar 3.315.568.318.435 pada tahun 2013.

3.3 Kasus

1. Suatu perusahaan mengeluarkan biaya tetap sebesar 600.000. Biaya


variabel per unit 80. Harga jual per unit 200. Kapasitas produksi maksimal
20.000. Hitunglah BEP (Q)!
BEP (Q) atau BEP berdasarkan jumlah barang yang diproduksi (unit)
BEP (Q) / N = FC
PV

14
= 600.000
200 - 80
= 5.000 unit
atau
P- V = contribution margin = 200 80 = 120
BEP (Q) = FC
Contribution margin
= 600.000
120
= 5.000 unit

Income
Income = H x N
= 200 x 5000 = 1.000.000

Profit
P = ( H VC ) N - F
= ( 200 80 ) 5000 600.000
= ( 120 ) 5000 600.000
= 600.000 600.000
= 0

BEP (P) atau berdasarkan harga penjualannya (Rp)


Sales (S) atau volume penjualan = P x Q = 200 x 20.000 = 4.000.000
Total Variable Cost (TVC) = VC x Q = 80 x 20.000 = 1.600.000
BEP (Rp) = FC
1 TVC
S
= 600.000
1 1.600.000
4.000.000
= 1.000.000

15
BEP (Q) = BEP (Rp)
P
= 1.000.000
200
= 5.000

Contribution margin ratio = 1 1.600.000 = 0,6


Atau contribution to fixed cost 4.000.000

Setiap perubahan penjualan akan menyebabkan setiap perubahan terhadap fixed


cost sebesar 0,6 atau 60%

Margin of Safety : angka yg menunjukkan jarak antara penjualan yang


direncanakan atau budget sales dengan penjualan break even.
MS = penj. yg direncanakan penj. Pada BEP x 100%
Penj. yg direncanakan
MS = 4.000.000 1.000.000 x 100%
4.000.000
= 75%

2. Suatu pabrik membuat produk dengan harga Rp. 3000. Biaya tetap yang
diperlukan mesin Rp. 14 .000.000 selama 8 tahun umur ekonomisnya. Biaya
produksi Rp. 1.100 perunit produk, biaya bahan baku Rp. 950/unit dengan
suku bunga 8 %.
Biaya tetap Biaya Variabel
(Tahunan) (per-unit)
Biaya mesin
14.000.000 (A/P,8,8) 2.436.000
Asuransi dan pajak 344.000
Maintenance 220.000 50
Bahan 950
Variabel Cost 1.100
Total 3.000.000 2.100

16
FC = 3.000.000
TC = 3.000.000 + 2.100 N
Inc = 3.000 N
Bila F, TC dan I digambarkan dengan N yang berubah-ubah dari 0 6.000 maka
dapat digambarkan..

17
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Break even point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan
dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan
dan tidak menderita kerugian. Tujuan dari analisis break even point yaitu
untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapakah
suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
Analisis Break even point secara umum dapat memberikan informasi
kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan,
cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level
penjualan tertentu.
Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even
dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat
dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena
naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even.

4.2 Saran
Kelemahan dari BEP adalah harga jual per unit maupun variabel operating
cost per unit tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan.
Kelemahan kedua dari analisis break even point adalah kesulitan di dalam
mengklasifikasikan biaya karena adanya biaya semi variabel. Pemisahan
biaya semi variabel memerlukan adanya ketelitian dan pemahaman tentang
biaya-biaya yang ada dan sifat dari biaya tersebut apakah termasuk dalam
biaya tetap atau variabel. Agar penjualan yang dapat sesuai dengan
perencanaan yang telah dilakukan maka perusahaan harus memperhatikan
batas keselamatan dan penjualan minimal yang harus dipertahankan oleh
perusahaan.

18
Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk
maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain
(sales mix) haruslah tetap. Karena keadaan ini dapat dipertahankan apabila
biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual
dan biaya akan mempengaruhi titik break even.
Tujuan dari analisis break event point yaitu untuk mengetahui pada
volume penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan akan
mencapai laba tertentu.

19

Anda mungkin juga menyukai