Anda di halaman 1dari 10

Psikosis

Menurut Compton dan Broussard (2009), psikosis merupakan sebuah kata


yang digunakan untuk menggambarkan kondisi mental seseorang saat ia keluar dari
sentuhan (touch) dengan kenyataan (reality), misalnya seseorang mungkin menden-
gar suara-suara yang sebenarnya tidak ada (halusinasi pendengaran) atau percaya
pada hal-hal yang tidak benar (delusi). Lebih lanjut Compton dan Broussard (2009)
menjelaskan bahwa psikosis merupakan suatu kondisi medis yang terjadi karena
disfungsi dalam otak. Orang yang menderita psikosis memiliki kesulitan
memisahkan pengalaman pribadinya yang palsu dengan kenyataan, dan mungkin
akan berperilaku aneh atau berisiko tanpa menyadari bahwa mereka melakukan
suatu hal yang tidak biasa.

Psikosis dapat terjadi setiap saat dalam kehidupan, tetapi onset atau permu-
laan terjadinya psikosis, yang sering disebut sebagai psikosis episode pertama
biasanya terjadi rata-rata pada masa remaja akhir atau dewasa awal (Compton &
Broussard, 2009; Shiers & Smith, 2010; Grano, Lindsberg, Karjalainen, Nroos, &
Blomber, 2010; Law, dkk., 2005; Sharifi, Kermani-ranjbar, Amini, Alaghband-rad,
Salesian, & Seddigh, 2009). Untuk pria, usia onset mungkin sedikit lebih awal dari
pada wanita, rata-rata pria mengalami gejala psikosis pertama kalinya hingga tiga
sampai lima tahun sebelum wanita (Compton & Broussard, 2009). Adanya
gangguan psikosis akan mengganggu perkembangan remaja dan dewasa awal pada
tahap perkembangan yang penting (Addington & Burnett, 2004). Pada rentang usia
ini, seseorang akan memulai karirnya dan berusaha mencapai prestasi (Hurlock,
1994), dengan demikian, gangguan psikosis tentu akan menghambat pencapaian
karir dan prestasi serta akan berdampak pada penurunan kualitas hidupnya (Law,
dkk., 2005).

Addington dan Burnett (2004) mengatakan, bahwa ada masalah psikososial


yang muncul akibat timbulnya gangguan psikosis. Masalah psikososial ini akan
menjadi beban, menimbulkan kebingungan, ketakutan dan penderitaan akibat
pengalaman stigma, rasa malu, isolasi, kehilangan penguasaan dan kontrol,
penurunan harga diri, pendidikan atau pekerjaan menjadi terganggu, dan seringkali
menimbulkan penurunan kemampuan seseorang untuk terlibat secara penuh dalam
keputusan pengobatannya (McGorry, Edwards & Pennell dalam Addington &
Burnett, 2004). Selain berdampak pada penderita, psikosis (seperti skizofrenia) juga
menimbulkan kepedihan yang mendalam bagi keluarga dan menjadi stressor yang
sangat berat yang harus ditanggung keluarga (Torrey dalam Arif, 2006).

Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa hilang kontak dengan


kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal nyata dengan yang tidak,
umumnya akan dimulai dengan kesulitan konsentrasi, berbicara tidak jelas dan
kesulitan mengingat. Penderita psikosis akan terlihat jika penderita sudah
mengalami delusi, halusinasi dan diikuti dengan perubahan emosi dan tingkah laku.
Penderita gangguan psikosis akan terlihat menyendiri dengan emosi yang datar
tetapi terkadang secara mendadak emosi menjadi sangat tinggi atau depresi. Pada
penderita psikosis juga akan tampak ekspresi emosi yang tinggi dan akan
berhubungan dengan coping mechanism yang terfokus emosi seperti penarikan diri
(Raune, 2004). Dalam keseharian penderita psikosis juga dapat mengalami hal-hal
yang tidak nyata yang memengaruhi tingkah laku mereka seperti ketakutan akan
hal-hal yang tidak nyata dan paranoia.
Gangguan Psikotik fase awal (First-Episode Psychosis) adalah saat penderita
mengalami gangguan episode psikotik untuk pertama kali. Kebanyakan penderita
tidak dapat menjelaskan mengenai apa yang menimpa dirinya sehingga mayoritas
kejadian ini tidak terlaporkan ataupun justru dihubungkan dengan kejadian mistis
juga anggapan stereotype (Tanskanen, 2011).Onset para penderita gangguan
psikotik fase awal kebanyakan saat remaja dan berlangsung hingga dewasa.
Penelitian oleh Subandi dan Good tahun 2002 di Yogyakarta menyebutkan
penderita gangguan psikotik fase awal terbanyak adalah usia 15-29 tahun atau
dewasa muda, yaitu 66,4%. Penderita gangguan psikotik fase awal dalam 5 tahun
akan memiliki kemungkinan relapse sebesar 80% walaupun sudah terdeteksi dini
(Alvarez-Jimenez, 2009).
Onset usia remaja sebagai mayoritas usia penderita gangguan psikotik akan erat
hubunganya dengan Duration of Untreated Psychosis (DUP) yaitu interval waktu
dari penderita mengalami episode psikosis pertama kali hingga penderita mendapat
terapi yang adekuat. Hal tersebut nantinya akan menjadi beban negara dan
masyarakat jika para penderita psikosis fase awal dengan usia yang masih muda
berlanjut hingga lansia dan jumlahnya meningkat. Penelitian menunjukan semakin
lama DUP akan memberikan hasil yang buruk bagi penderita psikotik fase awal
(Compton, 2009). Oleh karena itu, tingkat kewaspadaan yang tinggi akan gejala
psikosis oleh masyarakat dapat membantu dalam menangani DUP (Lloyd-Evans,
2011).
Keluarga atau kerabat merupakan faktor penting dalam pelaporan kasus gangguan
psikotik terutama gangguan psikotik fase awal. Kedekatan antara penderita dengan
caregiver tersebut diharap dapat memberikan dampak positif bagi prognosis para
penderita psikotik fase awal. Akan tetapi harus dilihat juga factor pengetahuan
(knowledge) dari caregiver mengenai gangguan penderita untuk melihat pandangan
dan sejauh mana caregiver mengerti mengenai gangguan yang dialami penderita.
Pengetahuan yang baik dari caregiver mengenai gangguan psikotik diharap mampu
membawa dampak positif dalam peningkatan prognosis.Pengetahuan yang baik
juga bisa melindungi pasien dari stigma social yang dapat memperlama proses DUP
(Tanskanen, 2011). Faktor keluarga dan caregiver tersebut akan membentuk
hubungan yang kuat terhadap penanganan DUP (Ienciu, 2010).
Tingkat pengetahuan caregiver diharapkan mampu meningkatkan keteraturan
kontrol bagi penderita gangguan psikotik fase awal dikarenan masih banyak
caregiver yang berpandangan bahwa gangguan psikosis adalah sebagai fenomena
non-medis sehingga menurunkan tingkat keteraturan kontrol bagi penderita. Selain
itu, keluarga ataupun caregiver adalah penopang penting bagi para penderita
gangguan psikotik fase awal untuk menjalankan fungsi sosialnya. Penderita
gangguan psikotik fase awal akan tetap bisa menjalankan fungsi sosialnya disaat
tidak ada serangan. Setelah adanya gejala pertama yang secara mayoritas sulit
dijelaskan oleh penderita, kemungkinan untuk muncul gejala lanjutan akan tetap
ada dan jika berkelanjutan maka kemungkinan dapat berkembang menjadi
Skizofrenia seperti yang diklasifikasikan dalam DSM-IV-TR. Kerentanan penderita
gangguan psikotik fase awalitulah yang membuat mereka sangat terikat dengan
keluarga ataupun caregiver dalam menjaga kehidupan dan fungsi sosialnya. Selain
fungsi sosial, keluarga dan caregiver juga menjadi pendukung penting dalam
kognisi social bagi penderita gangguan psikotik fase awal. Keluarga dan caregiver
harus menopang penderita dalam membantu penderita untuk diterima secara sosial
dan juga melindungi dari persepsi dan interpretasi masyarakat. Kognisi sosial
adalah faktor antara dari kognisi menuju fungsi sosial dan juga dapat memperburuk
keduanya (Addington, 2006). Pandangan tabu dan gangguan psikosis sebagai
penyakit yang tidak dapat disembuhkan juga memperburuk keadaan sehingga
angka menunjukan penderita gangguan psikotik yang mendapat pelayanan adekuat
masih rendah.
Penyebab Psikosis
Penyebab gejala penyakit mental yang lazim diklasifikasikan sebagai
"organik" atau "fungsional". Kondisi organik terutama medis atau patofisiologi,
sedangkan, kondisi fungsional terutama psikiatris atau psikologis. DSM-IV-TR
tidak lagi mengklasifikasikan gangguan psikotik sebagai fungsional atau organik.
Melainkan daftar penyakit psikotik tradisional, psikosis karena kondisi Kedokteran
Umum, dan psikosis yang diinduksi Zat.
Psikiatrik
Penyebab psikosis fungsional meliputi:
- Tumor otak
- Obat amfetamin penyalahgunaan, kokain, alkohol antara lain
- Kerusakan otak
- Skizofrenia, gangguan schizophreniform, gangguan schizoafektif,
gangguan psikotik singkat
- Gangguan bipolar (manik depresi)
- Parah klinis depresi
- Parah stres psikososial
- Kurang tidur
- Beberapa gangguan epilepsi fokal
- Paparan beberapa peristiwa traumatik (kematian kekerasan, dll)
- Tiba-tiba atau over-cepat menarik diri dari obat rekreasi atau diresepkan
tertentu.
Sebuah episode psikotik dapat secara signifikan dipengaruhi oleh suasana
hati. Sebagai contoh, orang yang mengalami episode psikotik dalam konteks
depresi mungkin mengalami delusi persecutory atau diri menyalahkan atau
halusinasi, sementara orang-orang mengalami episode psikotik dalam konteks
mania dapat membentuk delusi megah.
Stres diketahui untuk berkontribusi dan memicu negara psikotik. Riwayat
psikologis peristiwa traumatik, dan pengalaman baru-baru ini peristiwa stres, dapat
baik berkontribusi pada pengembangan psikosis. Psikosis singkat dipicu oleh stres
yang dikenal sebagai psikosis reaktif singkat, dan pasien dapat pulih secara spontan
berfungsi normal dalam waktu dua minggu.
Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, individu dapat tetap dalam
keadaan full-blown psikosis selama bertahun-tahun, atau mungkin memiliki gejala
psikotik dilemahkan (seperti halusinasi intensitas rendah) hadir paling banyak kali.
Kurang tidur telah dikaitkan dengan psikosis. Namun, ini bukan resiko bagi
kebanyakan orang, yang hanya mengalami halusinasi hypnagogic atau
hypnopompic, yaitu pengalaman indrawi yang tidak biasa atau pikiran yang muncul
saat bangun tidur atau tertidur. Ini adalah fenomena tidur normal dan tidak dianggap
tanda-tanda psikosis.
Penggunaan narkoba psikoaktif
Berbagai zat psikoaktif (baik legal dan ilegal) telah terlibat dalam
menyebabkan, memperburuk, dan / atau mempercepat negara psikotik dan / atau
gangguan pada pengguna.
Beberapa obat-obatan seperti fenilpropanolamin bromocriptine dan juga dapat
menyebabkan atau memperburuk gejala-gejala psikotik.
Gejala Psikosis
Orang dengan psikosis mungkin memiliki satu atau lebih dari berikut ini:
halusinasi, delusi, atau gangguan berpikir, seperti yang dijelaskan di bawah ini.
a. Halusinasi
Sebuah halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensorik tanpa adanya rangsangan
eksternal. Mereka berbeda dari ilusi, atau distorsi persepsi, yang merupakan
persepsi dari rangsangan eksternal.
Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari lima indra dan mengambil
hampir semua bentuk, yang mungkin termasuk sensasi sederhana (seperti lampu,
warna, rasa, dan bau) dengan pengalaman lebih bermakna seperti melihat dan
berinteraksi dengan hewan sepenuhnya terbentuk dan orang-orang, mendengar
suara, dan memiliki sensasi taktil kompleks.
Halusinasi pendengaran, terutama pengalaman mendengar suara-suara,
adalah fitur umum dan sering menonjol dari psikosis. Suara halusinasi mungkin
berbicara tentang, atau, orang, dan mungkin melibatkan beberapa pembicara
dengan personas berbeda. Halusinasi auditori cenderung sangat menyedihkan
ketika mereka merendahkan, memerintah atau dibicarakan di. Namun, pengalaman
mendengar suara-suara tidak perlu selalu menjadi salah satu yang negatif.
Satu penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang mendengar
suara-suara yang tidak membutuhkan bantuan psikiater. The Mendengar Suara
Gerakan telah kemudian telah diciptakan untuk mendukung pendengar suara,
terlepas dari apakah mereka dianggap memiliki penyakit mental atau tidak.
a. Delusi
Psikosis mungkin melibatkan keyakinan delusional, beberapa di antaranya
paranoid di alam. Karl Jaspers telah mengklasifikasikan delusi psikotik ke'' primer''
dan'' sekunder jenis''. Delusi primer didefinisikan sebagai yang timbul secara tiba-
tiba dan tidak dipahami dalam hal proses mental normal, sedangkan delusi sekunder
dapat dipahami sebagai dipengaruhi oleh latar belakang seseorang atau situasi saat
ini (misalnya, orientasi seksual atau etnis, agama, keyakinan takhayul).
b. Gangguan pikiran
Gangguan pikiran menggambarkan gangguan yang mendasari pikiran sadar
dan sebagian besar diklasifikasikan oleh efek pada berbicara dan menulis. Orang
yang terkena dampak menunjukkan melonggarnya asosiasi, yaitu, pemutusan dan
disorganisasi dari isi semantik berbicara dan menulis. Dalam pidato bentuk parah
menjadi dimengerti dan dikenal sebagai "kata-salad".
c. Skala
Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) menilai tingkat 18 konstruksi gejala
psikosis seperti permusuhan, kecurigaan, halusinasi, dan kebesaran. Hal ini
didasarkan pada wawancara dokter dengan pasien dan pengamatan perilaku pasien
selama 2-3 hari sebelumnya. Keluarga pasien juga dapat memberikan laporan
perilaku.
Psikosis Patofisiologi
Citra otak pertama seorang individu dengan psikosis selesai sejauh 1935
menggunakan teknik yang disebut pneumoencephalography (prosedur yang
menyakitkan dan sekarang usang di mana cairan serebrospinal dikeringkan dari
seluruh otak dan digantikan dengan udara untuk memungkinkan struktur otak untuk
menunjukkan lebih jelas pada gambar X-ray).
Tujuan dari otak adalah untuk mengumpulkan informasi dari tubuh (nyeri,
kelaparan, dll), dan dari dunia luar, menafsirkannya dengan pandangan dunia yang
koheren, dan menghasilkan tanggapan yang berarti. Informasi dari indera masuk ke
otak di daerah sensorik primer. Mereka memproses informasi dan mengirimkannya
ke daerah sekunder dimana informasi itu ditafsirkan. Aktivitas spontan di daerah
sensorik primer dapat menghasilkan halusinasi yang disalahartikan oleh daerah
sekunder sebagai informasi dari dunia nyata.
Misalnya, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku mendengar
suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks pendengaran primer, atau bagian
otak yang terlibat dalam persepsi dan pemahaman berbicara.
Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes sekunder dan
menciptakan pandangan dunia yang koheren itu. Sebuah studi yang menyelidiki
perubahan struktural dalam otak orang dengan psikosis menunjukkan ada
pengurangan materi abu-abu yang signifikan di kanan temporal medial, lateral yang
temporal dan inferior frontal gyrus, dan di korteks cingulate bilateral orang sebelum
dan setelah mereka menjadi psikotik.
Temuan seperti ini telah memicu perdebatan tentang apakah psikosis itu
sendiri menyebabkan kerusakan otak excitotoxic dan apakah perubahan berpotensi
merusak otak berhubungan dengan panjang episode psikotik. Penelitian terbaru
telah menyarankan bahwa hal ini tidak terjadi meskipun penyelidikan lebih lanjut
masih berlangsung.
Studi dengan kekurangan sensorik telah menunjukkan bahwa otak tergantung
pada sinyal dari dunia luar untuk berfungsi dengan baik. Jika aktivitas spontan di
otak tidak diimbangi dengan informasi dari indra, kerugian dari realitas dan psikosis
dapat terjadi setelah beberapa jam sudah.
Fenomena yang sama adalah paranoia pada orang tua ketika miskin
penglihatan, pendengaran dan memori menyebabkan orang menjadi abnormal
curiga terhadap lingkungan. Di sisi lain, kerugian dari realitas juga dapat terjadi jika
aktivitas kortikal spontan meningkat sehingga tidak lagi diimbangi dengan
informasi dari indra. The 5-HT2A reseptor tampaknya menjadi penting untuk ini,
karena obat yang mengaktifkan mereka menghasilkan halusinasi.
Namun, fitur utama psikosis bukan halusinasi, tetapi ketidakmampuan untuk
membedakan antara rangsangan internal dan eksternal. Kerabat dekat kepada
pasien psikotik mungkin mendengar suara-suara, tapi karena mereka sadar bahwa
mereka tidak nyata mereka dapat mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak
mempengaruhi persepsi realitas mereka. Oleh karena itu mereka tidak dianggap
sebagai psikotik. Psikosis telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin
neurotransmitter. Secara khusus, hipotesis dopamin psikosis telah berpengaruh dan
menyatakan bahwa hasil psikosis dari overactivity fungsi dopamin di otak,
khususnya di jalur mesolimbic. Dua sumber utama bukti yang diberikan untuk
mendukung teori ini adalah bahwa reseptor dopamin D2 memblokir obat (yaitu,
antipsikotik) cenderung mengurangi intensitas gejala psikotik, dan bahwa obat yang
meningkatkan aktivitas dopamin (seperti amfetamin dan kokain) dapat memicu
psikosis pada beberapa orang.
Namun, semakin banyak bukti dalam waktu belakangan ini telah menunjuk
kemungkinan disfungsi neurotransmitter glutamat excitory, khususnya, dengan
aktivitas reseptor NMDA. Teori ini diperkuat oleh fakta bahwa antagonis reseptor
NMDA disosiatif seperti ketamin, PCP dan dekstrometorfan / detrorphan (pada
overdosis besar) menginduksi keadaan psikotik lebih mudah daripada stimulan
dopinergic, bahkan pada "normal" dosis rekreasi. Gejala-gejala keracunan disosiatif
juga dianggap cermin gejala skizofrenia, termasuk gejala psikotik negatif, lebih erat
dari psikosis amfetamin.
Disosiatif psikosis yang diinduksi terjadi secara lebih handal dan diprediksi
daripada psikosis amfetamin, yang biasanya hanya terjadi pada kasus-kasus
overdosis, penggunaan jangka panjang atau dengan kurang tidur, yang secara
independen dapat menghasilkan psikosis. Obat antipsikotik baru yang bertindak
atas glutamat dan reseptornya sedang menjalani uji klinis. Hubungan antara
dopamin dan psikosis umumnya diyakini menjadi kompleks. Sementara reseptor
dopamin D2 menekan aktivitas adenilat siklase, reseptor D1 meningkat itu. Jika
D2-blocking obat diberikan dopamin diblokir tumpah ke reseptor D1.
Peningkatan aktivitas adenilat siklase mempengaruhi ekspresi genetik dalam
sel saraf, sebuah proses yang membutuhkan waktu. Oleh karena itu obat
antipsikotik mengambil satu atau dua minggu untuk mengurangi gejala psikosis.
Selain itu, obat antipsikotik baru dan sama efektif sebenarnya memblokir sedikit
kurang dopamin di otak daripada obat yang lebih tua sementara juga memblokir
reseptor 5-HT2A, menunjukkan 'hipotesis dopamin' dapat disederhanakan. Soyka
dan rekan menemukan bukti disfungsi dopaminergik pada orang dengan alkohol-
induced psikosis dan Zoldan et al. melaporkan penggunaan cukup sukses dari
ondansetron, antagonis 5-HT3, dalam pengobatan psikosis levodopa pada pasien
penyakit Parkinson.
Psikiater David Healy mengkritik perusahaan farmasi untuk mempromosikan
teori biologis disederhanakan penyakit mental yang tampaknya menyiratkan
keutamaan pengobatan farmasi dan mengabaikan faktor-faktor sosial dan
pembangunan yang dikenal sebagai pengaruh penting dalam etiologi psikosis.
Beberapa teori menganggap banyak gejala psikotik menjadi masalah dengan
persepsi kepemilikan pikiran internal dan pengalaman. Misalnya, pengalaman
mendengar suara-suara mungkin timbul dari internal pidato yang disalahartikan
oleh orang psikotik berasal dari sumber eksternal.
Salah satu temuan yang jelas adalah bahwa orang-orang dengan gangguan
bipolar tampaknya telah aktivitas otak kiri meningkat dibandingkan dengan belahan
otak kanan, sementara orang-orang dengan skizofrenia mengalami peningkatan
aktivitas di belahan kanan.Peningkatan tingkat aktivasi belahan kanan juga telah
ditemukan pada orang sehat yang memiliki tingkat kepercayaan paranormal dan
pada orang yang melaporkan pengalaman mistik.
Hal ini juga tampaknya menjadi kasus bahwa orang yang lebih kreatif juga
lebih cenderung menunjukkan pola yang sama dari aktivasi otak. Beberapa peneliti
telah cepat untuk menunjukkan bahwa ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa,
pengalaman mistik atau kreatif paranormal dengan cara apapun'' sendiri'' gejala
penyakit mental, karena masih belum jelas apa yang membuat beberapa
pengalaman tersebut bermanfaat dan lain menyedihkan.

Daftar pustaka

Nolen-Hoeksema, Susan. (2011). Abnormal Psychology Fifth Edition. New York:


Mc Graw Hill

Anda mungkin juga menyukai