Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIFITAS ENZIM

Disusun Oleh :

Kelompok 2 Farmasi 5AC 2015

Lulu Cahyani (11151020000001)


Daris Ardiansyah (11151020000003)
Achmad Sulton Al Mahdi (11151020000006)
Rizki Romadhon (11151020000009)
Khoerunisa (11151020000016)
Tiara Arliani (11151020000021)
Yusuf Nur Pradana (11151020000028)
Nurfita Amalina (11151020000031)
Farah Fadhilah (11151020000045)
Muthoharoh (11151020000046)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Biokimia Klinis. Adapun laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas setiap pasca Praktikum Biokimia Klinis.

Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para dosen pembimbing praktikum
Biokimia Klinis, rekan-rekan kelompok dan pihak lainnya yang turut berpartisipasi dalam
terselesaikannya laporan praktikum Biokimia Klinis ini.

Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan laporan ini, namun mustahil
apabila laporan yang kami buat tidak ada kekurangan maupun kesalahan, maka dari itu kami
berharap kritik dan saran dari para pengoreksi juga pembaca yang bersifat membangun,
sehingga ke depannya kami dapat menjadi lebih baik lagi dalam penyusunan laporan praktikum..

Kami berharap dari penyusunan praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi kami serta
para pembaca.

Jakarta, Oktober 2017

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 5
C. Tujuan Praktikum.............................................................................................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
LANDASAN TEORI .................................................................................................................................... 6
A. Definisi Enzim .................................................................................................................................. 6
B. Faktor yang mempengaruhi aktivitas atau laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim. ......................... 6
BAB III ......................................................................................................................................................... 9
METODE KERJA ........................................................................................................................................ 9
A. Pengaruh Suhu .................................................................................................................................. 9
B. Pengaruh PH ................................................................................................................................... 12
C. Pengaruh Konsentrasi Enzim .......................................................................................................... 14
BAB IV ....................................................................................................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................................... 18
A. HASIL ............................................................................................................................................. 18
1. Suhu ............................................................................................................................................ 18
2. pH................................................................................................................................................ 18
3. Konsentrasi ................................................................................................................................. 19
B. PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 20
1. Pengaruh Suhu ............................................................................................................................ 20
2. Pengaruh pH................................................................................................................................ 23
3. Pengaruh Konsentrasi ................................................................................................................. 24
BAB V ........................................................................................................................................................ 27
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi
kimia dalam sistem biologis. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh
enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel
tanpa merusak fungsinya.

Seperti molekul protein lainnya, sifat biologis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
fisika-kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim antara lain suhu dan pH. Di samping
itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya.

Semakin tinggi suhu yang diberikan maka semakin cepat enzim bekerja sampai pada titik
optimum suhu untuk enzimtersebut. Reaksi kimia umumnya akan berlangsung dua kali lebih
cepat pada setiap kenaikan suhu 10 C, sampai pada suhu 35- 60 C. Jika enzim dinaikkan
melebihi batas optimum suhu tersebut, maka enzim akan mengalami denaturasi sehingga
merusak fungsi katalisatornya yang mengakibatkan enzim tidak akan bekerja. Sedangkan pada
suhu di bawah suhu optimum, enzim tidak akan bekerja optimal karena dalam keadaan tersebut
tidak terjadi benturan antara molekul enzim dan molekul substrat yang berarti tidak
berlangsungnya suatureaksi dan tidak terbentuknya produk.

Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada
beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan
aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya
pada pH optimal.

Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat


dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim [E].
Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat.

4
Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengaplikasikan,
membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar dapat lebih mudah untuk dipahami
dan dipelajari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memperlihatkan kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu
sebanding dengan kenaikan suhu?
2. Bagaimana cara membuktikan bahwa keasaman (pH) mempengaruhi kecepatan reaksi
enzimatik?
3. Bagaimana cara membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim?

C. Tujuan Praktikum
1. Untuk memperlihatkan kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu sebanding
dengan kenaikan suhu.
2. Untuk membuktikan bahwa keasaman (pH) mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik.
3. Untuk membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Enzim
Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai biokatalisator terhadap berbagai
reaksi metabolism dalam tubuh. Keberadaan dan pemeliharaan enzim dalam tubuh sangat
penting, dimana dia bertugas untuk mengurai nutrient menjadi energy dan chemical building
block; menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi protein, DNA, membrane sel, dan jaringan;
serta memanfaatkan energy untuk melakukan motilitas sel, fungsi saraf, dan kontaksi otot.
(Murray et.al, 2006)

Enzim yang bertindak sebagai katalis, menguraikan senyawa/molekul (substrat) menjadi


satu atau beberapa molekul/senyawa lain (produk) meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali
lebih cepat apabila dibandingkan dengan tidak dikatalisis. Pada saat menguraikan substrat
menjadi produk, enzim tidak berubah menjadi senyawa lain yang permanen, sama persis seperti
jenis katalis lainnya. Namun, kerja enzim sangat selektif terhadap suatu substrat tertentu. .al,
2006). Hal inilah yang membedakan enzim dengan katalis lainnya (Murray et,Selektifitas enzim,
menyebabkan dia hanya mampu mengkatalisis suatu reaksi biokimia tertentu dalam tubuh, yang
melibatkan substrat tertentu pula. Sebagai contoh, enzim amylase dalam air liur manusia, yang
bertugas menguraikan substrat berupa pati (polisakarida) menjadi glukosa (monosakarida)
sebagai hasil/produk dari reaksi tersebut.

B. Faktor yang mempengaruhi aktivitas atau laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
1. Suhu
Peningkatan suhu dapat meningkatkan energy kinetic molekul. Sehingga jumlah total
energinya melebihi hambatan energy Eact (batang vertical) untuk membentuk produk,
meningkat dari suhu rendah (A), melalui pertengahan (B) ke tinggi (C). Selain itu juga,
peningkatan energy dapat meningkatkan frekuensi tumbukan. Kombinasi tumbukan
yang lebih sering dan lebih berenergi serta produktif ini akan meningkatkan laju reaksi
(Murray et.al, 2006).

6
Sumber: Murray et.al. 2006. Harper Illustrated Biochemistry Ed. 27. Pg
67.

Peningkatan energy kinetic sebagai akibat dari kenaikan suhu juga dapat
meningkatkan laju reaksi yang dikatalisis enzim. Peningkatan laju reaksi terus terjadi
sampai sampai suhu optimum dimana suatu enzim dapat bekerja. Suhu yang terlalu tinggi
dari suhu optimum dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim, akibat terurai rantai
polipeptida dari enzim. Umumnya enzim pada manusia memperlihatkan stabilitas pada
suhu 45-55 C (Murray et.al, 2006). Namun aktivitas maksimumnya terjadi pada suhu
dekat 37C (Smith et.al, 2005). Dibawah ini adalah kurva yang menunjukan keterkainta
antara kenaikan suhu lingkungan terhadap laju reaksi enzim.

Sumber:
https://bam.files.bbci.co.uk/ba
m/live/content/z9cmsbk/small

7
2. Konsentrasi enzim.
Konsentrasi dari substrat dan enzim, mempengaruhi laju reaksi enzimatik dan
jumlah produk yang diperoleh. Jika konsentrasi dari enzim ditingkatkan, maka jumlah
produk yang dihasilkan akan meningkat dalam rentang waktu tertentu. Begitu juga
sebaliknya. (NANSLO, 2014)

3. pH.
Hamper seluruh laju reaksi yang dikatalisis enzim sangat bergantung kepada
konsentrasi ion H+ (pH). Sebagian besar enzim intrasel memperlihatkan aktivitas
optimal pada nilai pH antara 5 9. Hubungan antara aktivitas enzim dengan pH
mencerminkan keseimbangan antara denaturasi enzim pada pH tinggi atau rendah.
(Murray et.al, 2006).

Pada pH yang terlalu asam atau pun terlalu basa, akan terjadi pemutusan atau
denaturasi dari ikatan peptide, sehingga enzim tidak dapat bekerja dengan baik.

8
BAB III

METODE KERJA

A. Pengaruh Suhu
1.1 Alat
- Tabung reaksi
- Inkubasi
- Pipet tetes
- Spektometer
- Beker gelas

1.2 Bahan
-Amilase liur, diencerkan 100X
-Larutan pati 0,4 mg/ml
-Larutan Iodium

1.3 Cara Kerja


Cara Kerja Lampiran

Dimasukkan larutan pati sebanyak 1 ml ke


dalam dua tabung reaksi. Dimana tabung
ke 1 sebagai blanko dan tabung ke-2
sebagai uji dan di buat untuk suhu 4 , 28 ,
37, 60 dan 100C.
Lalu di inkubasi pasangan tabung tersebut
dari tiap suhu minimal selama 5 menit

9
Di tambahkan Amilase liur yang sudah di
encerkan 100x. Campur baik-baik
kemudian inkubasi 1 menit

Di tambahkan larutan iodium (untuk suhu


60 dan 100 dilakukan di luar penangas )

Di tambahkan aquadest sebanyak 8 ml

10
Di Baca serapan (A) tiap tabung pada
panjang gelombang 680 nm
Keterangan =
B untuk Blanko
U untuk Uji

11
Di hitung A/menit (v) = Ab (Serapan
Blanko) Au (Serapan Uji) dan buat kurva
yang menghubungkan kecepatan reaksi
enzimatik

B. Pengaruh PH
2.1 Alat
-Tabung reaksi
- Inkubasi
- Pipet tetes
- Spektometer
- Beker gelas

2.2 Bahan
-Amilase liur, diencerkan 100X
-Larutan pati 0,4 mg/ml pada berbagai PH ( 1,3 7,9,11)
-Larutan Iodium

2.3 Cara Kerja


Cara Kerja Lampiran

Dimasukkan larutan pati sebanyak 1 ml ke


dalam dua tabung reaksi. Dimana tabung ke 1
sebagai blanko dan tabung ke-2 sebagai uji
dalam berbagai Ph (1,3,7,9,11)

12
Di inkubasi pasangan tabung pada suhu 37C
minimal selama 5 menit

Di tambahkan Amilase liur yang sudah di


encerkan 100x. Campur baik-baik kemudian
inkubasi 1 menit

Di tambahkan larutan iodium sebanyak 1 ml

13
Di tambahkan aquadest sebanyak 8 ml

Di Baca serapan (A) tiap tabung pada panjang


gelombang 680 nm
Keterangan =
B untuk Blanko
U untuk Uji

Di hitung A/menit (v) = Ab (Serapan Blanko)


Au (Serapan Uji) dan buat kurva yang
menghubungkan kecepatan reaksi enzimatik

C. Pengaruh Konsentrasi Enzim


2.4 Alat
-Tabung reaksi
- Inkubasi
- Pipet tetes

14
- Spektometer
- Beker gelas

2.5 Bahan
-Amilase liur, dengan pengenceran 100X ; 200 ; 400; dan 600x
-Larutan pati 0,4 mg/ml
-Larutan Iodium

2.6 Cara Kerja


Cara Kerja Lampiran

Dimasukkan larutan pati sebanyak 1 ml ke


dalam dua tabung reaksi. Dimana tabung ke 1
sebagai blanko dan tabung ke-2 sebagai uji
dalam berbagai konsentrasi yaitu pada
konsentrasi 100x ;200x ; 400x; dan 600x. lalu
di inkubasi pasangan tabung tersebut pada
suhu 37C selama 5 menit

Di tambahkan Amilase liur yang sudah di


encerkan sesuai dengan pengencerannya
masing masing dan campur baik-baik
kemudian inkubasi 1 menit

15
Di tambahkan larutan iodium

Di tambahkan aquadest sebanyak 8 ml

16
Di Baca serapan (A) tiap tabung pada panjang
gelombang 680 nm
Keterangan =
B untuk Blanko
U untuk Uji

Di hitung A/menit (v) = Ab (Serapan


Blanko) Au (Serapan Uji) dan buat kurva
yang menghubungkan kecepatan reaksi
enzimatik

17
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Suhu
Suhu Ab Au A/menit (v)
4 0.104 0.082 0.022
28 0.101 0.066 0.035
37 0.097 0.02 0.077
60 0.164 0.15 0.014
100 0.047 0.354 -0.307

Kurva kecepatan reaksi enzimatik terhadap suhu


0.1

0.05

0
0 20 40 60 80 100 120
-0.05
A/menit (v)

-0.1

-0.15

-0.2

-0.25

-0.3

-0.35
Suhu (celcius)

2. pH
pH AB AU A/menit (v)
1 0,005 0,001 0,004
3 0,005 0,023 -0,018
7 0,005 0,004 0,001
9 0,013 0,012 0,001
11 0,005 0,004 0,001

18
Kurva Pengaruh pH
0.01

0.005
0.004

0 0.001 0.001 0.001


0 5 10 15
-0.005 Kurva Pengaruh pH

-0.01

-0.015
-0.018
-0.02

3. Konsentrasi
pengenceran konsentrasi AB AU
100 0,065 0,074 0,009
200 0,042 0,074 0,033
400 0,028 0,074 0,046
600 -0,024 0,074 0,098

konsentrasi enzim
0.07

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02 konsentrasi enzim

0.01

0
0 100 200 300 400 500 600 700
-0.01

-0.02

-0.03

19
B. PEMBAHASAN

1. Pengaruh Suhu
Enzim adalah biokatalisator yang merupakan molekul biopolimer dan tersusun dari
serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Ada tiga
macam amilase, yaitu -amilase, -amilase dan -amilase. Alfa amilase dapat ditemukan dari
beberapa sumber diantaranya tumbuhan, hewan (saliva dan pankreas), dan mikroorganisme. Alfa
amilase (EC 3.2.1.1, -1,4-glucanglucanohydrolase) adalah enzim yang menghidrolisis amilosa
menghasilkan gula sederhana seperti maltosa dan dekstrin. Enzim tersebut memecah pati secara
acak pada ikatan -1,4-glikosida, akan tetapi tidak memberikan efek terhadap ikatan 1,6-
glikosida yang terdapat pada struktur amilopektin (Sobreira, 2011). Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim salah satunya yaitu temperatur (Sukandar dkk, 2009).

Pada percobaan mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, yang pertama kali
dilakukan adalah pengenceran saliva hingga 10 kali. Kami juga menggunakan larutan pati
sebagai larutan uji untuk melihat aktivitas enzim amilase. Larutan pati dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 1ml, yang kemudian di inkubasi selama 1 menit pada suhu 4 oC, 28 oC,
37 oC, 60 oC, 100 oC yang masing-masing suhu dibuat blanko dan uji. Setelah diinkubasi
larutan pati dicampurkan kedalam 0,2 ml air liur. Kemudian diinkubasi kembali selama 1 menit
dan ditambahkan larutan iodium 0,4 ml. Pada suhu 60 oC, 100 oC dilakukan diluar penangas,
perlakuan tersebut bertujuan untuk menghindari serapan dengan terjadinya bumping selama
proses pemanasan. Setelah itu dilakukan pengukuran serapan dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 680 nm, dan dihitung kecepatan reaksi enzimatik serta dibuat kurva yang
menghubungkan kecepatan reaksi dengan suhu. (Lehinger, 1998)

Dalam praktikum kali ini digunakan bahan pati yang diindikasikan sebagai substrat.
Sedangkan saliva digunakan untuk mengetahui reaksi enzimatik dari enzim amylase didalamnya.
Kemudian, digunakannya larutan iodium sebagai indikator perubahan warna dalam larutan uji.
Larutan iodium ini akan menandakan perbedaan warna dari masing-masing perlakuan pada
percobaan faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Larutan iodium ini merupakan indikator
adanya karbohidrat atau tidak dalam enzim. (Lehinger, 1998)

20
Pengaruh suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim,
demikian juga sebaliknya. Uji Iodin berfungsi sebagai indikator terhadap proses terjadinya reaksi
yang ditandai dengan adanya perubahan warna. (Lehinger, 1998)

Dari pengamatan yang dilakukan, pada larutan uji telah dihasilkan warna biru pekat pada
waktu 30 detik pertama, dan masih berwarna biru sampai 30 detik berikutnya sampai menit ke-5
warna biru mulai memudar. Pada 30 detik ke-12 atau 6 menit dihasilkan warna bening atau tidak
terjadi perubahan warna sekalipun sudah ditetesi Iod. Warna tersebut terbentuk disebabkan
dextrin yang molekulnya sudah kecil (akhrodextrin) dan maltosa tidak memberi warna biru atau
ungu amilum yang berikatan dengan Iod sehingga warna ungu telah mengalami hidrolisis
menjadi maltosa dan dextrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan
Iodium. Proses hidrolisis dianggap selesai jika telah tercapai titik akromatik, yaitu ketika
pereaksi Iod sudah tidak lagi positif atau tidak menunjukkan perubahan warna. Proses hidrolisis
pati tersebut dibantu oleh Iod. Fungsi uji Iod ialah untuk mengetahui ada tidaknya amilum pada
sampel. (Poedjiaji, 2006)

Pada campuran ini larutan pati, aquadest dan saliva dipanaskan selama 5 menit pada suhu
37oC. Suhu 37oC adalah suhu yang optimum, pada suhu optimum amilase dapat menjalankan
fungsinya yaitu mengubah amilum menjadi maltosa. Sehingga pada uji Iod menghasilkan warna
biru. Menurut Literatur, amilum dan dextrin yang masih memiliki molekul yang besar kemudian
bereaksi dengan Iod akan menghasilkan warna biru yang menandakan adanya amilum/
karbohidrat. (Poedjiaji, 2006)

Temperatur mempengaruhi aktivitas enzim. Pada temperatur rendah, reaksi enzimatis


berlangsung lambat, kenaikan temperatur akan mempercepat reaksi, hingga suhu optimum
tercapai dan reaksi enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur melewati temperatur
optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan menurunkan kecepatan reaksi enzimatis
(Wuryanti, 2004).

Suhu sangat berpengaruh terhadap kerja enzim. Enzim dapat menjalankan aktivitasnya
pada kisaran suhu tertentu. Suhu paling optimum merupakan suhu yang paling tepat untuk suatu
reaksi yang menggunakan enzim. Penurunan suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim tidak

21
aktif sementara kenaikan suhu juga dapat menyebabkan proses denaturasi yang menyebabkan
sisi aktif enzim terganggu dan mengurangi kecepatan reaksi (poedjiadi dan supriyanti, 2006)

Aktivitas enzim terlihat meningkat pada suhu 30oC menuju suhu 37oC, kondisi ini
menunjukkan adanya peningkatan energi kinetik. Peningkatan suhu menyebabkan aktivitas
enzim meningkat karena suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik, sehingga
menambah intensitas reaksi antara substrat dengan enzim. Reaksi yang sering terjadi akan
mempermudah pembentukan enzim-substrat, sehingga produk yang terbentuk makin banyak.
(Susanti, 2004)

Sedangkan pada suhu 37oC menuju suhu 40-50oC aktivitas enzim mengalami penurunan.
Peningkatan suhu lebih lanjut pada enzim dalam satu titik tertentu akan menurunkan aktivitas
enzim. Hal ini disebabkan karena enzim mengalami denaturasi. Enzim mengalami perubahan
konformasi pada suhu tinggi, sehingga substrat terhambat dalam memasuki sisi aktif enzim.
(Lakitan, 2004)

Aktivitas enzim pada suhu optimal 35o C- 40oC, yaitu pada suhu tubuh. Pada suhu diatas
atau dibawah optimal, aktivitas enzim akan berkurang. Diatas suhu 50oC, enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein berdentaurasi. Pada suhu 100oC, semua enzim rusak. Pada suhu
yang lebih rendah enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang.
Pada keadaan suhu yang mengalami kenaikan hingga 60oC, pada keadaan ini terjadi benturan
antara enzim dan susbstrat terus berlangsung namun keadaan ini tidak menambah laju reaksi
namun mengurangi laju reaksi yang disebabkan karena enzim mengalami denaturasi sehingga
bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap.

Jika suhu jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi sruktur tiga
dimensi tersebut dan semakin sukar bagi substrat untuk menempati secara tepat dibagian aktif
molekul enzim. Akibatnya, kompleks E-S akan sukar terbentuk, sehingga produk akan semakin
terlihat sedikit dan ini terlihat dari laju reaksi yang semakin menurun pada suhu yang berada
diatas suhu optimum. (Poedjiaji, 2006)

Hasil yang diperoleh dari grafik kecepatan reaksi enzimatik terhadap suhu menunjukkan
bahwa kecepatan reaksi paling tinggi terjadi pada suhu 37oC. Hal ini sesuai dengan literatur
dimana suhu optimum pada enzim amilase yaitu 37oC (Pratama, dkk). Kecepatan reaksi terendah

22
terjadi pada suhu 100oC hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim
namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Denaturasi adalah
rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan
substratnya dan umumnya bersifat irreversible. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim
menurun atau bahkan menghilang. Pada suhu 4oC kecepatan enzim juga lambat karena menurut
Gaman dan Sherrington (1994) enzim tidak memiliki aktivitas yang maksimal pada temperatur
yang sangat rendah. Dimana ketika suhu bertambah, maka energi kinetik enzim juga bertambah.
Bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotas baik enzim
maupun substrat sehingga memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi (Meryandini, 2009)
dan meningkatkan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat (Yazid, 2006).
Sehingga pada suhu rendah, kecepatan reaksi enzim menurun karena energi kinetik menurun dan
frekuensi tumbukan antara enzim dengan substrat semakin berkurang.

2. Pengaruh pH
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan
protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat,
dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda yang disebut
produk. Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian
dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia
adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang
disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air,
glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan
makanan. Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja
pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam
menembus partikel makanan (Prima, 2009).

Enzim amylase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.
Ada 3 macam enzim amylase, yaitu amylase, amylase, dan amylase. Enzim ini memecah
ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amylase sebab enzim ini memecah
bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. amylase terutama terdapat pada tumbuhan
dan dinamakan ekso amylase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung

23
molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. amylase terdapat
dalam hati. Enzim ini memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa
(Poedjadi, 2007: 155).

Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35oC sampai 40oC
(mendekati suhu tubuh manusia). Selain setiap enzim memiliki suhu optimal, enzim juga
memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. pH optimal sebagian besar enzim adalah
sekitar 6-8, akan tetapi terdapat perkecualian (misalnya pepsin, enzim pencernaan dalam
lambung yang bekerja pada pH 2) (Campble, dkk,2002:101-102).

Iodium ini sendiri dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam
larutan karena iodium jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu kompleks berwarna
biru keunguan. Sehingga jika didalam suatu larutan terdapat amilum maka larutan yang tadinya
bening dapat berubah warna menjadi biru.

Sama halnya seperti suhu, enzim juga memiliki pH optimal. Larutan blanko pada kelima
pH yang berbeda menunjukkan warna yang hampir sama yaitu berwarna kuning keemasan. Hal
ini karena tidak adanya enzim amilase yang dapat memecah amilum. Tabung uji pada pH 1 dan
pH 3 menghasilkan larutan berwarna coklat. Hal ini karena enzim amilase terinaktif pada pH
kurang dari 4. Pada pH 9 larutan berwarna coklat yang menandakan aktifitas enzim menurun.
Sedangkan pada pH 11 dihasilkan larutan kuning keemasan yang hampir sama seperti pada
larutan blanko. Hal ini berarti aktifitas enzim semakin menurun. pH optimal enzim amilase
adalah sekitar 6,6 dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi enzim
akan mengalami denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim (Campble, 2002).
Berdasarkan grafik hasil percobaan diketahui aktifitas enzim paling optimal diantara keempat pH
yang dicobakan berada pada pH 7.

3. Pengaruh Konsentrasi
Pada uji pengaruh konsentrasi, dibuat konsentrasi 100x, 200x, 400x dan 600x pengenceran.
Pertama larutan pati yang berfungsi sebagai substrat di inkubasi selama 5 menit pada suhu 370C (
untuk percobaan pengaruh suhu dan konsentrasi enzim ) yang berfungsi untuk menyamakan
kondisi suhu enzim dengan suhu tubuh. Lalu mencampurkan pati dengan air liur dimana pada

24
keadaan ini akan terjadi hidrolisis parsial. Kemudian ditambahkan Larutan iodium yang akan
menandakan perbedaan warna dari masing-masing perlakuan pada percobaan factor yang
mempengaruhi kerja enzim, larutan iodium ini merupakan indicator adanya karbohidrat atau
tidak dalam larutan.Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat( Hafiz Soewoto,2000)
.
Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim ini, konsentrasi enzim amylase dari air liur
yang berbeda-beda didapatkan dari pengenceran larutan air liur. Konsentrasi yang di dapat yaitu
0,065; 0,042; 0,028; dan -0,024.Keadaan ini tidak dapat membuktikan teori yang menyebutkan
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus. Jadi, makin
besar konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi yang tertera pada kurva ( Mohamad
Sadikin, 2002).Kurva yang berbeda pada hasil percobaan dikarenakan adanya kesalahan dalam
prosedur kerja. Kesalahan dalam prosedur kerja ini yaitu ketidaktelitian dalam pengenceran.
Adapun kurva hasil percobaan memperlihatkan laju reaksi dari enzim semakin cepat
seiring bertambahnya suhu ini terlihat pada kenaikan pengenceran namun terjadi penurunan
aktifitas enzim saat pengenceran hingga 600 kali. Kecenderungan ini diakibatkan karena pada
saat penambahan iodium diluar penangas, tidak dilakukan secara bersamaan hal ini akan
mengakibatkan perbedaan benturan antara enzim dan substrat. Pada keadaan pertama yaitu saat
penangas terasa panas dan semakin lama akan terjadi penurunan suhu saat di luar penangas,
akibatnya terlihat peningkatan laju reaksi karena adanya gerak termodinamik yang secara
perlahan membentuk produk dan pada titik optimum yaitu pada saat pengenceran 300 kali dapat
dikatakan membentuk secara sempurna karena kemungkinan pada saat dilakukan penambahan
iodiom tersebut suhu berada pada suhu optimum karena enzim amylase yang merupakan enzim
yang terdapat tubuh memilki suhu optimum 37oC. Pada keadaan kedua yaitu suhu mengalami
kenaikan hingga saat penambahan pada pengenceran membuat perbenturan antara enzim dan
substrat terus berlangsung namun keadaan ini tidak menambah laju reaksi namun mengurangi
laju reaksi ini disebabkan karena enzim mengalami denaturasi sehingga bangun tiga dimensinya
berubah secara bertahap. Dari hasil kurva yang didapat menunjukan bahwa terjadi penurunan
yang disebabkan teralu lamanya atau tidak diperlakuakan pada penangasan tidak sesuai denga

25
apa yang ada dalam teori. Sehingga tumbukan antara enzim dan substrat mengalami penurun dan
mendekati suhu optimum. ( Mohamad Sadikin, 2002 )
Pada pengukuran kosentrasi hasil praktikum bahwa kosentrasi enzim yang paling bagus
adalah pada kosentrasi pengenceran 100 kali karena kosentrasinya lebih besar dari pada hasil
pengenceran 200 sampai 600 kali seperti yang tertera pada tabel grafik. Jika di bandingkan
dengan literatur penelitian yang ada, bahwasannya beberapa literatur banyak yang berangapan
bahwa kosentrasi ezim yang bagus ada pada pengenceran 300 sampai 400 kali. Namun hal ini
tidak dapat dibuktikan secara pasti karena dalam beberapa literatur kebanyakan juga
mendapatkan hasil yang serupa dengan kesalahan yang dibuat yaitu terlalu lamanya keluar dari
penangas atau dapat dikatakan tidak presisi perlakuan terhadap tiap pengenceran maupun dalam
prosesnya (Andre 2008)

26
BAB V

KESIMPULAN

Enzim adalah biokatalisator yang merupakan molekul biopolimer dan tersusun dari
serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Ada tiga
macam amilase, yaitu -amilase, -amilase dan -amilase. Pada uji pengaruh suhu, suhu yang
terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim, demikian juga sebaliknya.
Hasil yang diperoleh dari grafik kecepatan reaksi enzimatik terhadap suhu menunjukkan bahwa
kecepatan reaksi paling tinggi terjadi pada suhu 37oC. Pada uji pengaruh pH, pH optimal enzim
amilase adalah sekitar 6,6 dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi
enzim akan mengalami denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim. Pada uji pengaruh
konsentrasi, pada pengukuran kosentrasi hasil praktikum bahwa kosentrasi enzim yang paling
bagus adalah pada kosentrasi pengenceran 100 kali karena kosentrasinya lebih besar dari pada
hasil pengenceran 200 sampai 600 kali.

27
DAFTAR PUSTAKA

Andre Ahmad, Saifullah. 2008. Jurnal penelitian efektifitas lama waktu rendaman saliva
terhadap enzim amilase. Yogyakarta. Uneversitas Islam Indonesia
Campble, Neil A., dkk. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Gaman, P.M dan Sherrington .1994. Ilmu pangan,pengantar ilmu pangan,nutrisi dan mikrobiologi.
Yogyakarta: UGM

Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lehninger AL. 1982. Dasar Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Martoharsono, S. 1994. Biokimia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Murray, Robert K et.al. 2006. Harper Illustrated Biochemistry Ed. 27. McGraw Hill Companies.

Meryandini Anja et al. 2009. Isolasi bakteri dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains 2009.

NANSLO Remote Lab Acitivity. 2014. Enzyme.


http://cheo.pbworks.com/w/page/84403405/Enzyme%20NANSLO%20Lab%20Activity.
Accessed at October, 26 2017 13:07 WIB.

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Pratama, Aditya Putra, dkk. TT. Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktifitas Enzim. Jurnal Fakultas
Saintek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.


Smith, Collen et.al, 2005. Basic Medical Biochemistry; A Clinical Approach. Lippincott William
and Wilkins

Sobreira A.G., dkk. 2011. Biochemical And Structural Characterization Of Amy1: An AlphaAmylase
Fromcryptococcus Flavus Expressed In Saccharomyces Cerevisiae. SAGE-Hindawi access to
research, enzyme research, volume 2011.

Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Widya Medika
Sukandar, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan

28
Susanti, 2004, Penggunaan Agregat Kasar Bernilai Abrasi Tinggi pada Campuran Split Mastic
Asphalt (SMA) 0/11, Tesis Tidak Dipublikasikan, Magister Sistem Teknik dan
Transportasi, UGM, Yogyakarta.

Wuryanti. W. 2004. Isolasi dan Penentuan Aktivitas Spesifik EnzimBromelin dari Buah Nanas
(Ananas comosus L). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNDIP.

Yazid, E. dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Penerbit Andi

29

Anda mungkin juga menyukai