Anda di halaman 1dari 11

PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Nur Hasni Oktarina

DIABETIC FOOT

Oleh :

dr. Nur Hasni Oktarina

Pendamping :

dr. La Ode Baynuddin

RSUD KABUPATEN MUNA

INTERNSHIP PERIODE 2016 - 2017


Nama Wahana: RSUD Kabupaten Muna
Topik: DHF
Tanggal (kasus) : 10 Januari 2017
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. La Ode Baynuddin
Tempat Persentasi : RSUD Kabupaten Muna
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 50 tahun, luka borok bengkak dikaki kanan
Tujuan: Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan diabetic foot
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data Pasien: Nama: Tn. S, 50 tahun No.Registrasi: -
Nama klinik RSUD Kabupaten Muna
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
- Diagnosis :
Diabetic foot Wagner 5
- Gambaran Klinis :
OS datang ke rumah sakit dengan keluhan luka borok bengkak di bagian punggung kaki
kanan sejak 1 bulan SMRS. Keluhan luka disertai nyeri, kemerahan, dan panas. Luka bernanah
dan berbau sejak 1 bulan SMRS. Keluhan diawali dengan luka lecet dikaki sejak 5 bulan
SMRS. Luka tersebut hanya dioles dengan betadin saja, tetapi luka tidak kunjung sembuh dan
semakin melebar. Keluhan demam saat ini disangkal.

1. Riwayat pengobatan :
OS berobat ke dokter 3 bulan yang lalu diberi parasetamol dan antibiotik, tetapi keluhan tidak
berkurang

2. Riwayat kesehatan/penyakit :
OS tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. OS mengaku menderita diabetes mellitus dengan
pengobatan yang tidak teratur.

3. Riwayat keluarga :
Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami gejala ataupun riwayat gejala
yang sama dengan pasien.
4. Pemeriksaan Fisis
Vital sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 kali/ menit
Nafas : 20 kali/ menit
Suhu : 37,1 C
Status generalis
Kulit : Warna coklat, lembab
Kepala : Normosefal
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Hidung : Sekret (-), epistaksis (-), deformitas (-)
Telinga : Cairan (-/-), darah (-/-)
Mulut : Sianosis (-), deviasi lidah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP (-)
Thoraks : Simetris kanan dan kiri
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra, batas kiri jantung
ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Retraksi interkostal (-)

Palpasi : Vokal fremitus sama pada kedua lapang paru


Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada semua regio
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2

Status Lokalis
Punggung kaki kanan terdapat luka dengan jaringan nekrosis yang hampir menutupi
seluruh punggung kaki, pus (+), berbau (+), darah (+), ulkus (+), arteri dorsalis pedis
tidak dapat diraba, pergerakan kaki (-), nyeri (+).

5. Pemeriksaan Penunjang
Lab: GDS 362 mg/dl

6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 28 tetes/menit
- Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/i.v (skin test)
- Drips metronidazole 1 fl/8 jam
- Injeksi santagesic 1 ampul/8 jam/i.v
- Injeksi omeprazole 1 vial/12 jam/i.v
- Rawat luka per hari
- Konsul spesialis penyakit dalam
Daftar Pustaka:
1. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kaki Diabetes Dextra Grade 5 Klasifikasi Wagner
2. Penanganan Kaki Diabetes Dextra Grade 5 Klasifikasi Wagner
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Pasien datang dengan keluhan luka borok bengkak di punggung kaki kanan sejak 1 bulan
SMRS.
2. Obyektif:
Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis,
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90 kali/ menit, nafas 20 kali/ menit, suhu 37,1 C,
punggung kaki kanan terdapat luka dengan jaringan nekrosis hampir menutupi seluruh
punggung kaki, pus (+), berbau (+), darah (+), ulkus (+), arteri dorsalis pedis tidak dapat
diraba, pergerakan kaki (-). Pemeriksaan penunjang GDS 362 mg/dl. Pada kasus ini
diagnosis ditegakkan berdasarkan:
a. Gejala klinis
b. Pemeriksaan fisik

3. Assesment:
Kaki diabetes diawali dengan hiperglikemia pada penyandang diabetes mellitus
yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan perubahan pada kulit dan otot sehingga terjadi perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki.
Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner
Stage 0 Tidak ada luka terbuka, kulit masih utuh,
diawali dengan pembentukan kalus (claw)
Stage 1 Ulkus superfisial terbatas pada kulit
Stage 2 Ulkus dalam, menembus tendon dan tulang
Stage 3 Ulkus dalam dengan atau tanpa
osteomielitis
Stage 4 Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis
Stage 5 Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai bawah
Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Frykberg
Kategori 1 Sensasi normal tanpa deformitas
Kategori 2 Sensasi normal tanpa deformitas atau tekanan plantar tinggi
Kategori 3 Insensitivitas tanpa deformitas
Kategori 4 Iskemia tanpa deformitas
Kategori 5 Kombinasi/ complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, deformitas
b. Riwayat tukak, deformitas Charcoat

Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Edmons (2004-2005)


Stage 1 Normal foot
Stage 2 High risk foot
Stage 3 Ulcerated foot
Stage 4 Infected foot
Stage 5 Necrotic foot
Stage 6 Unsalvable foot

4. Plan:
Diagnosis: Kaki Diabetes Dextra Grade 5 Klasifikasi Wagner
Penatalaksanaan
Kaki diabetes dikelola dengan 2 cara, yaitu:
1. Pencegahan primer (mencegah terjadinya ulkus dan kaki diabetes)
Dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan pada penderita diabetes melitus
untuk mencegah terjadinya kaki diabetes. Untuk stage 1 dan 2 menurut Edmons dapat
dilakukan pencegahan primer. Untuk kategori 2, 3 dan 5 menurut Frykberg perlu
memperhatikan alas kaki yang digunakan serta peyebaran tekanan harus merata,
kategori 4 perlu latihan kaki untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.
2. Pencegahan sekunder (mencegah kecacatan)
a. Kontrol metabolik
Kadar glukosa darah harus berada dalam kadar normal dan biasanya memerlukan
insulin atau obat antidiabetes oral. Insulin didapatkan dari insulin manusia dan
analog. Indikasi insulin adalah:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
2. Diabetes Melitus Tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet, olahraga, dan anti
diabetes oral
3. Diabetes Melitus Gestasional
4. Diabetes Melitus dengan infeksi berat, stroke, tindakan pembedahan dan
fraktur, serta infark miokard akut atau syok kardiogenik
5. Diabetes Melitus dengan gangguan fungsi hati atau ginjal
6. Diabetes Melitus dengan berat badan rendah dan malnutrisi
7. Diabetes Melitus dengan Graves Disease
8. Ketoasidosis Diabetikum
9. HONK (Hiperglikemik Osmolar Non Ketotik)
10. Alergi anti diabetes oral
11. Diabetes Melitus dengan terapi kortikosteroid
12. Diabetes Melitus dengan kanker

Insulin dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:


1. Kerja sangat cepat (Humalog, Novorapid, Apidra)
2. Kerja pendek (Actrapid)
3. Kerja panjang (Lantus, Levemir)
4. Kerja menengah (Insulatard)
5. Kerja campuran (Mixtard, Novomix)

Anti Diabetes Oral


Golongan Sensitivitas Insulin
1. Biguanid (Metformin) meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah
asupan makan. Metformin merupakan pilihan utama pada orang gemuk
dengan dislipidemi dan resistensi insulin berat. Metformin tidak diberikan
pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, hati, dan gagal jantung.
2. Tiazolidindion (Rosiglitazone, Pioglitazone) dapat memperbaiki glukosa
puasa dengan meningkatkan sensitivitas insulin di otot, lemak, dan hati. Tidak
diberikan pada orang gemuk dan penderita gagal jantung kongestif.
Golongan Sekretagok Insulin
1. Sulfoniluria (Glimepiride, Glicazide, Glibenclamide) dapat memperbaiki
glukosa puasa dengan merangsang sel beta pankreas melepaskan insulin.
Penggunaan harus hati-hati terhadap usia lanjut, penderita gagal ginjal,
gangguan fungsi hati, dan asupan makan kurang.
2. Glinid (Repaglinid, Nateglinid) dapat memperbaiki glukosa pascaprandial.
Penggunaan harus hati-hati pada gangguan fungsi hati.
Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Menurunkan glukosa pascaprandial dengan menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di saluran cerna sehingga menurunkan penyerapan glukosa.
Agonis Glukagon-like Peptida 1 (Exenatide)
Menurunkan glukosa puasa dan pascaprandial dengan merangsang sekresi insulin.
Exenatide menurunkan berat badan sehingga baik diberikan terhadap orang
gemuk.
Pada kontrol metabolik, status nutrisi harus diperbaiki untuk membantu
kesembuhan luka dengan melakukan diet diabetes mellitus dengan kebutuhan
karbohidrat 70%, lemak 10-15%, dan protein 15-20%. Penghitungan kalori dapat
menggunakan rumus Broaca, yaitu dengan menentukan berat badan idaman (TB-
100) kg 10%), status gizi (BB aktual : BB idaman) x 100%), dan jumlah kalori
perhari.
Penentuan kebutuhan kalori perhari
1. Kebutuhan basal
Laki-laki BB idaman (kg) x 30 kal
Perempuan BB idaman (kg) x 25 kal
2. Koreksi atau penyesuaian
Usia > 40 tahun -5%
Aktivitas ringan (duduk, nonton) +10%
Aktivitas sedang (kerja kantoran, +20%
ibu rumah tangga, dokter)
Aktivitas berat (olahragawan, +30%
tukang becak)
Berat badan gemuk -20%
Berat badan lebih -10%
Berat badan kurus +20%
3. Stress metabolik (infeksi, stroke, +10-30%
operasi)
4. Kehamilan trisemester I, II +300 kal
5. Kehamilan trisemester III, +500 kal
menyusui

Makanan tersebut dibagi menjadi 3 porsi makanan, yaitu pagi 20%, siang
30%, dan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% antara makan besar.
b. Kontrol vaskular
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan ancle brachial index. Setelah
diketahui keadaan vaskularnya, maka dapat dilakukan modifikasi faktor risiko,
seperti berhenti merokok, mencegah hiperglikemi, hipertensi, dan dislipidemia.
Selain itu juga dapat dilakukan dengan program latihan jalan dan revaskularisasi
yang memerlukan tindakan bedah jika sudah terjadi klaudikasio intermiten pada
kaki diabetes.
ABPI= Tekanan sistolik ankle Tekanan sistolik brachial

Ancle Brachial Pressure Index (ABPI)


Nilai ABPI Interpretasi Aksi Ulkus (bila ada)
>1,2 Abnormal Sering periksa Ulkus vena
Pembuluh darah gunakan bebat
kaku kompresi
1-1,2 Normal Tidak
0,9-1 Dapat diterima
0,8-0,9 Penyakit arteri Observasi
faktor risiko
0,5-0,8 Penyakit arteri Periksa rutin Kombinasi ulkus
sedang ke spesialis gunakan bebat
kompresi
<0,5 Penyakit arteri Perlu spesialis Ulkus arteri,
berat segera tidak gunakan
bebat kompresi
c. Kontrol luka
Perawatan luka dengan debridemen harus dilakukan untuk mengurangi produksi
pus dan mempercepat proses granulasi dan epitelialisasi. Jaringan mati dibuang
sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat.

d. Kontrol mikroorganisme
Mikroorganisme penyebab biasanya golongan garm negative-positif, aerob dan
anaerob yang menggunakan antibiotic spectrum luas, seperti golongan
sefalosporin dan metronidazole.

e. Kontrol tekanan
Dilakukan oleh bagian rehabilitasi medis dengan mengupayakan pengurangan
tekanan pada kaki diabetes yang digunakan untuk berjalan, salah satu nya dengan
kursi roda, removable cast walker, total contact testing (TCC). Bisa juga
dilakukan tindakan bedah dengan dekompresi ulkus atau abses.

f. Kontrol edukasi
Edukasi kepada penderita dan keluarga sangat penting untuk keberlangsungan
pencegahan, terapi, dan rehabilitasi pada penderita kaki diabetes.
Berdasarkan pembagian dari klasifikasi Wagner, maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :

1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan bedah
mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai
indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

1. Insisi : abses atau selullitis yang luas

2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II


3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

Edukasi : Penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Kuman pada borok akan
berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Hal inilah yang membuat diperlukannya tindakan
pembedahan minor bahkan pembedahan mayor seperti amputasi.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya persiapan terapi pembedahan berupa
amputasi untuk mencegah infeksi yang lebih luas.

Muna, Maret 2017

Peserta, Pendamping,

( dr. Nur Hasni Oktarina ) (dr. La Ode Baynuddin)

Anda mungkin juga menyukai