Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH MODEL EXPERIENTIAL LEARNING PADA POKOK BAHASAN

KESETIMBANGAN KIMIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

SILVIA WULANDARI P
NIM 140384204033

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan
taufik, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul Pengaruh Model Experiential Learning pada Pokok Bahasan Kesetimbangan Kimia
Terhadap Hasil Belajar Siswa.
Penyusunan proposal skripsi ini merupakan syarat mengikuti seminar proposal skripsi
pada Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Dalam menyusun proposal skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi
peneliti. Tetapi, banyak pihak yang membantu dan selalu memberikan motivasi sehingga
proposal skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc., selaku Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji;

2. Dr. H. Abdul Malik, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Maritim Raja Ali Haji;

3. Fitriah Khoirunnisa, S.Pd.,M.Ed., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia;

4. Fitriah Khoirunnisa, S.Pd.,M.Ed., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan arahan dan nasihat dalam penulisan proposal ini;

5. Friska Septiani Silitonga, S.Pd.,M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan arahan dan nasihat dalam penulisan proposal ini;

6. M.Tohir Karjono, S.Pd.,M.Pd., selaku Guru Pamong peneliti di SMA Negeri 1

Tanjungpinang;

7. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Maritim Raja Ali Haji yang telah memberikan masukan-masukan yang

bermanfaat bagi peneliti ketika menulis proposal ini;

Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini belum sempurna. Untuk itu, dengan besar hati

peneliti menerima kritik dan saran dari pembaca. Semoga proposal ini berguna bagi peneliti
iii

maupun bagi pihak lain yang memerlukan, khususnya mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia,

Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Tanjungpinang, 23 Mei 2017

Peneliti

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Landasan Teori............................................................................................................... 3
2.1.1 Hakikat Belajar........................................................................................................ 3
2.1.2 Hasil Belajar ............................................................................................................. 3
2.1.3 Model Experiential Learning ................................................................................. 6
2.1.4 Materi Kesetimbangan Kimia .............................................................................. 12
2.2 Penelitian yang Relevan ............................................................................................... 14
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................................... 15
2.4 Hipotesis Penelitian ...................................................................................................... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 19
3.3 Jenis Penelitian ............................................................................................................. 21
3.4 Rancangan Penelitian .................................................................................................. 22
3.5 Teknik pengumpulan data .......................................................................................... 24
3.6 Instrumen penelitian .................................................................................................... 25
3.7 Teknik Analisis data .................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... Error! Bookmark not defined.40
v

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi siswa/i MIA kelas XI SMAN 2 Tanjungpinang

Tahun Ajaran 2016/2017 .....................................................................................................18

Tabel 3.2 Sampel Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .................................................19

Tabel 3.3 Desain Pretest Posttest Control Group Design ...................................................20

Tabel 3.4 Kriteria penilaian ................................................................................................ 22

Tabel 3.5 Kriteria Validitas Soal ........................................................................................ 23

Tabel 3.6 Kriteria Reabilitas Soal ......................................................................................24

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan merupakan kesatuan yang luas yang mencakup seluruh

pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan. Pada dasarnya pendidikan

merupakan proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup, hal ini akan

dialami oleh semua orang tanpa mengenal batas usia. Dari konsep pendidikan

seumur hidup ini dirumuskan asas bahwa proses pendidikan berlangsung secara

kontinu dari bayi sampai meninggal dunia. Sebagaimana dalam konsep Islam yang

menganjurkan umatnya untuk belajar mulai dari buaian sampai ke liang lahat.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajaran IPA

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam

sekitar secara ilmiah.

Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA), oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama

dengan IPA. Karakteristik tesebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta

kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan

dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), pada perkembangannya

1
2

selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori

(deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,

mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,

struktur sifat, perubahan dianamika, dan energenika zat (BNSP, 2007).

Mata pelajaran kimia seharusnya merupakan mata pelajaran yang

menyenangkan, karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi

apa yang diharapkan umumnya berlainan dengan kenyataan. Hal ini terjadi

karena penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat oleh guru dalam

mengajar. Guru banyak memberikan pelajaran pada aspek ingatan dan

pemahaman. Pembelajaran seperti ini tentu saja akan menciptakan suasana kelas

yang statis, monoton dan membosankan. Dengan demikian diperlukan peran guru

dalam menentukan model pembelajaran yang tepat yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari hasil pembelajaran

sebelumnya, nilai formatif diperoleh siswa masih banyak yang mendapatkan nilai

dibawah nilai KKM. Kemudian, berdasarkan data pengamatan peneliti selama

mengajar, bahwa siswa kesulitan dalam memahami konsep materi kimia. Sehingga,

banyak siswa yang menunjukkan sikap yang tidak aktif selama proses pembelajaran

berlangsung.

Salah satu model pembelajaran yang mampu mengaktifkan peserta didik

dalam pembelajaran dalah model experiential learning. Model ini merupakan

cakupan luas dari model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual

merupakan adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam menggali kemampuan

diri, pembelajaran tidak hanya difokuskan kepada pemberian pembekalan

kemampuan pengetahuan secara teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar

2
3

pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan

aktual yang ada disekitarnya (Rusman, 2010).

Model experiential learning ini menekankan kepada kemandirian siswa

dalam mengaitkan suatu materi pembelajaran dengan aplikasi nyata dalam

kehidupan sehari-hari. Model ini melibatkan peserta didik dalam menemukan

pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep sebelum diajarkan.

Pengalaman ini mampu membantu peserta didik dalam membangun sendiri

pengetahuannya.

Penelitian ini bukanlah merupakan penelitian satu-satunya, sebelumnya ada

beberapa penelitian yang mengkaji konsep experiential learning. Peneliti

mengambil dua penelitian terdahulu yang relevan. Pertama, skripsi dari Andi

Rahman yang berjudul :Penerapan Model Experiential Learning dalam Upaya

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Deduktif Siswa SMA (Suatu Penelitian

Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandung). Andi merupakan

mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Dalam skripsi tersebut menggunakan model Experiential Learning, yang

membedakannya adalah jenis penelitian dan objek penelitian yang berbeda. Pada

skripsi tersebut yang menjadi objek penelitiannya adalah Penalaran Deduktif Siswa

SMA. Kedua, Jurnal Penelitian Pendidikan Fisika Indonesia I.R.S Munif dan Mosik

Vol. 4 No.1 2009 yang berjudul: Penerapan Metode Experiential Learning pada

Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah terletak pada jenis

penelitian dan objek penelitian. Pada jurnal penelitian tersebut yang menjadi objek

penelitian adalah peningkatan hasil belajar IPA pada siswa sekolah dasar.
4

Kesetimbangan kimia merupakan salah satu pokok bahasan ilmu kimia yang

diajarkan di kelas XI SMA. Pokok bahasan ini memiliki beberapa karakteristik

yaitu abstrak, membutuhkan pemahaman konsep yang cukup tinggi dalam

memahami konsep serta aplikasi nyata dalam materi ini. Karakteristik pokok

bahasan kesetimbangan kimia ini menjadi salah satu penyebab kesulitan belajar

siswa. Materi ini sangat sesuai dengan penggunaan model experiential learning.

Sehingga banyak pengalaman yang didapatkan peserta didik sebelum pembelajaran

dilaksanakan.

Berdasarkan masalah siswa yang akan diteliti, peneliti tertarik melakukan

sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Model Experiential Learning pada

Pokok Bahasan Kesetimbangan Kimia Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X

di SMA Negeri 1 Tanjungpinang Tahun 2017/2018

1.2 Rumusan Masalah

Dari pernyataan dalam latar belakang masalah di atas, maka diambil rumusan

masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh pengunaan model experiential learning terhadap

hasil belajar siswa pada materi kesetimbangan kimia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengunaan model experiential

learning terhadap hasil belajar siswa pada materi kesetimbangan kimia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah:


5

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai praktik pembelajaran

experiential secara riil di sekolah.

2. Bagi Peserta didik

Membantu peserta didik dalam memahami materi pelajaran kimia dengan

mudah dan memberi motivasi dalam belajar sehingga lebih menyenangkan

karena peserta didik terlibat langsung di dalamnya.

3. Bagi Guru

Memberi gambaran bagi guru bidang studi kimia untuk mengetahui

berbagai alternatif model pembelajaran salah satunya model experiential.

4. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran yang lebih efektif.


2

2
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hakikat Belajar

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan perilaku

individu berdasarkan praktik atau pengalaman baru, perubahan perilaku yang

terjadi bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang

dapat terjadi dengan sendirinya, namun yang dimaksud perubahan perilaku disini

adalah perubahan yang dilakukan secara sadar melalui reaksi dari situasi yang

dihadapi. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi

yang ada disekitar individu. belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan

kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga

merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu (Sudjana, 2009).

Dengan demikian belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri sesesorang yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara

aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi

fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak saja yang aktif, tetapi

pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan basar tujuan pembelajaran

tidak tercapai.

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil

belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman dan
4

puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru,

suatu pencapaian tujuan pengajaran. (Mudjiono, 2009)

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application

(menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru) dan evaluation

(evaluasi). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respon), valueing (nilai), organizing (organisasi), characterization

(karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan

rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial

dan intelektual (Sudjana, 2009)

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang

dikategorikan oleh pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat

secara fragmentaris atau terpisah, melainakan komprehensif. Hasil berlajar

merupakan gambaran efektivitas pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa

perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, termasuk dari

tujuan pengajarannya. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk

mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk

mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran

menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian

dimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat


5

diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan (Purwanto, 2009). Jadi hasil

belajar adalah hasil dari proses pembelajaran yang mengakibatkan perubahan

tingkah laku yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Slameto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Faktor internal

1) Faktor jasmani

a) Faktor kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar

seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu.

b) Cacat tubuh

Siswa yang cacat belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi ,

hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan

alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan

itu.

2) Faktor psikologis

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong faktor psikologis

yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.


6

b. Faktor eksternal

1) Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang

tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan

keadaan ekonomi keluarga.

2) Faktor sekolah

Faktor sekolah akan mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran dan

waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas

sekolah.

3) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap

belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam

masyarakat. Faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar ini antara lain

kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk

kehidupan masyarakat. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut

diharapkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-

penyebab terhambatnya pelajaran.

2.1.3 Model Experiential Learning

Model experiential learning merupakan sebuah model pembelajaran yang

didasarkan pada teori kolb, yaitu proses dimana pengalaman terkonstruksi melalui

transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara

berbuat (the doing) dan berpikir (the thinking). Secara umum istilah model
7

diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai

barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti globe adalah

model dari bumi tempat kita hidup. Dalam istilah selanjutnya istilah model

digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka

konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud model belajar

mengajar adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan

berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Model experiential learning merupakan model pembelajaran yang

diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana murid

mengalami apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari (Fauzi, 2016).

Melalui model ini, murid tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka

karena dalam hal ini murid dilibatkan secara langsung dalam proses

pembelajaran untuk dijadikan suatu pengalaman. Hasil proses pembelajaran

experiential tidak hanya menekankan pada aspek kognitif, tetapi juga subjektif

dalam proses belajar. Pengetahuan yang tercipta dari model ini merupakan

perpaduan antara memahami dan menstransformasi pengalaman.

Model pembelajaran ini tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan

berupa konsep-konsep saja, tetapi juga memberikan pengalaman yang akan

membangun pengalaman siswa melalui penugasan-penugasan nyata. Pepatah

mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Hal yang sama
8

telah dikemukakan oleh confusious beberapa abad lalu what I hear, I forget,

what I hear and I see, I remember a little, what I hear, see and ask questions about

or discus with some one else, I begin to understand, what I hear see, discus and I

do, I acquire knowledge and skill what I teach to another I master. Jika

pernyataan tersebut dikembangkan secara sederhana, maka akan didapat suatu

cara belajar berupa cara belajar dengan mendengar akan lupa, dengan cara

mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengar, melihat

dan mendiskusikan dengan murid lain akan paham, dengan cara mendengar,

melihat, dan mendiskusikan dengan murid lain akan paham dengan cara

mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan

dan keterampilan, dan cara menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan cara

mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan

murid dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya.

Seperti halnya sebuah proses pembelajaran kontekstual yang

menghubungkan dan melibatkan murid dengan dunia nyata, model ini pun

lebih mengedepankan model connected knowing (menghubungkan antara

pengetahuan dengan dunia nyata) dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai

bagian dari integral dari sebuah kehidupan (Widayanti, 2013). Experiental learning

theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential

learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini

menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar.

Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses

belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya.
9

Istilah experiential di sini untuk membedakan anatara teori belajar kognitif yang

cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif.

Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar

yang mengaktifkan pebelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan

melalui pengalamannya secara langsung (Sholehah, 2013). Dalam hal ini,

Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk

menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses

pembelajaran. Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk

mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami

perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari

model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah

struktur kognitif siswa, 2) mengubah sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-

keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan

memengaruhi seara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu

elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk

memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan-

keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan bagaimana cara mereka

membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut. Hal ini berbeda

dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa menjadi pendengar pasif dan

hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan siswa.

Adapun prinsip dasar Experiential learning adalah sebagai berikut:

prosedur pembelajaran dalam Experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu:


10

a. Tahapan pengalaman nyata.

b. Tahapan observasi refleksi.

c. Tahapan konseptualisasi, dan

d. Tahapan implementasi.

Keempat tahapan tersebut kemudian digambarkan dalam bentuk lingkaran

sebagai berikut:

Pengalaman
konkrit (1)

Pengamatan
Eksperimentasi
aktif dan
Aktif (4)
Reflektif (2)

Konseptualisasi
(3)

Gambar 2.1 Bagan Experiential Learning Cycle (Munif, 2009)

Dari Gambar 2.1 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap pengalaman konkrit (concrete)

Pada tahap ini peserta didik belum memiliki kesadaran tentang

hakikat dari suatu peristiwa. Peserta didik hanya dapat merasakan

kejadian tersebut apa adanya dan belum dapat memahami serta

menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi. Inilah yang

terjadi pada tahap pertama proses belajar.


11

b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif (observation and reflection)

Pada tahap ini guru harus memberi kesempatan kepada seluruh

peserta didik melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang

dialaminya. Hal ini dimulai dengan mencari jawaban dan memikirkan

kejadian yang ada dalam dunia sekitarnya. Peserta didik melakukan

refleksi dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana

dan mengapa hal itu bisa terjadi.

c. Tahap konseptualisasi (forming abstract concept)

Setelah peserta didik diberi kebebasan melakukan pengamatan,

selanjutnya diberi kebebasan merumuskan (konseptualisasi) terhadap

hasil pengamatannya. Artinya peserta didik berupaya membuat

abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan

prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.

d. Tahap eksperimentasi aktif (testing in new situations)

Tahap ini didasarkan atas asumsi bahwa hasil dari proses belajar

harus bersifat produk yang nyata. Pada tahap ini seseorang sudah

mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan

kedalam situasi nyata. Belajar harus memberikan ruang kebebasan

untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di

lapangan.

Kelebihan model experiential learning adalah meningkatkan semangat

belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan

kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses


12

berpikir kreatif, dan mendorong siswa untuk melihat sesuatu dari perspektif yang

berbeda. Adapun kelemahan dari model experiential learning ini adalah alokasi

waktu untuk pembelajaran yang membutuhkan waktu relatif lama (Munif, 2009).

2.1.4 Materi Kesetimbangan Kimia

2.1.4.1 Konsep Kesetimbangan Kimia

Reaksi kimia pada umumnya merupakan reaksi yang bersifat reversibel,

hanya sedikit dari reaksi kimia yang bersifat irreversibel. Pada awal proses

reversibel, reaksi belangsung maju ke arah pembentukan produk. Setelah beberapa

molekul produk terbentuk, proses balik mulai berlangsung dengan pembentukan

molekul reaktan dari molekul produk. Apabila laju reaksi maju dan reaksi balik

sama besar dan konsentrasi reaktan dan produk tidak lagi berubah seiring

berjalannya waktu, maka akan tercapai suatu kesetimbangan kimia. Kimia

merupakan suatu proses dinamis (Chang, 2009).

Reaksi kesetimbangan kimia melibatkan zat-zat yang berbeda untuk reaktan

dan produknya. Kesetimbangan antara dua fasa dari zat yang sama dinamakan

kesetimbangan fisis karena perubahan yang terjadi hanyalah pada proses fisis.

Dalam hal ini contohnya, molekul H2O yang meninggalkan dan yang kembali ke

fasa cair sama banyaknya:

H2O (l) H2O (g)

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan Kimia

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia dapat

dibedakan menjadi (Anis, 2017):


13

1. Konsentrasi

Dalam reaksi kesetimbangan, perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil

reaksi mengakibatkan pergeseran kesetimbangan. Apabila konsentrasi suatu

zat yang bereaksi ditambah atau dikurangi. kesetimbangan akan bergeser

dari zat yang bertambah atau menuju zat yang berkurang konsentrasinya.

2. Perubahan Tekanan dan Volume

Kesetimbangan reaksi juga dipengaruhi oleh tekanan dan volume.

Pergeseran kesetimbangan akibat perubahan tekanan dan volume hanya

dipengaruhi oleh zat berfase gas. Dalam reaksi heterogen, perubahan zat

berfase padat maupun cair tidak berpengaruh pada kesetimbangan. Menurut

asas Le Chatelir, apabila tekanan sistem diperbesar atau volume diperkecil,

kesetimbangan sistem akan bergeser ke reaksi jumlah koefisiennya lebih

kecil. Sebaliknya, apabila tekanan sistem diperkecil atau volume diperbesar,

kesetimbangan akan begeser ke arah reaksi yang jumlah koefisiennya lebih

besar.

3. Suhu

Reaksi kimia dapat terjadi dengan menghasilkan panas (eksoterm) maupun

menyerap panas (endoterm). Pada reaksi kesetimbangan, perubahan suhu

dari luar sistem mengakibatkan pergeseran kesetimbangan. Apabila suhu

sistem diturunkan, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang

melepas kalor (eksoterm). Sebaliknya, apabila suhu dinaikkan

kesetimbangan sistem akan bergeser ke arah reaksi yang membutuhkan

kalor (endoterm).
14

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai model Experiential Learning merupakan penelitian

yang sudah ada diteliti sebelumnya, namun dengan materi serta konsep penelitian

yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa rujukan penelitian

yang berkaitan dengan yang akan diteliti oleh peneliti diantaranya:

1. Skripsi: Andi Rahman, NIM 0605670, jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia yang

berjudul:Penerapan Model Pembelajaran Experiential Learning dalam

Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Deduktif Siswa SMA (Suatu

Penelitian Experimen Terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandung).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen

yang terdiri dari beberapa tahap : tahap persiapan, pelaksanaan, evaluasi

dan refleksi. Dari hasil analisis data disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran experiental pada pokok bahasan Logika Matematika dapat

meningkatkan kemampuan penalaran deduktif siswa.

2. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, oleh I.R.S Munif dan Mosik, Vol. 4

No.1 2009, Jurusan Fisika FMIPA UNNES yang berjudul: Penerapan

Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Penelitian ini

merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam empat

siklus. Teknik pengumpulan datanya berupa tes, angket dan lembar

observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode

experiential learning dalam proses pembelajaran sains IPA dapat


15

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD. Hal ini ditunjukkan dari

peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa tiap siklusnya,

yaitu 6,43 pada siklus I, 6,10 pada siklus II, 6,83 pada siklus III dan

peningkatan sebesar 7,30 pada siklus IV.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pada

penelitian ini materi dalam konsep kimia yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari dirancang untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan model

experiential learning terhadap hasil belajar peserta didik. Sehingga dengan adanya

penggunaan model experiential learning peserta didik akan mudah memahami

konsep yang diajarkan secara lebih mendalam dan mampu menghubungkan konsep

tersebut dengan pengalaman yang dialaminya sehari-hari. Hasil belajar yang baik

tidak menjamin peserta didik mampu memahami konsep dan aplikasinya dalam

kehidupan. Untuk itu indikator penguasaan konsep ini dihubungkan dengan

kemampuan berpikir dalam domain kognitif Bloom yang terdiri dari enam dimensi

proses kognitif. Keenam dimensi tersebut adalah C1 (mengingat), C2 (memahami),

C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi) dan C6 (mencipta).

Melalui experiental learning inilah peserta didik memiliki kesempatan melakukan

pengamatan dari pengalaman yang dihasilkannya dan menghubungkan dengan

konsep yang sudah ada sehingga memudahkan peserta didik dalam mengabstraksi

konsep tersebut menuju pemahaman konsep yang lebih bermakna.

2.3 Kerangka Berpikir

Setiap siswa dan guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran selalu

mengharapkan hasil belajar yang baik. Tinggi rendahnya hasil yang dicapai oleh
16

siswa selain ditentukan oleh siswa itu sendiri (internal) juga dapat ditentukan oleh

faktor lain (eksternal). Tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa pada mata

pelajaran kimia menunjukkan tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

Hasil belajar siswa erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran yang direncanakan

oleh seorang guru. Maka dengan perencanaan yang matang sebelum pembelajaran

akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan belajar

yang telah ditetapkan.

Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun ilmu pengetahuan alam. Ilmu kimia

ini tidak hanya mempelajari mengenai fakta, prinsip-prinsip serta konsep-konsep

saja, tetapi ilmu kimia juga erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

yang menjadi kesulitan siswa untuk mengimplementasikan teori-teori yang ada

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diduga karena penggunaan model

pembelajaran yang digunakan masih menggunakan model pembelajaran

konvensional. Oleh karena itu, dengan menerapkan model experiential learning

diharapkan dapat mengatasi hal tersebut.

Penggunaan model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential

learning) diharapkan dapat mampu mempengaruhi secara positif terhadap hasil

belajar siswa. Hal ini sesuai dengan kondisi siswa yang lebih mudah memahami

pembelajaran apabila dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini

model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) menggunakan

pengalaman sebagai kasalisator untuk membantu siswa mengembangkan kapasitas

dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dapat

diidentifikasikan adalah sebagai tugas yang melibatkan siswa, yang dirancang


17

untuk menghasilkan data dan pengalaman yang dapat digunakan untuk diolah

menjadi konsep dan ide-ide.

Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk

memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan-

keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan, dan bagaimana mereka membuat

konsep dari pengalaman yang mereka alami. Model pembelajaran berbasis

pengalaman (experiential learning) tidak hanya memberikan wawasan

pengetahuan dan konsep-konsep saja. Namun, juga memberikan pengalaman yang

nyata yang akan membangun keterampilan melalui penugasan-penugasan nyata.

Selanjutnya, model ini akan mengakomodasikan dan memberikan proses umpan

balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

Inti dari model pembelajaran experiential adalah memfokuskan perhatian kepada

adanya pengalaman (experience) dalam pembelajaran dan mengarahkan proses

pada semua hal yang menyangkut informasi dan kenyataan atau fakta. Sehingga

hasil belajar diperoleh siswa berdasarkan pengalamannya sendiri akan lebih baik

dari pada harus menghafal teori-teori apalagi pada mata pelajaran kimia yang sangat

berkaitan erat dengan pengalaman kehidupan sehari-hari.


18

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada pengaruh positif dan signifikan pada hasil belajar yang

menggunakan model experiential learning pada materi laju reaksi.

Ho : Tidak ada pengaruh postif dan signifikan pada hasil belajar yang

menggunakan model experiential learning dengan pembelajaran

konvensional pada materi laju reaksi.


19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Tanjungpinang yang terletak di Jalan Dr.

Sutomo, Tanjung Pinang Barat, Bukit Cermin, Kota Tanjungpinang, Kepulauan

Riau. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober- November tahun

2017. Timeline dapat dirincikan dalam Tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Waktu Penelitian


Bulan
No Kegiatan
Sept Okt Nov Des Jan Feb

1. Pengajuan Judul

2. Penulisan Proposal

3. Bimbingan Proposal

4. Revisi Proposal

5. Seminar Proposal

6. Perbaikan Proposal

7. Penelitian

8. Penyusunan skripsi

9. Sidang skripsi

10. Revisi Skripsi


20

3. 2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MIPA kelas XI MIPA SMAN 1

Tanjungpinang yang terdiri dari XI MIPA 1, XI MIPA 2, XI MIPA 3, XI MIPA 4,

XI MIPA 5, XI MIPA 6. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil sebanyak dua

kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang

akan diberikan perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Tabel populasi

dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Populasi siswa/i MIPA kelas XI SMAN 1 Tanjungpinang Tahun


Ajaran 2016/2017
NO Kelas Jumlah siswa

1 XI MIPA 1 37 siswa
2 XI MIPA 2 36 siswa
3 XI MIPA 3 36 siswa
4 XI MIPA 4 40 siswa
5 XI MIPA 5 40 siswa
6 XI MIPA 6 40 siswa
Total 238 siswa

Peneliti memilih teknik simple random sampling dalam pengambilan

sampel karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Proses pengambilan sampel

dilakukan dengan memberi kesempatan pada setiap anggota populasi untuk menjadi

anggota sampel. Sehingga peneliti mempertimbangkan hal tersebut dengan

memilih sampel dengan teknik simple random sampling. Simple random sampling

merupakan teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit

sampling. Dengan demikian setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang
21

terpencil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk

mewakili populasi.

Berdasarkan pengambilan sampel, sampel yang terpilih adalah kelas XI

MIPA 1 dan XI MIPA 3. Hal ini didasarkan pada nilai tes hasil belajar dan

kemampuan akademik yang tidak jauh berbeda. Pada kelas XI MIPA 1 memliki

rata-rata nilai ulangan harian 76, kelas XI MIPA 2 memliki rata-rata nilai ulangan

harian 70, kelas XI MIPA 3 memliki rata-rata nilai ulangan harian 75, kelas XI

MIPA 4 memliki rata-rata nilai ulangan harian 72, kelas XI MIPA 5 memliki rata-

rata nilai ulangan harian 70, kelas XI MIPA 6 memliki rata-rata nilai ulangan harian

73. Rincian sampel dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.3 Sampel Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

NO Kelas Jumlah siswa


1 Kelas kontrol 36 siswa
2 Kelas eksperiemen 37 siswa
Total 73 siswa

3. 3 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuasi

eksperimen dan desain yang digunakan adalah Pretest Posttest Control Group

Design. Dalam desain ini, hanya kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan.

Pretest-Postest Control Group Design

Pretes Perlakuan Postest

Eksperimen O2 X T2

O1 - T1
Kontrol
22

Keterangan :

T2 merupakan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan pada kelas

eksperimen dan tanpa perlakuan pada kelas kontrol.

3. 4 Rancangan Penelitian

Desain dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimental jenisnya Pretest

Posttest Control Group Design. Dimana pada desain penelitian ini yang

mendapat perlakuan hanya kelompok eksperimen saja. Hal ini sesuai dengan

Tabel 3.4

Tabel 3.4 Desain Pretest Posttest Control Group Design


Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
A (control) X1 T1
B (eksperimen) X2 X T2

Pada desain penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok Control

dan kelompok eksperimen. Perlakuan hanya dilakukan pada kelompok

eksperimen saja. X merupakan pembelajaran yang mendapat perlakuan

dengan model experiential learning yang diterapkan pada kelompok

eksperimen. Sedangkan pada kelompok control tidak mendapat perlakuan,

sehingga pembelajaran berlangsung secara konvensional. T1 merupakan nilai

sesudah posttest pada kelompok control yang tidak mendapat perlakuan. T2

merupakan nilai sesudah diberikan perlakuan (treatment).


23

Model pembelajaran experiental learning

Siswa kelas X IPA 1 Siswa kelas X IPA 2

Pre test

Model konvensional Model experiental learning

1. Guru menyampaikan 1. Tahapan pengalaman


tujuan pelajaran yang nyata
2. Tahapan observasi
ingin dicapai.
refleksi.
2. Menyajikan informasi 3. Tahapan konseptualisasi
kepada siswa secara 4. Tahapan implementasi.
tahap demi tahap
menggunakan metode
ceramah.
3. Mengecek pemahaman
dan memberikan umpan
balik.
4. Memberikan tugas
tambahan

Posstest

Hasil Belajar kelas kontrol


dan kelas eksperimen

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian


24

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan

observasi.

a. Tes

Tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa tes objektif dengan

jumlah 30 soal untuk pretest dan postest pada kelas perlakuan dan kelas

kontrol. Kriteria penilaian tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kriteria Penilaian


Skor Kriteria
80-100 Sangat baik
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
30-39 Gagal
Sumber: (Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, 2011)
b. Observasi

Observasi pada penelitian ini untuk memastikan kesesuaian

pengajaran dengan instrumen perlakuan yang dibuat dan akan

divalidasi oleh para ahli.

c. Angket

Angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa

mengenai materi kesetimbangan kimia, pelaksanaan pembelajaran,

model pembelajaran dan tes. Skala yang digunakan pada angket adalah

Skala Likert yang terdiri dari 5 pernyataan positif. Kriteria penilaian

angket dilihat pada tabel 3.6.


25

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Angket


Pernyataan Positif Skala
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: (Riduwan, 2003)
3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Instrumen perlakuan

Instrumen perlakukan berupa RPP dan angket yang akan divalidasi

oleh ahli.

2. Instrumen pengukuran

Instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan tes. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa tes

objektif dengan menggunakan taksonomi bloom C1 sampai C6. Untuk

mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

maka perlu ditunjuk aspek kelayakannya, yang diuji dengan statistik

sebagai berikut:

a. Validitas

Untuk menghitung validitas digunakan rumus Korelasi Produk

Moment sebagai berikut:

N XY ( X )( Y )
= (Riduwan, 2013)
{( N X 2 ( X ) 2 ( N Y 2 ( Y ) 2 )}
26

Dimana:

= Koefisien korelasi

= Jumlah skor item

= Jumlah skor total

= Jumlah responden

Dengan Kriteria pengujian apabila r hitung > r tabel dengan =0,05% maka alat

ukur dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel maka alat ukur

dinyatakan tidak valid. Jika instrumen itu valid, maka kriteria yang digunakan untuk

menentukan validitas butir soal adalah:

Tabel 3.7 Kriteria Validitas Soal


Besarnya r Interpretasi
0,80 < r <1,00 Sangat tinggi
0,60 < r < 0,79 Tinggi
0,40 < r < 0,59 Cukup Tinggi
0,20 < r < 0,39 Rendah
0,00 < r < 0,19 Sangat rendah
Sumber: (Riduwan, 2010)
b. Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengukur tingkat kepercayaan. Suatu tes

dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan

pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda. Untuk

mengukur reliabilitas instrumen, maka dilakukan uji reliabilitas

menngunakan alpha cronbachs dengan bantuan program SPSS 22 dengan

rumus:

2
11 = {1 } (Sugiyono, 2014)
(1) 2
27

Dimana:

K = Mean kuadrat antara subyek

2 = Mean Kuadrat kesalahan

2 = Varians total

Kaidah keputusan : jika r 11 > r tabel berarti reliabel dan r 11 < r tabel berarti

tidak reliabel.

Tabel 3.8 Kriteria Reabilitas Soal


Batasan Kategori
0,80<r111,00 Sangat tinggi
0,60<r110,80 Tinggi
0,40<r110,60 Cukup
0,20<r110,40 Rendah
0110,20 Sangat rendah
Sumber: (Arikunto, Metodologi Penelitia, 2002)

c. Tingkat Kesukaran

Untuk mengukur tingkat kesukaran instrumen tes, dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:


28

Tabel 3.9 Indeks Kesukaran Instrumen Tes


Tingkat Indeks
Kesukaran Kesukaran
0,71 1,00 Mudah
0,30 0,70 Sedang
0,00 0,30 Sukar
Sumber: (Arikunto, 2013)

d. Daya Pembeda

Untuk mengukur daya pembeda instrumen tes, maka dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:


= =

Dimana:

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya kelompok atas

JB = Banyaknya kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar


29

3.7 Teknik Analisis data

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik yaitu menggunakan

uji-t (t-test) dan pengolahan data menggunakan SPSS 22. Uji-t (t-test) merupakan

uji perbedaan dua rata-rata dari dua sampel tentang suatu variabel yang diteliti.

Sebelum melakukan analisis data dengan tes t dilakukan uji prasyarat terlebih

dahulu:

1. Uji prasyarat

a. Uji normalitas

Untuk penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogrov

smirnov dengan bantuan program SPSS 22. Uji ini digunakan untuk

mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

populasi yang terdistribusi normal atau tidak.

Tabel 3.9.1 Kriteria Uji Normalitas


Kriteria Keputusan
Nilai Asymp-sig (2-tailed) lebih besar Data berdistribusi normal
dari tingkat alpha 5%

Nilai Asymp-sig (2-tailed) lebih kecil Data berdistribusi tidak


dari tingkat alpha 5% normal

Sumber: (Sugiyono, 2009)

b. Uji homogenitas

Menurut Riduwan (2010) uji homogenitas merupakan sebuah uji yang

harus dilakukan untuk melihat kelas yang diteliti homogen atau tidak, pada

penelitian ini kelas yang akan diteliti sudah diuji homogenitasnya, dengan

cara menggunakan perbandingan varians dengan rumus:


30

Setelah nilai Fhitung di dapat dilakukan perbandingan dengan F tabel,

dengan rumus:

dk pembilang = n-1 ( untuk varians terbesar)

dk penyebut = n-1 ( untuk varians terkecil)

dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut:

Jika , berarti varians-varians tidak homogen.

Jika , berarti varians-varians homogen.

2. Uji hipotesis

Pengujian hipotesis perlu digunakan dengan beberpa uji untuk mengetahui

apakah uji tersebut diterima atau ditolak menggunakan uji dibawah ini.

a. Uji t (t-test)

Dalam penelitian ini diajukan satu hipotesis. Pengujian hipotesis tersebut

dijabarkan menjadi pengujian hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho).

Dengan hipotesis sebagai berikut.

Ha1 : Ada pengaruh positif dan signifikan pada hasil belajar yang

menggunakan model experiential learning pada materi kesetimbangan

kimia.

Ho1 : Tidak ada pengaruh positif dan signifikan pada hasil belajar yang

menggunakan model experiential learning pada materi kesetimbangan

kimia.
31

Untuk menganalisis tes yang baik dengan menggunakan rumus test

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik analisa data yang

digunakan pada penelitian ini adalah menganalisa data dengan Tes t

.Terdapat dua jenis tes t yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis

komparatif dua sampel independen (Sugiyono, 2011) yaitu:

1
2
=
12 22

1 + 2

1 2
=
(1 1)12 + (2 1)22 1 1
( + )
1 + 2 2 1 2

Keterangan :

1= Rata-rata kelas eksperimen

2= Rata-rata kelas kontrol

s1= Varians kelas eksperimen

s2= Varians kelas kontrol

n1= Jumlah anggota sampel kelas eksperimen

n2= Jumlah anggota sampel kelas Kontrol

b. Uji regresi sederhana

Pengujian hipotesis asosiatif ini menggunakan regresi sederhana dengan

bantuan program SPSS 22. Analisis regresi sederhana digunakan untuk

menguji bagaimana variabel dependen dapat diprediksi melalui variabel

independen. Perhitungan analisis regresi sederhana menggunakan persamaan:


32

= + . 1 (Kasmadi, 2014)

Keterangan :

= Linearitas regresi

a = Nilai linearitas regresi apabila harga X dimanipulasi

b = Nilai koefisien regresi

X1 = Nilai Variabel

Selain menggunakan uji regresi sederhana, juga menggunakan uji korelasi

sederhana, uji ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara

variabel X dan variabel Y. Pengujian ini menggunakan bantuan program

SPSS 22. Untuk melihat acuan korelasi sederhana dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 3.9.2 Acuan Interpretasi Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat hubungan
0.00-0.199 Tidak ada korelasi
0.20-0.399 Rendah
0.40-0.599 Sedang
0.60-0.799 Kuat
0.80-1.00 Sangat Kuat
Sumber: (Kasmadi, 2014)
33

DAFTAR PUSTAKA

Anis, D. N. (2017). Kimia Kelas XI : Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam.

Klaten: Intan Pariwara.

Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

_________. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi

Aksara.

BNSP. (2007). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta: Badan Standar Nasional

Pendidikan.

Chang, R. (2009). Kimia Dasar: Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Fauzi, G. U. (2016). Penerapan Model Experiential Learning untuk Meningkatkan

Hasil belajar Siswa pada Konsep Cahaya. Jurnal Antalogi UPI ,1(1), 3-4.

Hasan, M. D. (2013). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Kasmadi, N. S. (2014). Panduan Modern Penelitian Kuantitatif. Bandung :

Alfabeta.

Mudjiono, D. D. (2009). Belajar dan Pembelajaran . Jakarta : PT Rineka Cipta.


34

Munif, I. D. (2009). Penerapan Model Experiential Learning pada Pembelajaran

IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal

Pendidikan Fisika , 5(1) 79-82.

Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar . Surakarta: Pustaka Belajar.

Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

________. (2010). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

_______. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:

Alfabeta.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press.

Sholehah, I. P. (2013). Penerapan Model Experiential Learning Terhadap Hasil

belajar Fisika Siswa di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika, 2(3), 278-279.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta:

Rineka Cipta.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Alfabeta.

_______. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.


35

_______. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Widayanti, L. (2013). Problem Based Learning pada Siswa Kelas VIIA MTs

Negeri Donomulyo Kulon Progo Tahun Pelajaran 2012/2013. XVII (April),

32-35.

Anda mungkin juga menyukai