PENDAHULUAN
A. latar Belakang
1
Stroke mempunyai faktor risiko utama yang sama dengan penggunaan
tembakau, diet yang tidak sehat, aktivitas fisik, kegemukan, tekanan darah tinggi
dengan penyakit kronis seperti penyakit jantung koroner dan kanker. Faktor risiko
yang paling konvensional secara vaskuler adalah umur, merokok, diabetes, dan
kegemukan (Andra, 2013)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,
1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.
3
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-
bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah).
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran
dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki
atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi.
2. Nervus Cranialis
Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
4
Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar.
Nervus oltamikus
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas,
selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
Nervus maksilaris
Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung,
ronga hidung dan sinus maksilaris.
Nervus mandibula
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah.
Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal
dan dagu.
Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf
ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan
kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa
pengecap.
Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
5
Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa.
Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
3. Anatomi sirkulasi darah otak
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior
dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus
kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai
darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
6
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak
tengah dan sebagian diensefalon.
Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis
dan organ-organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan
melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke
sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena
ekstrakranial.
B. Defenisi stroke
Stroke atau penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak. Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan
suatu gangguan neurologis fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral (Yessie, 2013 ).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2008). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh
peredaran darah otak non traumatik (Andra, 2013 ).
C. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan sub
arachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
7
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah
disfungsi neurologi vokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler ( Yessie,
2013 ). Perdarahan otak dibagi 2 yaitu :
Perdarahan intraserebral :pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
poris, dan serebelum
b. Perdarahan sub arachnoid : perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma
berry atau AVN. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun vokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia dan lain-lain). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Saraf Indonesia).
c. Stroke non haemorhagic (CVA infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
1) TIA (transiskemik attack ) : Gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
8
2) Stroke involusi :Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit :Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali serangan
TIA berulang.
D. Etiologi
Penyebab stroke dapat dibagi 3, yaitu :
a. Trombosis Serebri
Arterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral yang adalah penyebab paling umum dari stroke
(Smeltzer, 2005). Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke
yang telah dibuktikan oleh ahli patologi, biasanya ada kaitannya dengan
kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat arterosklerosis.
b. Emboli Serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama
stroke. Penderia embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan penyakit jantung.
c. Hemoragi
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural atau epidural)
dibawah durameter (hemoragi subdural), di ruang sub arachnoid (hemoragi
sub arachnoid atau dalam substansial otak (hemoragi intraserebral).
E. Faktor Resiko
a. Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Hipertensi dapat disebabkan arterosklerosis
pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah tersebut mengalami
penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah / menimbulkan perdarahan.
b. Penyakit kardiovaskuler
9
Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri. Pada
vibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi darah ke otak
menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi
stroke.
c. Diabetes Mellitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga terjadi
mikrovaskularisasi dan terjadi arterosklerosis, terjadinya arterosklerosis
dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemia,
iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
d. Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada
stroke.
e. Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak
dan kardiac aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga terjadi
emboli serebral.
f. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis dan
terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak maka
perfusi otak menurun.
g. Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol tinggi. Selain itu dapat mengalami hipertensi
karena terjadinya gangguan pada pembuluh darah. Keadaan ini berkontribusi
pada stroke.
h. Arterosklerosis
i. Kontrasepsi
j. Riwayat Kesehatan Keluarga adanya stroke
k. Stress Emosional
10
F. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen yang tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron.
Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia
karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena
embolus dapat merupakan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma
fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorhagi maka faktor pencetus
adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur
dan dapat menyebabkan hemorhagi.
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan
infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas. Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak terlalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut (Andra,
2013).
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu
dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi
otak. Patologinya dapat berupa :
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh atau peradangan.
11
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas arah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
d. Rupture vascular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.
G. Manifestasi Klinik
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukiran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fumgsi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
12
- Hindari berkendara
pada malam hari
Diplopia - Penglihatan ganda - Jelaskan pada pasien
lokasi objek ketika
menemptkannya
dekat pasien
- Secara konsisten
tempatkan barang
perawatan pasien di
lokasi yang sama
Defisit motorik
Hemiparesis - Kelemahan wajah, - Tempatkan objek
lengan dan kaki dalam jangkauan
pada soso yang pasien pada sisi yang
sama (karena lesi tidak sakit
pada hemisfer yang - Instruksikan pasien
berlawanan) untuk latihan dan
meningktkan
Hemipelgia kekuatan pada sisi
- Paralisis wajah, yang tidak sakit
lengan dan kaki - Dorong pasien untuk
pada sisi yang sama memberikan latihan
(karena lesi pada rentang gerak pada
hemisfer yang sisi yang sakit
berlawanan) - Berikan mobilisasi
sesuai kebutuhan
pada sisi yang sakit
- Berikan mobilisasi
sesuai kebutuhan
pada sisi yang sakit
- Pertahankan
kesejajaran tubuh
13
dalam posisi
fungsional
- Latih tungkai yang
tidak sakit untuk
Ataksia meningktkan
mobilitas, kekeuatan
- Berjalan tidak dan penggunaan
mantap, tegak - Dukung pasien
- Tidak mampu selama fase ambulasi
menyatukan kaki, awal
perlu dasar berdiri - Berikan alat
yang luas penyokong untuk
Disartria ambulasi
- Instruksikan pasien
untuk tidak berjalan
Kesulitan dalam tanpa bantuan atau
membentuk kata alat penyokong
- Memberikan pasien
metode alternatif
untuk berkomunikasi
- Memberikan pasien
cukup waktu untuk
berespon untuk
komunikasi verbal
- Dukung pasien dan
keluarga untuk
menghilangkan
Disfagia frustasi yang
berhubungan dengan
kesulitan komunikasi
- Kesulitan dalam
menelan
14
- Uji refleks faring
pasien sebelum
memberikan makanan
dan cairan
- Bantu pasien saat
makan
- Tempatkan makanan
pada sisi mulut yang
tidak sakit
- Berikan waktu yang
cukup untuk makan
Defisit sensori
Parestesia (terjadi - Kebas dan - Instruksikan pasien
pada sisi kesemutan pada untuk menghindari
berlawanan dari bagian tubuh penggunaan bagian
lesi) - Kesulitan dalam tubuh ini sebagai
propriopsi tungai dominan
- Berikan rentang gerak
pada area yang sakit
dan berikan alat
korektif yang
diperlukan
- Tempatkan barang
perawatan pasien ke
arah sisi yang tidak
sakit
Devisit Verbal
Afasia ekspresif - Tidak mampu - Dorong pasien untuk
membentuk kata mengulang bunyi
yang mudah alfabet
dipahami : mungkin
mampu bicara
15
dalam respons kata
Afasia reseptif tunggal
- Tidak mampu - Bicarakan perlahan
memahami kata dan jelas untuk
yang dibicarakan: membantu pasien
mampu bicara tapi membentuk bunyi
tidak masuk akal
Afasia global - Kombinasi baik
afasia reseptif dan
ekspresif - Bicara perlahan dan
dalam kalimat
sederhana: gunakan
sikap tubuh atau
gambaran bila mampu
Defisit Kognitif - Kehilangan memori - Reorientasikan pasien
jangka pendek dan pada waktu, tempat,
panjang dan situasi dengan
- Penurunan lapang sering
perhatian - Gunakan petunjuk
- Kerusakan verbal dan auditoris
kemampuan untuk untuk
berkonsentrasi mengorientasikan
- Alasan abstrak pasien
buruk - Berikan objek
- Perubahan penilaian keluarga
- Gunakan bahasa tidak
rumit dengan pasien
- Uji dan tekankan
instruksi dengan
sering
16
Defisit emosional - Kehilangan kontrol - Dukung pasien
diri selama kejadian tidak
- Labilitas emosional terkontrol
- Penurunan toleransi - Diskusikan dengan
pada situasi yang pasien dan keluarga
menimbulkan stress bahwa kejadian
- Depresi tersebut karena proses
- Menarik diri penyakit
- Rasa takut, - Dorong pasien untuk
bermusuhan dan berpartisipasi dalam
marah aktifitas kelompok
- Perasaan isolasi - Berikan simulasi
untuk pasien
- Kontrol situasi
penimbul stress bila
mungkin
- Berikan lingkungan
yang aman
- Dorong pasien untuk
mengekspresikan
perasaan dan frustasi
yang berkaitan
dengan proses
penyakit
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obstruksi arteri, oklusi / ruptur.
b. Elektro encefalography
17
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral.
Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis / aliran
darah / muncul plaque / arterosklerosis.
e. CT- Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
f. MRI
Menunjukkan adanya tekanan anormal dan biasanya pada trombosis, emboli
dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan
hemoragi sub arachnoid / perdarahan intrakranial.
g. Pemerikasaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
berlawanan dari massa yang meluas.
h. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses
inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
18
I. Komplikasi
a. Berhubungan dengan immobilisasi
Infeksi pernafasan
Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan
Konstipasi
Tromboflebitis
b. Berhubungan dengan mobilisasi
Nyeri pada daerah punggung
Dislokasi sendi
c. Berhubungan dengan kerusakan otak
Epilepsi
Sakit kepala
Kraniotomi
d. Hidrosepalus
J. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila
disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik
stabil
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan
oksigen 1-2 liter / menit bila ada hasil gas darah
Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter
Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
Suhu tubuh harus dipertahankan
Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,
dianjurkan pipi NGT
Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi
b. Penatalaksanaan medis
Trombolitik (streptokinase)
Anti platelet / anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, cliostazol, dipiridamol)
Antikoagulan (heparin)
19
Hemorrhagea (pentoxyfilin)
Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
Antagonis calsium (nomodipin, piracetam)
c. Penatalaksanaan khusus / komplikasi
Atasi kejang (antikonvulsan)
Atasi tekanan intrakranial yang meninggi (manitol, gliserol, furosemid,
intubasi, steroid dll)
Atasi dekompresi (kraniotomi)
Atasi hipertensi (anti hipertensi)
Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)
d. Penatalaksanaan berdasarkan jurnal
1) Berdasarkan jurnal Triage assessments and the activation of rapid
care protocols for acute stroke patients dijelaskan bahwa pasien stroke
akut harus dilakukan penilaian triase dengan perawatan cepat, yaitu pada
triase 1 atau 2 untuk pasien yang hadir dalam 2 jam onset gejala. Pasien
stroke akut direkomendasikan pemberian trombolisis intravena selama 4,5
jam sejak awal gejala stroke. Didapatkan hasil bahwa hampir semua pasien
stroke akut yang dilakukan penilaian triase dapat diidentifikasi, namun
30% tidak mengalokasikan ke kategori triase mendesak ( triase 1 atau 2 ).
2) Berdasarkan jurnal Nursing interventions in stroke care delivery: An
evidence-based clinical review membahas tentang intervensi
keperawatan yang penting untuk pasien stroke akut, seperti manajemen
kontinuitas, perawatan area tekanan, manajemen tertelan dan mobilisasi
dini serta intervensi keperawatan penting lainnya termasuk pencegahan
tromboemboli paru dan terapi anti platelet dini. Intervensi yang diberikan
untuk mencegah cedera otak sekunder ( hipertensi intrakranial ), menjaga
saluran pernafasan karena kelumpuhan dari otot faring, memberikan
dukungan tubuh secara umum ( tanda vital, keseimbangan cairan dan
elektrolit ), dan mengantisipasi terjadinya komplikasi. Secara keseluruhan
dapat disarankan agar perawat mengatasi stroke mulai dari triase A dan E.
20
Perawat juga dapat membantu keluarga untuk memahami kondisi pasien
serta kekurangannya dalam proses pebaikan dan pemulihan keluarganya.
K. Upaya pencegahan
a. Mengurangi kegemukan
b. Berhenti merokok
c. Berhenti minum kopi
d. Batasi makan garam / lemak
e. Tingkatkan masukan kalium
f. Rajin berolahraga
g. Mengubah gaya hidup
h. Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
21
BAB III
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien
Umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dll
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat hipertensi
- Riwayat penyakit kardiovaskular misalnya emblisme serebral
- Riwayat tinggi kolesterol
- Obesitas
- Riwayat DM
- Riwayat aterosklerosis
- Merokok
- Riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan meningkatnya
kadar estrogen
- Riwayat konsumsi alkohol
c. Riwayat kesehatan sekarang
- Kehilangan komunikasi
- Gangguan persepsi
- Kehilangan motorik
- Merasa kesulitan untuk melakukan karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri,
kejang otot)
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga
1) Pemeriksaan data dasar
a. Aktivitas / istirahat
- Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia)
- Merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri, kejang otot)
22
- Gangguan tonus otot (flaksid, spastik), paralitik (hemiplegia) dan
terjadi kelemahan umum
- Gangguan penglihatan
- Gangguan tingkat kesadaran
b. Sirkulasi
- Adanya penyakit jantung (mis, reumatik, penyakit jantung vaskuler,
endokarditis, polisitemia, riwayat hipotensi postural).
- Hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme / malformasi
vaskuler
- Frekuensi nadi dapat bevariasi karena ketidakefektifan fungsi /
keadaan jantung
c. Integritas ego
- Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
- Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira.
- Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
- Perubahan pola berkemih, seperti : inkontinensia urian, anuria
- Distensi abdomen, bising usus (-)
e. Makanan / cairan
- Nafsu makan hilang, mual muntah pada fase akut / peningkatan TIK.
- Kehilangan sensasi ( rasa kecap pada lidah, pipi dan tengkorak ).
- Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
- Kesulitan menelan ( gangguan pada refleks palatum dan faringeal ),
obesitas.
f. Neurosensori
- Adanya sinkop / pusing dan sakit kepala berat.
- Kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi terkena seperti mati /
lumpuh.
- Penglihatan menurun : buta total, kehilangan daya lihat sebagian (
kebutaan monokuler), penglihatan ganda ( diplopia).
23
- Sentuhan : hilangnya rangsangan sensori kontra lateral ( ada sisi
tubuh yang berlawanan / pada ekstremitas dan kadang pada
ipsilateral 9 satu sisi ) pada wajah .
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
- Status mental / tingkat kesadaran : koma pada tahap awal hemoragik,
tetap sadar jika trombosis alami.
- Gangguan fungsi kognitif : penurunan memori
- Ekstremitas : kelemahan / paralise ( kontralateral ), tidak dapat
menggenggam, refleks tendon melemah secara kontrolateral.
- Afasia : gangguan fungsi bahasa, afasia motorik (kesulitan
mengucapkan kata ) atau afasia sensorik ( kesulitan memahami kata-
kata bermakna ).
- Kehilangan kemampuan mengenali / menghayati masuknya sensasi
visual, pendengaran, taktil ( agnosia seperti gangguan kesadaran
terhadap citra diri, kewaspadaan, kelainan terhadap bagian yang
terkena, gangguan persepsi, kehilangan kemampuan menggunakan
motorik saat klien ingin menggunakannya ( perdaraha / hernia ).
g. Nyeri
- Sakit kepala dengan intensitas berbeda ( karena arteri karotis terkena
).
- Tingkah laku yan tidak stabil, gelisah, ketergantungan pada otot /
fasia.
h. Pernafasan
- Merokok
- Ketidakmampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas.
- Pernafasan sulit, tidak teratur, suara nafas terdengar / ronki ( aspirasi
sekresi ).
i. Keamanan
- Motorik / sensorik : masalah penglihatan, perubahan persepsi
terhadap orientasi terhadap tubuh ( stroke kanan ), kesulitan melihat
objek dari sisi kiri, hilangnya kewaspadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit.
24
- Tidak mampu mengenali objek, warna dan wajah yang pernah
dikenali.
- Gangguan berespon terhadap panas dan dingin, gangguan regulasi
tubuh.
- Tidak mandiri, gangguan dalam memutuskan, perhatian terhadap
keamanan sedikit.
- Tidak sadar / kurang kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
- Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi.
2) Pemeriksaan Neurologis
a. Status Mental
- Tingkat kesadaran : kualitatif dan kuantitatif
- Pemeriksaaan kemampuan biacara
- Orientasi ( tempat, waktu, orang )
- Pemeriksaan daya pertimbangan
- Penilaian daya obstruksi
- Penilaian kosa kata
- Pemeriksaan kemampuan berhitung
- Pemeriksaan kemampuan mengenal benda
b. Nervus Kranialis
- Olfaktorius : penciuman
- Optikus : penglihatan
- Okulomotorius : gerak mata, konstriksi pupil akomodasi
- Troklear : gerak mata
- Trigeminus : sensasi umum pada wajah, kulit kepala, gigi,
gerak mengunyah
- Abducen : gerak mata
- Fasialis : pengesap, sensasi umum pada palatum dan
telinga luar, sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula, sublingual,
ekspresi wajah.
- Vestibulokoklearis : pendengaran dan keseimbangan
25
- Aksesoris spinal : fonasi, gerakan kepala, leher, dan bahu
- Hipoglosus : gerak lidah
c. Fungsi Motorik
- Masa otot, kekuatan otot, dan tonus otot. Pada pemeriksaan ini tonus
otot diperiksa terlebih dahulu.
- Fleksi dan ekstensi lengan
- Abduksi lengan dan adduksi lengan
- Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
- Adduksi dan abduksi jari
- Abduksi dan adduksi pinggul
- Fleksi dan ekstensi lutut
- Dorsofleksi dan fleksi plantar pergelangan kaki
- Dorsofleksi dan fleksi plantar ibu jari kaki
d. Fungsi sensori
- Sentuhan ringan
- Sensasi nyeri
- Sensasi posisi
- Sensasi getaran
- Lokalisasi taktil
e. Fungsi Serebelum
- Tes jari hidung
- Tes tumit lutut
- Gerakan berganti
- Tes romberg
- Gaya berjalan
f. Refleks
- Briceps
- Triceps
- Brachioradialis
- Patella
- Achilles
26
B. Diagnosa yang sering muncul
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d gangguan sirkulasi darah ke otak
27
5. Posisi tangan dan jari
Pasien di observasi untuk tanda dan gejala yang dapat mengidikasikan
emboli paru atau kelebihan beban kerja Jantung selama latihan ; hal ini meliputi
napas pendek, nyeri dada, sianosis, dan peningkatan frekuensi nadi selama
periode latihan.
Latihan periode singkat dan sering selalu lebih disukai daripada periode
lama dalam interval jarang. Regularitas dalam latihan paling penting. Perbaikan
kekuatan otot dan pemeliharaan rentang gerak dapat dicapai hanya melalui
latihan harian.
Bantu pasien dan ingatkan untuk melatih sisi yang sakit akibat stroke
dengan interval sepanjang hari. Ini dapat dibantu dengan menuliskan jadwal
waktu yang dapat digunakan untuk mengingatkan pasien melakukan aktivitas
latihan. Perawat bertanggung jawab mengawasi dan mendukung pasien selama
aktivasi. Pasien dapat meletakkan dengan kuat kaki yang tidak sakit dibawah
yang sakit untuk menggerakkannya bila membalikkan posisi dan latihan.
Fleksibilitas, kekuatan, koordinasi, ketahanan, dan keseimbangan latihan
mempersiapkan pasien untuk melakukan ambulasi dan mencapai tujuan. Latihan
otot gluteal dan kuadriseps yaitu dengan melakukan latihan, untuk meningkatkan
kekuatan otot yang dibutuhkan saat berjalan. Kegiatan ni dilakukan lebih dari
lima kali sehari dalam waktu10 menit setiap latihan.
28
Jika pasien membutuhkan kursi roda, tipe-tipe pegangan menggunakan rem
tangan merupakan bagian terpenting untuk dilatih karena hal itu membantu
pasien untuk menguasi kursi tersebut. Kursi harus cukup rendah, untuk
mempermudah pasien saat menggerakkannya dengan tidak melibatkan kaki dan
cukup baik untuk digunakan di rumah. jika pasien dipindahkan dari kursi roda,
pegangan ditempatkan pada kedua sisi kursi.
Periode latihan ambulasi harus singkat dan sering. Saat pasien memperoleh
kekuatan dan kepercayaan diri, tongkat yang dapat diatur dapat digunakan untuk
penyokong. Umumnya tiga atau empat kali ganti tongkat akan memberikan
dukungan yang stabil, pada fase-fased awal program latihan.
Mencegah Nyeri Bahu. Di atas 70% pasien stroke mengalami nyeri berat
pada bahu, yang menghalangi mereka mempelajari keterampilan baru, karena
fungsi bahu berarti dalam memberikan keseimbangan dan melakukan berpindah
tempat serta aktivitas perawatan diri. Tiga masalah yang dapat terjadi : nyeri
bahu, subluksasio bahu, sindrom tangan-bahu.
29
Masalah-masalah ini dapat dicegah dengan menggerakan dan memberi
posisi yang benar. Lengan yang flaksid diletakkan di atas meja atau bantal
sementara pasien duduk. Beberapa doker menganjurkan menggunakan sling saat
pertama kali menggerakkan ekstremitas untuk mencegah pralisis ekstremitas
karena terjuntai saat digerakkan. Latihan rentang gerak penting dalam mencegah
nyeri bahu. Hindari gerakan-gerakan yang berat, instruksikan pasien membuat
gerakan menjalin pada jari-jari menempatkan telapak tanagn bersama-sama dan
dorong perlahan-lahn ke depan dengan menggenggam tangan ke arah bagian
depan skapula, mengangkat kedua tangan ke atas kepala. Kegiatan ini diulang
seluruhnya setiap hari. Pasien diinstruksikan melakukan fleksi pergelangan
tangan pada tangan yang terpengaruh dan menggerakkan seluruh sendi-sendi
pada jari-jari. Anjurkan mereka untuk melakukan gerakan menyentuh,
menggosok, dan memukul lihat gerakan kedua tangan. Tumit mendorong ke arah
bawah dengan kuat. Peninggian lengan dan tangan adalah penting untuk
mencegah edema pada tangan. Pasien dengan nyeri terus menerus setelah
gerakan dan perubahan posisi diiberikan pengobatan analgesik.
30
Aktivitas Berpakaian. Moral pasien akan meningkatkan jika aktivitas
berjalan dapat dilakukan dan dapat menggunakan pakaian. Keluarga
diinstruksikan untuk membawa pakaian yang lebih baik berukuran besar
daripada yang biasanya digunakan. Pakaian yang cocok dengan kancing di
depan atau samping atau tertutup adalah paling pantas. Pasien yang mempunyai
keseimbangan yang baik bila melakukan aktivitas berpakaian dengan posisi di
tempat duduk.
Pakaian dipakaikan pada sisi yang sakit sesuai dengan bentuk pakaian.
Dengan menggunakan cermin besar sambil berpakaian dapat menolong pasien
sadar akan apa yang dipakainya pada bagian tubuh yang sakit. Setiap pakaian
dipakaikan pada sisi yang sakit lebih dulu. Pasien harus membuat banyak
gerakan kompensasi ketika berpakaian yang dapat menimbulkan keletihan dan
puntiran yang nyeri dari otot interkostal. Dukungan dan dorongan diberikan
untuk mencegah pasien menjadi sangat letih dan menolak. Meskipun dengan
latihan intensif, tidak semua pasien mampu mancapai kemandirian dalam
keterampilan dalam keterampilan berpakaian.
31
penglihatan, orientasi realotas dan prosedur yang memberi petujuk untuk
mengompensasi kehilangan.
32
pencegahan kerusakan jaringan dan kulit membutuhkan penhkajian yang sering
pada kulit, dengan penekanana khusus pada area penonjolan dan bagian tubuh
yang dependen. Selama fase akut tempat tidur khusus (mis. Tempat tidur
beraliran udara rendah) dapat digunakan sampai pasien mampu bergerak mandiri
atau dibantu dalam bergerak. Jadwal mengubah posisi dan membalik tubuh
secara teratur harus diikuti dengan meminimalkan tekanan dan mencegah
kerusakan kulit. Kulit pasien hharus dijaga agar tetap bersih dan kering masase
dengan tekanan lembut pada kulit
Disfungsi Seksual. Fungsi seksual dapat berubah pada pasien stroke. Sering
stroke dikatakansebagai penyakit yang membawa bencana besar, dimana pasien
mengalami kehilangan harga diridan nilai-nilai kesehatan seksual yang dimiliki.
Walaupun penelitian yang berkisar tentang pengelolaan stroke terbatas, namun
terlihat bahwa pasien pasca-stroke penting dipertimbangkan fungsi seksualnya,
karena kebanyakan mereka mengalami gangguan fungsi seksual setelah stroke.
33
tenaga pelayanan kesehatan profesional, bergantung pada penurunan neurologis
yang spesifik yang disebabkan oleh stroke. Perawatan pasien dirumah sering
dihubungkan dengan perawat.
34
jantung dan menurunkann tekanan darah (jika pasien hipertensi) dan pemberian
cairan yang adekuat.
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Bagi Pihak Rumah Sakit
1. Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada penderita
stroke guna mencegah terjadinya kecacatanseumur hidup serta kematian
2. Diharapkan meningkatkan pelayanan untuk mendeteksi dini kelainan sebagai
pencegahan terhadap faktor risiko terjadinya stroke.
Bagi masyarakat
1. Lebih menjaga kesehatan diri dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan
gizi seimbang, diet rendah lemak, menghindari stress, dan sering berolahraga
secara teratur.
2. Menyempatkan diri untuk kontrol kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat
untuk melakukan pengcekan tekanan darah, gula darah, serta status gizi secara
rutin sebagai upaya pencegahan dini terhadap faktor risiko stroke.
36
DAFTAR PUSTAKA
April,Tutu. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta Selatan: Salemba Medika. Hal 41-
52
Ed. Herman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis,
Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta.
Innes Kelli, Mosley Ian, Morphet Julia, (2013). Triage assessments and the
activation of rapid care protocols for acute stroke patients, Elsevier, Australasian
Emergency Nursing Journal (2013) 16, 49,
http://dx.doi.org/10.1016/j.aenj.2012.12.002 ( diakses tanggal 13 September
2017).
Saferi, Andra dan Yessie Marisa. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika. Hal 31-42
Urden Linda, dkk. 2013. Critical Care Nursing : Diagnosis and Management, Edisi
ke-7. Elsevier Mosby. Hal 650
Williams, Jane, dkk. 2010. Acute Stroke Nursing. United Kingdom: Blackwell
Publishing Ltd. Hal 3-4
37