Anda di halaman 1dari 25

BAB I

A. Definisi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik
seseorang melebihi 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg
(WHO, 2013). Krisis hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Perbedaan kedua golongan krisis
hipertensi ini bukanlah dari tingginya tekanan darah, tapi dari
kerusakan organ sasaran. Hipertensi emergensi dan urgensi perlu
dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Ramos dan
Varon, 2014). AHA (2014) menjelaskan, hipertensi urgensi adalah
situasi di mana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan
sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih dari 110 mmHg, tetapi tidak
ada kerusakan organ terkait, sedangkan hipertensi emergensi
merupakan keadaan darurat hipertensi dan disertai kerusakan organ
(nyeri dada, sesak napas, nyeri punggung, mati rasa/kelemahan,
kesulitan berbicara).
Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi
emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) dengan menggunakan
obat-obat antihipertensi shortacting, serta antihipertensi yang
diberikan secara intravena. (Varon, 2008). Keterlambatan pengobatan
akan menyebabkan timbulnya kematian. Tekanan darah harus
diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam
(Suhardjono, 2012).
B. Epidemologi
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke,
gagal ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani
dengan tepat (James dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung,
77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF)
menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg (Go dkk.,
2014). Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit

1
jantung dan 51% kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008
(WHO, 2013). Selain itu, hipertensi juga menelan biaya yang tidak sedikit
dengan biaya langsung dan tidak langsung yang dihabiskan pada tahun
2010 sebesar $46,4 milyar (Go dkk., 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013,
tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum
obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan
kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Profil data kesehatan Indonesia tahun
2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10
penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun
2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8%
pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi
(Dinkes DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan
D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia
berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami
kenaikan jika dibandingkan dari hasil riset kesehatan dasar pada tahun
2007, dimana D.I Yogyakarta menempati urutan kesepuluh dalam kasus
hipertensi berdasarkan diagnosis/atau riwayat minum obat (Kemenkes RI,
2013)
C. Klasifikasi
1. Hipertensi emergensi(darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik>180mmHgatau
diastoik>120mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target.
Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam
satu jam dengan memberikan obat-obatan antihipertensi
intravena.

2
2. Hipertensiurgensi(mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi
namun tanpadisertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini
tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan antihipertensioral.
D. Etiologi
Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi
esensial maupun hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada
penderita dengan tekanan darah normal (normotensif). Krisis hipertensi
pada penderita yang dulunya normotensif kemungkinan karena
glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase inhibitor
(MAO), feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada
penderita yang telah mengidap hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi
karena glomerulonefritis, pielonefritis, atau penyakit vaskular kolagen,
lebih sering pada hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi.
Krisis hipertensi dapat mengenai usia manapun, dapat mengenai
neonatus dengan hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak dengan
glomerulonefritis akut, wanita hamil dengan eklampsia, atau orang yang
lebih tua dengan arterisklerotis stenosis pembuluh darah ginjal.
Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi
Pengobatan yang tidak adekuat Peningkatan drastis dari tahanan
terhadap hipertensi primer pembuluh darah sistemik
Hipertensi renovaskular Peningkatan vasokontriksi sistemik
Penyakit parenkim ginjal Hormon (angiotensin II,
vasopressin dan norepinerin)
Pheokromositoma
Hiperaldosterone primer

3
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala bergantung pada penyakit yang mendasari dan
kerusakan end-organ. Sakit kepala, mual, pusing, gangguan penglihatan,
dan perubahan tingkat kesadaran mungkin ada. Manifestasi klinis
hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada.
Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien
dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai
keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi
fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi
ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi
fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan
perubahan arteriola, perdarahandan eksudasi maupun papiledema. Pada
sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul
lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung
kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria
dan atau hematuria bisa saja terjadi.
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Hipertensi berat dengan tekanan darah >180/120 mmHg disertai dengan
satu atau lebih kondisi akut berikut:
a. Perdarahan intra cranial atau perdarahan subaraknoid
b. Hipertensi ensefalopati
c. Diseksi aorta akut
d. Oedema paru akut
e. Eklamsi
f. Feokhromositoma
g. Funduskopi KW III atau IV
h. Insufisiensi ginjal akut
i. Infark miokard akut
j. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain: sindrom withdrawal obat
antihipertensi

4
2. Hipertensi Urgensi (mendesak)
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai
keadaan pada hipertensi emergensi
a. Funduskopi KW I atau KW II
b. Hipertensi post operasi
c. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif
F. Penatalaksanaan
1. Dasar-dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah, tetapi mencegah/memperbaiki kelainan fungsional dan structural
yang terjadi akibat hipertensinya (komplikasi organ sasaran), yaitu :
a. Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin, tetapi tidak
mengganggu perfusi organ sasaran.
b. Mencegah komplikasi vaskuler/arteriosklerotik dan kerusakan organ
sasaran, mengontrol faktor resiko lain.
c. Bila sudah ada komplikasi diusahakan retardasif/kalau mungkin
regresi komplikasi vaskuler/arteriosklerosis dan kerusakan target
organ (LVH, nefropati, dsb)
d. Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain
(hipokalemia dan sebagainya) yang dapat menambah morbiditas dan
mortalitas.
Tekanan darah yang sedemikan tinggi pada krisis hipertensi
haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk
penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak
lain penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan
berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak,
jantung dan ginjal. Oleh karena itu penurunan tekanan darah terutama
pada hipertensi kronik, harus bertahap dan memerlukan pendekatan
individual.

5
Sampai sejauh mana tekanan darah harus diturunkan, perlu
diperhatikan berbagai faktor antara lain; keadaan hipertensi sendiri (TD
segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problem yang menyertai
krisis hipertensi, perubahan aliran darah dan autoregulasi tekanan darah
pada organ vital serta pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk
krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.
Selain itu keadaan klinis pasien juga harus diperhitungkan. Pada
penderita dengan aneurisma aorta desenden akut atau feokromasitoma
dengan hipertensi akut, atau setelah mendapat MAO inhibitor dan
pernah mengalami krisis hipertensi, tekanan sistolik dapat diturunkan
menjadi 100-120 mmHg. Demikian juga bila fungsi ginjal normal dan
tidak ada riwayat CVD atau CAD, tekanan darah dapat diturunkan
sampai normal. Namun demikian pada penderita dengan penyakit
pembuluh darah otak, penderita penyakit jantung koroner, atau
penderita yang telah mengalami trombosis serebri terutama 6 minggu
terakhir, akan berbahaya menurunkan tekanan darah ketingkat normal
karena akan memperberat gangguan koroner atau akan terjadi gangguan
serebrovaskuler. Pada beberapa penderita tingkat penurunan tekanan
darah yang aman adalah sampai 160-180 mmHg sistolik dan 100-110
mmHg diastolik. Kecepatan penurun tekanan darah tergantung pada
keadaan klinis penderita.
2. Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi
a. Bila diagnosa hipertens emergensi telah ditegakkan, maka Tekanan
Darah (TD) perlu diturunkan secara bertahap. Langkah-langkah
yang perlu diambil adalah :
1) Rawat ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonary
arterial kateter(bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi
kardiopulmoner dan status volume intravaskuler.
2) Tentukan TD yang diinginkan dari lamanya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis
yang menyertai dan usia pasien.

6
3) Tujuan penurunan TD bukanlah untuk mendapatkan TD normal,
tetapi lebih untuk mendapatkan penurunan tekanan darah yang
terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari
100 mmHg. Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg,
ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam
pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting
aortiic aneurisma).
b. Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang
didapat, maka:
1) Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan
tekanan darah awal dapat diterima oleh pasien dimana keadaan
klinisnya stabil, maka 24 jam kemudian tekanan darah dapat
diturunkan secara bertahap menuju angka normal.
2) Penurunan TD secara cepat ke TD normal/sub normal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak,
jantung dan ginjal, dan hal in harus dihindari pada beberapa hari
permulaan. Kecuali pada keadaan tertentu.
3) TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu
atau dua minggu.
3. Pemakaian obat untuk krisis Hipertensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi
atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan
organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit dan
diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
a. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direk kuat baik
arterial maupun venous. Secara IV mempunyai onset of action yang
cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit dengan efek samping :
mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
b. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah
tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena.

7
Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5 menit. Dosis : 5
100 ug / menit, secara infus iv dengan efek samping : sakit kepala,
mual, muntah, hipotensi.
c. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan
secara IV bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5
menit, duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg
bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD
yang diinginkan dengan efek samping : hipotensi dan shock, mual,
muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
d. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action :
oral: 0,5 1 jam, IV : 10 20 menit duration of action : 6 12 jam.
Dosis : 10 20 mg IV bolus : 10 40 mg IM, Pemberiannya
bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk
mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume intravaskular dengan efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi
angina, MCI akut dll.
e. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onset
on action 15 60 menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam IV.
f. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic
blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan
ketekholamin. Dosis 5 20 mg secara IV bolus atau IM. Onset of
action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
g. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg /
menit secara infus IV. Onset of action : 1 5 menit. Duration of
action : 10 menit dengan fek samping : obstipasi, ileus, retensia
urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
h. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis
: 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara
infus IV. Onset of action 5 10 menit Efek samping : hipotensi

8
orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga
tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable
dan komplikasi lebih sering dijumpai.
i. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan
sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 500 mg secara infus IV / 6
jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12
jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan
gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya
bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang
disukai untuk terapi awal.
j. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15
mg IV pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam
100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit
dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek
samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.
k. Nicardipine merupakan salah satu IV dari dihidropiridine kalsium
antagonist dan efektif pada hipertensi emergensi dengan persentase
yang tinggi. Terutama sekali pada infuse dengan kecepatan tinggi.
Kecepatan infuse dapat ditingkatkan 2,5 mg/jam dengan interval 15-
20 menit sampai dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu
15mg/jam atau sampai pengurangan tekanan darah yang diinginkan
dicapai. Dosis nicardipeine tidak tergantung dengan berat badan.
Nicardipine telah menunjukkan dapat mengurangi iskemia cerebral
dan serangan jantung, walaupun sakit kepala, mual dan muntah ada
kalanya harus diamati.
l. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu
kerja singkat dan diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat
dilihat dalam 1 sampai 5 menit, dengan kecepatan kehilangan

9
efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah obat tidak dilanjutkan.
Esmolol dapat diberikan 500 mg/kg secara injeksi bolus. Yang bisa
diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternative dapat diberikan dalam
infuse 50-100 mg/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 mg/kg/menit
jika diperlukan. Efek yang tidak disukai adalah dapat meningkatkan
hambatan pada jantung, gagal jantung kongestif dan spasme
bronchus.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-
obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat
parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside,
Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan
maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan infus.
Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.Demikian juga pemberian labetalol
ataupun Diazoxide secara bolus intermitten intravena dapat
menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah
dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila
digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral,
penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi
Darurat
Biasa Mendesak

Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140


darah
(mmHg)

Gejala Sakit kepala, Sakit kepala Sesak napas, nyeri


kecemasan; hebat, sesak dada, nokturia,
sering kali napas dysarthria,
tanpa gejala kelemahan,
kesadaran menurun

10
Pemeriksaa Tidak ada Kerusakan Ensefalopati,
n kerusakan organ target; edema paru,
organ target, muncul klinis insufisiensi ginjal,
tidak ada penyakit iskemia jantung
penyakit kardiovaskuler,
kardiovaskular stabil

Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; Pasang jalur IV,
memulai/terus obat oral periksa
kan obat oral, berjangka kerja laboratorium
naikkan dosis pendek standar, terapi obat
IV

Rencana Periksa ulang Periksa ulang Rawat


dalam 3 hari dalam 24 jam ruangan/ICU

a. Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi


mendesak (urgency) dapat dilihat pada tabel
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Captopril 12,5 - 25 mg 15-30 min/6-8 Hipotensi, gagal
PO; ulangi per jam ; SL ginjal, stenosis
30 min ; SL, 10-20 min/2-6 arteri renalis
25 mg jam

Clonidine PO 75 - 150 30-60 min/8-16 Hipotensi,


ug, ulangi per jam mengantuk, mulut
jam kering

Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 Bronkokonstriksi,


ulangi setiap jam blok jantung,
30 min hipotensi ortostatik

Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 Takikardi,


ulangi setiap jam hipotensi,
15 menit gangguan koroner

11
b. Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk
pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat
dipakai dapat dilihat pada tabel.
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / langsung/2-3 Mual, muntah,
nitroprusside kg / menit menit setelah penggunaan jangka
sebagai infus infus panjang dapat
IV menyebabkan
keracunan tiosianat,
methemoglobinemia,
asidosis, keracunan
sianida.
Selang infus lapis
perak

Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala,


sebagai infus min takikardia, muntah, ,
IV methemoglobinemia;
membutuhkan sistem
pengiriman khusus
karena obat mengikat
pipa PVC

Nicardipine 5-15 mg / 1-5 min/15-30 Takikardi, mual,


jam sebagai min muntah, sakit kepala,
infus IV peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi

Klonidin 150 ug, 6 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan


amp per 250 jam gangguan koroner
cc Glukosa
5% mikrodrip

5-15 1-5 min/ 15- Takikardi, mual,


ug/kg/menit 30 min muntah, sakit kepala,
Diltiazem sebagi infus peningkatan tekanan
IV intrakranial; hipotensi

12
c. Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti
hipertensi emergensi dengan penyakit payah jantung, maka
memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak memperparah
keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat
dilihat pada tabel.
Komplikasi Obat Pilihan Target TD

Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120


sesegera mungkin

AMI, iskemia Nitrogliserin, Sekunder untuk


nitroprusside, nicardipine bantuan iskemia

Edema paru Nitroprusside, 10% -15% dalam


nitrogliserin, labetalol 1-2 jam

Gangguan Ginjal Fenoldopam, 20% -25% dalam


nitroprusside, labetalol 2-3 jam

Kelebihan Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam


katekolamin 1-2 jam

Hipertensi Nitroprusside 20% -25% dalam


ensefalopati 2-3 jam

Subarachnoid Nitroprusside, 20% -25% dalam


hemorrhage nimodipine, nicardipine 2-3 jam

Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-


12 jam

13
BAB II

A. Pengkajian
1. Pengkajian dengan menggunakan pendekatan ABCD:
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal)
3) jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak
ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse
oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-
breath mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji
PaO2 dan PaCO2
5) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6) Lakukan pemeriksan system pernapasa
7) Dengarkan adanya bunyi krakles/mengi yang
mengindikasikan kongesti paru
c. Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara
gallop
2) Kaji peningkatan JVP
3) Monitoring tekanan darah
4) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a) Sinus tachikardi
b) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3

14
c) right bundle branch block (RBBB)
d) right axis deviation (RAD)
5) Lakukan IV akses dekstrose 5%
6) Pasang Kateter
7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
9) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid
d. Disability
1) kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2) penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien
masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan
medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
e. Exsposure
1) selalu mengkaji dengan menggunakan test
kemungkinan KP
2) jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
3) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung
kronik
2. Aktivitas / istirahat,
a. Gejala: kelemahan, letih, napas pendej, gaya hidup monoton
b. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea
3. Sirkulasi,
a. Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup, penyakit serebrovaskuler.
b. Tanda: kenaikan TD, takirkardia, disritmia, bunyi jantung
murmur, distensi vena jugularis, perubahan warna kulit,
suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian mungkin
lambat.

15
4. Integritas Ego,
a. Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungan,
keuangan, pekerjaan).
b. Tanda : letupan suasan hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang
(khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara.
5. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal).
6. Makanan/minuman
a. Gejala: mual, muntah, riwayat diuretik, makanan yang
disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol.
b. Tanda: BB normal/obesitas, edema, kongesti vena,
peningkatan JVP, glikosuria
7. Neurosensori
a. Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, episode kebas,
kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan
(kabur, diplopia), episode epistaksis.
b. Tanda: perubahan orientasi, pola napas, isi bicara, afek,
proses pikir atau memori (ingatan), penurunan respon
motorik, perubahan retinal optic.
8. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen.
9. Pernapasan
a. Gejala: dipsneu yang berkaitan dnegan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dipsnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok.

16
b. Tanda: Distress respirasi/penggunaan otot aksesoris
pernapasan, bunyi napas tambahan (krekles,mengi),
sianosis.
10. Keamanan
a. Gejala: Gangguan koordinasi, cara jalan
b. Tanda: Episode parestesia unilateral transien

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstruksi, iskemia miokard, hipertrofi
ventricular.
a. Tujuan: tidak terjadi penurunan curah jantung setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
b. Kriteria hasil: berpartisipasi dalam aktivitas yang
menurunkan TD, mempertahankan TD dalam rentang yang
dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi
jantung stabil.
c. Intervensi:
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset
dan tehnik yang tepat.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa
pengisian kapiler
5) Catat edema umum
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas,
batasi jumlah pengunjung
7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat
ditempat tidur/kursi
8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan.

17
9) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung
dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
10) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas
pengalihan.
11) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan
darah.
12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai
indikasi.
13) Diuretik tiazid misalnya klorotiazid (diuril),
hidroklorotiazid (esdrix, hidrodiuril),
bendroflumentiazid ( naturetin).
14) Diuretic Loop misalnya Furosemid (Lasix), asam
etakrinic (Edecrin), Bumetanic (Burmex).
15) Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ),
metoprolol ( lopressor ), Atenolol ( tenormin ), nadolol
( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil
), klonidin ( catapres ).
16) Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin (
apresolin ), bloker saluran kalsium ( nivedipin,
verapamil )
17) Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin ).
18) Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree
), quanetidin ( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )
19) Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral
misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz ( wytension ),
metildopa ( aldomet )
20) Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya
diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid ( nipride, nitropess )
21) Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin (
apresolin ), minoksidil, loniten

18
22) Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ),
trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril,
captoten ).
2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
a. Tujuan: nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
b. Kriteria hasil: Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit
kepala, pasien tampak nyaman, TTV dalam batas normal.
c. Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang,
sedikit penerangan
2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat
punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi,
bimbingan imajinasi dan distraksi
6) Hilangkan/minimalkan vasokonstriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB,
batuk panjang, membungkuk
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik,
antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium).
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah.
a. Tujuan: Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan :
serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam.
b. Kriteria hasil: Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan
yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam

19
batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal,
keluaran urin 30 ml/ menit, tanda-tanda vital stabil
c. Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring
2) Tinggikan kepala tempat tidur
3) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan;
tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika
tersedia
4) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5) Amati adanya hipotensi mendadak
6) Ukur masukan dan pengeluaran
7) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
8) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
4. Intoleransiaktifitas berhubungan penurunan cardiac output
a. Tujuan: Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
b. Kriteria hasil: Meningkatkan energi untuk melakukan
aktifitas sehari hari, menunjukkan penurunan gejala
gejala intoleransi aktifitas
c. Intervensi:
1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan
sesuai kebutuhan
2) Instruksikan pasien tentang penghematan energi
3) Kaji respon pasien terhadap aktifitas
4) Monitor adanya diaforesis, pusing
5) Observasi TTV tiap 4 jam
6) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu,
berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore.

20
5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
a. Tujuan: Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
b. Kriteria hasil: Mampu menciptakan pola tidur yang
adekuat 6 8 jam per hari, tampak dapat istirahat dengan
cukup, TTV dalam batas normal.
c. Intervensi:
1) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2) Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3) Evaluasi tingkat stress
4) Monitor keluhan nyeri kepala
5) Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6) Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
7) Lakukan masase punggung
8) Putarkan musik yang lembut
9) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya
kelemahan fisik
a. Tujuan: Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
b. Kriteria hasil: Mampu melakukan aktifitas perawatan diri
sesuai kemampuan, dapat mendemonstrasikan tehnik
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
c. Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan
perawatan diri
2) Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
3) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha
yang dilakukan klien / atas keberhasilannya.

21
7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder
adanya hipertensi yang diderita klien
a. Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
b. Kriteria hasil: Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi /
cemas berkurang, ekspresi wajah rileks, TTV dalam batas
normal.
c. Intervensi:
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan
dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan
toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk
menyelesaikan masalah
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik
dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri
dorongan partisipasi maksimum dalam rencana
pengobatan
5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan
hidup
6) Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal
maupun non verbal
7) Observasi TTV tiap 4 jam.
8) Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya
9) Berikan support mental pada klien
10) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan
pada klien

22
8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit
a. Tujuan: Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
setelah dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
b. Kriteria hasil: Pasien mengungkapkan pengetahuan akan
hipertensi, melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai
program
c. Intervensi:
1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan
prosedur
2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak
penuh dengan stress
3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu
pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
4) Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas
tanpa pemeriksaan dokter
5) Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit
untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan,
mual dan muntah.
6) Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan
stabil
7) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan
mengangkat berat
8) Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium
sesuai program
9) Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan
cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan,
pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh
serta alcohol.
10) Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

23
11) Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada
keluarga klien.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa
Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008.Diakses
20 Oktober 2017 : http://yayanakhyar.wordpress.com
Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20

Oktober 2017 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm

Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 20 Oktober 2017 :

http://www.depkes.org

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010).Hidup Bahagia dengan Hipertensi.A+Plus

Books, Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on

Hypertension. Diakses tanggal 20 Oktober 2017 :

http://www.dinkesjatengprov.go.id

Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke,

Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta

Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care

Clin Office Pract 2010;33:613-23

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital

Physician 2009:43-50

25

Anda mungkin juga menyukai