Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok penduduk di beberapa bagian dunia seperti Asia Selatan, Asia
Tenggara dan Asia Timur. Indonesia yang berada di kawasan Asia Tenggara juga mengandalkan
beras sebagai makanan utama dengan tingkat konsumsi 139 kg/kapita/tahun. Angka ini sangat tinggi
bila dibandingkan negara-negara lain seperti Jepang 45 kg/kapita/tahun, Malaysia 80 kg/kapita/tahun
dan Thailand 90 kg/kapita/tahun (Briawan, 2004). Data ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat
bergantung pada salah satu bahan pangan ini. Hal ini sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan
faktor resiko yang tinggi. Bila suatu saat terjadi gangguan pasokan akibat adanya bencana alam atau
gagal panen maka dapat menimbulkan permasalahan ketahanan pangan.

Setiap tahunnya konsumsi beras nasional semakin meningkat. Hal ini disebabkan pertumbuhan
penduduk yang tidak dapat dikendalikan dengan baik. Menurut data BPS, laju pertumbuhan penduduk
Indonesia hingga pada tahun 2010 meningkat sebesar 1,49%. Hal itu juga yang nantinya sangat
berpengaruh pada jumlah permintaan beras yang tentunya kian hari semakin meningkat .

Pengembangan produk pangan melalui aneka bentuk olahan merupakan salah satu cara untuk
menambah nilai ekonomi produk pangan. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan pengolahan
dalam bentuk tepung yang dapat dijadikan makanan kudapan seperti yang dicampurkan dalam
pembuatan mie atau roti. Namun makanan kudapan yang dikonsumsi oleh masyarakat tidak bisa
mengubah pola konsumsi makanan pokok yaitu beras atau nasi.

Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan dalam mengatasi
permasalahan ini baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk penganekaragaman
pangan. Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-umbian
dan serealia yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras. Memodifikasi beras analog
dari berbagai sumber karbohidrat lainnya seperti dari tepung umbi daluga, ubi jalar dll.

1.2 Tujuan dan Manfaat


1.2.1 Tujuan
Tujuan dari hasil tugas ini yakni :

1. Mampu memodifikasi konsumsi beras menjadi beras analog yang terbuat dari sumber
karbohidrat lainnya dari umbi-umbian.
2. Mengetahui bagaimana teknolgi pengolahan beras.

1
3. Mampu membuat suatu teknolgi terbaru dalam pengolahan berbasis umbi-umbian
menjadi pengganti beras yakni beras analog.
1.2.2 Manfaat
Manfaat dari pembuatan teknolgi berbasis umbi-umbian menjadi beras yakni :
1. Mengubah ketergantungan masyarakat akan konsumsi beras.
2. Mengetahui cara yang benar dalam pengolahan beras
3. Salah satu alternatif pengganti beras
4. Mampu mendiversifikasikan pangan berbasis umbi-umbian serta menjaga dari hal
kerawanan pangan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Beras

Beras merupakan makanan pokok di tidak kurang 26 negara padat penduduk (China,
India, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Thailand, Vietnam), atau lebih separuh
penduduk dunia. Di Indonesia, masalah beras erat kaitannya dengan masalah budaya, social dan
ekonomi bangsa. Keeratan hubungan antara padi (beras) dengan manusia tercermin dari berbagai
kepercayaan penduduk, antara lain melalui hikayat Dewi Sri. Dalam bidang ekonomi, beras
sering digunakan sebagai indeks kestabilan ekonomi nasional. Beras merupakan komponen utama
dalam konsumsi energi per kapita yakni sebesar 54% dalam pola makan masyarakat Indonesia.
Kondisi tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pada saat beras cukup, maka ketahanan pangan
akan tercapai. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan beras akan timbul kerawanan pangan dan
kekurangan gizi. Dominasi ketergantungan pada satu jenis pangan tertentu ini secara bertahap harus
dikurangi.
Di Indonesia telah lama dikenal beberapa jenis beras yang enak rasanya dan digolongkan
sebagai beras menak, beras bangsawan atau beras petinggi. Sebagai contoh, beras Rojolele dan
beras Cianjur dari Jawa, Siarias dari Sumatera Utara, beras Solok dari Sumatera Barat dan beras
Empat Bulan dari Sumatera Selatan.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan famili graminae dan genus Oryza. Padi jenis lain yaitu
Oryza glaberrima, merupakan tanaman liar, tetapi bila dibudidayakan tidak dapat menghasilkan
beras seperti Oryza sativa L. Padi ditanam lebih dari 100 negara dari semua benua kecuali
antartika. Padi ditanam pada daerah 53 oLU-40 oLS sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan
laut. Tanaman padi (Oryza sativa) dapat dibedakan atas tiga ras, yaitu Javanika, Japonika dan
Indika. Jenis Indika mempunyai butir padi berbentuk lonjong panjang dengan rasa nasi pera,
sedangkan pada jenis Japonika, butirnya pendek bulat, dengan rasa nasi pulen dan lengket. Beras
yang ada di Indonesia secara umum dikategorikan atas varietas bulu dengan ciri bentuk butiran
agak bulat sampai bulat dan varietas cere dengan ciri bentuk butiran lonjong sampai sedang.
Indica lebih pendek masa tanamya, tahan kekurangan air, dipanen sekaligus karena butir padi
mudah terlepas dari malainya sehingga mudah tercecer. Sedangkan japonica lebih lama masa
tanamnya, tanaman lebih tinggi, dipanen satu per satu karena butir padi melekat kuat pada
malainya.
Penanaman beras di Indonesia juga sering didasarkan atas daerah produksinya, misalnya beras
Rojolele dan Cianjur dari Jawa Barat, Siarias dari Sumatra Utara, Solok dari Sumatera Barat dan
beras Empat Bulan dari Sumatera Selatan. Sebagai bahan pangan pokok bagi sekitar 90%

3
penduduk Indonesia, beras menyumbang antara 40 80% kalori dan 45 55 % protein.
Sumbangan beras dalam mengisi kebutuhan gizi tersebut makin besar pada lapisan penduduk
yang berpenghasilan rendah. Mengingat demikian pentingnya beras dalam kehidupan bangsa
Indonesia, maka pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi
padi, yaitu dengan program intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi lahan
pertanian. Di Indonesia beras adalah penyumbang kalori dan protein yang terbesar bagi
penduduk. Sekitar 52 55% kalori dan 45 48% protein bagi sebagian besar penduduk Indonesia
berasal dari beras. Cara pengolahan beras yang paling umum adalah dimasak menjadi nasi atau
bubur beras.

Padi harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan
warna kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai sinar matahari (penjemuran dengan
menggunakan tikar, tampah, lamporan), pengering buatan dan pengering surya. Lamporan dibuat
miring supaya air dapat mengalir dan untuk mencegah air tergenang. Pada pengering buatan, jika
kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan pengeringan dengan sinar
matahari untuk menghasilkan beras kepala. Pengeringan surya tidak cocok untuk gabah biasa.
Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya untuk padi bulu yang nilai ekonominya tinggi.
a. Penggabahan
Cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk, menggunakan pedal
thresner dan mesin perontok. Keuntungan cara penggabahan diinjak-injak adalah kerusakan fisik
kecil dan kemungkinan loss/hilang/terpelanting sangat kecil, sedangkan kerugiannya adalah
kapasitasnya rendah. Keuntungan bila dipukulkan adalah kapasitas lebih besar sedangkan
kerugiannya adalah ada beras yang patah, loss lebih besar. Untuk menghindarinya harus

4
dikerjakan dalam pulungan. Keuntungan bila ditumbuki adalah kapasitas lebih besar dari pada
diijakinjak, sedangkan kerugiannya adalah rendemen yang dihasilkan rendah karena banyak beras
yang patah. keuntungan dengan menggunakan pedal thresner adalah kapasitasnya besar
sedangkan kerugiannya adalah banyak beras yang patah.
b. Penggilingan dan Penyosohan
Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit luar kariopsis dari biji padi agar
diperoleh beras yang dapat dikonsumsi. Terdapat berbagai jenis teknologi/alat yaitu penumbukan
(lesung/kincir air), penggilingan tipe Engelberg, Rice Milling Unit (RMU) dan penggilingan padi
besar.

3.2 Modifikasi Pengolahan Beras Menjadi Beras Analog

Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-
umbian dan serealia yang memiliki bentuk yang hamper sama dengan beras, namun memiliki tingkat
gizi yang lebih tinggi.
Pemanfaatan sumber karbohidrat lokal (karbolokal) non_padi selayaknya menjadi bagian
integral dari upaya memperkokoh ketahanan pangan melalui kemandirian pangan lokal. Dengan
demikian diversifikasi pangan pada akhirnya harus membantu mengurangi ketergantungan terhadap
beras dan terigu. Harus diakui upaya diversifikasi yang paling berhasil adalah introduksi tepung
terigu. Keberhasilan ini harus dibayar mahal dengan ketergantungan impor yang sangat tinggi.
Sampai saat ini nilai impor tepung terigu komersial adalah lebih dari 4 juta ton/ tahun. Suatu angka
yang sangat besar dan mengkhawatirkan jika tidak diupayakan suatu alternatif teknologi untuk dapat
menghasilkan tepung berbahan baku non_beras dan non_terigu yang dapat dihasilkan di Indonesia
untuk mensubstitusi posisi kedua komoditi di atas. Salah satu alternatif terobosan untuk mendukung
program diversifikasi pangan yang mempunyai peluang keberhasilan cukup baik adalah
pengembangan teknologi pengolahan beras analog yaitu beras yang dibuat dari karbolokal non_padi.

5
Produk ini diharapkan dapat dijadikan sebagai product vehicle program diversifikasi
pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan terigu. Bentuk beras menjadi penting karena
pola

mengkonsumsi nasi (berupa butiran) sudah menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan yang sangat sulit
digantikan pada pola makan masyarakat Indonesia. Sehingga peluang diterima oleh masyarakat cukup
besar karena tidak berseberangan dengan tradisi makan orang Indonesia.

6
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Teknologi Pembuatan Beras Analog
Beras analog dibuat dari bahan sumber karbolokal non_padi seperti umbi-umbian (ubikayu,
ubi jalar, talas, gembil dan umbian lainnya), serealia (jagung, sorgum, hotong), tanaman Pohon
(sagu), tanaman buah (sukun, pisang) dan dari sumber karbohidrat lainnya. Untuk meningkatkan
kandungan protein bisa menggunakan pangan sumber protein seperti kacang-kacangan. Dapat juga
ditambahkan ingredient lainnya untuk kebutuhan khusus seperti: (i) penambahan vitamin dan mineral
untuk mengatasi masalah gizi (kekurangan zat besi, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium),
(ii) ditambahkan serat untuk menghasilkan beras analog berserat tinggi, (iii) penambahan antioksidan
atau (iv) menambahkan bahan lainnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pembuatan beras analog menggunakan teknologi ekstrusi panas dilakukan pada suhu proses
antara 70OC sampai 110OC. Dengan menggunakan cetakan (dye) yang dirancang khusus akan dapat
dihasilkan produk beras analog yang memiliki bentuk butiran menyerupai beras.
Tahapan pembuatan beras analog secara lebih rinci seperti diuraikan di bawah ini:
1. Formulasi (penimbangan bahan-bahan yang diperlukan).
2. Pencampuran dengan menggunakan pengaduk kering (drymixer) sampai campuran bahan rata
(homogen).
3. Penambahan air dengan jumlah sesuai dengan bahan yang digunakan dan dilakukan
pencampuran menggunakan mixer sampai air bercampur dengan baik dan rata dan dilanjutkan
dengan proses kondisioning.
4. Ekstrusi dilakukan pada suhu antara 70OC sampai 110OC tergantung bahan yang digunakan.
5. Dengan pangaturan kondisi proses yaitu kecepatan umpan bahan baku, kecepatan screw dan
kecepatan pisau akan didapatkan bentuk beras yang diinginkan.
6. Pengeringan dilakukan pada suhu 60-80OC sampai didapatkan kadar air kurang dari 14%.
7. Pengemasan.
3.1.1 Cara Konsumsi Beras Analog
Cara memasak beras analog sama persis seperti memasak beras biasa (dapat menggunakan
rice cooker atau memasak konvensional). Secara ringkas cara menanak nasi beras analog dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Perbandingan air dan beras analog adalah sampai 1 bagian air dan 1 bagian beras analog.
Penggunaan air disesuaikan dengan kesukaan masing-masing individu.
2. Air didihkan dulu,
3. Masukkan beras analog tanpa dicuci lebih dulu,
4. Aduk sebentar biarkan sampai masak.

7
3.1.2 Keunggulan Beras Analog
Beberapa keunggulan produk beras analog yang disiapkan dengan teknologi adalah:
1. Bentuknya mirip beras.
2. Dapat dimasak mirip seperti memasak beras dan dapat dikonsumsi seperti mengkonsumsi
nasi.
3. Dapat didesain khusus untuk menghasilkan produk beras analog dengan fungsional tertentu
misalnya beras analog rendag IG untuk penderita diabetes, beras analog tinggi serat, beras
analog berantioksidan.
4. Dapat digunakan sebagai product vehicle untuk fortifikasi dan keperluan lainnya yang sangat
sulit didapatkan dari beras konvensional.
5. Menggunakan bahan baku karbolokal non_padi yang dapat dihasilkan di Indonesia.
6. Teknologi telah tersedia dan dapat untuk produksi massal.

3.1.3 Nilai Gizi Beras Analog


Nilai gizi produk ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan yakni dengan cara pemilihan bahan
baku atau dengan mengatur bersama ingredient pangan tertentu. Contoh nilai gizi beras analog yang
dibuat dari tepung sorgum dan tepung mocaf seperti diperlihatkan di Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat
dilihat bahwa beras analog mempunyai nilai gizi yang dapat diatur dengan mengatur komposisi bahan
yang digunakan. Beras analog jagung dengan penambahan kedelai dan beras sorgum mempunyai

kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras sosoh. Keunggulan lainnya adalah
kedua beras analog mempunyai kandungan serat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan beras sosoh.
Dengan kelebihan tersebut memberikan peluang untuk menjadikan beras analog sebagai beras sehat.

8
3.1.4 Modifikasi Beras Analog Bersumber Umbi-umbian
Kajian Pembuatan Beras Analog Bersumber Tepung Umbi Daluga
Daluga (Cyrtosperma merkusii (Hassk) Schott adalah salah satu jenis tanaman penghasil umbi
yang banyak tumbuh di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya di Kabupaten Sangihe. Umbi daluga
merupakan sebagai sumber karbohidrat yang tinggi, tetapi penggunaannya sangat terbatas karena
keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat. Umbi daluga merupakan tanaman pangan
alternatif bagi penduduk Sangihe. Di kepulauan ini pada umumnya masyarakat mengkonsumsi umbi
daluga setelah direbus, dikukus, dipanggang, atau digoreng.

Kajian Pembuatan Beras Analog Bersumber Ubi Jalar


Pembuatan beras analog dari umbi-umbian seperti ubi jalar mampu meningkatkan pola
konsumsi masyarakat terhadap pangan non beras dengan pembuatan beras analog ubi jalar.
Manfaatnya memberikan informasi baru dalam penggunaan ubi jalar untuk pembuatan beras analog,
penganekaragaman produk hasil olahan dari umbi-umbian, dan mengetahui karakteristik beras analog
ubi jalar yang paling disukai konsumen.

9
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Prosedur Pembuatan Beras Analog Bersumber Umbi Daluga


1. Pembuatan Tepung Daluga
Umbi daluga yang diolah menjadi tepung dipilih umbi yang baik dan tidak cacat. Awalnya umbi
daluga dikupas kulitnya dan dicuci dengan air bersih yang mengalir, setelah itu di iris tipis-tipis
menggunakan slicer kemudian irisan umbi daluga kembali dicuci. Selanjutnya direndam dalam
larutan garam murni 1% dengan perlakuan lama perendaman waktu yang ditentukan misalkan 120
menit, pencucian kembali dilakukan. Setelah itu diangkat dan ditiriskan lalu dikeringkan dibawah
sinar matahari selama 8-12 jam, selanjutnya digiling sampai halus menggunakan grinder lalu diayak
dengan ukuran ayakan 80 mesh untuk mendapatkan partikel tepung yang seragam. Selanjutnya tepung
daluga dilakukan analisis, perlakuan yang terpilih rendah kadar oksalat dilanjutkan ke tahap
pembuatan beras analog.
2. Pembuatan Beras Analog
Disiapkan tepung daluga dan CMC (Carboxymethyl celluloce) sesuai dengan perlakuan, CMC
dilarutkan dalam air dingin 75 ml dan dipanaskan 60C sambil diaduk sampai larut. Setelah itu
tepung daluga, larutan CMC dan minyak nabati 10% dicampurkan sambil diaduk perlahan sampai
adonan menjadi kalis. Kemudian adonan dicetak menggunakan mesin pasta lalu dipotong-potong
dengan ukuran kurang lebih menyerupai seperti beras. Dikeringkan dalam oven pengering 60C
selama 6 jam akan diperoleh beras analog berbasis tepung umbi daluga. Selanjutnya proses
pemasakan, air 100 ml di panaskan sampai mendidih, masukkan 20 g beras analog dan biarkan sampai
matang selama 10-15 menit, angkat kemudian di lakukan uji organoleptik.
3. Uji Organoleptik Beras
a. Warna Beras Analog
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna beras
analog berbasis tepung daluga berkisar antara 3,17 3,48 (netral suka) dari perlakuan yang sudah di
uji coba. Hasilnya menunjukan bahwa beras analog berbasis tepung umbi daluga dengan penambahan
CMC (Carboxymethyl celluloce) tidak memberikan pengaruh terhadap warna beras analog.
b. Bau Beras Analog
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna beras
analog berbasis tepung daluga berkisar antara 3,17 3,48 (netral suka) dari perlakuan yang sudah di
uji coba. Hasilnya menunjukan bahwa beras analog berbasis tepung umbi daluga yang dihasilkan
dengan penambahan CMC (Carboxymethyl celluloce) tidak memberikan penggaruh terhadap bau
beras analog.

10
c. Tekstur Beras Analog
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna beras
analog berbasis tepung daluga berkisar antara 3,17 3,48 (netral suka) dari perlakuan yang sudah di
uji coba. Hasilnya menunjukan bahwa beras analog berbasis tepung daluga yang dihasilkan dengan
penambahan CMC (Carboxymethyl celluloce) tidak memberikan penggaruh terhadap tekstur beras
analog.
d. Penampakan Beras Analog
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna beras analog
berbasis tepung daluga berkisar antara 3,17 3,48 (netral suka) dari perlakuan yang sudah di uji
coba. Hasilnya menunjukan bahwa beras analog berbasis tepung umbi daluga yang dihasilkan dengan
penambahan CMC tidak memberikan penggaruh terhadap penampakan beras analog.
e. Bau, warna dan rasa Beras Analog
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna beras analog
berbasis tepung daluga berkisar antara 3,17 3,48 (netral suka) dari perlakuan yang sudah di uji
coba.Hasilnya menunjukan bahwa beras analog yang dihasilkan menggunakan bahan dasar tepung
umbi daluga dengan penambahan CMC tidak memberikan pengaruh terhadap bau,warna dan rasanya
pada nasi.
Simpulan :
Beras analog berbasis tepung umbi daluga dapat dijadikan pangan alternatif penganti beras. Uji
organoleptic terhadap bau, warna, rasa, tekstur dan penampakan adalah netral-suka.
4.2 Prosedur Pembuatan Beras Analog Bersumber Ubi Jalar

11
Jenis ubi jalar berpengaruh terhadap atribut warna beras analog ubi jalar dikarenakan masing-
masing warna dari umbinya terdapat perbedaan warna yang signifikan yaitu warna putih, warna
oranye, warna ungu tua dan warna ungu muda. warna ungu lebih disukai bila dibandingkan dengan
warna lainya yang dihasilkan sampel yang lain.

12
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-
umbian dan serealia yang memiliki bentuk yang hamper sama dengan beras, namun memiliki
tingkat gizi yang lebih tinggi.
Pembuatan beras analog menggunakan teknologi ekstrusi panas dilakukan pada suhu proses
antara 70OC sampai 110OC. Dengan menggunakan cetakan (dye) yang dirancang khusus
akan dapat dihasilkan produk beras analog yang memiliki bentuk butiran menyerupai beras.
Beras analog berbasis tepung umbi daluga dapat dijadikan pangan alternatif penganti beras.
Sebaliknya juga dari sumber ubi jalar juga mampu menjadi alternative pengganti beras.

13
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Faleh Setia, dkk. 2013. Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog. IPB : Bogor.
Dikutip tanggal 31 Mei 2015. Tersedia dari http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-
document/77-SPETRIANI-F14070125.pdf.

Bujianto, Slamet, dan Hindah J.M. 2013. Beras Analog Pangan Alternatif Mirip Beras Non Padi.
Gramedia : Jakarta.
Hasnelly, dkk. 2013. Kajian Proses Pembuatan dan Karakteristik Ubi Jalar (Ipomea batatas).
[Jurnal]. Volume 6. Univ Pasundan : Bandung. Dikutip tanggal 31 Mei 2015.Tersedia dari
https://aryaulilalbab.files.wordpress.com/2015/03/kajian-proses-pembuatan-dan-karakteristik-
beras-analog-ubi-jalar.pdf.

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Praktek dan Teori). Dikutip tanggal 31 Mei
2015. Tersedia dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=15649&val=1027.

Mamuaja, Christine F, dkk. 2012. Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi Daluga
(Cyrtosperma Merkusii (Hassk) Schott). [Jurnal]. Univ Sam Ratulangi.

14

Anda mungkin juga menyukai