Anda di halaman 1dari 54

Patofisiologi Migren

DEFINISI
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai
mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Migren merupakan ganguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri
kepala yang episodic (berulang-ulang) dengan intensitas, frekuensi dan lamanya yang berbeda-
beda. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah.
Migren juga merupakan suatu kelainan yang multikompleks dan memerlukan penelitian
dan analisa yang cermat. Gejala-gejala pada beberapa penderita kadang-kadang sukar sekali
untuk dikontrol, tetapi dengan pendekatan yang sistematik dan teliti, banyak penderitanya yang
dapat ditolong.
Jadi yang perlu diperhatikan pada pasien adalah memperhatikan gejala serangan migren
yang kemudian disusul dengan memperbaiki fungsi pasien dengan mengoptimalkan self care dan
penggunaan obat lain.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan
konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan (26,9%),
vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti
pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), (3) stress (79,7%), (4)
rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat
baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang
berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7)
alkohol (37,8%), (7) merokok (35,7%).
Faktor risiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

EPIDEMIOLOGI
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 % diantaranya
adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 40
tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering
diabndingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

KLASIFIKASI MIGREN
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren
kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel
yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling
tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan
lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai
60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan
terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat
berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala
kronik dengan nyeri setiap hari.

PATOGENESIS
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren. Dari penyelidikan
yang sudah ada, diduga sebagai ganguan neurologis, perubahan sensitivitas system saraf dan
aktivasi system trigeminal vaskular1.
1. Gangguan neurologis
Setiap orang mempunyai ambang migren yang berbeda-beda, sesuai dengan reaksi neurovaskular
terhadap perubahan mendadak dalam lingkungan. Dengan tingkat kerentanan yang berbeda-beda
maka akan ada sebuah ketergantungan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai
tingkat saraf.
2. Perubahan sensitivitas sistem saraf
Proyeksi difus locus ceruleus ke korteks sereri dapat mengalami terjadinya oligmia kortikal dan
mungkin pula terjadinya spreading depresision.
3. Aktivasi trigeminal vaskular
Mekanisme migren berwujud sebagai refeks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat
segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang
kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan
aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
Kemungkinan lain terntang patogenesis migren didasarkan atas inflamasi neurogenik di
dalam jaringan intrakanal. Terdapat beberapa hal yang dapat memperberat keluhan migren.
Berikut ini adalah jenis keadaan yang dapat memperberat keluhan migren, diantaranya adalah1,2 :
1. Stress, diburu waktu, marah atau adanya konflik
2. Bau asap atau uap, asap rokok, perubahan udara dan cahaya yang menyilaukan
3. Menstruarsi, pil KB, pengobatan hormon estrogen
4. Kurang tidur atau terlalu lama tidur
5. Lapar dan minuman keras
6. Latihan fisik yang teralu banyak
7. Pemakaian obat-obatan tertentu

PREVALENSI
Prevalensi migren ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Migren dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa.dari penelitian dengan mengunakan
titik terang diungkapkan migren lebih sering ditemui pada wanita daibandingkan pria yaitu
2:12.Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migren yang biasanya menyeang pada trimester
I kehamilan. Migren biasanya jarang terjadi seteah usia 40 tahun. Resiko mengalami migren
semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migren.

PATOFISIOLOGI
Pada umumnya migren diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 3 :
1. Migren dengan aura
Dengan aura (gejala neurologik), tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bentuk serangan gejala
neurologik berasal dari kors serebri dan batang otak. Manifestasi nyeri kepala biasanya tidak
lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit. Nyeri kepala biasa disertai mual dengan atau tanpa
fotofobia yang lansung menyusul pada gejala aura.
2. Migren tanpa aura
Migren ini tanpa aura. Sakit kepalanya hampir sama dengan migren dengan aura tetapi lebih
banyak ketidak jelasan penyebabnya dan banyak menggabungkan ketegangan sakit kepala.
Nyerinya dapat digambarkan dan diprediksi dengan denyutan-denyutan pada salah satu bagian
sisi kepala Berdenyut-denyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat disertai mual, fotofobia
dan fonofobia. Bersifa kronis dengan manifestasi nyeri kepala 4-72 jam.
Dari penjumlahan tipe migren di atas ditemukan beberapa varian migren yang berbeda
yaitu 3,6 :
1. Asephalic migren, tipe migren dengan aura tanpa disertai sakit kepala yang berikutnya.
2. Basilar migren, migren aura dengan dysarthria, vertigo, diplopia dan penurunan kesadaran
disertai dengan mati rasa pada kedua sisi.
3. Migrenkronis, migren tanpa aura dengan sakita paling sedkitnya setengah hari.
4. Hemiplegic migren, familial dan terjadi pada sesuatu yang irregular kasus dengan kemungkinan
aura dari hemiplegia
5. Status migrainosus, serangan miraine lebih dari 72 jam.
6. Childhood periodic symptoms, disertai paroxysmal vertigo, nyeri perut yang teratur dan muntah.
Beberapa pengalaman migren disebabkan pula oleh adanya komplikasi, salah satunya adalah
infrak migren, serangan migrennya sama tetapi deficit neurologiknya tetap ada setelah tiga
minggu dan pemeriksaan CT Scan menunjukkan hipodensitas.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain 1,2 :

1. Nyeri kepala : bersifat unilateral (pada salah satu sisi), bentuknya berdenyut menandakan
adanya rangsangan aferean pada pembuluh darah.
2. Mual : mual adalah gejala yang paling sering dikemukakan oleh penderita, menunjukkan
adanya ekstravasasi protein.
3. Aura : aura yang timbul biasanya berupa gangguan penglihatan (fotofobia atau fonofobia),
bunyi atau bebauan tertentu, menandakan adanya proyeksi difus locus ceruleus ke
korteks serebri, adanya gejala produksi monocular pada retina dan produksi bilateral yang
tidak normal.
4. Rasa kebal / baal
5. Vertigo : pusing, karena gerakan otot yang tidak terkontrol,menandakan adanya gejala
neurologic yang berasal dari korteks serebri dan batang otak.
6. Rasa lemas waktu berdiri : disebabkan oleh turunnya tekanan darah waktu berdiri
(postural hypotension).
7. Kontraksi otot-otot : disekitar dahi, pipi, leher, dan bahu, menandakan adanya ganguan
mekanisme internal tubuh yang disebut jam biologis (biological clock).

DIAGNOSIS
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda tanda khas
migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat
paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih aura
reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,
(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak
bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak
mencapai 60 menit
Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan diagnosis migren. Migren
kadangkala sulit untuk didiagnosis karena gejalanya dapat menyerupai gejala sakit kepala
lainnya. Pemeriksaan standard yang dilakukan adalah dengan menggunakan kriteria International
Headache Society4. Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria
berikut : (a) berlangsung 4 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2)
sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.

PEMERIKSAAN
Gejala migren yang timbul perlu diuji dengan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan kemungkinan lain yang menyebabkan sakit
kepala. Pemeriksaan lanjutan tersebut adalah 6:
1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor dan perdarahan otak.
2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau perdarahan otak.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri,
glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis
nodosa, dan cluster headache.

MEDIKAMENTOSA
Yang digunakan untuk menghentikan serangan migren, meliputi 2,3,5 :
1. Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen, yang merupakan obat lini
pertama untuk mengurangi gejala migren.
2. Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk menghentikan serangan migrain
akut secara cepat. Triptan juga digunakan untk mencegah migrain haid.
3. Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam mengobati migrain.
4. Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana, asetaminofen, dan dikloralfenazon.
5. Analgesic, mengandung butalbital yang sering memuaskan pada terapi
6. Opioid analgesics, pada umumnya lapang perantaranya memberikan hasil yang mengecewakan
7. Corticosteroids unsur yang membutuhkan waktu singkat untuk mengurangi tingkat nyeri migren
8. Isometheptene, tidak dapat digunakan pada vasoconstrictor.

KOMPLIKASI
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan
obat obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

PREVENTIV TERAPI
Terapi pencegahan migren digunakan untuk pencegahan migren diantaranya 5,6 :
1. Pencegahan farmakologi, diantaranya :
a. Beta bloker, misalnya propanolol
b. Penghambat Kanal Kalsium, yang mengurangi jumlah penyempitan pembuluh (konstriksi)
darah
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah
timbulnya migrain.
d. Antikonvulsan
2. Pencegahan non-farmakologi, diantaranya
a. Terapi relaksasi
b. Terapi tingkah laku
c. Tekhnik biofeedback
d. Homeopathy
e. Acupuncture
f. Reflexology
g. Pijat
h. Pergantian temperature

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim,Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan Migren, http://neuro-


ugm.com/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=1.html.7
November 2007.
2. Valenty, K,Acute treatment of migren. Breaking the paradigm of monotheraphy,
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentrez&artid=341456,4
April 2004.
3. Brust, J.C.M.,Current Diagnosis ang Treanment Neurology,New York:Lange Medical
Books/McGraw-Hill, 2007, ch 8, hlm. 64-69.
4. Headache Classification Commite of the International Headache Society., Classification
and diagnostic criteria for headache disorder, cranial neuralgias and pain, Cephalgia,
Agustus, 1988, Suppl 7:1-96 .
5. M. D. A. Schuurmans, et al.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentrez&artid=1479536,10
Juni 2005.
6. Liporace, Joyce,Neurology, United Kingdom:Elsevier Mosby, 2006, ch 3-12, hlm. 17-
135.
Diposkan oleh Eka Prasepti Darusman di 02.24
Kirimkan Ini lewat Email
SECTIO CAESARIA (SC)
A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B. JENIS JENIS

1. Sectio cesaria transperitonealis profunda


Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini
adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena
pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal
akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak
lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.

4. Section cesaria Hysteroctomi


Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Infeksi intra uteri berat

C. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan
ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus
uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi
janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

Pathway SC
E. TEKHNIK PENATALAKSANAAN
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri
diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12
cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala
janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem
tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar
tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah
irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua
klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan
2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar
terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan
janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah
rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks
uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 )
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

SC (Sectio Caesaria)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

G. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
3. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat
jarang terjadi.
5. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4. Fungsi gastrointestinal
Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

5. Perawatan fungsi kandung kemih


Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau
urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih
lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

6. Pembalutan dan perawatan luka


Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
Ganti pembalut dengan cara steril
Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima
pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
Lakukan masase uterus
Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan
Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan
hematoma pada daerah operasi
Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen
pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan
terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi
dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau
TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis
juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti
ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan
Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian dari
orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang
tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC


Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui
yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber informasi
tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
KEPERAWA
NO TAN DAN INTERVENSI (NIC)
KOLABORAS TUJUAN (NOC)
I
1. Menyusui tidak Setelah diberikan Health Education:
efektif tindakan keperawatan Berikan informasi mengenai :
berhubungan selama 3x24 jam klien
o Fisiologi menyusui
dengan kurang menunjukkan respon
o Keuntungan menyusui
nya breast feeding adekuat
o Perawatan payudara
pengetahuan dengan indikator:
o Kebutuhan diit khusus
ibu tentang cara klien mengungkapkan
o Faktor-faktor yang menghambat proses
menyusui yang puas dengan
menyusui
benar kebutuhan untuk
Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan
menyusui
klien untuk melakukan secara teratur
klien mampu
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara
mendemonstrasikan
menyimpan, cara transportasi sehingga bisa
perawatan payudara
diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian Asi eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala
bendungan payudara, infeksi payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan
mendukung klien dalam pemberian ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi/memberikan pelayanan
KIA
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Pain Management
agen injuri fisik asuhan keperawatan Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(luka insisi selama 3x24 jam termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
operasi) diharapkan nteri kualitas dan faktor presipitasi
berkurang dengan Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
indicator: Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Pain Level, mengetahui pengalaman nyeri pasien
Pain control, Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Comfort level Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Mampu mengontrol Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
nyeri (tahu penyebab tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri, mampu lampau
menggunakan tehnik Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nonfarmakologi untuk menemukan dukungan
mengurangi nyeri, Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan) seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Melaporkan bahwa Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri berkurang Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
dengan menggunakan non farmakologi dan inter personal)
manajemen nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Mampu mengenali intervensi
nyeri (skala, Ajarkan tentang teknik non farmakologi
intensitas, frekuensi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dan tanda nyeri) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Menyatakan rasa Tingkatkan istirahat
nyaman setelah nyeri Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
berkurang tindakan nyeri tidak berhasil
Tanda vital dalam Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
rentang normal nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
-
3. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Disease Process
pengetahuan asuhan keperawatan Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
tentang selama 3x24 jam pasien tentang proses penyakit yang spesifik
perawatan ibu diharapkan Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
nifas dan pengetahuan klien hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
perawatan post meningkat dengan dengan cara yang tepat.
operasi b/d indicator: Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
kurangnya Kowlwdge : disease pada penyakit, dengan cara yang tepat
sumber process Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
informasi Kowledge : health Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
Behavior yang tepat
Pasien dan keluarga Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
menyatakan dengan cara yang tepat
pemahaman tentang Hindari jaminan yang kosong
penyakit, kondisi, Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang
prognosis dan kemajuan pasien dengan cara yang tepat
program pengobatan Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
Pasien dan keluarga diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
mampu melaksanakan yang akan datang dan atau proses pengontrolan
prosedur yang penyakit
dijelaskan secara Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
benar Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
Pasien dan keluarga mendapatkan second opinion dengan cara yang
mampu menjelaskan tepat atau diindikasikan
kembali apa yang Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
4. Defisit Setelah dilakukan Self Care assistane : ADLs
perawatan diri asuhan keperawatan Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
b.d. Kelelahan. selama 3x24 jam yang mandiri.
ADLs klien Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
meningkat dengan kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
indicator: makan.
Self care : Activity of Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
Daily Living (ADLs) untuk melakukan self-care.
Klien terbebas dari bau Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
badan yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Menyatakan Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
kenyamanan terhadap bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
kemampuan untuk Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
melakukan ADLs kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
Dapat melakukan jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
ADLS dengan Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
bantuan kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
5. Risiko infeksi Setelah dilakuakan Infection Control (Kontrol infeksi)
b.d tindakan asuhan keperawatan Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
invasif, paparan selama 3x24 jam Pertahankan teknik isolasi
lingkungan diharapkan resiko Batasi pengunjung bila perlu
patogen infeksi terkontrol Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
dengan indicator: tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
Immune Status meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Knowledge : Infection
control Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Risk control kperawtan
Klien bebas dari tanda Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
dan gejala infeksi Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
Mendeskripsikan alat
proses penularan Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
penyakit, factor yang sesuai dengan petunjuk umum
mempengaruhi Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
penularan serta infeksi kandung kencing
penatalaksanaannya, Tingktkan intake nutrisi
Menunjukkan Berikan terapi antibiotik bila perlu
kemampuan untuk Infection Protection (Proteksi Terhadap
mencegah timbulnya Infeksi)
infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Jumlah leukosit dalam Monitor hitung granulosit, WBC
batas normal Monitor kerentanan terhadap infeksi
Menunjukkan perilaku Batasi pengunjung
hidup sehat Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta :
EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Minggu, 23 Januari 2011

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Dalam Operasi Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak,
sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan,
lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya berlapis-lapis. Melihat proses
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa melahirkan dengan operasi tentu memiliki resiko lebih tinggi
dibanding melahirkan secara alamiah. Dengan demikian, akan lebih bijak bila dalam mengambil
keputusan untuk tindakan operasi, memang berdasarkan indikasi medis dan sudah tidak dapat
dilakukan upaya lain.
Jenis jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) Dilakukan dengan membuat
sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) Dilakukan
dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal)
kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah
sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )

B. ETIOLOGI/ PENYEBAB

Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan
ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea.

Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea

Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa ,
panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan
janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal (Kasdu, 2003).
Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia
pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
a. Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran
paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran
paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup
menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses
persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan yang efektif
sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya.
b. Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina
iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima.
Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau
jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm
atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum
8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia
karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan
panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil
cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar
kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan,
sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada
tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30
mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik
dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat
dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan
istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya
dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap minggu dalam
kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal
ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia. Proteinuria berarti
konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu
harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal yag teratur
dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang
cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal
mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada
tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari
3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan
nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan
pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah
timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan,
maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan
berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan melakukan sectio
caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu
jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan preterm
rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan tidak ada
keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas,
namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa
mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin
bergerak (Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan
dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau
kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial
vaginosis (Mochtar, 1998).
Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar
secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat
diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior, pemeriksaan
lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion, pemeriksaan USG untuk
mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat badan janin, detak jantung
janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk membuktikan kebenaran ketuban pecah
dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur cairan amnion, pemeriksaan interleukin,
alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat
dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007).
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan.
Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya
hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah
senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi
infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
4. Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang,
5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat
badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu
dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma
lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran
berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari
5000 gram (Glance, 2006).
Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi. Dengan
berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan
yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat badan janin 3
kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula pada posisi
sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga perlu dilakukan
kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu, 2003).
Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol yaitu
dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk
menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006).
5. Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a. Kelainan pada letak kepala
1). Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.

2). Presentasi muka


Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3). Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di
bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
6. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
7. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas (Dini Kasdu, 2003).
C. PATOFISIOLIGI

Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi
dinding perut dan otot dasar panggul.
a. Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus
infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan
bagian belakang.
1) Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian
belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7,
prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis
ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk,
mengangkat pelvis.
2) Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada
bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba.
Fungsinya untuk meregangkan linea alba.
3) Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Origo
pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista
iliaka, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina
muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik dinding
perut.

4) Otot obligus eksternus abdominis


Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior thoraks. Origonya yaitu
pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari
otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
5) Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot obligus eksternus
abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista
iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero
medial. Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.

b. Otot dasar panggul


Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis
adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus,
iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis
otot transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut
adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus
diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan
introitus vagina.

c. patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik pada dinding abdomen (kulit
dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari
luka operasi antara lain adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang
baik akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses penyembuhan
sebagai berikut :
(1) sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan mati.
Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan mengalami reaksi radang
mendadak,
(2) dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi (pelipatgandaan)
fibroblast mulai terjadi,
(3) pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi,
(4) pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali luka) mulai timbul,
yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka,
(5) pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan epitelisasi adalah 0,5 mm
per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis,
(6) Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum,
(7) tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada seseorang dengan riwayat
SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun pertama setelah operasi (Hudaya, 1996).

d. Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain: (1) Uterus, setelah
plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi otot-ototnya.
Fundus uteri 3 jari di bawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil
hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel
menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi
dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan permukaan kasar,
tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan mengecil hingga sembuh dengan
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir dan dasar luka, (2)
pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak
dipergunakan lagi, (3) dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan
dalam waktu lama (Rustam M, 1998).

D. MANIFESTASI KLINIK/ TANDA DAN GEJALA

1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
Uterus
- Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.

- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali
ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke 3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat,
dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali
dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6
sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin
pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari,
puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post
partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi
bradikardi.

- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu Persalinan normal : 200 500
cc, sesaria : 600 800 cc.
- Perubahan hematologik Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3
minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.

h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
1). Infeksi puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat. Infeksi ringan ditandai
dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas, infeksi yang berat ditandai dengan kenaikan
suhu yang lebih tinggi bisa terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena karena partus lama dan
ketuban yang telah pecah terlalu lama,
2). Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia uteria ikut terbuka atau
karena atonia uteria,
3). Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru dan deep vein trombosis,
4). Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Rustam M, 1998).

F. PENATALAKSANAAN MEDIAS

Penatalaksanaan medis
Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
Persiapan kulit pembedahan abdomen
Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter foley

G. REFERENSI

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.
http//:www.SC/sectio-caesarea.html
http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm
Diposkan oleh PRA NERS Sari Mulia di 1/23/2011 08:19:00 AM
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. E DENGAN POST SC ATAS INDIKASI
PLACENTA PREVIA TOTALIS DI BANGSAL MAWAR-MELATI RUANG ISO 8
RUMAH SAKIT Dr. OEN SURAKARTA

Pengkajian dilakukan pada hari Rabu, 8 Nopember 2006 pada pukul 18.00 WIB dengan metode
autoanamnesa dan dengan melihat status klien.
I. Identitas
A. Klien
Nama : Ny.E
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar
Status : Kawin
Pekerjaan : PNS
B. Penanggung Jawab
Nama : Tn.D
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar
Hubungan : Suami
Pekerjaan : PNS
Sumber biaya : Askes Sosial
C. Medis
Dx Medis : Post Partum SC Placenta Previa Totalis
Tgl Masuk : 8 Nopember 2006
Bangsal/ Kelas : Mawar-Melati/ 1508
No. Reg : 1.0611.000
Dokter yang merawat : Dr. Daniel Kartipin, Sp.OG

II. Riwayat Penyakit


A. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan ini merupakan kehamilan yang pertama. Klien mengatakan hamil 38
minggu, namun klien belum merasakan kenceng-kenceng di perutnya/ kontraksi, pada saat
dilakukan pemeriksaan diperkirakan HPL (Hari Perkiraan Lahir) tanggal 23 Nopember 2006.
Kehamilan I belum partus (G1P0A0). Klien mengatakan pada tanggal 7 Nopember periksa di
Poliklinik Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta pada jam 20.20 WIB, klien diperiksa oleh Dr. Kartipin,
Sp.OG dan diindikasikan untuk SC (Section Caesarea) karena adanya plasenta previa totalis. Klien
masuk ruang bersalin pada tanggal 7 Nopember 2006 pada jam 20.00 WIB dari pemeriksaan
diperoleh TD = 120/90 mmHg, N = 83 x/mnt, R = 20 x/mnt, S = 36,50C. Perawat melaporkan pada
Dr. Kartipin, Sp.OG, besok pada tanggal 8 Nopember 2006 jam 14.00 WIB ada operasi SC atas
nama Ny.E.
Dari ruang bersalin klien dipindahkan ke ruang Mawar-Melati tanggal 7 Nopember 2006 jam
21.00 WIB, di ruang Mawar-Melati klien hanya diobservasi dan tidak terpasang infus dan kateter,
klien disuruh puasa jam 24.00 WIB sampai jam 14.00 WIB. Pukul 13.30 WIB klien dibawa ke
kamar operasi dan operasi dimulai pada jam 14.00 WIB. Dokter edah Dr. Kartipin, Sp.OG, anestesi
dr. Sugeng Sp.An. Anestesinya spinal.
Setelah di operasi klien dibawa ke bangsal Mawar-Melati kamar 1S0 8 pada tanggal 8
Nopember 2006 jam 17.30 WIB. Di bangsal mendapatkan terapi :
Infus : Asering 30 tpm
Injeksi : Alinamin F 250 mg/8 jam
Dynastat 40 mg/12 jam
Pronalges sup 1/ hari
Cefazol 1 gr/12 jam
Vit C 500 mg/ 12 jam
Bayi lahir pada jam 15.30 WIB, bayi lahir hidup segera menangis dengan jenis kelamin laki-laki
BB = 3100 gram, PB = 50 cm.
Apgar Score 1 menit 5 menit 10 menit
Denyut jantung 2 2 2
Pernafasan 2 2 2
Tonus otot 2 2 2
Peka rangsang 1 2 2
Warna 1 1 2
Jumlah 8 9 10

Saat dikaji klien mengatakan luka bekas jahitan terasa nyeri, skala nyeri 7, terasa diremas-remas,
nyeri bertambah bila untuk bergerak (alih baring), berkurang bila untuk tidur, nyeri terasa hilang
timbul 10 menit.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak punya riwayat penyakit yang berat. Klien baru kali ini sakit dan di
rawat di rumah sakit dan melahirkan dengan operasi SC pada kehamilannya yang pertama.
C. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun.

III. Pola Pengkajian Kesehatan


A. Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
Dalam menjaga kesehatan, klien kurang memahami bagaimana cara melakukan perawatan
payudara dan perawatan bayi. Pada kehamilannya yang pertama ini klien sering melakukan
pemeriksaan teratur ke dokter karena takut ada apa-apa dengan anaknya. Klien biasanya kalau sakit
hanya minum obat yang diberikan oleh dokter, tidak suka minum jamu. Dari pemeriksaan yang
dilakukan pada kehamilannya diperoleh hasil plasenta previa totalis, jadi perlu dilakukan SC.
Dengan keadaannya yang sekarang klien berharap dia akan segera sembuh dan bayinya lahir
dengan baik. Terakhir klien mendapatkan imunisasi TT pada saat menikah. Klien tidak mempunyai
kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan, misalnya merokok. alkoholik, narkotik dan lain-lain.
Tumbuh kembang klien normal. Klien tinggal dalam lingkungan yang cukup baik dan bersih.
B. Pola Pemenuhan Nutrisi Metabolik
Saluran pencernaan klien saat ini tidak ada gangguan, hanya rasa nyeri bekas operasi SC di
perut.
1. Kebiasaan makan sebelum sakit
Klien mengatakan di rumah makan 3x sehari, dengan menu nasi, sayur dan lauk. Klien menyukai
semua makanan dan tidak mempunyai alergi makanan.
2. Kebiasaan makan waktu sakit
Setelah operasi klien puasa, tidak makan di rumah sakit atau luar.
3. Kebiasaan minum sebelum sakit
Klien mengatakan biasanya hanya minum air putih kurang lebih 8 gelas per hari. Klien minum
frekuensinya tidak tentu, minum kalau merasa haus saja. Sebelum klien dirawat, klien tidak
memiliki gangguan pemenuhan cairan tubuh seperti diare atau diaphoresis.
4. Kebiasaan minum saat sakit
Setelah operasi klien puasa. Input cairan yang masuk ke dalam tubuh ditambah cairan infus. Input
cairan yang masuk 500 cc. klien tidak mengalami gangguan pemenuhan cairan tetapi pendarahan
selama nifas. Klien tidak mengalami penurunan reflek gerak menelan.
C. Pola Eliminasi
1. Kebiasaan buang air besar (BAB) sebelum sakit
Klien mengatakan biasanya di rumah BAB 1x sehari namun kadang-kadang 1-2 hari. Waktu BAB
juga tidak teratur, karakteristik fecesnya juga normal, feces lunak, tidak ada darah atau nanah. Klien
BAB kadang sembelit, kadang sakit, klien tidak pernah menggunakan obat pencahar.
2. Kebiasaan buang air besar (BAB) saat sakit
Klien mengatakan BAB terakhir tadi sebelum operasi SC dilakukan. Selama setelah operasi klien
tidak BAB karena puasa.
3. Kebiasaan buang air kecil (BAK) sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit biasanya BAK sebanyak 5-9 kali sehari. Urine yang dikeluarkan
normal tidak ada darah atau nanah. Makin hari klien jarang BAK yang membuat klien terbangun
dari tidurnya, BAK paling sering adalah di siang hari. Saat BAK tidak merasakan sakit (nyeri).
4. Kebiasaan buang air kecil (BAK) sebelum sakit
Klien menggunakan selang kateter (DC), urine yang dikeluarkan 200 ml, warna urinenya kuning
kemerahan. Saat klien BAK klien merasa kurang nyaman karena perutnya sakit dan terpasang
kateter.
D. Pola Aktivitas dan Latihan
1. Pola Nafas
Saat bernafas klien tidak ada kesakitan dan nafas tidak sesak. Dalam keluarganya tidak ada yang
memiliki penyakit pernafasan yang berbahaya. Jenis pola pernafasannya eupnoe, tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, ventilasi normal, tapi kadang nafas pendek. Bentuk dada
simetris, tak ada retraksi dada. Suara nafas tambahan tidak ada, tetapi selama hamil sering sesak
tapi terus hilang.
2. Sirkulasi
Klien tidak mengalami nyeri dada dan tidak memiliki riwayat PJK (Penyakit Jantung Koroner) atau
IMA (Infark Myocard Akut).
3. Aktivitas dan Mobilitas
Pada saat sakit klien hanya menggunakan waktunya berbaring diam di atas tempat tidur karena
klien harus banyak istirahat di tempat tidur. Namun klien sudah dianjurkan untuk alih baring
(miring kanan/ kiri), klien mengatakan tidak berani miring-miring karena takut sakit. Klien
mengatakan luka bekas jahitan terasa nyeri dengan skala 7 terasa diremas-remas, nyeri bertambah
bila untuk bergerak (alih baring), berkurang bila untuk tidur nyeri terasa hilang timbul 10 menit.
Klien tampak menahan sakit, terdapat luka jahitan di abdomen (vertikal), klien tampak melindungi
daerah jahitan. Kebiasaan perawatan diri mandi tetap 2x sehari masih diperlukan bantuan atau
pengawasan orang lain (ADL 2). Klien mengatakan saat mandi/ hygiene perlu dibantu orang lain
(perawat) dan belum bisa turun dari tempat tidur.
E. Pola Tidur dan Istirahat
1. Kebiasaan tidur sebelum sakit
Biasanya klien tidur selama 8-9 jam, siang hari 2 jam dan malam hari 6-7 jam mulai pukul 22.00
sampai 05.00 WIB. Kualitas tidur nyenyak, tidak menggunakan obat _eristal.
2. Kebiasaan tidur waktu sakit
Selama klien dirawat di rumah sakit kerjanya hanya tidur karena memang tidak ada kegiatan yang
lain. Namun kadang terbangun karena nyeri di perut bekas operasi. Ekspresi wajah tampak lelah
dan pucat walaupun tidurnya cukup. Klien tidurnya tidak teratur, kalau merasa mengantuk baru
tidur. Klien tidak menggunakan obat _eristal. Klien kadang hanya terdiam saja kadang kesakitan
kalau gerak.
F. Pola Persepsi Kognitif
Klien mengatakan lega karena anaknya telah lahir dengan selamat walaupun dengan operasi
SC. Klien hanya kecewa tidak bisa melahirkan secara normal. Klien mengatakan belum tahu cara
menyusui yang benar. Klien juga mengatakan belum tahu cara perawatan bayi karena kelahiran
yang pertama, _erista susu vertid (keluar/ menonjol), ASI belum keluar.
Tingkat pendidikannya adalah SMF (Sekolah Menengah Farmasi). Dalam kehidupannya
sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Saat dikaji klien mengatakan
luka bekas jahitan terasa nyeri, skala nyeri 7, terasa diremas-remas nyeri bertambah bila untuk
bergerak (alih baring), berkurang bila untuk tidur, nyeri terasa hilang timbul 10 menit.
G. Pola Persepsi Konsep Diri
Klien mengatakan kelahiran anaknya ini adalah anugerah Tuhan dan sangat mensyukurinya.
Berharap agar cepat sembuh dan segera merawat anaknya oleh karena itu klien selalu kooperatif
dengan semua tenaga medis.
Pengkajian konsep diri :
1. Body image (citra diri)
Klien menerima rasa sakit dan luka pada tubuhnya dan tidak malu dengan keadaannya. Merasa
senang dengan kelahiran anaknya yang lahir tanpa ada kecacatan. Klien berharap tubuhnya akan
kembali seperti sebelum hamil.
2. Ideal diri
Klien menyadari bahwa dalam keadaan sekarang sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari
keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Klien berharap cepat sembuh dan segera merawat
anaknya dan menyusuinya dan segera menggendong anak kesayangannya.
3. Harga diri
Klien sangat senang dengan kelahiran anaknya dan bangga sebagai seorang wanita sekarang sudah
menjadi seorang ibu dari anak yang sehat. Namun klien merasa sedih tidak bisa melahirkan normal
dan belum bisa menyusui anaknya.
4. Peran
Klien mengatakan belum dapat menjalankan perannya sebagai seorang ibu karena belum bisa
merawat anaknya dan menyusuinya, sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga perannya juga ikut
terganggu.
5. Identitas
Pasien adalah seorang istri yang baru kali ini mempunyai anak dari kehamilannya. Jadi klien merasa
tidak sendirian lagi sekarang ada bayinya yang harus dirawatnya.
H. Pola Peran dan Hubungannya
Klien mengatakan hubungan dengan orang terdekat tidak ada masalah dan hubungannya
sangat baik. Dengan tetangganya juga baik karena banyak yang menjenguk dan bayinya. Interaksi
dengan tenaga medis, keluarga dan masyarakat terjalin dengan baik, klien pun tampak kooperatif,
komunikasi dengan orang lain lancar tidak ada konflik dalam hubungannya dengan orang lain.
I. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Status seksualitas klien sudah menikah tapi belum mempunyai anak. Baru sekarang ini ia
hamil dan mempunyai bayi. Klien mengalami hadi pada umur 15 tahun lama haidnya 7 hari dan
siklusnya 30 hari. Saat klien tidak mengalami nyeri haid, ASInya belum keluar, _erista menonjol
kehitaman dan payudara keras.
HTML = 16-2-2006
HPL = 23-11-2006
J. Pola Koping dan Stres
Jika klien mengalami stress karena adanya masalah dalam keluarganya, klien membahasnya
dengan suaminya untuk mencari pemecahannya. Klien agak stress karena belum bisa menyusui
anaknya dan belum bisa merawatnya dengan baik. Saat ada masalah ekspresi klien agak sedih
kurang bisa tersenyum, hanya diam memikirkannya. Klien tampak pucat, dan lemah. Sikap terhadap
perawatan medis dilakukan dengan kooperatif, namun klien optimis cepat sembuh dan pulang
membawa anaknya dan merawatnya. Klien merasa kecewa tidak dapat mengasuh dan menyusui
anaknya, tapi klien menerimanya.

K. Pola Nilai dan Kepercayaan


Klien adalah seorang penganut agama Islam. Pada saat dirawat klien sangat bersyukur
terhadap Tuhan atas anugerah-Nya berupa bayi yang sangat didambakannya. Klien tidak
melahirkan dengan dukun karena percaya dengan dokter/ medis apalagi kehamilannya ada
gangguan (jalan lahir tersumbat plasenta). Klien selalu berdoa agar cepat pulang membawa anaknya.

IV. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda vital
TD = 110/60 mmHg
S = 36,50C
N = 74 x/mnt
R = 20 x/mnt
2. BB = , TB =
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Rambut : hitam, lembab, berombak
Kulit kepala : bersih, tidak ada ketombe
Kepala tidak ada hematom
2. Hidrasi kulit : baik, turgor baik
3. Mata
Palpebrae : coklat kehitaman, tidak ada edema, tidak ada peradangan
Sclera : warna putih
Conjungtiva : pink tidak ada pendarahan
Pupil : bentuk bulat normal, tidak ada kelainan, isokor
TIO : tekanan infra okuler baik
4. Telinga : bersih, tidak ada nanah atau tanda-tanda peradangan
5. Hidung : bersih, tidak ada secret, tidak ada pendarahan/ benda asing
6. Mulut
Rongga mulut : tidak ada peradangan, ada bau mulut
Gigi : tidak ada kelainan, bersih
Lidah : normal/ bersih
Tonsil : 1 (ukuran normal)
7. Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
8. Thorax
Inspeksi : bentuk normal, simetris, pernafasan teratur, tidak ada gangguan
nafas, payudara keras dan simetris, _erista menonjol, ASI tidak keluar
Palpasi : vocal vremitus : normal, pengembangan paru normal
Perkusi : suara paru sonor/ normal, bunyi jantung normal
Auskultasi : suara nafas normal, suara jantung normal
9. Abdomen
Inspeksi : abdomen tidak buncit, terdapat luka pembedahan SC bentuk
vertikal, ada linea nigra dan strie gravidarum
Auskultasi : _eristaltic 8x/mnt
Palpasi : abdomen teraba sakit, agak tegang, kontraksi uterus kuat,tfu
setinggi pusat
Suara : abdomen tympani
10. Genetalia : ada pendarahan 1 tella penuh, anus bersih, terpasang kateter, bentuk genetalia luar
tidak ada perubahan.
11. Kulit : bersih tak kering, keringat tidak keluar, warna coklat, wajah pucat

12. Lengan dan tungkai

Tangan kiri : baik, kekuatan otot baik, terpasang infus


Tangan kanan : baik, kekuatan otot baik
Kaki kiri : baik tak oedem, kekuatan otot baik
Kaki kanan : baik tak oedem, kekuatan otot baik

V. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 8 Nopember 2006
Jam 17.30 WIB
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hematologi
Haemoglobin 10,8 g/dl L = 13-16, P = 12-14
Hematokrit 34,0 vol% L = 40-48, P = 37-43

Tanggal 8 Nopember 2006


Jam 21.10 WIB
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hematologi
Haemoglobin 12,3 g/dl L = 13-16, P = 12-14
Hematokrit 38,5 vol% L = 40-48, P = 37-43
Leukosit 9100 /mm3 5.000-10.000
Trombosit 242.000 /mm3 200.000-500.000
Gol darah O
Masa perdarahan (Duke) 2 Menit 1-3
Masa pembekuan 4 Menit 2-6
Darah Kimia/ Serologi
Gula sewaktui 85 g/dl < = 120
HBsAg (Elisa) Non < = non reactive
reactive > 2 = reactive
B. Terapi Medik
Obat oral :
1. Cefspan 2 x 1
2. Dansera 2 x 1
3. Tramol 2 x 1
4. Maloco 3 x 1
5. Biosanbe 1 x 1
IV per invus : asering 30 tpm
Obat injeksi :
- Cefazol 1 gr/ 12 jam
- Vit C 500 mg/ 12 jam
- Alinamin F 250 mg/ 8 jam
- Dynastat 40 mg/ 12 jam
- Pronalges sup 1/ hari

DATA FOKUS
1. Data Subyektif
a. Klien mengatakan luka bekas jahitan terasa nyeri, skala nyeri 7, terasa diremas-remas.
b. Klien mengatakan nyeri bertambah bila untuk bergerak (alih baring), berkurang bila untuk tidur,
nyeri terasa hilang timbul 10 menit.
c. Klien mengatakan ASI belum keluar.
d. Klien mengatakan belum mampu menyusui bayinya.
e. Klien mengatakan masih lemah untuk bergerak-gerak, di tempat tidur.
f. Klien mengatakan saat mandi/ hygiene perlu dibantu orang lain (perawat).
g. Klien mengatakan belum bisa turun dari tempat tidur.
h. Klien mengatakan belum tahu cara menyusui yang benar.
i. Klien mengatakan belum tahu cara perawatan bayi dan payudara.
2. Data Obyektif
a. Klien tampak menahan sakit
b. Terdapat luka jahitan di abdomen (vertikal)
c. Klien tampak melindungi daerah jahitan
d. Areola menghitam
e. Klien tampak pucat dan lemah
f. Perawatan diri ADL mandi 2 (memerlukan bantuan /pengawasan orang lain)
g. Klien belum bisa merawat bayinya, karena kelahiran pertama.
h. Puting susu vertid (keluar/ menonjol)
i. ASI belum keluar
j. Abdomen terdapat luka jahitan post SC
k. Abdomen terasa sakit, agak tegang,kontraksi uterus kuat, FU satinggi pusat, perdarahan 1 tella
penuh.
ANALISA DATA
No. Tanggal Data Problem Etiologi Ttd
Dx
1 8 Nov 06 DS : Nyeri akut Reflek spasme APPK
- Klien mengatakan luka otot sekunder
bekas jahitan terasa nyeri, terhadap tindakan
skala nyeri 7, terasa pembedahan SC
diremas-remas .
- Nyeri bertambah bila untuk
bergerak (alih baring),
berkurang bila untuk tidur,
nyeri terasa hilang timbul
10 menit
DO :
- Klien tampak menahan
sakit
- Terdapat luka jahitan di
abdomen (vertikal)
- Klien tampak melindungi
daerah jahitan
- Klien tampak pucat dan
pucat.
2 8 Nov 06 DS : - Nyeri akut Kontraksi uterus APPK
DO : Abdomen terasa sakit,
agak tegang, kontraksi
uterus kuat, FU setinggi
pusat, perdarahan 1 tella
penuh
3 8 Nov 06 DS : Kurang Keterbatasan APPK
- Klien mengatakan saat perawatan diri gerak sekunder
mandi/ hygiene dibantu (mandi/hygiene) terhadap post
orang lain(perawat) pembedahan SC
- Klien mengatakan belum
bisa turun dari tempat tidur
DO :
- Perawatan diri ADL mandi
2 (bantuan / pengawasan
orang lain)
4 8 Nov 06 DS : Kurang Kurangnya APPK
- Klien mengatakan belum pengetahuan informasi
tahu cara menyusui yang tentang
benar perawatan
- Klien mengatakan belum payudara dan
tahu cara perawatan bayi perawatan bayi
dan payudara.
DO :
- Klien belum bisa merawat
bayinya, karena kelahiran
yang pertama
- Puting susu vertid (keluar/
menonjol) ASI belum
keluar
5 8 Nov 06 DS : Menyusui tidak Ketidakefektifan APPK
- Klien mengatakan masih efektif produksi ASI
lemah kalau bergerak di
tempat tidur
- klien mengatakan belum
mampu menyusui bayinya
- klien mengatakan ASI
belum keluar
DO :
- Puting susu vertid (keluar/
menonjol)
- Aerola kehitaman
6 8 Nov 06 DS : - Resiko infeksi Kerusakan APPK
jaringan dan
DO : peningkatan
- Pada abdomen terdapat paparan dengan
luka jahitan post SC lingkungan
sekitar pada luka
post SC

DAFTAR MASALAH

No Tanggal Masalah Keperawatan Tanggal Ttd


Dx ditemukan teratasi
1 8 Nov 06 Nyeri akut yang berhubungan dengan APPK
reflek spasme otot sekunder terhadap
tindakan pembedahan SC
2 8 Nov 06 Nyeri akut yang berhubungan dengan APPK
kontraksi uterus
3 8 Nov 06 Kurang perawatan diri = mandi/ hygiene APPK
keterbatasan gerak sekunder terhadap post
SC
4 8 Nov 06 Kurang pengetahuan tentang perawatan APPK
payudara dan perawatan bayi yang
berhubungan dengan kurangnya informasi
5 8 Nov 06 Menyusui tidak efektif yang berhubungan APPK
dengan ketidakefektifan produksi ASI
6 8 Nov 06 Resiko infeksi yang berhubungan dengan APPK
kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan dengan lingkungan sekitar dari
luka post SC

PERENCANAAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Tindakan Ttd


Dx (disertai data Nama
pendukung)
1 Nyeri akut Tujuan
yang : Klien dapat mengontrol nyeri setelah1. Observasi TTV APPK
berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan selama2. Observasi tingkat
reflek spasme otot 3x24 jam nyeri klien meliputi
sekunder terhadap Kriteria P,Q,R,S,T
tindakan pembedahan Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan 3. Berikan posisi yang
Klien dapat 1. Tidak
SC nyaman dengan tidur
menyebutkan pernah
DS : faktor 2. Jarang terlentang memakai
- Klien mengatakan penyebab 3. Kadang- bantal
luka bekas jahitan nyeri kadang
4. Berikan terapi alih
Klien 4. Sering
terasa nyeri, skala baring secara
menyebutkan 5. Selalu
nyeri 7, terasa diremas- durasi nyeri bertahap
remas .
5. Ajarkan klien teknik
- Nyeri bertambah bila Klien relaksasi dengan
menggunakan
untuk bergerak (alih nafas dalam
tindakan
baring), berkurang bila pencegahan 6. Berikan injeksi obat
untuk tidur, nyeri Klien analgetik
terasa hilang timbul menggunakan

10 menit tindakan non


analgetik
DO : Klien
- Klien tampak melaporkan
menahan sakit nyeri
- Terdapat luka jahitan
di abdomen (vertikal)
- Klien tampak
melindungi daerah
jahitan
- Klien tampak pucat
dan pucat.
2 Nyeri akut Tujuan
yang : Klien dapat mengontrol nyeri setelah1. Observasi TTV APPK
berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan selama2. Observasi tingkat
kontraksi uterus 3x24 jam nyeri klien meliputi
DS : - Kriteria P,Q,R,S,T
DO : Abdomen terasa Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan 3. Observasi tinggi
sakit, agak tegang, Klien dapat 1. Tidak
fundus uteri
kontraksi uterus kuat, menyebutkan pernah
FU setinggi pusat, faktor 2. Jarang 4. Observasi kontraksi
perdarahan 1 tella penyebab 3. Kadang- uterus
penuh nyeri kadang
5. Observasi
Klien 4. Sering
menyebutkan 5. Selalu perdarahan
durasi nyeri 6. Berikan massage
Klien uterus
menggunakan
tindakan 7. Ajarkan klien teknik
pencegahan relaksasi dengan
Klien nafas dalam
menggunakan
tindakan non 8. Berikan injeksi obat
analgetik analgetik
Klien
melaporkan
nyeri
Tinggi TFU
1-2 jari di
atas simpisis
Perdarahan
Kontraksi
kuat
3 Kurang perawatan
Tujuan
diri : Kemampuan klien dalam perawatan diri1. Bantu pasien dalam APPK
= mandi/ hygiene = mandi meningkat setelah dilakukan perawatan mandi/
keterbatasan gerak tindakan keperawatan selama 3x24 jam hygiene
sekunder terhadap post Kriteria 2. Monitor kebersihan
SC Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan kuku, kulit dan
Membasahi 1. Tergantung
DS : tubuh
tubuhnya 2. Alat dan
- Klien mengatakan saat 3. Kolaborasi ke
mandi/ hygiene fisioterapi untuk
dibantu orang Memakai orang meningkatkan
deodorant 3. Orang
lain(perawat) pergerakan klien
Membersihkan 4. Alat
- Klien mengatakan daerah 5. Mandiri 4. Monitor
belum bisa turun dari perineal kemampuan klien
tempat tidur Menjaga
dalam perawatan diri
DO : kebersihan
hidung/ wajah ketika memandikan
- Perawatan diri ADL
Melakukan 5. Berikan talk pada
mandi 2 (bantuan / oral hygiene
liputan kulit
pengawasan orang
lain)
4 Kurang pengetahuan
Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang1. Kaji pengetahuan APPK
tentang perawatan perawatan payudara dan bayi setelah klien tentang
payudara dan dilakukan tindakan keperawatan selama perawatan payudara
perawatan bayi yang 30 menit 2. Bantu klien
berhubungan dengan melakukan
kurang informasi Kriteria perawatan payudara
DS : Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan 3. Ajarkan cara
- Klien mengatakan Tahu 1. Tidak
perawatan payudara
perawatan pernah
belum tahu cara payudara dan 2. Jarang tujuan dan waktu
menyusui yang benar bayi 3. Kadang- perawatan
- Klien mengatakan Tahu tujuan kadang
4. Kolaborasi dengan
belum tahu cara perawatan 4. Sering
payudara dan 5. Selalu keluarga untuk
perawatan bayi dan
perawatan melakukan
payudara. bayi
perawatan payudara
DO : Tahu kapan
- Klien belum bisa perawatan
payudara dan
merawat bayinya,
perawatan
karena kelahiran yang bayi
pertama
- Puting susu vertid
(keluar/ menonjol) ASI
belum keluar
5 Menyusui tidakTujuan
efektif : Klien mampu menyusui bayinya setelah1. Observasi APPK
yang berhubungan dilakukan tindakan keperawatan selama keluarganya air susu
dengan 3x24 jam pada ibu
ketidakefektifan Kriteria 2. Bantu ibu menyusui
produksi ASI Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan baiyi dengan benar
ASI dapat 1. Tidak pernah
DS : 3. Ajarkan ibu untuik
keluar 2. Jarang
- Klien mengatakan Ibu mampu 3. Kadang- melakukan
masih lemah kalau melakukan kadang perawatan payudara
bergerak di tempat perawatan 4. Sering
1x sehari
payudara 5. Selalu
tidur 4. Anjurkan ibu makan
Ibu dapat
- klien mengatakan
menyusui makanan yang
belum mampu anaknya
bergizi
menyusui bayinya
5. Kolaborasi dengan
- klien mengatakan ASI
belum keluar dokter untuk
DO : pemberian perlancar
- Puting susu vertid ASI
(keluar/ menonjol)
- Aerola kehitaman
6 Resiko infeksiTujuan
yang : Klien mampu mengotrol resiko infeksi1. Observasi TTV APPK
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan keperawatan2. Observasi tanda dan
kerusakan jaringan dan selama 3x24 jam gejala infeksi
peningkatan paparan Kriteria 3. Lakukan perawatan
dengan lingkungan Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan luka dengan prinsip
Mengontrol 1. Tidak
sekitar dari luka post aseptik
resiko pernah
SC Monitor 2. Jarang 4. Tingkatkan intake
DS : - faktor resiko 3. Kadang- nutrisi
lingkungan kadang
DO : 5. Ajarkan klien agar
Mengubah 4. Sering
- Pada abdomen 5. Selalu menjaga luka tetap
gaya hidup
terdapat luka jahitan untuk kering
post SC mengurangi
6. Berikan terapi
resiko
Meningkatkan
antibiotik
status
kesehatan
Tanda-tanda
infeksi tidak
muncul
(kalor, dolor,
rubor, tumor,
fungsiolesa

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ Tgl/ No Evaluasi Ttd
Jam Dx (SOAP) Nama
Sabtu, 11- 1 S : Klien mengatakan masih nyeri di perut bawah terasa APPK
11-06 senut-senut, skala 3
12.00 O : Klien memegang perutnya, ekspresi wajah kesakitan
A :
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
Klien dapat 1. Tidak
menyebutkan faktor pernah
penyebab nyeri 2. Jarang
Klien menyebutkan 3. Kadang-
durasi nyeri kadang
Klien menggunakan 4. Sering
tindakan pencegahan 5. Selalu
Klien menggunakan
tindakan non analgetik
Klien melaporkan nyeri
Klien belum dapat mengontrol nyeri secara maksimal
P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan
11-11-06 2 S : Klien mengatakan masih nyeri di perut bawah terasa APPK
senut-senut, skala 3
O : Klien memegang perutnya, ekspresi wajah kesakitan
A :
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
Klien dapat 1. Tidak pernah
menyebutkan faktor 2. Jarang
penyebab nyeri 3. Kadang-kadang
Klien menyebutkan 4. Sering
durasi nyeri 5. Selalu
Klien menggunakan
tindakan pencegahan
Klien menggunakan
tindakan non analgetik
Klien melaporkan
nyeri
Tinggi TFU 1-2 jari di
atas simpisis
Perdarahan
Kontraksi kuat

Klien belum dapat mengontrol nyeri secara maksimal


P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan
3 S : Klien mengatakan mampu aktivitas banyak, mandi tidak APPK
perlu dibantu orang lain
O : Klien dapat mandi sendiri
ADL 0 (perawatan diri secara penuh)
A :
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
Membasahi tubuhnya 1. Tergantung
Memakai deodorant 2. Alat dan
Membersihkan daerah orang
perineal 3. Orang
Menjaga kebersihan 4. Alat
hidung/ wajah 5. Mandiri
Melakukan oral
hygiene
Perawatan diri mandi meningkat, belum tercapai
maksimal
P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan
4S : Klien mengatakan sudah tahu tentang tata cara atau APPK
prosedur perawatan payudara dan bayi
O : Klien bisa menjawab tata cara perawatan payudara
Klien belum bisa menjawab pertanyaan tentang
perawatan bayi
A :

Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
Tahu perawatan payudara 1. Tidak
dan bayi pernah
Tahu tujuan perawatan 2. Jarang
payudara dan perawatan 3. Kadang-
bayi kadang
Tahu kapan perawatan 4. Sering
payudara dan perawatan 5. Selalu
bayi
Klien belum sepenuhnya tahu tentang tata cara
perawatan payudara
P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan
5S : Klien mengatakan belum menyusui bayinya APPK
O : Air susu belum keluar
Bayi belum menyusu
A :

Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
ASI dapat keluar 1. Tidak
Ibu mampu melakukan pernah
perawatan payudara 2. Jarang
Ibu dapat menyusui 3. Kadang-
anaknya kadang
4. Sering
5. Selalu
Klien belum mampu menyusui bayinya
P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan
6S : Klien mengatakan daerah jahitan tidak panas dan sakit APPK
O : Jahitan luka merembes

A :

Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
Mengontrol resiko 1. Tidak
Monitor faktor resiko pernah
lingkungan 2. Jarang
Mengubah gaya hidup 3. Kadang-
untuk mengurangi resiko kadang
Meningkatkan status 4. Sering
kesehatan 5. Selalu
Tanda-tanda infeksi tidak
muncul (kalor, dolor,
rubor, tumor, fungsiolesa
Klien belum mampu mengontrol resiko infeksi
P : Rencana tindakan keperawatan dilanjutkan

Diposkan oleh Ali Mahfudh di 03.54


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

agustina sarumpaet30 September 2015 00.17

Sayang banget daftar pustaka nya gak ada

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
2116182

Arsip Blog
2012 (16)
o April (13)
manfaat tanaman lidah buaya
ASUHAN KEPERAWATAN Pada An. A Dengan Masalah Ketid...
kenangan indah bersamamu
sistem reproduksi
video lucu saat perform di krida husada with frien...
MAKALAH DONOR ORGAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. E DENGAN POST SC ATAS ...
asuhan keperawatan pada pasien hepatitis
soal uts farmakologi
contoh soal farmakoplogi
acyclovir
makalah konsep istirahat & tidur
herpes
o Maret (1)
o Februari (1)
o Januari (1)

2011 (3)

Mengenai Saya

Ali Mahfudh
Lihat profil lengkapku

Make Top Rank Blog

Anda mungkin juga menyukai